Setelah mengatakan itu, Liana berhenti selama beberapa detik, lalu berbalik dan pergi saat dia melihat dia diam saja.Peluit tajam terdengar di belakangnya, Liana mengerutkan kening dan berjalan maju lebih cepat.Setelah beberapa saat, mobil Hamdan mengikuti dan berhenti sedikit di depannya. Pintu mobil terbuka, dan Hamdan keluar dari mobil, lalu berjalan menuju Liana.Dia menghalangi jalan Liana dan menatap wajah kecilnya yang keras kepala, "Masuklah ke dalam mobil!"Saat itu masih pagi, dan orang-orang datang dan turun ke bawah di asrama. Tidak baik dua orang berdiri seperti ini. Liana menahan amarahnya dan bertanya, "Ada apa?""Aku mau tanya sesuatu!""Kalau ada sesuatu yang tidak bisa kutanyakan di sini, apakah harus masuk ke dalam mobil untuk menanyakannya?"Hamdan tercekik oleh jawabannya, dan berhenti memaksanya masuk ke dalam mobil. Dia menatap matanya dan bertanya, "Apa dia bermalam di sini tadi malam?"Liana tercengang, dan tentu saja dia tahu bahwa dia sedang berbicara tenta
Saat Liana melihatnya, dia tanpa sadar mundur dua langkah dan menatapnya sebelum berkata, "Kamu ....""Aku bermain basket semalaman." Juwan memukul bola dua kali dan tersenyum. Ada perasaan senang dan kesakitan di keringatnya yang bercucuran itu, "Ada beberapa masalah yang nggak bisa aku pecahkan akhirnya aku selesaikan. Aku langsung melihatmu saat keluar dari lapangan basket. Aku mau menyapamu tapi malah kena marah.""Aku nggak memarahimu," kata Liana."Benarkah?""Ya."Juwan mengerutkan bibirnya. "Benar juga. Lagipula, aku nggak menyakitimu, tapi aku yang disakiti."...Juwan menatapnya dan bertanya, "Kamu mau pergi bekerja?""Ya."Dia mengeluarkan kunci mobil dari sakunya dan memutarnya dua kali di ujung jarinya, "Mau aku antar?"Liana bertanya-tanya merek mobil apa yang dia punya, karena belum pernah melihatnya. Kemudian, dia melihat Juwan berjalan langsung ke sepeda di pinggir jalan. Pertama, Juwan memasukkan bola basket ke dalam tas dan menggantungnya di samping sepeda. Lalu, dia
Mengendarai sepeda ugal-ugalan, cepat atau lambat sesuatu pasti akan terjadi.Juwan tersenyum dan berkata, "Nggak punya uang.""Sudah tahu nggak punya uang, masih saja mengendarai sepeda secepat itu? Kamu mau mati?""Haha ... Siapa yang peduli kalau aku mati?" Mata Juwan penuh dengan ketidakpedulian.Liana tertegun sejenak dan berkata, "Benar! Kalau kamu sendiri saja nggak peduli kalau kamu mati, apalagi orang lain."Juwan berhenti dan nadanya bicaranya jadi lebih lembut, "Sudah kubilang untuk pegangan erat, tapi kamu menolak. Kamu malah memelukku saat sudah meluncur dari atas.""Jangan salah paham, saat aku memelukmu, aku sedang memikirkan babi.""Pfft!" Juwan tersenyum dan wajahnya berubah jadi ceria, "Gadis kecil, apa yang kamu katakan sangat lucu!"Liana terdiam. Mereka jelas seumuran, kenapa dia berpura-pura jadi orang yang lebih tua darinya dan memanggilnya gadis kecil?"Busnya datang." Juwan mengangkat dagunya. "Hati-hati!"Liana tersenyum palsu, melihat dan masuk ke dalam bus.
Yohan tidak menjawab untuk beberapa saat, karena menurutnya, pesan teks yang dikirimkan Helena tidak terlihat seperti lelucon. Hanya saja dia tidak bisa menemukan alasan Helena untuk menyakiti Liana, dan tidak mudah baginya untuk membuat keputusan."Pak Yohan, apa kamu nggak mau percaya padaku?" Helena tampak putus asa dan sedikit lesu, "Bahkan kamu nggak mau percaya padaku ...."Helena menangis dengan sedih. Wanita tua itu melihatnya dan tidak tahan. Dia berkata, "Meski aku nggak tahu apa yang terjadi, tapi karena polisi terlibat, dan telah mengusut tuntas masalah ini. Kalau Helena benar-benar melakukan sesuatu yang salah, mereka nggak mungkin melepaskan Helena."Yohan mengangguk, "Aku yakin kali ini kamu nggak sengaja melakukannya, tapi Winda nggak boleh tinggal di perusahaan lagi."Dia selalu teliti dalam mempekerjakan orang, dan dia telah menyadari kalau Winda bukanlah orang yang baik. Kalau Helena saat itu tidak membelanya, Winda akan dipecat pada hari pertama. Setelah melakukan k
Sepulang kerja, dia membeli beberapa buah ratusan ribu di supermarket di lantai bawah perusahaan. Saat dia hendak melangkah, dia menerima telepon dari Linda."Kalo, Kakak?""Liana, apa kamu sudah pulang?""Aku baru saja pulang, kenapa?""Kakak, aku sudah memasak beberapa hidangan. Kakak iparmu nggak pulang karena ada pertemuan. Apa kamu bisa pulang untuk makan malam?" Suara Linda terdengar agak aneh, terdengar seperti memendam sesuatu.Liana tumbuh bersama kakaknya, dan dia tahu ada yang salah hanya dengan mendengar suaranya. Dia menundukkan kepalanya dan melihat buah di tangannya, "Oke, aku akan segera ke sana."Komplek perumahan kakak adalah komplek kelas menengah dengan lingkungan yang baik dan fasilitas pendukung di sekitarnya. Saat kakaknya menikah dengan Candra, dia juga membayar setengah dari kredit rumah itu. Saat itu, Liana juga berpikir kalau kakak iparnya bertanggung jawab dan pasti bisa menyediakan rumah berlindung untuk kakaknya. Tetapi, sekarang sepertinya dia dan Linda s
Liana memahami karakter kakaknya dan dia tahu kenapa hari ini kakaknya memintanya datang untuk makan bersama. Mungkin karena dia kehilangan pekerjaan, dia merasa hampa dan tidak nyaman. Lagipula, dia sudah menjalankan restoran kecil ini selama lebih dari sepuluh tahun, dan itu sudah menjadi kebiasaan kakakku. Pasti akan sulit beradaptasi kalau dia tiba-tiba kehilangannya.Namun, dalam sebuah keluarga juga banyak ditemukan ketidakberdayaan. Kehidupan baru juga sangat penting dalam sebuah keluarga. Bagaimanapun, ini adalah masalah antara suami dan istri. Liana tidak ingin terlalu ikut campur, jadi dia hanya bisa menghiburnya, "Sebenarnya nggak masalah kalau nggak bekerja. Itu adalah pengalaman dan yang diperoleh hanyalah uang dari hasil jerih payah.""Ya." Linda tersenyum dan memberinya hidangan lagi, "Makan yang banyak, sepertinya berat badanmu turun akhir-akhir ini."....Setelah makan malam, di luar sudah gelap, tetapi lampu di rumah terasa hangat. Liana membantu kakaknya membersihkan
Linda membilas mulutnya, matanya merah, "Maaf, obat ini sangat nggak enak untuk diminum, aku ....""Sudahlah. Kamu sudah memuntahkannya, aku akan membuatkannya lagi.""Candra ...." Liana ingin menghentikannya.Namun, sebelum dia bisa berkata apa-apa, dia disela oleh Candra, "Aku tahu obat ini nggak enak. Kalau kamu meminumnya dengan baik, aku nggak akan membiarkanmu menderita, tapi siapa yang suruh perutmu terasa tidak enak? Demi seorang anak, apa bisa kamu menahannya?"Setelah mengatakan itu, nggak peduli seberapa tidak nyaman Linda, dia tetap saja pergi ke dapur mengambil obat itu lagi.Linda merasa ingin muntah lagi saat dia melihat obatnya. Dia menahannya dan berkata, "Berikan aku gula. Aku akan menghilangkan rasa pahit dengan gula setelah aku meminumnya.""Dasar munafik!" Candra memasuki dapur dengan agak kesal.Linda memegang segelas obat dan untuk sesaat dia tidak tahu apakah dia merasa lebih tidak nyaman di perutnya atau di hatinya.....Liana turun dari lift dan sampai dilanta
Liana tidak tahu kalau Yohan benar-benar cemas.Saat dia menerima pesannya, dia sedang bercukur di kamar mandi. Dia baru saja selesai bercukur di setengah wajahnya. Saat Yohan melihat pesannya, dia tiba-tiba menjadi energik. Memikirkan bagaimana pagi-pagi sekali dia tertiup udara di lantai bawah, dia merasa mengetik dan mengirim pesan terlalu lambat, jadi dia langsung menelepon kembali.Mengetahui Liana ada di bawah, dia ingin segera turun untuk menjemputnya.Dia adalah orang yang paling teliti, bahkan saat bercukur, tetapi dia mencukur sisa setengahnya dengan tergesa-gesa, membilasnya dengan air, melihatnya ke kiri dan ke kanan, dan meninggalkan kamar mandi.Dia tinggal di sini bersama wanita tua itu tadi malam. Helena belum datang saat ini, tetapi wanita tua itu sudah bangun, bersandar di tempat tidur dan menonton berita dengan kacamatanya. Tiba-tiba, dari sudut matanya, dia melihat sosok keluar dari kamar mandi. Sebelum dia bisa melihat dengan jelas, sosok itu sudah sampai di pintu
Hasan mengambil pena dan memegang pergelangan tangannya dengan punggung tangan, "Apa yang kamu lakukan?"Lusi menangis, "Hasan! Kamu sudah menikah denganku selama setahun, tapi kamu belum pernah menyentuhku! Apa aku nggak boleh mencari pria lain untuk hiburan? Aku tahu kamu dipaksa menikah, tapi kita sudah menikah. Bisakah kamu menghormatiku sebagai istrimu?"Hasan menunduk, "Kenapa kamu membicarakan hal ini sekarang?"Lusi menggelengkan kepalanya, mendekat untuk memeluknya lagi, dan memohon, "Kak Hasan, aku khilaf, jadi aku melakukan hal seperti itu. Maafkan aku kali ini? Selama kamu jadi suami yang baik, aku berjanji padamu, aku nggak akan pernah keluar dan main-main lagi."Hasan mengulurkan tangan dan melepaskan tangannya, "Nggak perlu. Aku sudah membalas kebaikan keluarga Halim.""Nggak, nggak! Hutangmu pada keluarga Halim nggak akan pernah terbayar seumur hidup! Aku nggak mau bercerai! Kak Hasan, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Aku cuma nggak bisa menahannya. Aku juga seo
....Tiga hari kemudian.Liana, Yohan, Sudar dan Raisa naik ke pesawat.Hasan kembali ke kampung halamannya dan mengadakan pernikahan.Reno bergegas kembali dari tempat lain dan setelah mempelajari semuanya, dia menghela napas, "Kalian semua sangat nggak berperasaan. Kalian pergi melihat aurora dan nggak mengajakku?"Ratna berdiri di sampingnya dan berkata, "Mereka pergi melihat aurora berpasangan. Itu hal yang sangat romantis. Kenapa mereka harus mengajakmu yang jomblo? Kamu mau buat permintaan?"Reno tertawa tak berdaya, "Bu, kenapa ibu sekarang begitu padaku? Mudah buat cari menantu. Putramu memberi isyarat, mereka yang mau jadi menantumu sudah antri sangat panjang!"Ratna melambaikan tangannya, "Aku nggak mau yang lain, aku cuma mau Sinta.""....""Kalau kamu nggak bisa menikahi Sinta, kamu melajang saja seumur hidupmu.""....""Kamu sendiri saja, sebaiknya kamu sendiri saja, sendiri juga lumayan bagus.""...."Malam itu, Reno mengetahui kalau dia telah diblokir oleh Sinta.Dia men
"Nggak bisa," dia melambaikan tangannya, "Aku pusing sekali, aku nggak bisa berdiri. Aku akan tidur di sini."Sudar tidak memaksakannya. Dia menatapnya lama dan bertanya, "Bagaimana kalau aku menelepon pacarmu? Minta dia untuk menjemputmu?""Jangan!" teriak Raisa.Kata "pacar" benar-benar merupakan penghinaan besar baginya saat ini.Dia meringkuk dan bergumam pelan, "Aku nggak punya pacar lagi, aku putus ...."Suara musik terlalu keras dan Sudar tidak dapat mendengarnya.Namun, melihat bibir merah mudanya membuka dan menutup, dia penasaran dengan apa yang Raisa katakan, jadi dia berjongkok di depan sofa dan membungkuk untuk mendengarkan.Kali ini dia mendengar dengan jelas.Dia menyentuh wajah Raisa dengan jarinya dan berkata, "Putus?"Raisa setengah membuka matanya dan menatapnya terluka, "Ya."Sudar mengangkat alisnya, "Kenapa?""..." Raisa mengerucutkan bibirnya, tidak mau mengatakan apa pun.Sudar tersenyum dan berkata, "Kamu putus dengannya dan membuat dirimu seperti ini, nggak se
Bar itu dikelola oleh dua bawahannya, dan kebetulan mereka berdua juga mengenal Raisa.Mereka berdua memperhatikan Raisa sejak dia masuk dan mengamatinya.Raisa memesan dua gelas anggur, duduk di bilik, dan mulai minum.Seorang pria di dekatnya datang untuk memulai percakapan, tetapi dia memarahinya.Mengutuk dan mengumpat, dan dia mulai menangis lagi.Melihat ada yang tidak beres, kedua pria itu segera menelepon Sudar.....Sepuluh menit berlalu. Liana dan Yohan sedang duduk di dalam mobil, tetapi Raisa tidak keluar.Setelah menunggu satu menit lagi, Liana mengulurkan tangan untuk menarik pintu mobil, "Nggak bisa, aku harus masuk dan mencari Raisa. Dia perempuan, bagaimana kalau dia diganggu?"Yohan berkata, "Aku akan menemanimu."Sebelum keduanya turun dari mobil, mereka mendengar deru sepeda motor yang melaju dari ujung jalan. Dalam waktu sepuluh detik, sebuah sepeda motor berwarna hitam menerobos angin. Seperti kilat hitam, dan meninggalkan bayangan di malam yang kabur.Saat sampai
Raisa tumbuh dewasa dengan selalu dimanjakan oleh keluarganya, dan dia hanya pernah ditolak oleh Yohan.Semua orang di sekitarnya tahu perasaannya pada Hasan.Sekarang Hasan mau menikah dengan orang lain, ini adalah pukulan besar bagi Raisa.Tidak heran dia sangat sedih dan mendatangi mereka sambil menangis.Liana menghiburnya, "Jangan khawatir, Yohan akan menelepon dan mencari tahu apa yang terjadi. Hasan adalah bawahan Yohan, dan dia pasti akan mendengarkan Yohan."Kata-katanya sangat efektif. Setelah mendengar itu, Raisa perlahan-lahan berhenti menangis, "Tapi, Hasan pasti akan melakukan apa yang dia janjikan kepada orang lain. Apa dia benar-benar akan mendengarkan Kak Yohan?"Liana tidak bisa menjaminnya, tetapi dia ingin Yohan mencobanya.Mungkin saja ada rahasia lain.Mungkin saja Hasan bisa berubah pikiran.Mungkin saja.Sama seperti dia dan Yohan telah melalui begitu banyak hal di masa lalu, dan kesalahpahaman di tengah-tengah mereka sangat buruk, tetapi pada akhirnya semua aka
Suara di seberang telepon sangat berisik, sementara di sisi Yansen sangat sunyi.Beberapa detik kemudian, Yansen memutuskan panggilan telepon itu.Dia mematikan ponselnya dan duduk sendiri di dalam mobil.Dia menunduk, memandang bunga tujuh warna yang kini menjadi spesimen di tangannya sambil tersenyum getir.Siapa yang menyangka, segala usahanya untuk mendapatkan bunga itu pada akhirnya malah membuat Josua yang menang?Yansen menyalakan mobilnya dan melaju kencang, menuju ke tepi pantai.Dia melemparkan bunga tujuh warna yang sangat berharga itu ke laut.Setelah melihat ombak mendorong botol itu menjauh dan perlahan tenggelam ke dasar laut, barulah Yansen berbalik dan pergi....Kabar tentang Linda dan Josua yang telah kembali rujuk tersebar sampai ke Kota Rogasa.Liana dan juga keluarga Reihano, semuanya senang mendengar kabar itu.Meskipun Ratna sempat agak keberatan, bagaimanapun juga, yang paling penting adalah kebahagiaan putrinya.Selain itu, dia juga tak bisa berkomentar banyak
Yansen menyerahkan tabung berisi bunga tujuh warna itu dengan wajah sedikit memerah. "Linda, sebelum berangkat, aku membuat sebuah janji. Kalau aku bisa melihat bunga tujuh warna lagi dan berhasil membawanya kembali, aku akan menyatakan cinta kepada orang yang kusukai."Linda tertegun.Sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Yansen sudah mengeluarkan sebuah cincin berlian, lalu berlutut dengan satu kaki di hadapannya. "Linda, aku menyukaimu. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Hanya saja karena berbagai alasan, aku selalu ragu untuk mengatakannya. Apakah kamu bersedia menjadi pacarku? Apakah kamu mau menikah denganku?""...."Situasi yang tiba-tiba ini membuat Linda bingung.Entah bagaimana, beberapa orang yang lewat mulai berkumpul dan bertepuk tangan sambil bersorak, "Terima dia, terima dia, terima dia ....""Aku ...." Linda tidak ingin mempermalukan Yansen, tetapi ...."Maaf, Yansen. Aku nggak bisa menerima pernyataan cintamu."Yansen tertegun.Linda berkata, "Seb
Linda tahu bahwa Josua sedang mencoba menghiburnya. Padahal biasanya Josua sangat tahan sakit, tapi barusan dia tidak tahan lagi dan mengerang kesakitan ...."Sudahlah, cepat berbaring saja, jangan sampai lukamu terbuka lagi."Lengan Josua melingkari pinggang ramping Linda, menariknya ke dalam pelukannya dan mereka berbaring bersama di tempat tidur, "Temani aku berbaring."Karena insiden barusan, Linda tidak berani bergerak sembarangan, dan hanya berbaring diam dalam pelukan Josua.Tidak lama kemudian, keduanya tertidur....Linda merawat Josua di hotel selama dua hari, dan lukanya perlahan-lahan mulai membaik.Hari itu, ketika mereka sedang makan, seseorang datang melaporkan bahwa Yansen datang mencari Linda, dan sekarang dia sedang menunggu di lobi hotel.Linda meletakkan sendoknya, "Aku akan pergi sebentar."Saat dia baru saja bangkit, Josua langsung menarik lengannya dan berkata dengan wajah serius, "Nggak boleh pergi.""Dia mungkin ingin bicara denganku. Selain itu, saat di gunung
Potongan kain berlumuran darah dan bola kapas berserakan begitu saja di lantai, bercak-bercak darahnya hampir mengering.Linda berjalan mendekati tempat tidur, dan tiba-tiba lututnya lemas. "Bruk" Dia pun jatuh terduduk.Linda meraih tangan yang terkulai di tepi ranjang dan menggenggamnya erat. "Josua, bukankah kamu belum minta maaf padaku? Bagaimana bisa kamu pergi selamanya?"Dengan tangan gemetar, dia membuka kain yang menutupi wajah Josua yang pucat tanpa darah. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi.Linda bersandar di tepi tempat tidur, menangis tersedu-sedu dengan hati yang hancur."Josua, dasar bodoh! Kamu nggak menepati janji! Katanya kamu akan membujukku!""Aku bahkan belum sempat memaafkanmu, bagaimana bisa kamu pergi duluan?""Hidup kembali! Aku ingin kamu hidup lagi! Huhuhu ...."Linda menangis dengan sedih sekali, sama sekali tidak menyadari bahwa orang-orang yang tadi berdiri di sekitarnya telah diam-diam pergi. Sementara pria yang terbaring di tempat tidur,