Wanita di sebelahku terus memperhatikan Trudy dengan mata melotot, dia berusaha agar tidak terlalu terlihat perasaannya, tapi hal itu justru membuatnya aneh. Aku memperhatikan tubuh Trudy yang seksi. Trudy tahu bagaimana cara menunduk sehingga dia bisa mempertunjukkan kemolekan tubuhnya dengan sempurna. Aku senyum-senyum karena hal itu semakin membuat Anna bereaksi lucu. Apakah dia cemburu? seperti inikah rasanya dicemburui oleh seseorang? Aku berusaha keras untuk tidak tertawa. Trudy semakin semangat berlegok- legok karena melihat senyumanku, sebenarnya aku muak melihatnya, tapi demi melihat kerlingan mata Anna yang mencemooh aku membiarkannya.
"Ada lagi yang saya bisa bantu Mr. Ethan?" desah Trudy berbisik di telingaku, aku segera mundur, itu agak keterlaluan, tapi hal itu langsung terbayar dengan pandangan Anna kepada Trudy yang mencela.
"Sepertinya tidak ada terima kasih," jawabnya kepada Trudy. Matanya yang sinis membuatku melambung kar
Aku mencoba makan hati sapi itu, karena Ethan sepertinya tidak akan berhenti memperhatikanku kalau aku tidak memakannya, begitu masuk ke mulutku, aku langsung mual. Rasanya seperti makan darah beku, darah beku yang digoreng. Astaga apa yang aku masukkan ke dalam mulutku ini? Aku segera mengambil gelas yang Ethan baru tuang dan langsung menghabiskannya. Hmm minuman apa ini, rasanya pahit tapi rasanya enak di belakangnya, tapi aku kembali mual, rasa darah dari hati tadi muncul lagi, aku segera menuang dan meminum cairan merah itu lagi. Tapi kini perutku terasa panas, ugh... apa yang kuminum ini? Ethan mentertawakanku, lesung pipinya yang dalam segera muncul, tampan sekali, Aneh perasaanku menjadi senang, restoran ini menyenangkan, pemandangannya juga enak. Dia lalu memberikanku ayamnya, kenapa nggak dari tadi. Dia bahkan tidak mau memakan makananku, dan memesan lagi makanan yang sama denganku.Aku benci melihat Trudy dan gaya centilnya, terlalu terlihat kalau dia berharap pada E
Dasar perempuan bodoh! habis bajuku dan celanaku terkena muntahannya, ini tak lagi lucu! Aku memandang bajuku yang penuh muntahannya. Dia menatapku dengan penuh rasa bersalah. Aku segera keluar dari mobil, dan mencoba membersihkan pakaianku dengan tangan, ugh aku jijik sekali, dasar wanita kampung*n, minum wine saja sampai muntah begini! Aish!"Maaf pak, silahkan membersihkan diri di toilet," ucap satpam penjaga parkir di restoran. Aku menatap Bang ucup dan menghela napas panjang, sepertinya marah-marah memang tidak ada gunanya. Aku mengangguk lalu kembali masuk ke dalam. Trudy separuh tertawa separuh kasihan saat melihatku.Dia memberikan aku handuk kecil dan kaos hitam seragam dari pelayan disitu. Aku menerimanya dengan kesal dan segera masuk ke toilet mencoba membersihkan diri. Setelah berusaha setidaknya sedikit lebih bersih dari sebelumnya, aku keluar dengan mengenakan kaos, yang langsung diberikan dua jempol oleh Trudy.
"Umm, Ethan?" Haduh aku malu sekali, apa yang terjadi, tapi tidak ada orang lain yang aku bisa tanya selain dia. Dia menoleh dan menatapku, aku segera menarik selimut sebagai perisaiku."Bajuku?" Aku tak sanggup mengucapkan kata lain."Bajumu penuh dengan muntah, sudah aku masukkan ke tong sampah, aku tak tahan dengan baunya, aku akan ambilkan bajuku saja." jawabnya seenaknya, astaga Ethan benar-benar menyebalkan."Ish... itu baju kerjaku!" jawabku kesal, dia menuju lorong di samping tempat tidur, tak lama dia kembali dan meletakkan bajunya di atas tempat tidur."Pakai ini saja dulu," ucapnya menatapku, aku segera menarik selimut, berusaha menutupi apa yang bisa aku tutupi, rasa maluku membuat wajahku terasa panas. Kali ini aku benar-benar lupa apa yang telah terjadi."Tapi sebaiknya kamu mandi, kamu bau!" ucapnya dingin, lalu keluar dari kamar. Ah... kalau terjadi sesuatu diantara kami, tidak mungkin dia seketus itu, pikir ku dalam hati.Ak
Aku mendengar langkah kaki wanita itu, mengikuti ke ruang baju, aku segera memberikan seset linen untuk alas tidurku nanti. Dia yang diam saja dari tadi ternyata hanya mau segera pulang, namun aku belum rela melepasnya pulang. Dia segera menuju tempat tidurku, dan mulai melepas selimut, saat dia melakukannya tanpa sadar dia memajukan bibirnya mengejekku. Saat aku tegur dia malah yang lebih marah dari padaku, wanita ini benar-benar membuatku darah tinggi."Kamu kenapa nggak menghentikan aku minum wine!" ucapnya marah, Ish... bagaimana aku menghentikannya, botol itu dia yang peluk seperti memeluk bayi, sudah berhasil merebutnya saja aku seharusnya diberikan selamat."Kamu yang minum sendiri, tuang sendiri, sampai aku harus tarik botol dari kamu? kamu sama sekali tidak ingat ya? Kamu memuntahkan semua ayammu dan ayamku ke badanku!" jawabku dengan kesal, matanya coklat mudanya yang tadi melotot seketika meredup mendengar perkataanku. Dia menunduk kembali, menyibukkan dirinya
"Kenapa kamu menghindar, tadi kamu menciumku duluan, kamu bilang bibirku berbahaya, lalu menciumku mesra." Dia menyentuh pipiku dengan lembut, lalu menunduk, dengan jantung berdebar kencang, aku segera menghindari apapun yang mau dia coba lakukan. Ciuman hari ini adalah kesalahan, baik saat ada Leona, maupun di kantornya, aku harus bisa melawannya, dia tidak bisa seenaknya menciumku. Matanya yang gelap menatapku dengan penuh emosi, napasnya yang hangat memburu mengenai wajahku, tiba-tiba dia melepaskan pelukannya sehingga aku terlempar ke atas tempat tidur, lalu dia berjalan cepat meninggalkanku sendirian di kamar dengan penuh amarah.Setelah terhempas di kasur begitu saja, entah kenapa aku langsung merasa bersalah. Suara di kepalaku tiba-tiba menyalahkan diriku, mengapa aku mengecewakannya? Wajahnya tadi begitu marah, bagaimana kalau dia jadi marah denganku? Aku termenung sesaat, lalu berpikir, memangnya kenapa kalau dia marah? pikiranku seperti terkena racun. Sudah sepantasn
Aku memandangi kursi putih itu terpaku sesaat akan kisah di belakangnya, lalu menghela napas dan kembali menutup pintu. Di waktu itu Papa sedang bersama dengan pacarnya entah yang keberapa. Kaki kecilku berlari ke bawah dengan panik. Aku tahu tak seharusnya mamaku melayang di udara seperti itu. Aku berlari segera menuju dapur tempat biasa para pengasuhku berkumpul, air seniku mengalir sepanjang jalan sehingga membuat jejak panjang yang berbau pesing. Dengan panik para pengasuh segera mengurusku dan menghubungi papa dan opa. Opa Jacob segera datang, dan mengurus semua, sedangkan baru keesokan paginya papa dapat dihubungi dan datang hanya untuk berpura-pura meratap di peti mati mama.Aku tidak pernah percaya papaku pernah sedetikpun mencintai mamaku walaupun setelah itu papaku tampak begitu terpukul dan terdiam sepanjang wa
Pergelangan tanganku terasa panas karena tarikan tangannya yang kasar. Aku kini duduk bersamanya di bagian belakang mobil. Daniel menyetir di depan. Suasana di mobil begitu hening dan mencekam, aku masih mengelus pergelangan tanganku yang memerah karena perbuatan Ethan. Aku menatapnya, napasnya masih memburu, dia menatap keluar ke arah jendela, sehingga aku tidak dapat melihat wajah tampannya. Aku merasakan getaran dari dalam tasku, aku segera meraih handphoneku, Raka."Halo," ucapku menjawab telepon. Ethan menoleh dan langsung memperhatikanku."Lo dimana? seluruh kantor ngomongin aneh-aneh tentang lo, masa katanya lo yang punya pabrik? Aneh banget kan?" tanya Raka tertawa gugup."Iyah, nanti aku cer
"Sekarang tanda tangan!" Aku memerintahkannya sambil mengambil kertas kontrak tadi dan meletakkannya di hadapannya. Aku memberikan pulpen kepadanya, dia mengambil pulpen itu dengan marah. Dia membaca ulang perjanjian, aku dapat melihat berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya, dia mulai mengulur-ulur waktu. Kesabaranku mulai habis, kepalaku seperti mau pecah, berdenyut pilu seperti sedang di hantam palu."Cepat, tanda tangan, aku nggak punya waktu seharian untuk menunggumu," Aku menyerah, sepertinya aku harus rebahan, mudah-mudahan dengan keadaan seperti ini, aku bisa tidur. Dia menatapku sebentar sesaat sebelum menandatangani kontrak itu, tanpa bisa kutahan, senyumanku terbit, dia akan menjadi istriku, dengan itu semua harta Opa sudah aman di tanganku.Akhirnya dia menandatanganinya, aku begitu lega sehingga aku ingin memeluknya, pikiran bodoh, buat apa aku memeluknya? Anna malah kembali berlinang air mata dan berlari menuju M
"Oh Anna," desah Ethan terengah-engah merasakan sentuhan Anna yang semakin mendesak. Dia semakin bersemangat untuk meninggalkan jejak di cerukan leher Anna, tapi wanita itu segera menghindar."Jangan, ah kita kan mau ke dokter, nanti malu ah," seru Anna sambil terkikik geli merasakan bibir suaminya di lehernya yang jenjang."Ish, biar saja, biar mereka semua tahu kamu ada yang punya," ujar Ethan masih mau menikmati kulit putih sempurna milih istrinya itu, tapi Anna menggeliat dengan sedemikian rupa sehingga Ethan tetap tak bisa menyesap leher sempurna itu.Dia lalu memegang kedua tangan istrinya sambil tersenyum miring. Wanita itu menatapnya dengan mata coklat mudanya yang cantik. Matanya membulat karena terkejut."Kareba bergerak terus aku akan ikat kamu!" Ethan bergaya tegas, tapi tatapan mata Anna yang memelas membuatnya tidak tega, dia mendengus lalu menyerah."Aku menc
Saat Daniel menanyakan hal itu, Anna keluar dari kamar dan mengambil alih Jacob. Anna hanya mendengar sekilas ucapan Daniel, tapi dia mengerti apa yang sedang dibicarakan."Aku ikut, saat kamu ke dokter aku ikut!" ujarnya cepat lalu meletakkan Jacob kembali ke kursinya. Batita itu kembali merenggut dan merengek, dia maunya di gendong, dia tak suka berada di kursi. Dia mulai meraung, tapi ketiga orang dewasa di sekitarnya tak ada yang peduli padanya."Oh... haruskah hari ini?" tanya Ethan sambil meletakkan daging asap mengepul di tengah meja."Ethan, kita tak tahu sampai kapan kamu akan sadar, nanti kalau kamu tiba-tiba menghilang bagaimana?" tanya Daniel dengan penuh kekhawatiran. Anna, membuat makanan untuk Jacob, lagi-lagi instan karena dia belum belanja. Ethan mencari pengalihan perhatian."Makan apa dia? Mengapa instan begitu? Seharusnya kamu masak makanan sehat untuknya jangan yang instan, Dani,
“Aku akan selalu bersamamu sayang.” Mereka menyatu dengan sempurna, Anna mengangguk setitik air mata terjatuh di pipinya.“Kamu sangat sempurna untukku, Anna. Aku mencintaimu.” Mereka saling terengah-engah memuaskan diri dan emosi mereka yang kini saling berpadu. Napas mereka memburu dengan detak jantung yang saling bertalu-talu. “Oh, betapa aku mencintainya, jangan lupakan aku, Ethan!” pinta Anna dalam hati. Dia memekik bersamaan dengan Ethan yang melenguh panjang. Pria itu menatapnya lalu mengecup air matanya.“Terima kasih sayang, karena kembali kepadaku.” Anna bergelung di dada suaminya. “Terima kasih karena telah mengingatku.” desah Anna dalam hati.Ethan berdiri untuk mengambil kaosnya dan mengenakannya kembali merebahkan dirinya di samping Anna. Pria itu menarik pinggang Ana yang ramping. Istrinya masuk kedalam pelukannya, namun walaupun Anna
Dia berdiri diatas bangku berusaha mengikat tali di bagian atas langit-langit ruangan. Namun palang yang dulunya ada untuk mamanya mengikat kini bisa tidak ada. Tadi ada, namun kini hilang, lalu saat dia sadari, tali yang dia pegang pun tak ada? Kemana itu semua? Dia berteriak dengan frustasi sampai pintu ruangan itu terbuka dengan kasar. Wanita tadi masuk dengan air mata bercucuran di pipinya."Sayang, jangang sayang maafkan aku, oh Tuhan, maafkan aku, sayang turunlah!" pekik Anna dengan sangat takut. Wajah Ethan begitu gelap. Dia berdiri diatas bangku dengan canggung, wajahnya bingung seperti mencari sesuatu yang tiba-tiba menghilang."Ethan Samuel, turun kamu dari situ!" teriak Anna berusaha dengan tegas seakan dia sedang memarahi Jacob yang membuang-buang makanannya. Pria itu menoleh dengan bingung."Aku bilang turun, kamu harus turun!" Walau air mata Anna mengalir deras, dia merasa, Ethan harus dikagetkan, dengan ca
"Sayang…," desah Ethan sambil menciumi kelopak telinga Anna sehingga Anna tekikik geli. Tubuhnya mulai bergoyang tak terkendali, merespon tiap sentuhan Ethan. Jemari Anna mulai meraih kancing kemeja kerja Ethan. Dan dengan terampil kancing demi kancing dilepaskannya. Ethan tersenyum miring saat merasakan kemejanya sudah terlepas semua, dan jemari Anna mulai merasakan dadanya."Hmm, geli Anna," Ethan mendesah saat Anna terus menyusuri kulit perutnya yang berkotak-kotak.Anna tersenyum nakal, sambil terus merasakan hangatnya tubuh Ethan. pria itu dengan cepat melepas kemejanya sehingga kedua tangan Anna bebas menyentuhnya. Mata wanita itu berbinar-binar melihat tubuh Ethan yang kurus namun berotot itu."Kamu harus makan lebih banyak ya? Tubuhmu kurus sekali," Anna menyu
"Sayang, maafkan aku, kamu sudah pulang dan aku malah membuatmu takut, kembalilah padaku, aku sangat merindukanmu," desah Ethan di telinga Anna, pelukannya terasa nyata. Anna tak lagi berusaha melepaskan diri. Dia menoleh untuk menatap Ethan, dan menilai.Mata pria itu kembali hangat sebagaimana Anna mengingatnya. Dia tersenyum sedih, memandang Anna penuh harap. Anna menatap Jacob yang sudah kembali merasa aman di pelukan mamanya, batita itu sudah sibuk bermain dengan kancing baju mamanya. Tapi tiba-tiba dia menyentuh hidung papanya"Pa….pa," cengirnya memperlihatkan gusi yang kemerahan."Iya sayang, aku papamu." Ethan menangis menatap bayinya, bukan dia sudah besar sudah bukan bayi lagi. Betapa dia sudah kehilangan waktu, apa yang terjadi? Anna terk
"Aku Anna, Anna Federica, istrimu, ibu dari Jacob anakmu. Aku berhak ke lantai tiga, atau kemanapun aku mau karena aku… ini… istri...mu!" pekiknya marah sambil memukul Ethan yang terlihat linglung. Anna marah dan kecewa, baru saja dia berpikir, Ethan sembuh dan mereka bisa kembali seperti sedia kala. Namun dalam sekejap semua harapannya pecah berkeping-keping.Dia terus memukuli Ethan sampai kedua tangannya dipegang Ethan dengan kuat sehingga dia tidak bisa memukulnya."Apa, kamu kamu apa?" teriak anna marah berusaha melepaskan diri yang percuma."Aku mau ini." Pria itu lalu menunduk mengecupnya lagi. Dia terus mendorongnya ke dinding, sambil terus menciumnya dengan panas. Anna menerima ciuman itu dengan bingung, namun gairahnya muncul dan kem
Ethan tak dapat berpikir, untuk sementara dia hanya mengagumi kecantikan alami wanita di hadapannya. Dia bergerak otomatis mendekati wanita itu saat dia sedang sibuk mengeringkan rambutnya. matanya membesar saat menyadari Ethan sudah ada dihadapannya."Mau apa kamu?" tanya Anna mundur. Tapi Ethan semakin mendekat, dan dia sudah menempel di dinding kaca boks mandi."Mengapa kamu sangat mengganggu?" Dia mengangkat tangannya dan mengelus pipi Anna dengan lembut, wanita itu terperangah, merasakan sentuhan Ethan setelah beberapa lama, rasanya luar biasa. Mereka saling pandang yang terasa sangat intens dan ketika insting membawa Ethan untuk menunduk dan merasakan bibir wanita itu dia mundur. Kaget dengan apa yang ada di kepalanya."Astaga, apa yang baru saja dia pikirkan?" batin Ethan, bagaimana dia bisa mau mencium wanita lain selain Anna. Wanita itu menatapnya lalu segera meninggalkannya yang bingung di dalam kam
Daniel menatap Ethan yang kini makan dengan lahapnya di meja makan. Walaupun pikirannya belum sembuh setidaknya hari ini sudah ada makanan yang masuk."Dani, chef-nya pintar yang kali ini, boleh dipertahankan. Nanti siang aku mau masakan dia lagi," ucap Ethan mengambil lagi nasi goreng dari bakul. Daniel mengangguk dengan senyuman di bibir karena mengetahui kalau itu adalah masakan Anna. Semoga dengan keberadaan Anna, Ethan bisa pulih."Dani, kamu bisa jadwalkan dokter buat Anna? Dia sepertinya kesakitan sekali kemarin, punggungnya pegal, dia kan sudah masuk bulan ke-7?" Dan harapan Daniel kembali pupus. Entah kenapa, ingatan Ethan selalu berhenti di Anna hamil 7 bulan. Setiap hari perintahnya selalu sama. Namun Daniel hanya mengangguk dan meninggalkannya masih asyik makan.