Setelah mereka selesai nongkrong di cafe, teman-teman Dion dan Max ingin sekali berenang. Rasanya sangat segar jika tubuh ini basah terkena air. Walaupun cuaca panas sekali.
Karena sia-sia jika tidak mencicipi air pantainya, untuk sampai ke cafenya saja harus melewati rimbunnya hutan. Dibalik pepohonan, baru lah mereka menemukan surga dunia.
Sampai saatnya senja tiba, matahari yang akan tenggelam. Sinarnya yang menyinari seluruh seisi pantai, membuat jiwa yang melihat menjadi damai.
***
Mereka kembali ke villa pada pukul 17.30 sore, dimana langit samar-samar mulai gelap. Suara daun pohon yang terkena angin, menemani perjalanan mereka. Udara terasa sangat dingin.
Sesampainya disana, mereka beres-beres.Mengecek barang apa saja yang tadi mereka bawa. Lalu tak perlu waktu lama, mereka sudah meninggalkan villa tersebut.
Teman-teman Dion dan Max sudah berpencar menuju arah rumahnya masing-masing.
Sisa mereka be
Mereka memberhentikan motornya, menempatkan dengan posisi bersebelahan. Melepas helmnya, mengibaskan rambut. Bercermin di kaca spion, dan pergi ke kelas.Sisa try out kurang lebih 6 hari lagi. Siswa kelas 3 dimohon untuk keseriusannya dalam mengerjakan soal latihan, agar para guru bisa menilai sejauh mana mereka menangkap materi yang guru mereka ajarkan.Suasana hening, para adik kelas berusaha mengatur nada bicaranya agar tidak mengganggu kakak kelas yang sedang mengerjakan latihan soal try out.Untuk jam pelajaran kelas 3 hanya sampai jam 12 siang, karena mereka tidak ada kegiatan mengajar. Lain halnya dengan kelas 2, mereka di jadwalkan pulang pukul 3 sore.***Bel istirahat berbunyi, pertanda waktunya sudah selesai. Anak-anak kelas 3 segera mengumpulkan kertas latihan soal try out kepada guru. Max dan Dion sudah berjalan maju ke depan untuk ikut serta mengumpulkan.Disambung dengan ucapan pengawas di dalam kelasnya.&l
Maxel berjalan sambil menghentakkan kakinya. Sesampainya di depan pintu kamar Dion, ia segera mengetuk pintunya kencang. ‘Tok, tok, tok’ Maxel mengetuknya dengan emosi. Sedangkan Dion yang terkejut, segera mengabaikan ponselnya yang ia lempar tepat di samping kanannya. Dan mengambil kaos yang akan ia kenakan. Dion membuka pintunya, ia melihat Maxel sedang menatapnya tajam. “Cepat turun ke bawah! Axel udah lapar pakai disuruh segala! Koko turun sendiri ya, jadi Axel ga disuruh. Cape!” ucap Maxel ngegas Ia langsung membalikkan badannya dan mulai menuruni tangga sembari menghentakkan kakinya lagi. Kali ini suara hentakan kakinya lebih kencang. “Ya santai bro. Pulang-pulang kok emosi.” ledek Dion yang juga sedang menutup pintu kamarnya. *** Maxel sudah sampai di meja makan, disana sudah ada Bu Sisi dan Pak Johan sedang makan siang. Ia makan dengan wajah cemberut. Disusul Dio
Mereka berdua sudah berada di kamar Dion. Max menjalankan misi pamer ponsel barunya, ia melirik ke arah mata Dion dan berdehem sebanyak 2 kali. Dion yang peka terhadap suara deheman Max, ia membalas lirikan matanya. “Kenapa lu?” ucap Dion kepada Max “Gua mau pamer nih, lihatin gua Bas. Sini lihat sini Bas!” jawab Max bersemangat “Apaan!” Max mengeluarkan ponsel versi terbaru dari saku jaketnya. Matanya berbinar-binar, senyumnya merekah. “Wah gila lu! Beli kapan nih? Gua aja belum punya versi ini. Harus nabung dulu gua mah, ga ada sejarah gua minta beginian ke nyokap bokap. Anjir tapi ini baru dirilis sehari yang lalu, dan lu udah punya bangke.” ucap Dion sambil terkagum “Barusan banget datang paketnya, biasa nyokap yang beliin. Makanya gua kesini, pasti lu kepengin kan? Lu iri kan? Tapi kan Bas, selama-lamanya lu nabung ga bakal sampai sebulan. Paling lama sekitar seminggu lu udah dapat duit
Selasa pagi, hari ini adalah hari try out kedua untuk anak kelas 3. Seperti biasa di halaman utama sekolah, masih terpasang banner pemberitahuan. Dan seperti biasanya lagi, si idola sekolah idola para kaum hawa dan 1 sahabatnya itu selalu terlambat. Raut wajah masam pak satpam pun sudah sering mereka lihat. Anak-anak kelas 3 sudah bersiap-siap untuk melaksanakan try out pelajaran pertama. Bel berdenting, waktunya dipersilahkan mengerjakan soal latihan. *** 1 jam telah berlalu, kebanyakan anak-anak sudah hampir mencapai final dalam mengerjakan. Terlihat tidak ada yang membawa kertas contekan ke dalam ruang kelas, membuat Dion dan Max sedikit ragu untuk mengeluarkan barang itu dari tempat persembunyiannya. Ada beberapa soal yang mereka rasa terlalu sulit. Dion yang bekerja sama dengan teman di depannya, untuk menutupi badannya yang sedang memperlihatkan gerak-gerik yang aneh. Sedangkan Max yang bekerja sam
Mereka berdua langsung duduk di kursi yang memang sudah disediakan. Seperkian menit personil band yang dikumpulkan hanya mendengar Robert berbicara. Sampai pada akhirnya Robert membuka surat keputusan yang isinya calon-calon nama dan posisi mereka di band sekolah itu. Cornel Band sebutannya. Dion tentunya sebagai vokalis, dan sahabatnya Max sebagai gitaris A. Anggota lainnya menempati posisi drummer, dan gitaris B. Lalu mereka diajak berdiskusi tentang lagu yang akan mereka bawakan nanti. Karena acara akan diselenggarakan seusai latihan try out, yang bertujuan hanya untuk refreshing sejenak menuju ujian akhir. *** “Sini dong merapat, kita diskusi lagu yang mau kalian bawa.” ucap Robert “Maaf nih gua potong ya kak, gua ada ide sih tapi bukan ide tentang lagunya, tapi tentang temanya.” sahut Max sembari memajukan posisi duduknya ke depan “Gimana? Yang lain mau usul juga boleh banget, pasti gua catat terus nanti
Max baru saja mendapat telefon dari Robert. Ia menanyakan tentang kelanjutan band nya, apakah Dion tetap bersedia menjadi vokalis atau tidak. Dan tentang grup yang akan Dion buat untuk diskusi pembawaan lagu.Tetapi sayang, Max belum mempunyai jawabannya. Dirinya saja belum mendapat kabar apa-apa dari sahabatnya itu.Setelah 20 menit mereka mengobrol, akhirnya Robert mengakhiri pembicaraannya dengan Max.***Ponsel Max yang sudah berbunyi ‘tutut’ tanda panggilan telah berakhir, ia langsung membuang ponselnya sembarang.Mengacak-acak rambutnya dan meluapkan semua emosinya dengan berteriak sambil menutupi wajahnya dengan bantal tidur.Tangannya meraba-raba sekelilingnya mencari ponsel yang ia buang tadi. Setelah menemukannya, ia segera menghubungi Dion. Panggilan terus ia lakukan, tetapi sudah 10 menit berlalu belum sama sekali mendapat jawaban dari sahabatnya.“Astagfirullah, anak dajjal k
Terdengar samar-samar suara seseorang memanggil-manggil nama Dion. Ia pikir itu hanya bagian dari mimpi semata, tetapi berubah setelah suara ketukan pintu yang sangat kencang membangunkan tidurnya.“Koko, koko! Koko! Udah jam 5 pagi nih, ayo bangun kemas barang-barangmu.” teriak Bu Sisi dari balik pintuDion seketika langsung terbangun, badannya terduduk lemas tidak berdaya. Ia hanya menyahuti akan segera membereskan barangnya, dan suara langkah kaki Bu Sisi pun mulai menjauh.1 jam telah berlalu, rumah yang mereka huni saat ini sudah siap di tinggalkan. Barang-barang sudah selesai mereka kemas, dan beberapa dalam perjalanan menuju rumah baru. Dion dan Maxel seperti biasa tetap berangkat ke sekolah sebagai rutinitasnya, sedangkan Pak Johan ia mengambil cuti sekaligus menemani istrinya mengurus pindahan rumah mereka.***-Di Sekolah-Pak satpam sedang duduk di dalam posko, sembari menyeruput segelas kopi hita
Semua personil Cornel band sudah memegang propertinya masing-masing. Dion yang sedang mengecek micnya, Max sedang bermain instrumen dengan gitaris kedua bernama Arlo. Dan yang terakhir Nathan, ia sibuk memainkan drum nya sembarang.Robert yang sudah selesai menghubungkan audio laptop dengan speaker kecil diatas meja, segera bergegas menutup pintu aula dan menguncinya. Lalu ia memberikan satu tepukan dan menyetel lagunya di laptop dengan suara kecil.Nathan giliran pertama, ia sangat lihai memainkan stik drumnya. Hasil suara yang dibuatnya sangat pas dengan instrumen lagu. Disusul oleh Max dan Arlo, jari-jari mereka sangat terampil memetik senar gitar, lagi-lagi semuanya cocok dengan lagunya. Tidak ada yang sumbang. Dan yang terakhir Dion, ia mulai membuka mulutnya untuk bernyanyi.Robert terhanyut dalam suasana, ia sangat menikmati Cornel band tampil. Bakat dari teman-temannya ini sangat luar biasa.Menuju pertengahan lagu, Dion meloncat t
Wisuda FeliciaHari ini, adalah hari dimana Felicia dinyatakan lulus. Selama kurang lebih 3 tahun, akhirnya Felicia telah melepas status putih biru. Felicia memakai kebaya pink dan memakai balutan hijab berwarna kuning keemasan. Jika ditanya bagaimana perasaannya? Sungguh sangat bahagia, akhirnya ia bisa melanjutkan masa putih abu-abunya.H-2 sebelum wisudaHubungan Felicia dengan Arden terbilang baik-baik saja dan harmonis. Kemarin saja ia baru mengantarkan Felicia pulang. Namun setelah hari dimana pasangan muda ini bertukar sandi akun media sosialnya, Felicia segera log in memakai akun media sosial milik Arden. Selepas pulang sekolah, Felicia memilih duduk santai di teras depan rumah. Ia sibuk berkutat dengan ponselnya, mencoba mengetik sandi akun sembari menutupi matanya. Ia sangat gugup, apa saja yang ada di dalam akun media Arden? Dan boom! Felicia berhasil log in, ia masih membiarkan tampilannya berada di beranda. Lalu mulai menscroll perlaha
Beberapa jam kemudian, suara bel telah berbunyi. Menandakan waktunya para siswa dan siswi pulang, Iris yang sedang menjalankan misinya segera mencari Felicia. Ia benar-benar mencengkeram tangan Cia erat, seperti sedang menjaga mangsa agar tidak kabur. Felicia hanya menurut saja, ia diam dan tak banyak bergerak. Ketika Iris menarik-narik tangannya, sambil berjalan. “Fel, sebenarnya lu tau ga sih?” tanya Iris.“Tau apaan?” “Kak Dion itu kasih kamu kado,” ucap Iris lagi.“Iya? Tapi ga mungkin, kita berdua belum lama kenal.” “Ih gua serius, makanya lu nanti mampir ke rumah gua dulu.” Percakapan mereka berakhir begitu saja, keduanya fokus berjalan menatap depan dan mempercepat langkah kakinya. Di bawah sinar matahari yang terik, di tengah-tengah ramainya kendaraan berlalu lalang. Sampai perjalanan mereka sudah cukup dekat, Iris dan Felicia sedang bersiap-siap menyeberan
Felicia semakin penasaran, ia segera mempercepat laju langkahnya menyusul Serren. Ketika beberapa langkah lagi sampai di rumah Iris, mereka berdua terdiam. Ada perasaan gugup dan malu untuk sampai ke depan sana. “Ren, maju ga nih? Gua penasaran sih, tapi malu.” Ucap Felicia sembari memegangi tangan Serren. “Fel, lu gila ya? Sudah sampai sini, mau kita batalkan aja gitu? Jauh-jauh dong percuma. Ayo buruan.” Jawab Serren yang menarik balik tangan saudaranya. Akhirnya mau tak mau Felicia mengikuti langkah Serren, dan setelah sampai di depan rumah Iris. Sorot mata Felicia menangkap Iris yang sangat gugup dan gelisah seperti menyembunyikan sesuatu. Lantas Felicia memberanikan diri untuk menengok lebih jelas lagi, ke dalam ruang tamu. “Iris?” Panggil Felicia yang mencari sosok temannya ini. Iris pun menjawab dengan muka tegang terlihat jelas di seluruh wajahnya. “I-iya, sini Fel masuk.” T
Lumayan memakan waktu untuk sampai Mall yang mereka tuju. Sebuah Mall terkenal dan legendaris sejak dulu, kini Dion dan Iris sudah memarkirkan motor.Bergegas Iris turun dari motor Dion, ia menunggu lelaki paling bawel ini sedang melepas helmnya. Setelah itu mereka berjalan bersama menuju lantai atas, yaitu istana boneka. Keberadaan mereka sudah di depan mata pintu masuk, terdapat security sedang berjaga disana.Iris dan Dion segera memasuki ruangan itu, tetapi sebelumnya mereka diperiksa dulu dengan alat yang bernama Metal Detector. Ternyata semua aman, mereka melanjutkan langkahnya.Di ruangan seluas ini, terdapat macam-macam boneka. Mulai dari yang bentuknya beruang, panda, bebek, babi, monyet dan masih banyak lagi. Bahkan ada versi mininya, terdapat juga boneka barbie terpajang rapi di dalam rak.Dion sempat bimbang, ia meminta pendapat Iris kira-kira mana yang cocok untuk Felicia.“Ris sini lu.” Panggil Dion.“Ke
Dion yang sudah berjam-jam membersihkan toilet, lantas lemas. Ia bahkan tidak sempat membeli makanan ringan serta minuman dingin. Untungnya tersisa 1 toilet saja, ia segera membersihkannya cepat-cepat. Beberapa menit berlalu, kini Dion sedang meminta kunci motornya di dalam ruang guru. Setelah mendapatkan, ia segera pulang. Berlari menuju kamarnya, membilas tubuhnya dengan air dingin. Tubuhnya benar-benar lengket. Kemudian ia segera mengecek dapur, apakah ada makanan berat disana. Ternyata memang benar ada, ibunya sudah memasak sup ayam yang masih hangat. Bergegas lah ia mengambil sepiring nasi, dan siap melahap sup ayam itu. Selesai makan siang, Bu Sisi justru baru keluar dari kamar tidurnya. Ia menyapa Dion yang sedang mencuci piring.“Pulang jam berapa?” Celetuknya.“Belum lama Mah, Maxel mana? Tidur di kamar Mamah ya?” “Iya, ya sudah kamu giliran istirahat. Mamah juga ingin makan siang, lapar.”
Beberapa menit yang lalu Dion sudah membersihkan badannya dan memakai seragam sekolah. Ia segera turun ke lantai 1, untuk mengambil sepatu hitamnya. Tampilan Dion sungguh acak-acakan, wajahnya terlihat sendu. “Ko, sini sarapan dulu. Menu kesukaanmu nih, keripik bayam.” Ujar Bu Sisi, sembari menuangkan segelas susu di dalam gelas.Dion hanya mengangguk, ia tetap berjalan menuju ruang tamu. Sibuk memakai kaos kaki dan sepatunya. Tetapi ia tidak langsung beranjak pergi, Dion memilih diam dan melamun. Sampai Maxel dan Pak Johan sudah berlalu pergi, tanpa ia sadari. “Hati-hati Pah, Maxel pegangan nanti jatuh.” Pesan Bu Sisi. Setelah kepergian suaminya serta anak bungsunya, ia menoleh ke arah anak sulungnya, Dion. Yang sedari tadi duduk terdiam. “Kenapa lagi,” Ujarnya sambil mengernyitkan dahi. Kini Ibunya sudah duduk di sampingnya, membuat Dion menoleh dengan tatapan nanar. Ia langsung memeluk Bu Sisi,
Hari sudah malam, Felicia sedang merebahkan tubuhnya di kasur. Sedari tadi, ia sedang menunggu balasan pesan dari Arden. Sorot matanya menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba pikirannya terbesit akan sosok kakaknya.Beralih mengambil ponselnya, lalu mencari kontak nama ‘Dion’. Ia segera mengetik pesan yang akan ia sampaikan.“Kak,” Panggilnya di dalam room chat.Beberapa menit kemudian, Dion membalas.“Iya Dik, kenapa?” Begitu membaca balasannya, Felicia menahan senyum dari kedua sudut bibirnya.“Sejak kapan Kak Dion manggil aku adik,” Gumamnya.***“Kakak lagi dimana?” Balasnya.“Alun-alun nih, kenapa?”“Kak, Cia waktu itu lihat ada jam tangan merah. Cia boleh pinjam ga? Sehari aja.”Ya, teringat kejadian beberapa hari yang lalu, sewaktu Dion mengunjungi Felicia di
Jam sudah menunjukkan pukul 12 lebih 30 menit, yang dimana ada beberapa masjid atau mushola yang sudah menyelesaikan ibadah shalat jumat. Tetapi belum ada tanda-tanda dari Arden, ia belum menghubungi Eva kembali soal menjemput Felicia.Mereka berempat pun menunggu Arden, sembari mengobrol hal ringan. Entah menggosip teman-teman mereka di sekolah, atau guru, bahkan pekerjaan rumah yang memang terlihat sulit untuk dikerjakan.Waktu demi waktu berlalu, sampai pada akhirnya jam tepat menunjukkan pukul 1 siang. Untuk kesekian kalinya justru Eva yang sudah mulai sedikit geram. Pikirnya, mengapa Arden bisa lama sekali mengunjungi rumahnya.Sampai sudah tidak ada lagi obrolan yang dibahas, Rayne, Eva dan Riva justru mengecek gang apakah Arden sudah datang atau belum. Tetapi kenyataannya nihil. Pria itu belum terlihat batang hidungnya sekali pun. Eva berbalik badan menuju rumah kembali, ia mengomel kenapa kekasih temannya sangat lama.&ldqu
Keesokan harinya, Dion yang akan berangkat sekolah dengan sepeda motornya. Ia sudah selesai menghabiskan sarapannya, sepotong roti dengan isi parutan keju serta telur gulung.Lalu ia berpamitan dengan Bu Sisi, bersamaan dengan Maxel dan Pak Johan. Di rumahnya hanya tersisa Bu Sisi seorang diri. Dion memakai seragam sekolah, yang dibalut jaket kulit berwarna hitamnya yang elegan.Mengendarai sepeda motornya, dengan helm full face. Membuatnya makin terlihat keren saat menaiki si black ini. Ia sudah membunyikan klakson tanda perpisahan untuk yang kedua kalinya. Deru motor Dion sangat lah bising, jika pertama kali ia menancapkan gasnya.Melaju lambat, hingga beberapa menit kemudian sampai lah di SMK Ksatria. Ia memasuki kawasan parkir, yang dimana sudah banyak motor berjejer disana. Nyaris telat, untung saja tidak mendapat hukuman di hari pertama masuk kelas.***Setelah mencari ruang kelasnya, kini ia sudah memili