Dari layar monitor, Sherina melihat Raisa datang dengan langkah terburu-buru. Sherina hanya berdiri diam di dekat pintu, juga tidak membukakan pintu untuknya.Raisa berdiri di luar pintu cukup lama. Tiba-tiba, dia menatap layar monitor yang terpasang di dinding dan berkata, "Sherina, buka pintunya untukku!"Sherina terkejut, berpikir Raisa benar-benar bisa melihatnya.Namun setelah dipikir-pikir, itu tidak mungkin. Raisa tidak punya penglihatan tembus pandang, dan di antara mereka ada pintu yang tebal, jadi tidak mungkin dia bisa melihat Sherina.Sherina berpikir bahwa Raisa pasti hanya menggertaknya!Sherina pun tetap diam, bibirnya terkatup, sementara matanya terus terpaku pada monitor.Dia tidak ingin Raisa masuk dan mengganggu kehidupannya bersama Yohan. Dia berpikir, setelah berdiri di luar beberapa saat, Raisa pasti akan pergi dengan sendirinya.Namun, Raisa berteriak, "Kalau kamu nggak buka pintu, aku akan masuk dengan paksa!"Sherina masih diam.Dia berada di dalam ruangan, jad
"...." Tidak ada respons dari dalam kamar.Raisa terus mengetuk, "Kak Yohan?"Sherina berdiri tak jauh di belakangnya, memperhatikan dengan tenang. Rasa tidak enak yang dia rasakan ketika ditolak oleh Yohan tadi, sedikit terobati ketika melihat Raisa mengalami hal yang sama."Kak Yohan? Kak Yohan?"Senyuman di sudut bibir Sherina menghilang. Dia baru saja ingin mendekati Raisa untuk menyuruhnya pergi, tetapi tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka.Yohan membuka pintu dan membiarkan Raisa masuk.Sherina menyaksikan dengan wajah yang hampir memucat karena marah.Ketika Raisa masuk ke kamar, Sherina segera melangkah cepat dan menahan pintu dengan tangannya. "Kak Yohan, aku sudah membuat sup untukmu. Apa kamu mau meminumnya sekarang?"Yohan mengernyit, "Baik. Bawakan ke sini.""Aku akan segera mengambilnya." Sherina pergi dengan penuh sukacita.Namun, saat dia kembali dengan membawa semangkuk sup, pintu kamar sudah tertutup lagi.Ketika Sherina mencoba membuka pegangan pintu, dia mendapat
Raisa terkejut sejenak, lalu tertawa marah. "Memangnya ini rumahmu? Apa hakmu melarangku datang? Sherina, apa kamu benar-benar menganggap dirimu sebagai nyonya rumah di sini?""Sekarang aku adalah satu-satunya wanita di rumah ini. Apa aku nggak bisa disebut nyonya rumah?" Sherina berkata dengan angkuh, seolah-olah itu sudah pasti.Raisa mengejek dengan senyum dingin, "Nyonya rumah yang ditolak di depan pintu?""Kamu ...." Sherina terdiam marah."Hehehe," Raisa meliriknya dengan ekspresi konyol, "Aku tetap mengatakan ini, ini adalah rumah Kak Yohan dan Liana. Kamu seorang pendatang, jadi jangan berharap bisa menjadi nyonya rumah di sini!"Sherina mengepal jarinya, "Siapa bilang aku nggak bisa? Suatu hari nanti, aku pasti akan bisa!""Haha, tidurlah yang nyenyak, di mimpimu semua bisa terjadi." Raisa meliriknya dengan penuh penghinaan sebelum pergi....Tengah malam.Di tepi jurang vila keluarga Jatmika, seberkas api kecil bergetar tertiup angin.Citra berjongkok di dekat api, memasukkan
Yang terlihat di sekelilingnya hanyalah hamparan putih bersih, dengan udara yang dipenuhi aroma cairan disinfektan medis, selang infus memanjang berliku-liku, dan cairan garam bening perlahan mengalir masuk ke dalam tubuhnya.Dia bergerak sedikit dan merasakan sakit yang hebat di bagian dadanya.Jarinya meraba, menyentuh selembar kain putih lembut.Kain perban itu melilit dadanya berulang kali. Dengan lembut dia menekannya, seolah-olah ada luka yang sangat dalam di balik perban itu.Rasanya, luka itu menembus sampai ke jantung!Seorang perawat masuk dan melihatnya terbangun. Dia terlihat senang dan berkata, "Nona, kamu sudah bangun!"Sambil berbicara, dia segera mengeluarkan walkie-talkie dari saku, menekan tombolnya dan berbicara melalui alat itu, "Cepat beri tahu Nyonya, Nona Maura sudah bangun.""Nona Maura?" Liana bingung, "Kenapa kamu memanggilku seperti itu?"Perawat itu mendekat, berdiri di samping tempat tidur, mengukur suhu tubuhnya, dan mencatat berbagai data dari alat. Sambi
Liana menutupi bagian dadanya, tidak berani memberi tekanan terlalu kuat. Karena setiap kali dia menekan sedikit saja, rasa sakit itu makin menyiksa.Rasa sakit itu bukan sekadar di permukaan, tetapi seolah-olah berasal dari dalam, menjalar keluar.Sakit!Sangat sakit!Seakan setiap sarafnya melayang di udara, bahkan saat bernapas pun terasa seperti ada udara yang menusuk tenggorokan.Mendengar kata-kata Citra, dia terkejut dan melangkah mundur, hampir kehilangan keseimbangan."Nona Maura." Perawat segera menangkapnya, "Nona Maura, hati-hati, jangan sampai terjatuh!"Liana menepis tangannya, terhuyung-huyung ke samping, lalu memegang ujung tempat tidur agar bisa berdiri dengan tegak.Citra dan perawat kecil itu memandangnya dengan cemas, tidak berani mendekat karena takut akan memicu emosinya, tapi juga khawatir dia akan terjatuh. Ekspresi mereka begitu cemas dan hati-hati, terlihat sangat tulus.Merasa jarinya agak lembap, Liana mengangkat tangannya dan melepas perban dari tangannya.
"Terima kasih." Liana melepaskan tangannya dan berlari ke arah itu.Namun, saat dia baru mengangkat kakinya, perawat di belakangnya tiba-tiba mengangkat tangan dan menyuntikkan anestesi ke leher belakang Liana."Ugh ...." Liana merasakan kesemutan yang hebat di lehernya. Ketika dia menoleh, dia hanya melihat perawat itu perlahan-lahan menyimpan jarum suntik.Tidak jauh dari situ, Citra dan seorang perawat lainnya berlari menuju ke arahnya.Bruk.Liana jatuh ke tanah, sepenuhnya kehilangan kesadaran....Kota Rogasa.Keluarga Lewis.Yohan terbangun dari tidurnya, merasa ada seseorang yang memperhatikannya.Ketika dia membuka mata, dia benar-benar bertemu dengan sepasang mata."Kak Yohan, kamu sudah bangun?" Sherina tersenyum, membungkuk untuk membantunya.Yohan menepis tangannya. Meskipun baru bangun tidur, pikirannya terasa sangat berat. Dia duduk, melipat satu kakinya, bersandar pada lututnya dan menggosok pelipisnya, "Jam berapa sekarang?""Sekarang sudah jam tiga sore.""Tiga sore .
Selain itu, obat ini selalu dibuat dan diberikan langsung oleh Sherina, dan dia harus melihat sendiri Yono meminum obat itu sebelum merasa tenang.Masih belum diketahui bagaimana kondisi Liana di sana. Jadi sekarang dia hanya bisa berakting, meminum obat itu, lalu memuntahkannya.Hanya saja karena dia tidak bisa memuntahkan semuanya, khawatir ada sedikit obat yang meresap ke dalam tubuhnya.Yohan jelas merasakan bahwa selama beberapa hari terakhir, kondisinya makin buruk. Bahkan saat menangani urusan resmi, dia kerap kehilangan konsentrasi dan melamun.Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya.Selain itu, perubahan paling jelas adalah penurunan daya ingat.Dulu, dia melakukan segalanya dengan sangat teliti. Banyak hal penting yang bisa diingatnya dengan jelas tanpa perlu diingatkan oleh Hasan.Namun, belakangan ini, dia bahkan bisa melupakan jadwal rapat pagi.Yohan membasuh wajahnya, menatap cermin dan melihat dirinya yang berantakan. Kekhawatiran tampak jelas di matanya yang hitam.Di
Sherina langsung panik, merasa apa yang dikatakan Hasan ada benarnya, jadi dia segera pergi mengambil kunci mobil dan bergegas ke rumah sakit bersama Hasan.....Setibanya di rumah sakit, Yohan dibawa ke ruang gawat darurat untuk ditangani.Hasan dan Sherina menunggu di luar.Sherina merasa gelisah dan setelah berjalan mondar-mandir beberapa langkah, akhirnya dia berkata, "Bagaimana kalau aku telepon Dokter Dion saja?"Dion pernah menegaskan, jika ada sesuatu yang terjadi pada Yohan, dia harus segera melaporkan pada pria itu.Sekarang 'kan sudah ada masalah?Seharusnya, dia melapor kepada Dion.Dengan suara pelan Hasan berkata, "Lebih baik tunggu sampai Pak Yohan keluar."Sherina menatapnya, "Dokter Dion adalah dokter pribadi Kak Yohan, nggak ada yang lebih tahu tentang kondisi Kak Yohan selain dia. Aku rasa lebih baik memanggilnya."Hasan menggeleng, "Sebelum hasil pemeriksaan Pak Yohan keluar, aku sarankan kamu jangan mengganggu Dion."Sherina terkejut dan bertanya, "Kenapa?"Belum s
Hasan mengambil pena dan memegang pergelangan tangannya dengan punggung tangan, "Apa yang kamu lakukan?"Lusi menangis, "Hasan! Kamu sudah menikah denganku selama setahun, tapi kamu belum pernah menyentuhku! Apa aku nggak boleh mencari pria lain untuk hiburan? Aku tahu kamu dipaksa menikah, tapi kita sudah menikah. Bisakah kamu menghormatiku sebagai istrimu?"Hasan menunduk, "Kenapa kamu membicarakan hal ini sekarang?"Lusi menggelengkan kepalanya, mendekat untuk memeluknya lagi, dan memohon, "Kak Hasan, aku khilaf, jadi aku melakukan hal seperti itu. Maafkan aku kali ini? Selama kamu jadi suami yang baik, aku berjanji padamu, aku nggak akan pernah keluar dan main-main lagi."Hasan mengulurkan tangan dan melepaskan tangannya, "Nggak perlu. Aku sudah membalas kebaikan keluarga Halim.""Nggak, nggak! Hutangmu pada keluarga Halim nggak akan pernah terbayar seumur hidup! Aku nggak mau bercerai! Kak Hasan, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Aku cuma nggak bisa menahannya. Aku juga seo
....Tiga hari kemudian.Liana, Yohan, Sudar dan Raisa naik ke pesawat.Hasan kembali ke kampung halamannya dan mengadakan pernikahan.Reno bergegas kembali dari tempat lain dan setelah mempelajari semuanya, dia menghela napas, "Kalian semua sangat nggak berperasaan. Kalian pergi melihat aurora dan nggak mengajakku?"Ratna berdiri di sampingnya dan berkata, "Mereka pergi melihat aurora berpasangan. Itu hal yang sangat romantis. Kenapa mereka harus mengajakmu yang jomblo? Kamu mau buat permintaan?"Reno tertawa tak berdaya, "Bu, kenapa ibu sekarang begitu padaku? Mudah buat cari menantu. Putramu memberi isyarat, mereka yang mau jadi menantumu sudah antri sangat panjang!"Ratna melambaikan tangannya, "Aku nggak mau yang lain, aku cuma mau Sinta.""....""Kalau kamu nggak bisa menikahi Sinta, kamu melajang saja seumur hidupmu.""....""Kamu sendiri saja, sebaiknya kamu sendiri saja, sendiri juga lumayan bagus.""...."Malam itu, Reno mengetahui kalau dia telah diblokir oleh Sinta.Dia men
"Nggak bisa," dia melambaikan tangannya, "Aku pusing sekali, aku nggak bisa berdiri. Aku akan tidur di sini."Sudar tidak memaksakannya. Dia menatapnya lama dan bertanya, "Bagaimana kalau aku menelepon pacarmu? Minta dia untuk menjemputmu?""Jangan!" teriak Raisa.Kata "pacar" benar-benar merupakan penghinaan besar baginya saat ini.Dia meringkuk dan bergumam pelan, "Aku nggak punya pacar lagi, aku putus ...."Suara musik terlalu keras dan Sudar tidak dapat mendengarnya.Namun, melihat bibir merah mudanya membuka dan menutup, dia penasaran dengan apa yang Raisa katakan, jadi dia berjongkok di depan sofa dan membungkuk untuk mendengarkan.Kali ini dia mendengar dengan jelas.Dia menyentuh wajah Raisa dengan jarinya dan berkata, "Putus?"Raisa setengah membuka matanya dan menatapnya terluka, "Ya."Sudar mengangkat alisnya, "Kenapa?""..." Raisa mengerucutkan bibirnya, tidak mau mengatakan apa pun.Sudar tersenyum dan berkata, "Kamu putus dengannya dan membuat dirimu seperti ini, nggak se
Bar itu dikelola oleh dua bawahannya, dan kebetulan mereka berdua juga mengenal Raisa.Mereka berdua memperhatikan Raisa sejak dia masuk dan mengamatinya.Raisa memesan dua gelas anggur, duduk di bilik, dan mulai minum.Seorang pria di dekatnya datang untuk memulai percakapan, tetapi dia memarahinya.Mengutuk dan mengumpat, dan dia mulai menangis lagi.Melihat ada yang tidak beres, kedua pria itu segera menelepon Sudar.....Sepuluh menit berlalu. Liana dan Yohan sedang duduk di dalam mobil, tetapi Raisa tidak keluar.Setelah menunggu satu menit lagi, Liana mengulurkan tangan untuk menarik pintu mobil, "Nggak bisa, aku harus masuk dan mencari Raisa. Dia perempuan, bagaimana kalau dia diganggu?"Yohan berkata, "Aku akan menemanimu."Sebelum keduanya turun dari mobil, mereka mendengar deru sepeda motor yang melaju dari ujung jalan. Dalam waktu sepuluh detik, sebuah sepeda motor berwarna hitam menerobos angin. Seperti kilat hitam, dan meninggalkan bayangan di malam yang kabur.Saat sampai
Raisa tumbuh dewasa dengan selalu dimanjakan oleh keluarganya, dan dia hanya pernah ditolak oleh Yohan.Semua orang di sekitarnya tahu perasaannya pada Hasan.Sekarang Hasan mau menikah dengan orang lain, ini adalah pukulan besar bagi Raisa.Tidak heran dia sangat sedih dan mendatangi mereka sambil menangis.Liana menghiburnya, "Jangan khawatir, Yohan akan menelepon dan mencari tahu apa yang terjadi. Hasan adalah bawahan Yohan, dan dia pasti akan mendengarkan Yohan."Kata-katanya sangat efektif. Setelah mendengar itu, Raisa perlahan-lahan berhenti menangis, "Tapi, Hasan pasti akan melakukan apa yang dia janjikan kepada orang lain. Apa dia benar-benar akan mendengarkan Kak Yohan?"Liana tidak bisa menjaminnya, tetapi dia ingin Yohan mencobanya.Mungkin saja ada rahasia lain.Mungkin saja Hasan bisa berubah pikiran.Mungkin saja.Sama seperti dia dan Yohan telah melalui begitu banyak hal di masa lalu, dan kesalahpahaman di tengah-tengah mereka sangat buruk, tetapi pada akhirnya semua aka
Suara di seberang telepon sangat berisik, sementara di sisi Yansen sangat sunyi.Beberapa detik kemudian, Yansen memutuskan panggilan telepon itu.Dia mematikan ponselnya dan duduk sendiri di dalam mobil.Dia menunduk, memandang bunga tujuh warna yang kini menjadi spesimen di tangannya sambil tersenyum getir.Siapa yang menyangka, segala usahanya untuk mendapatkan bunga itu pada akhirnya malah membuat Josua yang menang?Yansen menyalakan mobilnya dan melaju kencang, menuju ke tepi pantai.Dia melemparkan bunga tujuh warna yang sangat berharga itu ke laut.Setelah melihat ombak mendorong botol itu menjauh dan perlahan tenggelam ke dasar laut, barulah Yansen berbalik dan pergi....Kabar tentang Linda dan Josua yang telah kembali rujuk tersebar sampai ke Kota Rogasa.Liana dan juga keluarga Reihano, semuanya senang mendengar kabar itu.Meskipun Ratna sempat agak keberatan, bagaimanapun juga, yang paling penting adalah kebahagiaan putrinya.Selain itu, dia juga tak bisa berkomentar banyak
Yansen menyerahkan tabung berisi bunga tujuh warna itu dengan wajah sedikit memerah. "Linda, sebelum berangkat, aku membuat sebuah janji. Kalau aku bisa melihat bunga tujuh warna lagi dan berhasil membawanya kembali, aku akan menyatakan cinta kepada orang yang kusukai."Linda tertegun.Sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Yansen sudah mengeluarkan sebuah cincin berlian, lalu berlutut dengan satu kaki di hadapannya. "Linda, aku menyukaimu. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Hanya saja karena berbagai alasan, aku selalu ragu untuk mengatakannya. Apakah kamu bersedia menjadi pacarku? Apakah kamu mau menikah denganku?""...."Situasi yang tiba-tiba ini membuat Linda bingung.Entah bagaimana, beberapa orang yang lewat mulai berkumpul dan bertepuk tangan sambil bersorak, "Terima dia, terima dia, terima dia ....""Aku ...." Linda tidak ingin mempermalukan Yansen, tetapi ...."Maaf, Yansen. Aku nggak bisa menerima pernyataan cintamu."Yansen tertegun.Linda berkata, "Seb
Linda tahu bahwa Josua sedang mencoba menghiburnya. Padahal biasanya Josua sangat tahan sakit, tapi barusan dia tidak tahan lagi dan mengerang kesakitan ...."Sudahlah, cepat berbaring saja, jangan sampai lukamu terbuka lagi."Lengan Josua melingkari pinggang ramping Linda, menariknya ke dalam pelukannya dan mereka berbaring bersama di tempat tidur, "Temani aku berbaring."Karena insiden barusan, Linda tidak berani bergerak sembarangan, dan hanya berbaring diam dalam pelukan Josua.Tidak lama kemudian, keduanya tertidur....Linda merawat Josua di hotel selama dua hari, dan lukanya perlahan-lahan mulai membaik.Hari itu, ketika mereka sedang makan, seseorang datang melaporkan bahwa Yansen datang mencari Linda, dan sekarang dia sedang menunggu di lobi hotel.Linda meletakkan sendoknya, "Aku akan pergi sebentar."Saat dia baru saja bangkit, Josua langsung menarik lengannya dan berkata dengan wajah serius, "Nggak boleh pergi.""Dia mungkin ingin bicara denganku. Selain itu, saat di gunung
Potongan kain berlumuran darah dan bola kapas berserakan begitu saja di lantai, bercak-bercak darahnya hampir mengering.Linda berjalan mendekati tempat tidur, dan tiba-tiba lututnya lemas. "Bruk" Dia pun jatuh terduduk.Linda meraih tangan yang terkulai di tepi ranjang dan menggenggamnya erat. "Josua, bukankah kamu belum minta maaf padaku? Bagaimana bisa kamu pergi selamanya?"Dengan tangan gemetar, dia membuka kain yang menutupi wajah Josua yang pucat tanpa darah. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi.Linda bersandar di tepi tempat tidur, menangis tersedu-sedu dengan hati yang hancur."Josua, dasar bodoh! Kamu nggak menepati janji! Katanya kamu akan membujukku!""Aku bahkan belum sempat memaafkanmu, bagaimana bisa kamu pergi duluan?""Hidup kembali! Aku ingin kamu hidup lagi! Huhuhu ...."Linda menangis dengan sedih sekali, sama sekali tidak menyadari bahwa orang-orang yang tadi berdiri di sekitarnya telah diam-diam pergi. Sementara pria yang terbaring di tempat tidur,