Ruangan rapat seluruhnya sunyi senyap.Karena terlalu tenang, suara bayi kecil yang mengisap dotnya jadi terdengar begitu keras, menggema di telinga semua orang. Terasa aneh, tapi juga lucu.Yohan menunduk melihat putrinya, senyum lebarnya sulit ditahan, tatapannya seperti akan meleleh.Tiba-tiba dia menyadari sesuatu. Dia menoleh, melihat orang-orang di sekeliling dan mengerutkan dahi, "Kenapa berhenti? Lanjutkan."Semua orang terdiam.Melihat adegan ini dari luar, Liana hampir tidak bisa menahan tawa.Awalnya dia khawatir Yohan akan merasa tidak nyaman saat mengurus anak, tetapi tampaknya dia saja yang terlalu khawatir. Justru orang lain yang canggung, sementara Yohan mengurus anak dengan baik.Dia melihat para tokoh penting yang biasanya sangat angkuh dan terhormat, saat ini agak tertekan....Setelah rapat selesai, Liana mengambil anaknya.Yohan merasa tidak tenang, jadi dia meminta Hasan mengantarkan mereka pulang dengan mobil.Liana tidak menolak. Dia memberitahukan tentang perte
Liana tersenyum, "Benarkah? Aku nggak terlalu bisa melihatnya, aku selalu merasa dia lebih mirip dengan ayahnya."Saat mereka berbicara, tiba-tiba terdengar suara kucing dari ambang jendela."Meow ...."Liana menoleh dengan terkejut, "Kucing itu, sudah bisa berjalan lagi?"Kucing abu-abu itu berbaring di luar jendela dengan sangat tenang. Tampaknya tidak takut pada manusia. Bahkan ketika Liana mendekatinya, dia tetap tidak bergerak sedikit pun.Liana membuka jendela, mengangkat kucing itu dari luar. Tercium bau obat yang kuat dari tubuhnya, serta banyak perban yang membalut tubuhnya yang kecil.Liana menggendongnya dan kucing itu tidak melawan, malah dengan patuh bersandar di tangannya sambil mengeluarkan suara "meow" dua kali saat merasakan sentuhannya."Kamu benar-benar memiliki daya pemulihan yang kuat." Liana tertawa.Saat itu dia baru sadar bahwa Citra sudah lama diam, sambil menatap kucing di tangannya dengan ekspresi berpikir.Liana berkata, "Ini kucing Tuan Yono."Citra mengern
Pertanyaan ini membuat Liana merinding.Dia spontan menggelengkan kepala, "Nggak ada, kok."Namun, setelah menjawab, dia langsung merasa ada yang tidak beres. Seketika dia teringat remah roti yang ditemukan di bawah kulkas pagi tadi.Dia merasa ada yang aneh, tetapi tidak memikirkannya lebih lanjut.Pada saat ini ....Liana tiba-tiba menoleh ke arah tersebut, "Sherina?!""Ding dong! Ding dong!" Bel pintu tiba-tiba berbunyi, membuat Liana terkejut.Dia berlari membuka pintu, dan saat melihat Tuan Yono berdiri di depan pintu, dia merasa lega.Lagi pula, dia dan Citra hanya dua wanita dengan bayi. Jika ada sesuatu yang terjadi, kemampuan bertarung mereka hampir tidak ada. Mungkin jika terjadi kekacauan, dia dan Citra akan ketakutan.Bagi Liana, kehadiran Tuan Yono saat ini terasa seperti penyelamat dari langit."Apa kamu melihat kucing itu? Aku ...." Belum selesai Tuan Yono berbicara, Liana sudah menariknya masuk, cepat-cepat mengambilkan sepasang sandal dari rak sepatu untuknya, "Pakai i
Namun, hanya membayangkannya saja, Liana sudah merinding.Yono bertukar pandang dengannya sebelum mengangkat tangan untuk memutar gagang pintu. Setelah beberapa kali diputar, pintu tetap tidak bergerak.Yono berkata, "Terkunci dari dalam."Liana makin yakin bahwa Sherina ada di dalam.Dia mengernyitkan dahi, sengaja berbicara dengan keras, "Panggil polisi! Sepertinya ada pencuri di rumah ini."Yono menatapnya dan mengangguk, "Ya. Serahkan urusan profesional kepada para ahli."Setelah mereka berbicara, mereka menunggu sekitar tiga detik. Kemudian kunci pintu berbunyi "klik" dan pintu terbuka di depan mereka.Orang yang berdiri di dalam ternyata adalah Sherina!Liana melihatnya, merasa heran namun juga tidak begitu terkejut.Dia sudah menduga bahwa Sherina akan diam-diam kembali. Namun, tetap saja, benar-benar melihatnya di sini itu sangat menakutkan."Sherina, kapan kamu masuk?" Suara Liana tegas, tangannya bergetar hampir tidak terkendali.Kemarahan ada di satu sisi, tetapi lebih banya
Liana merasakan tatapan tajam yang tertuju padanya. Dia menoleh ke arah Sherina dan melihat gadis itu meneteskan air mata, dan sambil terisak dia berkata, "Kak Liana, bolehkah aku memeluk Nana sekali lagi?"Liana tidak menjawab.Sherina masih terisak, "Aku tahu aku nggak layak, tapi aku pernah merawat Nana. Aku benar-benar sayang padanya. Aku hanya ... hanya ingin mengucapkan salam perpisahan terakhir kali padanya."Saat itu, suara sirene polisi terdengar dari luar.Melihat air mata Sherina yang menetes, akhirnya Liana berkata, "Tak perlu mengucapkan salam perpisahan, Sherina. Aku hanya berharap kamu bisa jujur pada dirimu sendiri dan menjalani hidup yang lebih baik. Kamu masih muda, asalkan kamu mau berusaha dengan sungguh-sungguh, masa depanmu nggak akan seburuk itu."Liana selalu percaya bahwa kebaikan akan mendatangkan hasil yang baik. Itu adalah satu-satunya nasihat yang bisa dia berikan kepada Sherina. Apakah Sherina akan mendengarnya atau tidak, itu urusan lain.Sherina menggigi
Liana menggenggam tangan Citra dengan kuat. Melihat handuk yang dipakai untuk menahan darah sudah penuh, dia sangat panik. "Tante Citra, tolong bertahanlah. Kita segera sampai di rumah sakit! Sebentar lagi sampai!'"Suara Citra nyaris tak terdengar, seakan-akan seluruh tenaganya terkumpul hanya untuk menggenggam tangan Liana. "Liana ... Liana ....""Aku di sini. Tante Citra, aku di sini." Liana menundukkan kepala, mendekat untuk mendengarnya. Suaranya bergetar tidak terkendali, air mata juga mengalir tanpa henti. "Tante Citra, kenapa tadi kamu harus melindungiku? Apa aku pantas mendapatkan ini?""Liana ... kamu ... jangan benci padaku ...." Citra mulai tidak bisa menahan getaran seluruh tubuhnya. Suaranya terputus-putus, tetapi mulutnya terus terbuka, seolah-olah masih ingin mengatakan banyak hal.Liana menggelengkan kepala dengan kuat, "Tante Citra, bagaimana bisa aku membencimu? Justru kamu yang menyelamatkanku.""Liana ... Ibu ... nggak sengaja ... meninggalkan ... meninggalkanmu ..
Selama waktu itu, petugas medis keluar beberapa kali, setiap kali memberi tahu bahwa kondisi pasien sangat buruk, dan terakhir kali meminta keluarga menandatangani surat peringatan kritis.Liana cemas terus menerus. Lampu di atas kepalanya juga membuatnya merasa agak pusing, dia merasa seperti sedang bermimpi.Tiba-tiba, bahunya ditepuk ringan. Liana menoleh dan bertemu dengan tatapan Yono yang hangat dan penuh perhatian. Dia menyodorkan sebuah gelas plastik sekali pakai, "Minumlah sedikit air hangat."Liana mengucapkan terima kasih dengan lembut, menerimanya dan meminum beberapa teguk. Air hangat yang mengalir ke tenggorokan akhirnya menghangatkan hatinya yang dingin. Liana menjilat bibirnya dan menyerahkan gelas kosong itu kembali pada Yono, "Ada lagi?"Yono tersenyum lembut, "Ada."Dia membawa gelas itu dan pergi ke meja perawat untuk mengambil air lagi.Liana minum empat gelas air, setiap gelasnya diambilkan Yono dari meja perawat. Meskipun Liana duduk jauh dari meja perawat, dia m
"Tok tok."Terdengar suara ketukan di pintu.Kemudian pintu ruang rumah sakit terbuka, dan muncullah Yohan.Mungkin Yono telah meneleponnya, sehingga dia meninggalkan pekerjaannya dan langsung datang.Pertama-tama Yohan melihat Liana yang duduk di sofa, lalu menatap Citra yang terbaring di tempat tidur, dan bertanya pada Yono, "Bagaimana keadaannya?"Yono menjawab, "Kondisinya sudah nggak terlalu parah, nggak mengenai organ vital, hanya luka cukup dalam dan saat di perjalanan darahnya banyak terbuang. Sekarang dia masih dalam keadaan koma, dokter bilang butuh beberapa jam untuk sadar.""Hmm." Yohan mengangguk ringan, lalu berbalik menuju Liana.Liana duduk di sofa, dan dia berdiri di hadapannya. Yohan memiringkan kepalanya ke arah Liana, dan menepuk pipinya dengan lembut, "Semua sudah baik-baik saja."Saat itu, Nana yang sudah tidur sejak tadi terbangun dan menangis, mungkin karena lapar.Yono mendekat dan melihat Liana, lalu berkata, "Dia juga sangat terkejut hari ini. Sudah lama di r
Hasan mengambil pena dan memegang pergelangan tangannya dengan punggung tangan, "Apa yang kamu lakukan?"Lusi menangis, "Hasan! Kamu sudah menikah denganku selama setahun, tapi kamu belum pernah menyentuhku! Apa aku nggak boleh mencari pria lain untuk hiburan? Aku tahu kamu dipaksa menikah, tapi kita sudah menikah. Bisakah kamu menghormatiku sebagai istrimu?"Hasan menunduk, "Kenapa kamu membicarakan hal ini sekarang?"Lusi menggelengkan kepalanya, mendekat untuk memeluknya lagi, dan memohon, "Kak Hasan, aku khilaf, jadi aku melakukan hal seperti itu. Maafkan aku kali ini? Selama kamu jadi suami yang baik, aku berjanji padamu, aku nggak akan pernah keluar dan main-main lagi."Hasan mengulurkan tangan dan melepaskan tangannya, "Nggak perlu. Aku sudah membalas kebaikan keluarga Halim.""Nggak, nggak! Hutangmu pada keluarga Halim nggak akan pernah terbayar seumur hidup! Aku nggak mau bercerai! Kak Hasan, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Aku cuma nggak bisa menahannya. Aku juga seo
....Tiga hari kemudian.Liana, Yohan, Sudar dan Raisa naik ke pesawat.Hasan kembali ke kampung halamannya dan mengadakan pernikahan.Reno bergegas kembali dari tempat lain dan setelah mempelajari semuanya, dia menghela napas, "Kalian semua sangat nggak berperasaan. Kalian pergi melihat aurora dan nggak mengajakku?"Ratna berdiri di sampingnya dan berkata, "Mereka pergi melihat aurora berpasangan. Itu hal yang sangat romantis. Kenapa mereka harus mengajakmu yang jomblo? Kamu mau buat permintaan?"Reno tertawa tak berdaya, "Bu, kenapa ibu sekarang begitu padaku? Mudah buat cari menantu. Putramu memberi isyarat, mereka yang mau jadi menantumu sudah antri sangat panjang!"Ratna melambaikan tangannya, "Aku nggak mau yang lain, aku cuma mau Sinta.""....""Kalau kamu nggak bisa menikahi Sinta, kamu melajang saja seumur hidupmu.""....""Kamu sendiri saja, sebaiknya kamu sendiri saja, sendiri juga lumayan bagus.""...."Malam itu, Reno mengetahui kalau dia telah diblokir oleh Sinta.Dia men
"Nggak bisa," dia melambaikan tangannya, "Aku pusing sekali, aku nggak bisa berdiri. Aku akan tidur di sini."Sudar tidak memaksakannya. Dia menatapnya lama dan bertanya, "Bagaimana kalau aku menelepon pacarmu? Minta dia untuk menjemputmu?""Jangan!" teriak Raisa.Kata "pacar" benar-benar merupakan penghinaan besar baginya saat ini.Dia meringkuk dan bergumam pelan, "Aku nggak punya pacar lagi, aku putus ...."Suara musik terlalu keras dan Sudar tidak dapat mendengarnya.Namun, melihat bibir merah mudanya membuka dan menutup, dia penasaran dengan apa yang Raisa katakan, jadi dia berjongkok di depan sofa dan membungkuk untuk mendengarkan.Kali ini dia mendengar dengan jelas.Dia menyentuh wajah Raisa dengan jarinya dan berkata, "Putus?"Raisa setengah membuka matanya dan menatapnya terluka, "Ya."Sudar mengangkat alisnya, "Kenapa?""..." Raisa mengerucutkan bibirnya, tidak mau mengatakan apa pun.Sudar tersenyum dan berkata, "Kamu putus dengannya dan membuat dirimu seperti ini, nggak se
Bar itu dikelola oleh dua bawahannya, dan kebetulan mereka berdua juga mengenal Raisa.Mereka berdua memperhatikan Raisa sejak dia masuk dan mengamatinya.Raisa memesan dua gelas anggur, duduk di bilik, dan mulai minum.Seorang pria di dekatnya datang untuk memulai percakapan, tetapi dia memarahinya.Mengutuk dan mengumpat, dan dia mulai menangis lagi.Melihat ada yang tidak beres, kedua pria itu segera menelepon Sudar.....Sepuluh menit berlalu. Liana dan Yohan sedang duduk di dalam mobil, tetapi Raisa tidak keluar.Setelah menunggu satu menit lagi, Liana mengulurkan tangan untuk menarik pintu mobil, "Nggak bisa, aku harus masuk dan mencari Raisa. Dia perempuan, bagaimana kalau dia diganggu?"Yohan berkata, "Aku akan menemanimu."Sebelum keduanya turun dari mobil, mereka mendengar deru sepeda motor yang melaju dari ujung jalan. Dalam waktu sepuluh detik, sebuah sepeda motor berwarna hitam menerobos angin. Seperti kilat hitam, dan meninggalkan bayangan di malam yang kabur.Saat sampai
Raisa tumbuh dewasa dengan selalu dimanjakan oleh keluarganya, dan dia hanya pernah ditolak oleh Yohan.Semua orang di sekitarnya tahu perasaannya pada Hasan.Sekarang Hasan mau menikah dengan orang lain, ini adalah pukulan besar bagi Raisa.Tidak heran dia sangat sedih dan mendatangi mereka sambil menangis.Liana menghiburnya, "Jangan khawatir, Yohan akan menelepon dan mencari tahu apa yang terjadi. Hasan adalah bawahan Yohan, dan dia pasti akan mendengarkan Yohan."Kata-katanya sangat efektif. Setelah mendengar itu, Raisa perlahan-lahan berhenti menangis, "Tapi, Hasan pasti akan melakukan apa yang dia janjikan kepada orang lain. Apa dia benar-benar akan mendengarkan Kak Yohan?"Liana tidak bisa menjaminnya, tetapi dia ingin Yohan mencobanya.Mungkin saja ada rahasia lain.Mungkin saja Hasan bisa berubah pikiran.Mungkin saja.Sama seperti dia dan Yohan telah melalui begitu banyak hal di masa lalu, dan kesalahpahaman di tengah-tengah mereka sangat buruk, tetapi pada akhirnya semua aka
Suara di seberang telepon sangat berisik, sementara di sisi Yansen sangat sunyi.Beberapa detik kemudian, Yansen memutuskan panggilan telepon itu.Dia mematikan ponselnya dan duduk sendiri di dalam mobil.Dia menunduk, memandang bunga tujuh warna yang kini menjadi spesimen di tangannya sambil tersenyum getir.Siapa yang menyangka, segala usahanya untuk mendapatkan bunga itu pada akhirnya malah membuat Josua yang menang?Yansen menyalakan mobilnya dan melaju kencang, menuju ke tepi pantai.Dia melemparkan bunga tujuh warna yang sangat berharga itu ke laut.Setelah melihat ombak mendorong botol itu menjauh dan perlahan tenggelam ke dasar laut, barulah Yansen berbalik dan pergi....Kabar tentang Linda dan Josua yang telah kembali rujuk tersebar sampai ke Kota Rogasa.Liana dan juga keluarga Reihano, semuanya senang mendengar kabar itu.Meskipun Ratna sempat agak keberatan, bagaimanapun juga, yang paling penting adalah kebahagiaan putrinya.Selain itu, dia juga tak bisa berkomentar banyak
Yansen menyerahkan tabung berisi bunga tujuh warna itu dengan wajah sedikit memerah. "Linda, sebelum berangkat, aku membuat sebuah janji. Kalau aku bisa melihat bunga tujuh warna lagi dan berhasil membawanya kembali, aku akan menyatakan cinta kepada orang yang kusukai."Linda tertegun.Sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Yansen sudah mengeluarkan sebuah cincin berlian, lalu berlutut dengan satu kaki di hadapannya. "Linda, aku menyukaimu. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Hanya saja karena berbagai alasan, aku selalu ragu untuk mengatakannya. Apakah kamu bersedia menjadi pacarku? Apakah kamu mau menikah denganku?""...."Situasi yang tiba-tiba ini membuat Linda bingung.Entah bagaimana, beberapa orang yang lewat mulai berkumpul dan bertepuk tangan sambil bersorak, "Terima dia, terima dia, terima dia ....""Aku ...." Linda tidak ingin mempermalukan Yansen, tetapi ...."Maaf, Yansen. Aku nggak bisa menerima pernyataan cintamu."Yansen tertegun.Linda berkata, "Seb
Linda tahu bahwa Josua sedang mencoba menghiburnya. Padahal biasanya Josua sangat tahan sakit, tapi barusan dia tidak tahan lagi dan mengerang kesakitan ...."Sudahlah, cepat berbaring saja, jangan sampai lukamu terbuka lagi."Lengan Josua melingkari pinggang ramping Linda, menariknya ke dalam pelukannya dan mereka berbaring bersama di tempat tidur, "Temani aku berbaring."Karena insiden barusan, Linda tidak berani bergerak sembarangan, dan hanya berbaring diam dalam pelukan Josua.Tidak lama kemudian, keduanya tertidur....Linda merawat Josua di hotel selama dua hari, dan lukanya perlahan-lahan mulai membaik.Hari itu, ketika mereka sedang makan, seseorang datang melaporkan bahwa Yansen datang mencari Linda, dan sekarang dia sedang menunggu di lobi hotel.Linda meletakkan sendoknya, "Aku akan pergi sebentar."Saat dia baru saja bangkit, Josua langsung menarik lengannya dan berkata dengan wajah serius, "Nggak boleh pergi.""Dia mungkin ingin bicara denganku. Selain itu, saat di gunung
Potongan kain berlumuran darah dan bola kapas berserakan begitu saja di lantai, bercak-bercak darahnya hampir mengering.Linda berjalan mendekati tempat tidur, dan tiba-tiba lututnya lemas. "Bruk" Dia pun jatuh terduduk.Linda meraih tangan yang terkulai di tepi ranjang dan menggenggamnya erat. "Josua, bukankah kamu belum minta maaf padaku? Bagaimana bisa kamu pergi selamanya?"Dengan tangan gemetar, dia membuka kain yang menutupi wajah Josua yang pucat tanpa darah. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi.Linda bersandar di tepi tempat tidur, menangis tersedu-sedu dengan hati yang hancur."Josua, dasar bodoh! Kamu nggak menepati janji! Katanya kamu akan membujukku!""Aku bahkan belum sempat memaafkanmu, bagaimana bisa kamu pergi duluan?""Hidup kembali! Aku ingin kamu hidup lagi! Huhuhu ...."Linda menangis dengan sedih sekali, sama sekali tidak menyadari bahwa orang-orang yang tadi berdiri di sekitarnya telah diam-diam pergi. Sementara pria yang terbaring di tempat tidur,