"Ah ... akhirnya aku bisa kembali ke rumah," gumam Rey sembari tersenyum, matanya sampai menyipit karena senang. Di rumah sakit benar-benar tidak menyenangkan. Meskipun masih menggunakan alat bantu berjalan Rey begitu senang bahkan langsung masuk ke kamar yang sudah disiapkan Miminya di lantai baw
“Den Rey ...." Panggilan dari balik pintu membuat Rey yang sedang asyik bermain ponsel mendnegkus kesal. Dia letakkan benda pipih itu dan berucap malas, "Siapa?" "Ini saya, Den, Markonah." Rey menghela napas panjang, mengambil kruk miliknya dan berjalan menuju pintu. "Kenapa, Bik?" tanyanya denga
Rey lagi-lagi membuat gaduh satu rumah. Dia kesal pada Prita yang tak juga membelikannya seragam baru. Prita yang mendengar keributan pun bergegas menghampiri dan melihat Rey berdiri di depan lemari. "Mi, seragamku mana?" teriak Rey. Prita terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mendekat. Dia tuntu
"Ngomong-ngomong berapa digit yang kamu tawarkan tadi?" tanya Bumi penasaran saat dia dan Rossi sudah sampai di mobil. Namun, bukannya menjawab wanita kepercayaan Prita itu malah menggaruk tengkuknya. Terlihat jelas kalau Rossu tengah tengah bingung menjawab pertanyaan Bumi. "Seberapa besar nomina
"Apa tidak terbalik? Anakmu juga mendapatkan karma. Dan karmanya justru lebih mengenaskan. Coba sekali-kali bawa dia ke psikiater. Aku yakin mentalnya terganggu karena tidak dicintai suaminya," sindir Bumi. Wida terdiam. Dia memang tahu ada yang tidak beres di pernikahan antara Sakha dan Yota. Hany
Tiga minggu kemudian, Untuk pertama kalinya Bumi datang lagi ke kediaman Prita setelah perdebatan malam itu. Di balik kemudi mobilnya, dia dapat melihat Rey sedang duduk dan sibuk dengan ponsel di teras rumah. Bumi menebak suaminya itu pasti sedang bermain game. Berdecak malas, Bumi melirik amplop
"Kenapa dilempar? Apa kamu sudah tidak membutuhkannya?" Prita mengambil tongkat itu dan kembali menyerahkannya ke Rey. "Meskipun sudah tidak terlalu sakit tetap saja kamu butuh tongkat. Karena kata dokter kamu belum boleh bergerak bebas dan kakimu harus banyak istirahat." "Aku bisa berjalan norm
"Yota," panggil Sakha. Yota yang menyadari kehadiran Sakha hanya melihat sebentar, lalu kembali sibuk dengan gadget di tangan. Dia hanya merespon sang suami dengan berdeham. "Yota," panggil Sakha lagi. Ada penekanan dari nada suaranya kali ini. Pria itu melepas jas dan mengendurkan dasi. Akan te
Mata Rio langsung terbelalak hebat. "Jadi ... jadi kamu yang digilainya, dan istrimu adalah orang yang dibuatnya keguguran?" terka Rio. Dia masih belum bisa menetralisir keterkejutan. "Ya begitulah kira-kira. Dan kamu masih saja menyukainya?" Rio terkekeh hambar. "Nasib benar-benar buruk. Aku tahu
Bumi cuma bisa nyengir saja. "Jangan tertawa, Bum! Ini tidak lucu!" dengkus Sakha. - - Enam bulan kemudian. Ballrorm sebuah hotel dihias sedemikian rupa megahnya. Lampu, bunga, serta balon menjadi ornamen pendukung pesta pernikahan dua bersaudara itu. Dua bersaudara? Ya, mereka adalah Aryan d
Rey yang keheranan merebut lembar itu, dan responnya juga sama—membulatkan mata seakan-akan tidak percaya. "Bum, kamu serius?" tanya Rey. Melihat Sakha yang ada di sebelahnya mematung tak bergerak memantik rasa penasarannya menjadi semakin besar. Di dekatinya Bumi, lantas duduk di sisi ranjang. "B
"Mi ...." "Padahal Mimi sudah semedi di spa demi nama ini. Gangga Semesta Jadiyaksa." Bumi dan Rey saling tatap. Mereka tak menyangka nama yang disiapkan begitu indah dan jauh dari nama aktor Hollywood. "Itu artinya apa, Mi?" tanya Bumi. Penasaran dia dan sejujurnya agar tertarik. Nama itu terden
Mata Rey pun kembali terarah ke box bayi yang ada disebelahnya. "Aku bingung. Terlalu banyak nama bagus yang aku pikirkan. Dan satu pun tidak ada yang membuatku yakin. Tolong beri waktu aku untuk memikirkannya," balas Rey. Bumi pun mengiakan dengan anggukan kepala. Sekarang mata Rey kembali ke Bumi
Kebahagiaan yang didapatkan sekarang tidak bisa Bumi jabarkan. Rasanya sangat luar biasa. Setelah melalui masa kontraksi hampir sepuluh jam akhirnya sang bayi lahir dengan selamat dan sehat dengan berat 3,5 kilogram dengan proses persalinan normal. Kebahagiaannya semakin berlipat ketika mengetahui a
"Dan yang membuat aku penasaran, kenapa kamu selalu diam? Kamu seolah tidak mengenalku. Jika kamu mengatakannya mungkin kita sudah lama berteman." "Maaf, aku tidak berpikir sampai di situ. Aku hanya menolong, itu saja," balas Aryan lagi. Senyum Milea semakin mengembang. Lamat dia menatap Aryan yan
Tiga puluh menit. Satu jam. Hingga dua jam berlalu sia-sia. Semua jenis olahraga dia coba. Dari squad jump, push-up, angkat barbel sudah dicoba, hanya saja hasilnya nihil. Aryan kalah dan lelah. Lelaki bingung harus bagaimana. Tubuhnya sudah lemah tapi hasrat untuk mencumbu Milea justru semakin k
"Kamu masih muda? Apa kamu single? Kalau iya, apa kamu mau menjadikan aku istri?" "Maaf, Nona. Saya memang masih single, tapi ...." "Tidak perlu dilanjutkan. Aku hanya butuh itu sebagai awal. Jadi Tuan Jas yang tampan, persiapkan diri untuk menerimaku sebagai istri." Aryan yang baru saja selesai