Share

Bab 49 : Batal

last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-04 17:41:47

Suasana malam di kota Jakarta tidak pernah usai dari keramaian seperti ramainya jalanan yang terlihat dari balik tebalnya kaca kamar hotel. Masalah Rania akan selesai sebentar lagi tanpa perlu membawa nama Dirga. Aku dengan diriku sendiri pun bisa menyelesaikan masalah tidak peduli latar belakang para perempuan itu.

Perlahan ku langkahkan kaki melewati koridor hotel berjalan menuju lift. Rasanya benakku sudah tidak lagi bisa bersabar mendengar kalimat pembelaan dengan sedikit tekanan dan kedua alis menukik. Telinga ku mungkin akan sedikit pengar setelah ini.

Ting

Baru saja lift terbuka menampilkan wajah seorang pria yang sangat familiar bagi ku. Bibir ku terkatup erat tidak bisa berkata-kata melihat tatapan datar tanpa berusaha beranjak dari lift.

"Mas Dirga,"ucapku kaget bukan kepalang.

Tanpa perlu menjawab, Dirga meraih kartu di tangan ku seraya menarik paksa menjauh dari lift. Pria itu menarik ku memasuki salah satu kamar hotel. Baru saja aku ingin mendengar kesaksian para pere
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Munajat Perawan Tua    Bab 50 : Tamu

    Nafas ku tidak berhenti berdegup kencang menatap pemandangan di bawah sana. Entah bagaimana dengan bodohnya tidak sempat mengatur tempat duduk dan berada tepat di sebelah jendela. Keringat dingin mengucur deras membasahi pelipis ku sejak setengah jam yang lalu. "Apa ada yang membuatmu cemas, Dek?"tanya Dirga membuatku mendongak seraya menggeleng.Sepertinya kalau menyatakan pada Dirga diriku takut duduk di dekat jendela pesawat terlalu memalukan. Pria itu bahkan terbiasa melakukan manuver di angkasa seorang diri tanpa gentar. Entah bagaimana cara ku untuk tetap diam dan tertidur tanpa berpikir tengah melawan ketakutan yang mendera."Bicaralah,"ucap Dirga menggenggam tangan ku."Saya takut duduk di dekat jendela, Mas,"ucapku lirih memalingkan wajah."Saya tidak bermaksud mempermalukan dengan tingkah kekanakan. Maaf, Mas. Saya baik-baik saja,"ucapku cepat sebelum bibirnya terbuka.Dirga menghela nafas pelan disertai dengan kekehan kecil. Pria itu mengusap kepala ku sembari menunjuk ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • Munajat Perawan Tua    Bab 51 : Melipur Lara

    Temaram lampu baca membuatku tidak berhenti membaca sebuah buku di atas nakas. Entah kemana perginya Dirga hingga sekarang belum kunjung masuk ke dalam kamar. Tidak mungkin aku meninggalkannya tidur lebih dahulu. Jenuh terus menerus menunggu, perlahan ku langkahkan kaki beranjak keluar.Canda tawa renyah yang terdengar dari depan televisi membuatku segera bergabung. Rupanya kedua insan itu tengah asyik menikmati sajian drama komedi di televisi. Dirga yang melihatku segera menarik lengan bergabung bersamanya. "Pasti televisimu hanya sebagai pajangan rumah ini saja, kan,"ucap Dirga membuatku mengangguk pelan."Kenapa tidak bilang mau menonton?"tanyaku mengambil biskuit di atas meja."Rania tadi ke kamar Bunda. Tapi sedang di kamar mandi. Jadi, Rania kembali lagi,"ucap Rania membuatku mengangguk mengerti.Mataku menatap drama komedi di televisi hanya bisa menghela nafas pelan. Apa yang lucu dari tontonan ini? Atau dalam hidup ini aku terlalu serius sampai tidak pernah mengalami hal kony

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • Munajat Perawan Tua    Bab 52 : Pelangi

    Tepukan lembut di bagian pipi membuat kedua mataku lantas terbuka. Dirga masih betah memelukku pagi ini. Bibirku tersungging melihat pemandangan yang selalu menjadi mimpi bagiku tersaji di depan mata. Biasanya antara aku dan dirinya bangun masing-masing sibuk mempersiapkan hari."Saya sudah meluangkan waktu untuk berjumpa. Apakah saya bisa mengajak bertemu di hari libur nasional di Madiun?"tanya Dirga mengemukakan kembali idenya semalam.Pria itu ingin mengadakan perjumpaan keluarga untuk menghibur ku. Tapi bagiku pertemuan itu bukan hanya sebuah momen formalitas. Sejak menikah, aku belum pernah berbakti pada kedua mertua dan hanya saat itulah bisa bertemu Rania lagi. Aku dan Dirga akhirnya sepakat memberitahu Rania informasi itu tanpa perantara orang lain.Fakta memang lebih menyakitkan dari khayalan. Tetapi semua hal itu akan lebih baik dinyatakan sejak awal sebelum Rania beranjak dewasa. Perubahan emosional anak-anak ketika mendapati sesuatu yang mengerikan seperti itu bisa memicu

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • Munajat Perawan Tua    Bab 53 : Permintaan

    Kopi hitam di atas meja entah berapa kali sudah diganti menunjukkan betapa sulitnya problematik yang tengah dijalani. Pasca kebocoran pipa dan membutuhkan waktu lama untuk melakukan maintenance, Altezza memutuskan untuk menggunakan suplai energi sementara dari perusahaan utilitas sekitar.Tingginya kadar deposit yang terkandung pada pipa sudah membuktikan perlunya regenerasi unit demineralisasi. Sepertinya itu pun bukan kesalahan dari para operator. Melainkan kondisi alam yang semakin ekstrem memberikan perubahan dari waktu ke waktu. Alat yang dibuat manusia tidak akan mampu menangkal aktivitas itu."Izin menanggapi sekaligus bertanya. Apakah normal jika ada resin yang terlarut didalam pipa? Maksudnya kita tahu bersama seharusnya resin itu tidak terlarut kesana,"ucapku melihat hasil analisa laboratorium."Kebocoran demineralisasi. Sepertinya unit dengan kode 312-DA itu perlu diganti Pak Altezza. Mengingat beberapa waktu sebelumnya terdapat laporan serupa,"ucap beberapa suara menanggap

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-30
  • Munajat Perawan Tua    Bab 54 : Jangan Sekarang

    Gemericik air yang terdengar cukup riuh dari luar kamar membuatku bangkit. Perlahan ku hela nafas panjang menatap seisi kamar yang sudah lama tidak pernah ditempati. Setelah Anisa mendatangi ku siang ini, dia memaksa membawa pulang ke rumah. Padahal besok aku pun harus kembali bekerja. Pintu kamar ku terbuka menampilkan sosoknya dengan perut buncit segera menutup pintu rapat. Tidak lama lagi aku akan mendapatkan seorang keponakan baru. Perempuan itu menatapku lekat seolah sedang berusaha memberikan pengertian. Sebenarnya aku pun tidak mengerti mengapa dirinya memaksa ku pulang. Di rumah ini semuanya baik-baik saja."Apa kamu tahu beberapa hari kemarin ada perempuan yang mengaku ibu kandung Rania datang kemari. Beruntungnya Rania masih ditempatmu dan Ibu sudah berusaha menghubungimu sebelumnya. Sepertinya kamu sedang sibuk dan begitulah alasan mengapa aku dan Mas Dyo membawamu pulang,"ucap Anisa membuatku menghela nafas panjang."Hilang satu masalah muncul masalah lain. Perempuan itu

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-30
  • Munajat Perawan Tua    Bab 55 : Pilihan

    Denting jam dinding ku sudah menunjukkan memasuki pertengahan malam. Selepas perbincangan hangat seperti biasa, aku merasa semakin ingin mempertahankan janin di rahim ku. Lagipula aku pun tidak punya alasan untuk menggugurkan bayi tidak bersalah itu. Seharusnya aku berpikir dahulu setiap bertindak dan semuanya kini sudah terjadi.Tidak ada yang perlu disesali.Aku tidak hamil diluar pernikahan dan suami ku bukanlah suami orang lain. Tetapi didikan terhadap janin ku harus dimulai sejak dirinya masih dalam kandungan. Memikirkan itu kembali menimbulkan rasa kasihan dan enggan mengandung. Aku berada dalam rasa yang dipenuhi dilema. Perasaan baru ada sebuah janin yang tumbuh masih menimbulkan kekhawatiran tersendiri.Bahaya paparan bahan kimia yang mengancam janin ku selama masih bekerja di Pupuk Anumerta menjadi polemik baru. Aku tidak punya pilihan lagi selain harus menerima tawaran Ardhito berpindah ke Pupuk Indonesia. Sekalipun beban pekerjaan ku semakin besar, aku pikir inilah saatnya

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-30
  • Munajat Perawan Tua    Bab 56 : Insting Calon Ayah

    Suara merdu lantunan ayat suci Al Qur'an masih menghiasi rumah sejak bada Isya cukup mengisi keheningan rumah. Sejenak ku rebahkan punggung ku di atas kursi sofa ruang tengah. Aku sudah banyak membaca artikel selama seharian ini hingga membuatku muak. Terlalu banyak hal yang mengubah tata hidup ku selama hamil. Belum lagi semua orang menjadi begitu perhatian membuatku seperti penderita penyakit berat stadium akhir saja.Bahkan Celine sampai datang ke rumah untuk membantu menyiapkan perlengkapan untuk ke luar kota sekaligus mengantarkan menuju bandara. Sama halnya dengan Ardhito yang memberikan jawaban sama untuk mengambil tugas sementara di Pupuk Indonesia menghindari paparan bahan kimia. Sekaligus proses pemindahan selama di Pupuk Indonesia.Yah.Pada akhirnya aku pun tidak punya pilihan. Hidup di pabrik dengan kebisingan sepanjang hari khawatir akan membahayakan kesehatan janin. Altezza juga tidak ingin diriku menghabiskan waktu kehamilan sendirian memaksa untuk kembali ke Jakarta.

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-15
  • Munajat Perawan Tua    Bab 57 : Independent Mother

    Senyuman lebar Dirga masih belum mengendur sejak semalam. Berbeda dengan Bunda tidak hentinya mengomeli ku karena terlambat memberitahu. Azhara yang datang dengan perut buncit nya pagi ini turut mengucapkan selamat membuatku merasa ngeri. Masalahnya perempuan itu menjadi cukup pemarah. Entah berapa kali dirinya mengomeli Aditya."Kamu tuh harus mengurangi emosi, euy. Coba bicarakan baik-baik,"ucapku membuatnya menggeleng tidak setuju."Tidak bisa. Mas Aditya itu suka mengundang emosi, Git. Kamu tahu kemarin itu ku bilang suruh ambilkan jemuran malah dimasukkan ke dalam keranjang baju kotor. Belum lagi waktu diajak konsultasi ke dokter malah sibuk berbincang sampai akhirnya antreannya kelewatan,"ucap Azhara menggebu membuatku terdiam."Tetap saja kalau melahirkan kamu perlu dia disisinya. Dia masih bingung cara menjadi calon Ayah. Berbeda dengan Mas Dirga,"ucapku menjelaskan.Azhara hanya menghela nafas lelah menatap dua orang pria yang sedang berbincang di luar. Keduanya memang berbed

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-15

Bab terbaru

  • Munajat Perawan Tua    Epilog

    Suara tangisan bayi bersahutan dengan lirihnya suara tangis seorang perempuan mengisi sebuah kamar bersalin. Di hari selasa minggu kedua bulan Juni, seorang bayi laki-laki lahir ke dunia secara normal. Perempuan itu masih tersedu beberapa saat bayinya lahir ke dunia. Sementara si jabang bayi segera di adzani ayah mertuanya.Tangisannya masih terdengar hingga perempuan itu dibersihkan dari darah yang berceceran. Beberapa perawat yang membantu persalinan tampak keheranan. Pasalnya dia masih menangis hingga proses persalinan usai. Bahkan belum memasuki proses menjahit bekas persalinan. Ibu mertua yang baru tiba bersama suaminya segera melangkah masuk mencium kening menantunya menenangkan."Sabar ya, Nduk. Rasanya memang perih setelah melahirkan,"ucap Shafiya memeluknya menenangkan."Bun, Mas Dirga belum sampai ya?".Sontak ibu mertuanya mendongak menatapnya lekat sebelum tersenyum kecil. Sepertinya dia bukan menangis hanya untuk menangisi rasa pedihnya. Dia menangis pun karena merindukan

  • Munajat Perawan Tua    Bab 71 : Koyo Jogja Istimewa

    Suara minyak yang meletup-letup semenjak tadi Subuh memberikan perhatian sendiri untuk ku. Sosok perempuan paruh baya itu menyiapkan sarapan di dini hari untuk seisi rumah. Termasuk menyeduh susu untuk ku dan Rania. Perempuan itu lantas menoleh sebelum bibir ku sempat berbicara. "Kok sudah bangun. Istirahat saja yang cukup, Nduk,"ucap Bunda membuatku tersenyum kecil."Kenapa Bunda repot-repot?"tanyaku."Ini nggak merepotkan. Dulu Bunda harus selalu bangun pagi buat menyiapkan sarapan Mas Dirga, Mas Dewa dan Mas Dipta sebelum berangkat ke kantor. Ayahmu itu terlalu nol besar untuk pengalaman memasak. Kata Dirga, kamu masih sering nangis sebelum tidur. Apa ada yang rese di asrama?"tanya Bunda membuatku mendongak.Lantas aku hanya tersenyum tipis seraya menggeleng. Siapa yang berani mengganggu istri komandannya? Aku hanya menangis karena semua yang ada di pikiran ku sendiri. Belakangan angan ku menjadi liar membayangkan kejadian buruk menimpa Dirga dan membuatnya meninggalkan ku hanya b

  • Munajat Perawan Tua    Bab 70 : Bakti Ksatria

    Udara dingin kota Jakarta setelah hujan pagi ini memberikan suasana segar bagi penghuninya. Mungkin juga menyebalkan karena harus menerjang banjir. Setelah kondisi ku membaik, aku diperbolehkan pulang pagi ini. Tentu saja dengan mengirimkan surat keterangan sakit ke kantor. Sementara Dirga kini benar-benar overprotektif.Dia sudah meminta ku sarapan nasi kuning segunung. Belum lagi susu yang membuatku muak. Sekarang segala jenis buah-buahan ini. Belum lagi sayur yang sudah menunggu untuk makan siang. Sepertinya dia ingin membuatku kekenyangan hingga tidak bisa bergerak. Baru saja dibicarakan, pria itu sudah menelfon ku. Apa dia tidak punya pekerjaan lain yang bisa dilakukan?"Tumben telfon,"ucapku."Kamu kan biasanya sibuk kerja di jam segini, Dek. Kamu nggak ada keinginan makan apa gitu?"tanya Dirga."Cukup. Aku sudah bingung bagaimana cara menghabiskan semua makanan ini,"ucapku membuatnya tergelak."Ya sudah. Saya sudah menyediakan berbagai keperluan untuk mengisi waktumu. Coba buka

  • Munajat Perawan Tua    Bab 69 : Menata Rumah

    Cinta itu memang tidak memandang pada siapa dirinya akan hadir dan menyapa. Mungkin itulah kalimat yang sering kita dengar selama ini. Setelah badai menerpa dan aroma tidak sedap akibat gagalnya perjodohan karena ku, aku mengambil alih segalanya. Aku tidak bisa mencegah Sarah setelah diriku sendiri jatuh pada laki-laki yang usianya terpaut jauh dari ku.Dirga berpikir, aku pasti mengalami tekanan batin setelah semua mulut berbicara. Sayangnya, mental ku sudah kuat semenjak bekerja di pabrik bertahun-tahun. Aku sudah terbiasa menghadapi berbagai ucapan ketus manusia saat di pabrik dahulu. Itu tidak membuatku lantas kuyu dan kehilangan arah. Kalimat mereka hanya komentar atas segala tindak tanduk. Hanya saja Dirga tidak tahu hal itu dan terus khawatir. Pria itu pula yang diam-diam meminta kekasih Sarah untuk datang ke kota ini beberapa hari lebih cepat. Dia tidak mau membuatku semakin terasing di dalam keluarga. Tapi aku pun tidak mau jika ada yang mengalami badai kedua seperti Dirga.

  • Munajat Perawan Tua    Bab 68 : Merenda Asmara

    Rintik hujan mengguyur kota Jakarta hari ini membuatku berharap tidak menimbulkan banjir. Pasalnya Dirga tengah ke pasar bersama dengan Rania. Mataku melirik tanaman yang tumbuh subur di samping rumah. Tanaman yang Dirga katakan hanya mekar sesekali itu memang tidak kunjung berbunga.Sama halnya seperti tandusnya perasaan Nanda yang harus menerima kenyataan calon istrinya memang tidak akan siap menikah dengannya. Pria itu mengerti bahwa memang dia hanya dijadikan pelampiasan semata untuk keinginan orang tuanya. Hanya saja rasa yang sudah terlanjur bermekaran itu harus berguguran sebelum waktunya.Keluarganya pun mengerti dengan baik penjelasan baik dari Nanda maupun Dirga. Lantas meminta pria itu menikah sesuka hatinya saat dia pun telah siap dan cocok dengan seorang perempuan. Mungkin di mata orang lain aku terlihat seperti perusak hubungan. Nyatanya untuk apa hubungan semu itu harus bersemi. Aku tidak rela Nanda harus menjalani seperti yang Dirga rasakan saat itu.Di sisi lain, aku

  • Munajat Perawan Tua    Bab 67 : Rumah baru

    Setiap tempat punya ciri khas.Aku pikir kalimat itu memang benar-benar nyata. Berbeda dengan Pupuk Anumerta yang seringkali memunculkan obrolan ringan di sela jam istirahat. Sepanjang hari aku hanya menghabiskan waktu menyimpan suara tanpa mengungkapkan sedikit pun. Semua orang di tempat ini lebih individualis dibandingkan di Pupuk Anumerta.Ingin sekali aku bercerita pada Dirga tentang sunyinya suasana baru ku setiap kali dia menghubungi menanyakan bagaimana kantor baru. Sayangnya pria itu akan menjadi jauh lebih khawatir. Sepertinya aku hanya kurang terbiasa dan membaur dengan mereka saja. Suasana makan siang kali ini terasa sedikit lebih sepi. "Mbak, karyawan baru dari Pupuk Anumerta?".Pertanyaan itu membuatku mendongak menatap seorang gadis membawa makan siangnya seraya tersenyum lebar. Gadis muda itu terlihat begitu ramah membuatku lantas tersenyum hangat. Dia mungkin menjadi orang pertama yang mengajak ku berbicara sepanjang berada di departemen."Saya juga karyawan baru, Mba

  • Munajat Perawan Tua    Bab 66 : Tekad Gita

    Suasana begitu riuh ketika berhenti di depan rumah dinas Dirga membuatku menoleh heran. Pria itu tidak banyak berkomentar segera menarik tangan ku mengajak turun. Sontak riuh terompet hingga confetti yang berhamburan begitu melangkah masuk membuatku tersenyum lebar."Selamat datang kembali, Bu Dirga. Saya turut berduka cita untuk kondisi yang menimpa Ibu. Semoga Allah memberikan ketabahan dan keikhlasan,"ucap Bu Chandra memelukku hangat."Maaf sudah banyak merepotkanmu, Mbak,"ucapku tidak enak hati."Akh, tidak usah merendah begitu. Biasanya Bu Dirga juga sudah menyiapkan anggota. Saya cuman mengawasi saja. Ya ampun Rania sudah besar,"ucapnya menatap gadis di belakang ku.Di antara banyaknya orang, aku menemukan Azhara berada di barisan paling belakang membuatku segera beranjak mendekat. Aturan di militer membuat segala hal diurutkan berdasarkan tingkat jabatan. Padahal aku sudah sering mengatakan untuk meniadakan hal tersebut untuk kehidupan sehari-hari. Sejatinya pangkat ini hanyala

  • Munajat Perawan Tua    Bab 65 : Kembali ke Jakarta

    Helaan nafas untuk ke sekian kalinya terdengar lirih di kedua telinga. Berkas pemindahan tugas pun telah tercecer di atas meja selepas perbincangan panjang kami. Belum lagi beberapa buah tisu di keranjang sampah turut melengkapi sajian malam. Tidak cukup sampai disitu, berbagai dokumen Rania tumpah ruah di atas meja. Dirga memejamkan mata seraya mengusap wajahnya kasar membiarkan kepalanya dingin terlebih dahulu. Sedangkan aku hanya diam memandangi berbagai berkas di atas meja. Rania tidak berani berkutik memilih bergelayut di lengan ku. Nova kurang ajar itu malah membeberkan perkara kondisi kehamilan yang ku jalani."Rania. Kamu kembalilah ke kamarmu dulu. Ayah mau berbicara dengan Bunda,"ucap Dirga membuatku menatap nanar Rania."Bunda tidak bersalah, Ayah,"ucap Rania perlahan beranjak seraya menutup pintu. Belum saja aku membuka suara, Dirga memberikan kelima jarinya menahan ku. Dia tidak sedang ingin mendengar penjelasan dari ku sedikitpun. Pria itu mengambil berkas pemeriksaan

  • Munajat Perawan Tua    Bab 64 : Berbenah

    Pov DirgaKehilangan anak bukanlah sesuatu duka biasa. Sepertinya dengan kalimat itu bisa menggambarkan bagaimana perasaan ku saat ini. Beberapa saat setelah mendarat di Halim Perdanakusuma dengan segala rangkaian penyambutan dan perayaan, Azhara mendatangi rumah ku. Tidak cukup disitu, perempuan itu pun didampingi sang suami menyatakan kabar duka. Rama dan Bunda pun tidak luput menceritakan pada ku tentang kabar itu.Semua orang seolah berusaha memberitahu ku untuk tidak mengatakan sesuatu yang menyakitkan pada Gita. Padahal tanpa semua kalimat itu pun aku tahu, dia lah yang paling terluka. Lagipula aku hanya sedih bukannya kecewa. Aku tidak kecewa padanya atas kejadian ini. Justru aku kecewa dengan diriku sendiri. Entah bagaimana dia memandang ku hingga enggan menceritakan berita duka ini.Apakah dia segan atau hanya tidak ingin mengganggu?Pertanyaan itu seolah berputar mencari jawaban. Kita berdua adalah sepasang suami istri. Tetapi mengapa saling canggung untuk bercerita seolah

DMCA.com Protection Status