Terdengar samar-samar suara seseorang memanggil-manggil nama Dion. Ia pikir itu hanya bagian dari mimpi semata, tetapi berubah setelah suara ketukan pintu yang sangat kencang membangunkan tidurnya.
“Koko, koko! Koko! Udah jam 5 pagi nih, ayo bangun kemas barang-barangmu.” teriak Bu Sisi dari balik pintu
Dion seketika langsung terbangun, badannya terduduk lemas tidak berdaya. Ia hanya menyahuti akan segera membereskan barangnya, dan suara langkah kaki Bu Sisi pun mulai menjauh.
1 jam telah berlalu, rumah yang mereka huni saat ini sudah siap di tinggalkan. Barang-barang sudah selesai mereka kemas, dan beberapa dalam perjalanan menuju rumah baru. Dion dan Maxel seperti biasa tetap berangkat ke sekolah sebagai rutinitasnya, sedangkan Pak Johan ia mengambil cuti sekaligus menemani istrinya mengurus pindahan rumah mereka.
***
-Di Sekolah-
Pak satpam sedang duduk di dalam posko, sembari menyeruput segelas kopi hitaSemua personil Cornel band sudah memegang propertinya masing-masing. Dion yang sedang mengecek micnya, Max sedang bermain instrumen dengan gitaris kedua bernama Arlo. Dan yang terakhir Nathan, ia sibuk memainkan drum nya sembarang.Robert yang sudah selesai menghubungkan audio laptop dengan speaker kecil diatas meja, segera bergegas menutup pintu aula dan menguncinya. Lalu ia memberikan satu tepukan dan menyetel lagunya di laptop dengan suara kecil.Nathan giliran pertama, ia sangat lihai memainkan stik drumnya. Hasil suara yang dibuatnya sangat pas dengan instrumen lagu. Disusul oleh Max dan Arlo, jari-jari mereka sangat terampil memetik senar gitar, lagi-lagi semuanya cocok dengan lagunya. Tidak ada yang sumbang. Dan yang terakhir Dion, ia mulai membuka mulutnya untuk bernyanyi.Robert terhanyut dalam suasana, ia sangat menikmati Cornel band tampil. Bakat dari teman-temannya ini sangat luar biasa.Menuju pertengahan lagu, Dion meloncat t
Kamar Dion terlihat sangat rapi, jendela bagian balkon terbuka lebar. Membuat angin di siang hari itu cukup terasa panas. Kamarnya juga dilengkapi fasilitas kamar mandi dalam berukuran kecil.Dion dan Max menghabiskan waktu siang bolongnya hingga senja datang dengan bermain Ps. Tidak lupa mengajak adiknya Maxel, untuk segera ikut bergabung. Dion segera mengirimkan pesan kepada Maxel untuk cepat menyusul dirinya di kamar tidur.Sampai hari mulai petang pun mereka belum berhenti. Senja sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Bu Sisi yang menyadari kelakuan anaknya yang terlalu berlebihan, segera menyusul ke lantai 2. Tepatnya di kamar Dion.Dirinya mulai mengetuk pintu yang sedikit terbuka.‘Tok-tok-tok’ ketukan pintu dengan suara penuh penekanan“Seru banget nih mainnya. Lanjut sampai pagi saja kalo begitu!” ucapnya dengan nada meninggiDion langsung terbangun dari duduknya dan membu
“Sorry pah lama, habis diajak kenalan sama tetangga sebelah.” ucap Dion yang baru saja memasuki rumahnya“Siapa?”“Farren namanya.”“Gila! Belum aja full sehari lu pindah ya Bas, ada aja kenalan cewe baru. Heran gua sama lu.” sahut Max gemas sambil menggigit kecil ibu jarinya***3 hari telah berlalu, latihan try out sudah selesai. Hari ini jatuh tepat pada hari minggu. Kebanyakan orang di hari libur seperti ini, dipakai untuk quality time bersama keluarga mereka.Keluarga Dion sudah menjalankan semacam tradisi itu untuk setiap akhir pekan. Tetapi berbeda dengan hari ini, Dion akan pergi untuk tampil band pertama kalinya di sekolah.Acara di sekolah akan dimulai pukul 09.00 pagi, tetapi itu pun tidak langsung menampilkan Cornel band. Melainkan diisi dengan beberapa acara lainnya terlebih dulu, penampilan band ini akan menjadi penutup acara.Dion
Deretan notif berkali-kali terus berbunyi, ponselnya bergetar. Ketika ia cek, banyak sekali pemberitahuan yang mention akun instagram milik Dion. Ternyata, hampir seluruh adik kelas yang mengabadikan momen itu ke dalam instastory mereka.Saking fokusnya menatap layar ponselnya, tanpa sadar Zelen sudah berada di depannya. Arlo dan Nathan yang duduk persis di belakang meja Dion, segera menepuk pundaknya.“Dion!”Lirik mata mereka ke arah gadis itu. Dion terkejut, membuat tangannya sibuk memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Dan menyuruh Zelen untuk duduk di kursi yang bersebelahan dengannya.“Udah lama? Duduk sini.” tanya Dion basa-basi, sambil menyerahkan kursi kepada Zelen“Ngga, barusan banget sih. Dibukain pintu sama Kak Max, kirain Kak Dion yang buka.”Dion hanya menganggukkan kepala, pandangannya sedikit beralih melihat pintu ruang kelas tersebut. Pintunya dibiarkan terbuka
Cahaya matahari yang memasuki celah ventilasi kamarnya, membuat dirinya semakin tidak sabar untuk mengajak Dion keluar.Tetapi lagi-lagi sampai sore hari, ia tidak mendapat balasan. Menunggu sebuah notif pesan masuk, membuatnya merasa sangat bosan. Ia terus mengacak-acak rambutnya.Sampai pada akhirnya ia memilih untuk membersihkan dirinya dan bersiap mengajak Dion pergi, ia akan bersilaturahmi ke rumahnya.Setelah selesai, sekarang ia menghadapi pilihan yang sulit. Dimana ia bingung memilih pakaian apa yang akan ia pakai. Di lemari pakaian miliknya, hanya beberapa baju saja yang sudah ia setrika. Yang setidaknya sudah terlihat rapi, tetapi sebenarnya ini bukan kencan atau apapun. Tetapi mengapa seolah-olah dirinya harus terlihat cantik dihadapan Dion nanti?***15 menit ia berdiri di depan lemari pakaiannya itu. Tubuh mungilnya yang terbalut handuk putih, serta jari kakinya yang mulai menampakkan warna pucat di
Sejak kejadian kemarin sore, Farren dan Dion menjadi renggang. Farren untuk beberapa hari terakhir tidak mengirimkan pesan kepada Dion.***-Senin-Hari sudah pagi, menunjukkan pukul 06.00. Dion terbangun dengan mata sembabnya, matanya menjadi sangat kecil menyipit. Ia terbangun karena Snoopy terus saja menggonggong.Mengecek ponselnya yang sudah tergeletak diatas meja kecil, di samping kasur tidurnya. Baterainya sedang mengisi daya. Banyak notif pesan masuk, tentunya saja dari para adik kelasnya.Lalu ia mengumpulkan niatnya untuk mandi. Matanya menatap kosong langit-langit kamarnya, dan tubuhnya mulai menggeliat ke samping kanan dan kiri.Setelah 10 menit bermalas-malasan dengan kasurnya, ia segera bangun dan berjalan menuju kamar mandi dalam. Tetapi sebelum ia mengarah kesana, rutinitas paginya adalah membuka jendela dan gorden yang dimana di depannya ada sebuah balkon kecil melingkar.Dion berjalan memb
Mereka berdua sudah sampai di bioskop. Banyak pengunjung sedang membeli tiket dan menunggu jadwal film tayang, sembari bersantai di sebuah cafe kecil di lantai 1.Kebetulan mereka sampai sesaat sebelum film di putar. Memilih duduk di dekat pintu bioskop, sementara sambil menunggu petugas bioskop membukakan pintu studio.“Ga takut nonton film horror?” tanya Dion kepada Sofia“Suka banget sama film horror sih, jadi harusnya ga takut.” jawabnya sambil tersenyum menunjukkan deretan giginya***5 menit berlalu, petugas bioskop sudah stand by di depan pintu. Lalu membuka pintu studio, sembari menerima tiket pembelian dari pengunjung. Sofia dan Dion, berdiri mengikuti antrian untuk masuk.Giliran mereka untuk menyerahkan tiket, yang nantinya akan di sobek satu sisi kertasnya sebagai tanda bukti. “1 atau 2 orang?” tanya seorang petugas berbadan besar yang memiliki raut wajah y
Kali ini ia sendirian. Merebahkan tubuhnya diatas sofa yang empuk, dan membenarkan posisi tidur agar nyaman. Laptopnya ia taruh diatas perutnya.Jari-jarinya mulai sibuk menekan keyboard, fokusnya tidak untuk hal lain selain game yang akan ia mainkan sekarang.Suasana ruang tamu yang hening, ruangan yang gelap, serta sepinya jalan raya di samping rumahnya. Seakan-akan membuat audio yang muncul dari laptopnya itu suatu hal yang bising.Jam menunjukkan pukul 19.00 malam. Dion sudah menjadwalkan waktu untuk bermain gamenya selama 2 jam saja, sisanya ia pakai untuk membaca materi ujian sekolah hari kedua esok pagi.Setelah setengah jam berlalu, Dion dikejutkan oleh suara ketukan pintu dari arah luar rumahnya.‘Tok tok.’Dian langsung terperanjat dari sofanya, mengambil posisi berdiri untuk melihat siapakah gerangan tamu yang datang.Saat ia memegang gagang pintu, dan membukanya ia mendapati sosok
Wisuda FeliciaHari ini, adalah hari dimana Felicia dinyatakan lulus. Selama kurang lebih 3 tahun, akhirnya Felicia telah melepas status putih biru. Felicia memakai kebaya pink dan memakai balutan hijab berwarna kuning keemasan. Jika ditanya bagaimana perasaannya? Sungguh sangat bahagia, akhirnya ia bisa melanjutkan masa putih abu-abunya.H-2 sebelum wisudaHubungan Felicia dengan Arden terbilang baik-baik saja dan harmonis. Kemarin saja ia baru mengantarkan Felicia pulang. Namun setelah hari dimana pasangan muda ini bertukar sandi akun media sosialnya, Felicia segera log in memakai akun media sosial milik Arden. Selepas pulang sekolah, Felicia memilih duduk santai di teras depan rumah. Ia sibuk berkutat dengan ponselnya, mencoba mengetik sandi akun sembari menutupi matanya. Ia sangat gugup, apa saja yang ada di dalam akun media Arden? Dan boom! Felicia berhasil log in, ia masih membiarkan tampilannya berada di beranda. Lalu mulai menscroll perlaha
Beberapa jam kemudian, suara bel telah berbunyi. Menandakan waktunya para siswa dan siswi pulang, Iris yang sedang menjalankan misinya segera mencari Felicia. Ia benar-benar mencengkeram tangan Cia erat, seperti sedang menjaga mangsa agar tidak kabur. Felicia hanya menurut saja, ia diam dan tak banyak bergerak. Ketika Iris menarik-narik tangannya, sambil berjalan. “Fel, sebenarnya lu tau ga sih?” tanya Iris.“Tau apaan?” “Kak Dion itu kasih kamu kado,” ucap Iris lagi.“Iya? Tapi ga mungkin, kita berdua belum lama kenal.” “Ih gua serius, makanya lu nanti mampir ke rumah gua dulu.” Percakapan mereka berakhir begitu saja, keduanya fokus berjalan menatap depan dan mempercepat langkah kakinya. Di bawah sinar matahari yang terik, di tengah-tengah ramainya kendaraan berlalu lalang. Sampai perjalanan mereka sudah cukup dekat, Iris dan Felicia sedang bersiap-siap menyeberan
Felicia semakin penasaran, ia segera mempercepat laju langkahnya menyusul Serren. Ketika beberapa langkah lagi sampai di rumah Iris, mereka berdua terdiam. Ada perasaan gugup dan malu untuk sampai ke depan sana. “Ren, maju ga nih? Gua penasaran sih, tapi malu.” Ucap Felicia sembari memegangi tangan Serren. “Fel, lu gila ya? Sudah sampai sini, mau kita batalkan aja gitu? Jauh-jauh dong percuma. Ayo buruan.” Jawab Serren yang menarik balik tangan saudaranya. Akhirnya mau tak mau Felicia mengikuti langkah Serren, dan setelah sampai di depan rumah Iris. Sorot mata Felicia menangkap Iris yang sangat gugup dan gelisah seperti menyembunyikan sesuatu. Lantas Felicia memberanikan diri untuk menengok lebih jelas lagi, ke dalam ruang tamu. “Iris?” Panggil Felicia yang mencari sosok temannya ini. Iris pun menjawab dengan muka tegang terlihat jelas di seluruh wajahnya. “I-iya, sini Fel masuk.” T
Lumayan memakan waktu untuk sampai Mall yang mereka tuju. Sebuah Mall terkenal dan legendaris sejak dulu, kini Dion dan Iris sudah memarkirkan motor.Bergegas Iris turun dari motor Dion, ia menunggu lelaki paling bawel ini sedang melepas helmnya. Setelah itu mereka berjalan bersama menuju lantai atas, yaitu istana boneka. Keberadaan mereka sudah di depan mata pintu masuk, terdapat security sedang berjaga disana.Iris dan Dion segera memasuki ruangan itu, tetapi sebelumnya mereka diperiksa dulu dengan alat yang bernama Metal Detector. Ternyata semua aman, mereka melanjutkan langkahnya.Di ruangan seluas ini, terdapat macam-macam boneka. Mulai dari yang bentuknya beruang, panda, bebek, babi, monyet dan masih banyak lagi. Bahkan ada versi mininya, terdapat juga boneka barbie terpajang rapi di dalam rak.Dion sempat bimbang, ia meminta pendapat Iris kira-kira mana yang cocok untuk Felicia.“Ris sini lu.” Panggil Dion.“Ke
Dion yang sudah berjam-jam membersihkan toilet, lantas lemas. Ia bahkan tidak sempat membeli makanan ringan serta minuman dingin. Untungnya tersisa 1 toilet saja, ia segera membersihkannya cepat-cepat. Beberapa menit berlalu, kini Dion sedang meminta kunci motornya di dalam ruang guru. Setelah mendapatkan, ia segera pulang. Berlari menuju kamarnya, membilas tubuhnya dengan air dingin. Tubuhnya benar-benar lengket. Kemudian ia segera mengecek dapur, apakah ada makanan berat disana. Ternyata memang benar ada, ibunya sudah memasak sup ayam yang masih hangat. Bergegas lah ia mengambil sepiring nasi, dan siap melahap sup ayam itu. Selesai makan siang, Bu Sisi justru baru keluar dari kamar tidurnya. Ia menyapa Dion yang sedang mencuci piring.“Pulang jam berapa?” Celetuknya.“Belum lama Mah, Maxel mana? Tidur di kamar Mamah ya?” “Iya, ya sudah kamu giliran istirahat. Mamah juga ingin makan siang, lapar.”
Beberapa menit yang lalu Dion sudah membersihkan badannya dan memakai seragam sekolah. Ia segera turun ke lantai 1, untuk mengambil sepatu hitamnya. Tampilan Dion sungguh acak-acakan, wajahnya terlihat sendu. “Ko, sini sarapan dulu. Menu kesukaanmu nih, keripik bayam.” Ujar Bu Sisi, sembari menuangkan segelas susu di dalam gelas.Dion hanya mengangguk, ia tetap berjalan menuju ruang tamu. Sibuk memakai kaos kaki dan sepatunya. Tetapi ia tidak langsung beranjak pergi, Dion memilih diam dan melamun. Sampai Maxel dan Pak Johan sudah berlalu pergi, tanpa ia sadari. “Hati-hati Pah, Maxel pegangan nanti jatuh.” Pesan Bu Sisi. Setelah kepergian suaminya serta anak bungsunya, ia menoleh ke arah anak sulungnya, Dion. Yang sedari tadi duduk terdiam. “Kenapa lagi,” Ujarnya sambil mengernyitkan dahi. Kini Ibunya sudah duduk di sampingnya, membuat Dion menoleh dengan tatapan nanar. Ia langsung memeluk Bu Sisi,
Hari sudah malam, Felicia sedang merebahkan tubuhnya di kasur. Sedari tadi, ia sedang menunggu balasan pesan dari Arden. Sorot matanya menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba pikirannya terbesit akan sosok kakaknya.Beralih mengambil ponselnya, lalu mencari kontak nama ‘Dion’. Ia segera mengetik pesan yang akan ia sampaikan.“Kak,” Panggilnya di dalam room chat.Beberapa menit kemudian, Dion membalas.“Iya Dik, kenapa?” Begitu membaca balasannya, Felicia menahan senyum dari kedua sudut bibirnya.“Sejak kapan Kak Dion manggil aku adik,” Gumamnya.***“Kakak lagi dimana?” Balasnya.“Alun-alun nih, kenapa?”“Kak, Cia waktu itu lihat ada jam tangan merah. Cia boleh pinjam ga? Sehari aja.”Ya, teringat kejadian beberapa hari yang lalu, sewaktu Dion mengunjungi Felicia di
Jam sudah menunjukkan pukul 12 lebih 30 menit, yang dimana ada beberapa masjid atau mushola yang sudah menyelesaikan ibadah shalat jumat. Tetapi belum ada tanda-tanda dari Arden, ia belum menghubungi Eva kembali soal menjemput Felicia.Mereka berempat pun menunggu Arden, sembari mengobrol hal ringan. Entah menggosip teman-teman mereka di sekolah, atau guru, bahkan pekerjaan rumah yang memang terlihat sulit untuk dikerjakan.Waktu demi waktu berlalu, sampai pada akhirnya jam tepat menunjukkan pukul 1 siang. Untuk kesekian kalinya justru Eva yang sudah mulai sedikit geram. Pikirnya, mengapa Arden bisa lama sekali mengunjungi rumahnya.Sampai sudah tidak ada lagi obrolan yang dibahas, Rayne, Eva dan Riva justru mengecek gang apakah Arden sudah datang atau belum. Tetapi kenyataannya nihil. Pria itu belum terlihat batang hidungnya sekali pun. Eva berbalik badan menuju rumah kembali, ia mengomel kenapa kekasih temannya sangat lama.&ldqu
Keesokan harinya, Dion yang akan berangkat sekolah dengan sepeda motornya. Ia sudah selesai menghabiskan sarapannya, sepotong roti dengan isi parutan keju serta telur gulung.Lalu ia berpamitan dengan Bu Sisi, bersamaan dengan Maxel dan Pak Johan. Di rumahnya hanya tersisa Bu Sisi seorang diri. Dion memakai seragam sekolah, yang dibalut jaket kulit berwarna hitamnya yang elegan.Mengendarai sepeda motornya, dengan helm full face. Membuatnya makin terlihat keren saat menaiki si black ini. Ia sudah membunyikan klakson tanda perpisahan untuk yang kedua kalinya. Deru motor Dion sangat lah bising, jika pertama kali ia menancapkan gasnya.Melaju lambat, hingga beberapa menit kemudian sampai lah di SMK Ksatria. Ia memasuki kawasan parkir, yang dimana sudah banyak motor berjejer disana. Nyaris telat, untung saja tidak mendapat hukuman di hari pertama masuk kelas.***Setelah mencari ruang kelasnya, kini ia sudah memili