"Apa kamu yakin dengan ini?" tanya seseorang berjubah putih yang berdiri di belakang etalase. Dia menatap penuh selidik. Namun, Rey hanya memberikan senyuman ambigu. Ia yang sudah berpakaian rapi itu menatap pria yang sebenarnya adalah teman lamanya. Teman yang sama-sama berkuliah di luar negeri. Be
Rey yang masih kesal dengan si pemilik R&B Ekspress dikejutkan dengan suara pintu yang diketuk. Meski agak malas dia pun terpaksa menyuruh orang itu agar langsung masuk. Betapa kagetnya dia saat melihat siapa yang datang. "Milea?" batin Rey. Matanya melotot melihat betapa cantik gadis yang sedang b
"Kenapa kamu tersenyum begitu?" tanya Bumi sembari memungut lengerie yang teronggok di lantai, setelah itu memakainya dengan santai. "Tidak ada alasan," balas Ray. Dia yang terbaring dengan lengan menopang kepala tetap menatap tubuh Bumi yang masih proposional, lekukan pinggulnya sangat indah. Bent
"Rey, ada apa? Kenapa mukamu serius begitu?" ulang Bumi untuk kedua kalinya. Dia melihat ada sinar tak biasa dari mata suaminya itu. Setelah menutup telepon Rey menunjukkan keanehan. Tidak hanya itu, Rey bahkan melepas pegangan tangannya. "Katakan padaku!" kata Rey dengan nada setengah menggeram.
"Milea?" "Saya bawakan laporan. Ini adalah daftar driver yang berhenti," tutur Milea yang membuat kepala Rey semakin pusing. "Berapa banyak yang berhenti?" tanya Rey tanpa menoleh. Dia hanya menatap map hitam itu tanpa membukanya. "Sekitar dua ratus orang, Pak," jawab Milea yang disusul Rey denga
"Kamu ke mana? Kenapa belum pulang juga?" gumam Bumi sambil bolak-balik di dekat pintu. Dia mulai resah sebab sang suami belum juga pulang padahal waktu sudah menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Firasatnya jadi tidak enak saat mengingat candaan Rey yang mengatakan akan direbut wanita lain. Sem
"Rey, sebentar Rey. Ada telepon," tolak Bumi sembari mendorong dada Rey. Rey awalnya tidak menggubris. Akan tetapi bunyi telepon itu mulai mengganggu, terlebih-lebih lagi Bumi mulai menolak sentuhan yang dia berikan. "Sayang, kita sudah setengah jalan," bisik Rey. Ketidaksenangan terlihat sangat ke
"Tidak. Aku lihat bukan itu. Dia memang tidak ingin punya anak." Ada helaan napas putus asa yang Aryan dengar. Dia sangat yakin kalau Rey dan Bumi sedang tidak baik-baik saja. "Apa itu yang membuatmu murung?" tanya Aryan lagi. Rey menyeruput kopinya sedikit, lalu mengembuskan napas lagi. Matanya
Mata Rio langsung terbelalak hebat. "Jadi ... jadi kamu yang digilainya, dan istrimu adalah orang yang dibuatnya keguguran?" terka Rio. Dia masih belum bisa menetralisir keterkejutan. "Ya begitulah kira-kira. Dan kamu masih saja menyukainya?" Rio terkekeh hambar. "Nasib benar-benar buruk. Aku tahu
Bumi cuma bisa nyengir saja. "Jangan tertawa, Bum! Ini tidak lucu!" dengkus Sakha. - - Enam bulan kemudian. Ballrorm sebuah hotel dihias sedemikian rupa megahnya. Lampu, bunga, serta balon menjadi ornamen pendukung pesta pernikahan dua bersaudara itu. Dua bersaudara? Ya, mereka adalah Aryan d
Rey yang keheranan merebut lembar itu, dan responnya juga sama—membulatkan mata seakan-akan tidak percaya. "Bum, kamu serius?" tanya Rey. Melihat Sakha yang ada di sebelahnya mematung tak bergerak memantik rasa penasarannya menjadi semakin besar. Di dekatinya Bumi, lantas duduk di sisi ranjang. "B
"Mi ...." "Padahal Mimi sudah semedi di spa demi nama ini. Gangga Semesta Jadiyaksa." Bumi dan Rey saling tatap. Mereka tak menyangka nama yang disiapkan begitu indah dan jauh dari nama aktor Hollywood. "Itu artinya apa, Mi?" tanya Bumi. Penasaran dia dan sejujurnya agar tertarik. Nama itu terden
Mata Rey pun kembali terarah ke box bayi yang ada disebelahnya. "Aku bingung. Terlalu banyak nama bagus yang aku pikirkan. Dan satu pun tidak ada yang membuatku yakin. Tolong beri waktu aku untuk memikirkannya," balas Rey. Bumi pun mengiakan dengan anggukan kepala. Sekarang mata Rey kembali ke Bumi
Kebahagiaan yang didapatkan sekarang tidak bisa Bumi jabarkan. Rasanya sangat luar biasa. Setelah melalui masa kontraksi hampir sepuluh jam akhirnya sang bayi lahir dengan selamat dan sehat dengan berat 3,5 kilogram dengan proses persalinan normal. Kebahagiaannya semakin berlipat ketika mengetahui a
"Dan yang membuat aku penasaran, kenapa kamu selalu diam? Kamu seolah tidak mengenalku. Jika kamu mengatakannya mungkin kita sudah lama berteman." "Maaf, aku tidak berpikir sampai di situ. Aku hanya menolong, itu saja," balas Aryan lagi. Senyum Milea semakin mengembang. Lamat dia menatap Aryan yan
Tiga puluh menit. Satu jam. Hingga dua jam berlalu sia-sia. Semua jenis olahraga dia coba. Dari squad jump, push-up, angkat barbel sudah dicoba, hanya saja hasilnya nihil. Aryan kalah dan lelah. Lelaki bingung harus bagaimana. Tubuhnya sudah lemah tapi hasrat untuk mencumbu Milea justru semakin k
"Kamu masih muda? Apa kamu single? Kalau iya, apa kamu mau menjadikan aku istri?" "Maaf, Nona. Saya memang masih single, tapi ...." "Tidak perlu dilanjutkan. Aku hanya butuh itu sebagai awal. Jadi Tuan Jas yang tampan, persiapkan diri untuk menerimaku sebagai istri." Aryan yang baru saja selesai