Matanya sudah lelah berjam-jam monoton melihat layar komputer. Kini Dion beralih ke atas ranjangnya, menikmati semilir angin dari jendela kamar yang ia buka lebar.
Menunggu kabar dari Robert perihal bermain futsal. Dari pada jenuh, ia menghampiri Ibunya. Menuruni anak tangga, dan mulai mencari. Ternyata Bu Sisi sedang berada di dapur, dan tentunya Maxel yang sudah pulang dari sekolah.
Dirinya ikut menimbrung di tengah-tengah Ibunya dan Maxel, melihat di atas meja Bu Sisi sedang memotong sebuah jelly segar dan dingin. Jelly berwarna ungu yang memiliki rasa rasberry. Kemudian dibagikan lah camilan ringan itu kepada 2 anaknya, dalam sebuah piring kecil nan pipih. Mereka bertiga menikmatinya bersama.
“Mah, Dion sebentar lagi pamit ya, diajak Robert main futsal.” Celetuk Dion dengan mulut yang penuh jelly.
“Iya, tidak usah aneh-aneh lagi.” Sahut Bu Sisi bernada ancaman.
“Koko main futsal? Boleh ikut ga?” U
Akhirnya sosok Iris muncul juga. Ia langsung menggandeng tangan Cia kasar, dan menariknya pelan sembari berjalan. Begitu sudah jauh dari sekolah ia melepaskan gandengannya, memasang badan yang siap mengintimidasi.“Benar sekarang kamu jadi pacar Arden?” Celetuk pertanyaan dari bibir Iris.Sontak membuat Felicia menunduk, ia menggigit bibirnya. Lidahnya terasa kaku untuk menjawab. Akhirnya ia hanya mengangguk pasrah.“Kenapa mau sama Arden? Fel, kamu tau sendiri Arden itu childish parah!” Sahut Iris gemas.“Aku harus gimana? Udah terlanjur.” Jawab Felicia tanpa beban.Tak terasa dari sekian obrolan perjalanan mereka sudah sampai dekat rumah, Iris sebelumnya mengajak Felicia untuk singgah sebentar di rumahnya. Tetapi Cia menolak, ia sungguh lelah. Melanjutkan perjalanannya dengan langkah berjalan yang begitu cepat.“Akhirnya sampai rumah juga,” Ujar Felicia sembari menghela nafa
Kini Dion telah bersantai, dan baru saja mengecek ponselnya. Banyak pesan chat dari Farren, ia meminta agar malam nanti menemaninya pergi. Farren meminta ditemani Dion untuk mengunjungi rumah Iris, menghabiskan malam disana.Dion pun segera membalas pesan dari kekasihnya.“Iya Far, nanti sekitar jam 7 malam ya gua samperin lu.”Setelah itu Dion beranjak pergi menuju toilet, tubuhnya lengket sehabis bermain futsal. Ia juga akan membasahi rambutnya.***-Farren-Ia terus memegangi ponselnya, tiba-tiba notifikasi pesan berbunyi. Ia membaca balasan dari Dion, lantas Farren berteriak kegirangan. Seperti biasa ia segera memilih outfit di lemari kacanya.Terdiam, sambil melipatkan tangan di depan dada. Manik matanya melirik ke kanan dan ke k
“Thank you for tonight, my boy.” Isi pesan dari Farren. Ponsel Dion berdenting, dirinya telah selesai meminum obat rutinnya. Mendudukkan pantatnya ke dalam kasur yang empuk, meraih ponsel dan melihat siapa yang mengirim pesan tersebut.Seketika kedua sudut bibirnya tersenyum, ia membalas pesan singkat Farren. “You are welcome, by.” Balasnya. Tak menunggu lama Farren segera membalas, bahkan Dion masih stay di room chat. “Aku tidur duluan ya, besok ada praktek pagi banget. Bye.” Pesan terakhir dari Farren, Dion pun hanya membacanya. Kekasihnya ini adalah siswa di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan dengan jurusan tata boga. Dimana jika praktek Farren akan membuat suatu makanan, dengan plating yang ia buat seindah mungkin, untuk dapat menarik perhatian guru. Dan tentunya mendapat nilai yang memuaskan. *** Dion tidak langsung tidur, ia menghabiskan waktunya sampai mengant
Kini dirinya sudah berada di dalam kelas, Felicia sedang mengeringkan badannya yang sudah mulai gerah. Ia menitipkan uang jajan kepada Arden, pasalnya Cia sangat lelah. Ia menitip camilan berkuah, bakso pedas manis.Kekasihnya dan ketiga temannya itu tak lama sudah bergabung dengannya kembali. Arden mengambil kursi kosong dipojok paling belakang kelas, lalu membawanya di dalam lingkup meja kursi Felicia.Lalu Arden mengeluarkan bakso pesanan Felicia dan miliknya sendiri. Bakso pentol dengan kuah kecap pedas manis dan sedikit tambahan sayuran hijau segar. Mereka makan bersama, tentunya Arden menjadi sorotan. Pasalnya hanya ia satu-satunya lelaki yang menimbrung area murid perempuan.Sesekali Felicia menatap Arden diam-diam. Manik matanya menangkap rambut basah Arden, sisa-sisa bermain bola kasti tadi. Lelaki di depannya ini sedang melahap cepat bakso pentolnya, sedangkan Felicia masih sembari meniup-niup karena kuahnya sangat panas. 
Hari ini memakai seragam putih birunya, tidak lupa hijab instan yang menutupi rambut Felicia. Ia sudah siap untuk berangkat sekolah, sedang bercermin sejenak. Lalu segera mengambil tas ranselnya dan ia gendong dipundak.Raganya sudah membonceng di motor, lalu perlahan laju roda motor mulai terasa. Kini dirinya sudah berada di depan gang, Kakek Felicia sedang menengok kanan dan kiri untuk siap menyeberang.Wajahnya perlahan merasakan angin pagi yang sudah tak sejuk lagi, pikirannya kosong. Felicia hanya menatap rumah dan rumah di sepanjang jalan. Tetapi tiba-tiba manik matanya melihat 2 orang remaja, sedang berjalan di depan sana.Tapi anehnya dari punggung orang itu Felicia seperti tidak asing. Ia semakin menatap ke arah depan dengan rasa penasaran yang mulai memuncak. Dan tiba lah motor Felicia melewati 2 sosok remaja tersebut, Felicia terkejut ketika melihat Dion dan Maxim sedang berjalan kaki serta berbincang menuju sekolahnya.Sponta
Di rumah Dion, seperti biasanya sifat kebo atau tukang tidurnya ini selalu keterlaluan. Ia baru saja tersadar pada jam 7 malam, menggeliat kesana kemari. Terkejut dengan kondisi jendela yang masih terbuka, dan lampu yang redup karena belum ia nyalakan.Tubuhnya berjalan malas menutup jendela, lalu menyalakan lampu kamarnya, sembari mematikan AC yang sedari tadi ia gunakan. Tiba-tiba pikirannya tertuju pada pesan Farren, sore lalu. Ia segera mengambil ponselnya, dan mengecek kembali.Ternyata Farren mengajak Dion untuk bermain di alun-alun kota, tapi kali ini tidak mereka berdua saja. Melainkan mengajak Iris dan Velma, tentu saja Dion menyetujui. Ia segera bersiap-siap untuk menghampiri Farren di rumahnya.15 menit berlalu, kini tubuhnya sudah jauh lebih segar. Rasa malas dan kantuk seketika hilang, ia telah memakai pakaian dan juga celana panjang. Lalu ia segera turun dan berpamitan kepada Bu Sisi. Untung saja Ibunya sedang berada di ruang tamu, ia t
“Far, gua balik dulu ya, udah jam 11 malam.” Ujarnya sembari beranjak menuju pintu keluar.“Iya udah Ko, hati-hati ya. Makasih banget buat hari ini.” Balas Farren kepada Dion.Dion hanya mengangguk, suara langkah kakinya menemani malam sunyi itu. Sesampainya, ia membuka kunci pintu gerbang, lalu menutup kembali. Berjalan tanpa memedulikan sekitar, Dion segera menaiki anak tangga.Membuka pintu kamarnya malas, dan menutupnya dengan cara menendang. Lalu segera ia rebahkan tubuhnya di atas kasur. Mengecek ponselnya sebentar, ternyata ada pesan dari Felicia dari beberapa jam yang lalu.“Kak, udah sampai rumah?” Isi pesan Cia.Dion yang sudah membaca, segera membalas pesannya. Lalu ia memilih untuk memejamkan matanya.***Suara ayam jantan telah berkokok. Gemericik air yang sedari tadi sudah terdengar, menandakan orang rumah mulai menyibukkan dirinya ma
‘Ting’1 pesan masuk berbunyi, Felicia segera merogoh ponselnya di dalam tas ransel sekolahnya. Lalu melihat siapa pengirim rahasia yang mengirimkannya pesan.Isi pesannya berbunyi, “Kata Iris, Cia lagi main di rumah Iris kan? Jangan pulang dulu ya, gua lagi di jalan.”Sontak membuat Cia gugup, lalu manik matanya selalu menyelidik arah luar rumah Iris. Takut sewaktu-waktu Dion datang. Felicia juga sempat berteriak kesal kepada temannya.“Iriiiiis! Kurang ajar ya lu! Lu ngapain kasih tau Kak Dion gua lagi main disini. Dia jadi mau nyusulin gua kan.” Cibir Cia kesal.Raut wajahnya begitu panik, justru Iris cekikikan sambil memegangi perutnya. Lalu ia mulai menggoda Felicia lagi.“Kenapa sih kalo ada Kak Dion? Gerogi ya?” Ujar Iris disertai gelak tawanya di akhir kalimat.“Rese lu!” Jawab Felicia sembari membuang muka.“Yah ngambek, gua beli
Wisuda FeliciaHari ini, adalah hari dimana Felicia dinyatakan lulus. Selama kurang lebih 3 tahun, akhirnya Felicia telah melepas status putih biru. Felicia memakai kebaya pink dan memakai balutan hijab berwarna kuning keemasan. Jika ditanya bagaimana perasaannya? Sungguh sangat bahagia, akhirnya ia bisa melanjutkan masa putih abu-abunya.H-2 sebelum wisudaHubungan Felicia dengan Arden terbilang baik-baik saja dan harmonis. Kemarin saja ia baru mengantarkan Felicia pulang. Namun setelah hari dimana pasangan muda ini bertukar sandi akun media sosialnya, Felicia segera log in memakai akun media sosial milik Arden. Selepas pulang sekolah, Felicia memilih duduk santai di teras depan rumah. Ia sibuk berkutat dengan ponselnya, mencoba mengetik sandi akun sembari menutupi matanya. Ia sangat gugup, apa saja yang ada di dalam akun media Arden? Dan boom! Felicia berhasil log in, ia masih membiarkan tampilannya berada di beranda. Lalu mulai menscroll perlaha
Beberapa jam kemudian, suara bel telah berbunyi. Menandakan waktunya para siswa dan siswi pulang, Iris yang sedang menjalankan misinya segera mencari Felicia. Ia benar-benar mencengkeram tangan Cia erat, seperti sedang menjaga mangsa agar tidak kabur. Felicia hanya menurut saja, ia diam dan tak banyak bergerak. Ketika Iris menarik-narik tangannya, sambil berjalan. “Fel, sebenarnya lu tau ga sih?” tanya Iris.“Tau apaan?” “Kak Dion itu kasih kamu kado,” ucap Iris lagi.“Iya? Tapi ga mungkin, kita berdua belum lama kenal.” “Ih gua serius, makanya lu nanti mampir ke rumah gua dulu.” Percakapan mereka berakhir begitu saja, keduanya fokus berjalan menatap depan dan mempercepat langkah kakinya. Di bawah sinar matahari yang terik, di tengah-tengah ramainya kendaraan berlalu lalang. Sampai perjalanan mereka sudah cukup dekat, Iris dan Felicia sedang bersiap-siap menyeberan
Felicia semakin penasaran, ia segera mempercepat laju langkahnya menyusul Serren. Ketika beberapa langkah lagi sampai di rumah Iris, mereka berdua terdiam. Ada perasaan gugup dan malu untuk sampai ke depan sana. “Ren, maju ga nih? Gua penasaran sih, tapi malu.” Ucap Felicia sembari memegangi tangan Serren. “Fel, lu gila ya? Sudah sampai sini, mau kita batalkan aja gitu? Jauh-jauh dong percuma. Ayo buruan.” Jawab Serren yang menarik balik tangan saudaranya. Akhirnya mau tak mau Felicia mengikuti langkah Serren, dan setelah sampai di depan rumah Iris. Sorot mata Felicia menangkap Iris yang sangat gugup dan gelisah seperti menyembunyikan sesuatu. Lantas Felicia memberanikan diri untuk menengok lebih jelas lagi, ke dalam ruang tamu. “Iris?” Panggil Felicia yang mencari sosok temannya ini. Iris pun menjawab dengan muka tegang terlihat jelas di seluruh wajahnya. “I-iya, sini Fel masuk.” T
Lumayan memakan waktu untuk sampai Mall yang mereka tuju. Sebuah Mall terkenal dan legendaris sejak dulu, kini Dion dan Iris sudah memarkirkan motor.Bergegas Iris turun dari motor Dion, ia menunggu lelaki paling bawel ini sedang melepas helmnya. Setelah itu mereka berjalan bersama menuju lantai atas, yaitu istana boneka. Keberadaan mereka sudah di depan mata pintu masuk, terdapat security sedang berjaga disana.Iris dan Dion segera memasuki ruangan itu, tetapi sebelumnya mereka diperiksa dulu dengan alat yang bernama Metal Detector. Ternyata semua aman, mereka melanjutkan langkahnya.Di ruangan seluas ini, terdapat macam-macam boneka. Mulai dari yang bentuknya beruang, panda, bebek, babi, monyet dan masih banyak lagi. Bahkan ada versi mininya, terdapat juga boneka barbie terpajang rapi di dalam rak.Dion sempat bimbang, ia meminta pendapat Iris kira-kira mana yang cocok untuk Felicia.“Ris sini lu.” Panggil Dion.“Ke
Dion yang sudah berjam-jam membersihkan toilet, lantas lemas. Ia bahkan tidak sempat membeli makanan ringan serta minuman dingin. Untungnya tersisa 1 toilet saja, ia segera membersihkannya cepat-cepat. Beberapa menit berlalu, kini Dion sedang meminta kunci motornya di dalam ruang guru. Setelah mendapatkan, ia segera pulang. Berlari menuju kamarnya, membilas tubuhnya dengan air dingin. Tubuhnya benar-benar lengket. Kemudian ia segera mengecek dapur, apakah ada makanan berat disana. Ternyata memang benar ada, ibunya sudah memasak sup ayam yang masih hangat. Bergegas lah ia mengambil sepiring nasi, dan siap melahap sup ayam itu. Selesai makan siang, Bu Sisi justru baru keluar dari kamar tidurnya. Ia menyapa Dion yang sedang mencuci piring.“Pulang jam berapa?” Celetuknya.“Belum lama Mah, Maxel mana? Tidur di kamar Mamah ya?” “Iya, ya sudah kamu giliran istirahat. Mamah juga ingin makan siang, lapar.”
Beberapa menit yang lalu Dion sudah membersihkan badannya dan memakai seragam sekolah. Ia segera turun ke lantai 1, untuk mengambil sepatu hitamnya. Tampilan Dion sungguh acak-acakan, wajahnya terlihat sendu. “Ko, sini sarapan dulu. Menu kesukaanmu nih, keripik bayam.” Ujar Bu Sisi, sembari menuangkan segelas susu di dalam gelas.Dion hanya mengangguk, ia tetap berjalan menuju ruang tamu. Sibuk memakai kaos kaki dan sepatunya. Tetapi ia tidak langsung beranjak pergi, Dion memilih diam dan melamun. Sampai Maxel dan Pak Johan sudah berlalu pergi, tanpa ia sadari. “Hati-hati Pah, Maxel pegangan nanti jatuh.” Pesan Bu Sisi. Setelah kepergian suaminya serta anak bungsunya, ia menoleh ke arah anak sulungnya, Dion. Yang sedari tadi duduk terdiam. “Kenapa lagi,” Ujarnya sambil mengernyitkan dahi. Kini Ibunya sudah duduk di sampingnya, membuat Dion menoleh dengan tatapan nanar. Ia langsung memeluk Bu Sisi,
Hari sudah malam, Felicia sedang merebahkan tubuhnya di kasur. Sedari tadi, ia sedang menunggu balasan pesan dari Arden. Sorot matanya menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba pikirannya terbesit akan sosok kakaknya.Beralih mengambil ponselnya, lalu mencari kontak nama ‘Dion’. Ia segera mengetik pesan yang akan ia sampaikan.“Kak,” Panggilnya di dalam room chat.Beberapa menit kemudian, Dion membalas.“Iya Dik, kenapa?” Begitu membaca balasannya, Felicia menahan senyum dari kedua sudut bibirnya.“Sejak kapan Kak Dion manggil aku adik,” Gumamnya.***“Kakak lagi dimana?” Balasnya.“Alun-alun nih, kenapa?”“Kak, Cia waktu itu lihat ada jam tangan merah. Cia boleh pinjam ga? Sehari aja.”Ya, teringat kejadian beberapa hari yang lalu, sewaktu Dion mengunjungi Felicia di
Jam sudah menunjukkan pukul 12 lebih 30 menit, yang dimana ada beberapa masjid atau mushola yang sudah menyelesaikan ibadah shalat jumat. Tetapi belum ada tanda-tanda dari Arden, ia belum menghubungi Eva kembali soal menjemput Felicia.Mereka berempat pun menunggu Arden, sembari mengobrol hal ringan. Entah menggosip teman-teman mereka di sekolah, atau guru, bahkan pekerjaan rumah yang memang terlihat sulit untuk dikerjakan.Waktu demi waktu berlalu, sampai pada akhirnya jam tepat menunjukkan pukul 1 siang. Untuk kesekian kalinya justru Eva yang sudah mulai sedikit geram. Pikirnya, mengapa Arden bisa lama sekali mengunjungi rumahnya.Sampai sudah tidak ada lagi obrolan yang dibahas, Rayne, Eva dan Riva justru mengecek gang apakah Arden sudah datang atau belum. Tetapi kenyataannya nihil. Pria itu belum terlihat batang hidungnya sekali pun. Eva berbalik badan menuju rumah kembali, ia mengomel kenapa kekasih temannya sangat lama.&ldqu
Keesokan harinya, Dion yang akan berangkat sekolah dengan sepeda motornya. Ia sudah selesai menghabiskan sarapannya, sepotong roti dengan isi parutan keju serta telur gulung.Lalu ia berpamitan dengan Bu Sisi, bersamaan dengan Maxel dan Pak Johan. Di rumahnya hanya tersisa Bu Sisi seorang diri. Dion memakai seragam sekolah, yang dibalut jaket kulit berwarna hitamnya yang elegan.Mengendarai sepeda motornya, dengan helm full face. Membuatnya makin terlihat keren saat menaiki si black ini. Ia sudah membunyikan klakson tanda perpisahan untuk yang kedua kalinya. Deru motor Dion sangat lah bising, jika pertama kali ia menancapkan gasnya.Melaju lambat, hingga beberapa menit kemudian sampai lah di SMK Ksatria. Ia memasuki kawasan parkir, yang dimana sudah banyak motor berjejer disana. Nyaris telat, untung saja tidak mendapat hukuman di hari pertama masuk kelas.***Setelah mencari ruang kelasnya, kini ia sudah memili