Sejak kejadian kemarin sore, Farren dan Dion menjadi renggang. Farren untuk beberapa hari terakhir tidak mengirimkan pesan kepada Dion.
***
-Senin-
Hari sudah pagi, menunjukkan pukul 06.00. Dion terbangun dengan mata sembabnya, matanya menjadi sangat kecil menyipit. Ia terbangun karena Snoopy terus saja menggonggong.Mengecek ponselnya yang sudah tergeletak diatas meja kecil, di samping kasur tidurnya. Baterainya sedang mengisi daya. Banyak notif pesan masuk, tentunya saja dari para adik kelasnya.
Lalu ia mengumpulkan niatnya untuk mandi. Matanya menatap kosong langit-langit kamarnya, dan tubuhnya mulai menggeliat ke samping kanan dan kiri.
Setelah 10 menit bermalas-malasan dengan kasurnya, ia segera bangun dan berjalan menuju kamar mandi dalam. Tetapi sebelum ia mengarah kesana, rutinitas paginya adalah membuka jendela dan gorden yang dimana di depannya ada sebuah balkon kecil melingkar.
Dion berjalan memb
Mereka berdua sudah sampai di bioskop. Banyak pengunjung sedang membeli tiket dan menunggu jadwal film tayang, sembari bersantai di sebuah cafe kecil di lantai 1.Kebetulan mereka sampai sesaat sebelum film di putar. Memilih duduk di dekat pintu bioskop, sementara sambil menunggu petugas bioskop membukakan pintu studio.“Ga takut nonton film horror?” tanya Dion kepada Sofia“Suka banget sama film horror sih, jadi harusnya ga takut.” jawabnya sambil tersenyum menunjukkan deretan giginya***5 menit berlalu, petugas bioskop sudah stand by di depan pintu. Lalu membuka pintu studio, sembari menerima tiket pembelian dari pengunjung. Sofia dan Dion, berdiri mengikuti antrian untuk masuk.Giliran mereka untuk menyerahkan tiket, yang nantinya akan di sobek satu sisi kertasnya sebagai tanda bukti. “1 atau 2 orang?” tanya seorang petugas berbadan besar yang memiliki raut wajah y
Kali ini ia sendirian. Merebahkan tubuhnya diatas sofa yang empuk, dan membenarkan posisi tidur agar nyaman. Laptopnya ia taruh diatas perutnya.Jari-jarinya mulai sibuk menekan keyboard, fokusnya tidak untuk hal lain selain game yang akan ia mainkan sekarang.Suasana ruang tamu yang hening, ruangan yang gelap, serta sepinya jalan raya di samping rumahnya. Seakan-akan membuat audio yang muncul dari laptopnya itu suatu hal yang bising.Jam menunjukkan pukul 19.00 malam. Dion sudah menjadwalkan waktu untuk bermain gamenya selama 2 jam saja, sisanya ia pakai untuk membaca materi ujian sekolah hari kedua esok pagi.Setelah setengah jam berlalu, Dion dikejutkan oleh suara ketukan pintu dari arah luar rumahnya.‘Tok tok.’Dian langsung terperanjat dari sofanya, mengambil posisi berdiri untuk melihat siapakah gerangan tamu yang datang.Saat ia memegang gagang pintu, dan membukanya ia mendapati sosok
Kejadian malam itu berakhir begitu saja, Dion yang tak lama memutuskan untuk pulang. Tidak ada pembahasan lanjut tentang peristiwa yang baru mereka alami. Justru Dion mendapat notif pesan, jika ia ditambahkan di sebuah grup yang beranggotakan Farren, Velma, Iris dan dirinya.Sempat terjadi percakapan di dalam grup yang mereka buat, tetapi tak berlangsung lama. Mata Dion sudah tidak tahan lagi, ia langsung tak sadarkan diri.***-Selasa-Alarm andalan Dion sudah berbunyi. Suara ketukan pintu yang keras dan berulang, membuatnya tersadar dari tidurnya yang lelap. Membuka matanya, menggeliat sambil menguap. Suara ketukan pintu itu tidak ada jeda, sembari diiringi suara teriakan dari Bu Sisi.“Dion! Dion! Bangun sudah jam 06.30 ini. Kamu kesiangan! Ayo bangun! Dion!” ucap Bu Sisi lantang“Iya mah, baru bangun aku.” jawabnya lemas tanpa membukakan pintu kamarnya“Buruan mandi.&rdqu
Dokter dan perawat sudah turun dari ambulans. Mereka bertemu Max yang mengarahkan dimana pasien yang akan di bawa. Sebelum mengikuti jejak Max, perawat membuka bagasi mobil untuk mengambil tandu ambulans. Setelah itu mereka mengikuti Max dengan gerakan gesitnya.Pintu uks sudah terbuka, perawat dan dokter lebih mudah masuk dalam membawa tandu. Bu Sisi yang sempat terkejut, melihat para tim medis sudah di dalam uks segera melepaskan pelukannya dari Dion. Lalu Dion segera di bawa dengan tandu. Ia masih menangis, tim medis pun mendorong tandu dengan cepat.Sesampainya di halaman sekolah, Dion segera dimasukkan ke dalam mobil. Ia segera diberi oksigen. Disana tersedia 1 tabung oksigen yang besar. Setelah memasang selang oksigen ke hidung Dion, perawat segera mencari Bu Sisi yang masih berada di dalam sekolah. Lalu mengajaknya segera bergabung ke dalam ambulans untuk menemani anaknya.Mobil ambulans segera meluncur ke rumah sakit. Membunyikan sirene nya p
Dengan memasang raut wajah yang muram, lalu ia menghela nafasnya.“Dengar-dengar dari teman kelasnya, tiba-tiba sewaktu sampai di depan kelas tubuhnya tersungkur ke lantai. Entah apa penyebabnya, sudah sempat ditangani oleh petugas PMR sekolah. Sudah cukup baik, tetapi dalam waktu yang cepat rasa sakit di dadanya dan sesak nafas makin menjadi-jadi. Terus datang ambulans, tadi bapak lihat kalo ga salah dari RSU Santa Elisabeth.” ucap pak satpam memberi penjelasan kepada Zelen“Oke, makasih pak.” jawab Zelen sambil mengusap air matanyaLalu ia berjalan menuju mobilnya, setelah memakai seatbelt segera melajukan mobilnya. Zelen berkendara dengan terburu-buru, suara tangisnya makin pecah ketika ia sudah di dalam mobil. Melampiaskan emosinya itu dengan cara mempercepat laju kendaraannya. Dan membunyikan klakson siapa saja yang menghalangi jalannya.Zelen memang sudah gila!Dengan waktu yang sangat singkat, ia sudah ber
Tatapan Pak Johan seakan-akan siap menginterogasi Dion. Dion yang mulai takut dirinya akan diberi beberapa pertanyaan dari ayahnya itu, segera memutar otak untuk mencari alasan.“Sekarang jujur sama papah, kamu minum-minum dimana?” ucapnya tegas kepada Dion“Apaan si pah, Dion ga minum. Dion Cuma ngerokok aja kok.”“Asal kamu tau ya, kamu boleh penasaran sama apa itu minuman alkohol atau merokok. Tetapi pesan papah cuma 1, kamu kalo mau terjun ke hal seperti itu ga boleh main belakang. Harus di depan papah, kita join bareng. Dan kalo misal papah tau kamu diam-diam main belakang, awas aja! Lagian kamu harus siap atas resiko apapun itu, atas efek dari minuman alkohol atau pun merokok dalam jangka panjang.”“Iya pah, Dion mengerti.”Setelah memberi wejangan kepada Dion, Ia berjalan menuju Bu Sisi dan merangkulnya.“Koko sih kalo di bilangin bandel, rasain
Tepat pukul 17.00 sore, mereka bertiga menyudahi dunia pemancingan di sungai. Pendapatannya cukup banyak, mereka membawa 2 ember berukuran sedang berisikan ikan mujair.Ketika mereka kembali, Dion melihat Farren yang baru saja keluar dari rumahnya. Farren berjalan mendekati Dion yang sudah sampai di depan rumah.“Habis dari mana ko?” tanya Farren kepada Dion“Ini habis mancing sama bokap.”“Oh, dapat banyak? Ngomong-ngomong nanti malam ada acara ga?”“Kenapa?”“Ingin ajak kamu jalan. Berdua atau sama Velma dan Iris juga boleh.”“Kabari aja ya, jam dan tempatnya. Gua mau bantu nyokap dulu bersihkan ikan.”“Oke deh, nanti gua kabari lewat grup. Bai”Farren yang melambaikan tangan ke Dion, hanya dibalas senyuman tipis. Lalu dirinya menyeberang menuju warung depan rumahnya itu.***
“Lu udah lihat beritanya?” tanya Max“Udah kok, kenapa sih? Biasa aja kali! Kalo lu naksir sama Zelen ya ambil aja.”“Dih! Mulut babi bilangnya.”“Pindah kamar buru. Mau ada yang datang.” ucap Dion sambil berjalan menuju kamarnya“Siapa?” jawab MaxAkan tetapi Dion tidak menjawab balik pertanyaan dari Max. Ia fokus menaiki satu persatu anak tangga. Sesampainya di kamar, Dion memilih duduk diatas kasurnya sambil bermain ponsel. Sedangkan Max, ia memainkan gitar, karena sedang mencoba lagu baru untuk memperdalam skill nya. Ia belajar kata kunci dari lagu tersebut melalui akun youtube miliknya.Dion kembali mengamati layar ponselnya dengan cepat, berharap gadis itu segera membalasnya. Tetapi nihil, hasilnya masih sama saja. Sofia belum membalas lagi pesan dari Dion. Berbarengan dengan suara teriakan Pak Johan dari bawah, yang suaranya tidak cukup jelas bag
Wisuda FeliciaHari ini, adalah hari dimana Felicia dinyatakan lulus. Selama kurang lebih 3 tahun, akhirnya Felicia telah melepas status putih biru. Felicia memakai kebaya pink dan memakai balutan hijab berwarna kuning keemasan. Jika ditanya bagaimana perasaannya? Sungguh sangat bahagia, akhirnya ia bisa melanjutkan masa putih abu-abunya.H-2 sebelum wisudaHubungan Felicia dengan Arden terbilang baik-baik saja dan harmonis. Kemarin saja ia baru mengantarkan Felicia pulang. Namun setelah hari dimana pasangan muda ini bertukar sandi akun media sosialnya, Felicia segera log in memakai akun media sosial milik Arden. Selepas pulang sekolah, Felicia memilih duduk santai di teras depan rumah. Ia sibuk berkutat dengan ponselnya, mencoba mengetik sandi akun sembari menutupi matanya. Ia sangat gugup, apa saja yang ada di dalam akun media Arden? Dan boom! Felicia berhasil log in, ia masih membiarkan tampilannya berada di beranda. Lalu mulai menscroll perlaha
Beberapa jam kemudian, suara bel telah berbunyi. Menandakan waktunya para siswa dan siswi pulang, Iris yang sedang menjalankan misinya segera mencari Felicia. Ia benar-benar mencengkeram tangan Cia erat, seperti sedang menjaga mangsa agar tidak kabur. Felicia hanya menurut saja, ia diam dan tak banyak bergerak. Ketika Iris menarik-narik tangannya, sambil berjalan. “Fel, sebenarnya lu tau ga sih?” tanya Iris.“Tau apaan?” “Kak Dion itu kasih kamu kado,” ucap Iris lagi.“Iya? Tapi ga mungkin, kita berdua belum lama kenal.” “Ih gua serius, makanya lu nanti mampir ke rumah gua dulu.” Percakapan mereka berakhir begitu saja, keduanya fokus berjalan menatap depan dan mempercepat langkah kakinya. Di bawah sinar matahari yang terik, di tengah-tengah ramainya kendaraan berlalu lalang. Sampai perjalanan mereka sudah cukup dekat, Iris dan Felicia sedang bersiap-siap menyeberan
Felicia semakin penasaran, ia segera mempercepat laju langkahnya menyusul Serren. Ketika beberapa langkah lagi sampai di rumah Iris, mereka berdua terdiam. Ada perasaan gugup dan malu untuk sampai ke depan sana. “Ren, maju ga nih? Gua penasaran sih, tapi malu.” Ucap Felicia sembari memegangi tangan Serren. “Fel, lu gila ya? Sudah sampai sini, mau kita batalkan aja gitu? Jauh-jauh dong percuma. Ayo buruan.” Jawab Serren yang menarik balik tangan saudaranya. Akhirnya mau tak mau Felicia mengikuti langkah Serren, dan setelah sampai di depan rumah Iris. Sorot mata Felicia menangkap Iris yang sangat gugup dan gelisah seperti menyembunyikan sesuatu. Lantas Felicia memberanikan diri untuk menengok lebih jelas lagi, ke dalam ruang tamu. “Iris?” Panggil Felicia yang mencari sosok temannya ini. Iris pun menjawab dengan muka tegang terlihat jelas di seluruh wajahnya. “I-iya, sini Fel masuk.” T
Lumayan memakan waktu untuk sampai Mall yang mereka tuju. Sebuah Mall terkenal dan legendaris sejak dulu, kini Dion dan Iris sudah memarkirkan motor.Bergegas Iris turun dari motor Dion, ia menunggu lelaki paling bawel ini sedang melepas helmnya. Setelah itu mereka berjalan bersama menuju lantai atas, yaitu istana boneka. Keberadaan mereka sudah di depan mata pintu masuk, terdapat security sedang berjaga disana.Iris dan Dion segera memasuki ruangan itu, tetapi sebelumnya mereka diperiksa dulu dengan alat yang bernama Metal Detector. Ternyata semua aman, mereka melanjutkan langkahnya.Di ruangan seluas ini, terdapat macam-macam boneka. Mulai dari yang bentuknya beruang, panda, bebek, babi, monyet dan masih banyak lagi. Bahkan ada versi mininya, terdapat juga boneka barbie terpajang rapi di dalam rak.Dion sempat bimbang, ia meminta pendapat Iris kira-kira mana yang cocok untuk Felicia.“Ris sini lu.” Panggil Dion.“Ke
Dion yang sudah berjam-jam membersihkan toilet, lantas lemas. Ia bahkan tidak sempat membeli makanan ringan serta minuman dingin. Untungnya tersisa 1 toilet saja, ia segera membersihkannya cepat-cepat. Beberapa menit berlalu, kini Dion sedang meminta kunci motornya di dalam ruang guru. Setelah mendapatkan, ia segera pulang. Berlari menuju kamarnya, membilas tubuhnya dengan air dingin. Tubuhnya benar-benar lengket. Kemudian ia segera mengecek dapur, apakah ada makanan berat disana. Ternyata memang benar ada, ibunya sudah memasak sup ayam yang masih hangat. Bergegas lah ia mengambil sepiring nasi, dan siap melahap sup ayam itu. Selesai makan siang, Bu Sisi justru baru keluar dari kamar tidurnya. Ia menyapa Dion yang sedang mencuci piring.“Pulang jam berapa?” Celetuknya.“Belum lama Mah, Maxel mana? Tidur di kamar Mamah ya?” “Iya, ya sudah kamu giliran istirahat. Mamah juga ingin makan siang, lapar.”
Beberapa menit yang lalu Dion sudah membersihkan badannya dan memakai seragam sekolah. Ia segera turun ke lantai 1, untuk mengambil sepatu hitamnya. Tampilan Dion sungguh acak-acakan, wajahnya terlihat sendu. “Ko, sini sarapan dulu. Menu kesukaanmu nih, keripik bayam.” Ujar Bu Sisi, sembari menuangkan segelas susu di dalam gelas.Dion hanya mengangguk, ia tetap berjalan menuju ruang tamu. Sibuk memakai kaos kaki dan sepatunya. Tetapi ia tidak langsung beranjak pergi, Dion memilih diam dan melamun. Sampai Maxel dan Pak Johan sudah berlalu pergi, tanpa ia sadari. “Hati-hati Pah, Maxel pegangan nanti jatuh.” Pesan Bu Sisi. Setelah kepergian suaminya serta anak bungsunya, ia menoleh ke arah anak sulungnya, Dion. Yang sedari tadi duduk terdiam. “Kenapa lagi,” Ujarnya sambil mengernyitkan dahi. Kini Ibunya sudah duduk di sampingnya, membuat Dion menoleh dengan tatapan nanar. Ia langsung memeluk Bu Sisi,
Hari sudah malam, Felicia sedang merebahkan tubuhnya di kasur. Sedari tadi, ia sedang menunggu balasan pesan dari Arden. Sorot matanya menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba pikirannya terbesit akan sosok kakaknya.Beralih mengambil ponselnya, lalu mencari kontak nama ‘Dion’. Ia segera mengetik pesan yang akan ia sampaikan.“Kak,” Panggilnya di dalam room chat.Beberapa menit kemudian, Dion membalas.“Iya Dik, kenapa?” Begitu membaca balasannya, Felicia menahan senyum dari kedua sudut bibirnya.“Sejak kapan Kak Dion manggil aku adik,” Gumamnya.***“Kakak lagi dimana?” Balasnya.“Alun-alun nih, kenapa?”“Kak, Cia waktu itu lihat ada jam tangan merah. Cia boleh pinjam ga? Sehari aja.”Ya, teringat kejadian beberapa hari yang lalu, sewaktu Dion mengunjungi Felicia di
Jam sudah menunjukkan pukul 12 lebih 30 menit, yang dimana ada beberapa masjid atau mushola yang sudah menyelesaikan ibadah shalat jumat. Tetapi belum ada tanda-tanda dari Arden, ia belum menghubungi Eva kembali soal menjemput Felicia.Mereka berempat pun menunggu Arden, sembari mengobrol hal ringan. Entah menggosip teman-teman mereka di sekolah, atau guru, bahkan pekerjaan rumah yang memang terlihat sulit untuk dikerjakan.Waktu demi waktu berlalu, sampai pada akhirnya jam tepat menunjukkan pukul 1 siang. Untuk kesekian kalinya justru Eva yang sudah mulai sedikit geram. Pikirnya, mengapa Arden bisa lama sekali mengunjungi rumahnya.Sampai sudah tidak ada lagi obrolan yang dibahas, Rayne, Eva dan Riva justru mengecek gang apakah Arden sudah datang atau belum. Tetapi kenyataannya nihil. Pria itu belum terlihat batang hidungnya sekali pun. Eva berbalik badan menuju rumah kembali, ia mengomel kenapa kekasih temannya sangat lama.&ldqu
Keesokan harinya, Dion yang akan berangkat sekolah dengan sepeda motornya. Ia sudah selesai menghabiskan sarapannya, sepotong roti dengan isi parutan keju serta telur gulung.Lalu ia berpamitan dengan Bu Sisi, bersamaan dengan Maxel dan Pak Johan. Di rumahnya hanya tersisa Bu Sisi seorang diri. Dion memakai seragam sekolah, yang dibalut jaket kulit berwarna hitamnya yang elegan.Mengendarai sepeda motornya, dengan helm full face. Membuatnya makin terlihat keren saat menaiki si black ini. Ia sudah membunyikan klakson tanda perpisahan untuk yang kedua kalinya. Deru motor Dion sangat lah bising, jika pertama kali ia menancapkan gasnya.Melaju lambat, hingga beberapa menit kemudian sampai lah di SMK Ksatria. Ia memasuki kawasan parkir, yang dimana sudah banyak motor berjejer disana. Nyaris telat, untung saja tidak mendapat hukuman di hari pertama masuk kelas.***Setelah mencari ruang kelasnya, kini ia sudah memili