Hotel Starlite.Bela menutup telepon, berbalik menuju tempat tidur berbentuk bundar. Kepalanya menunduk, menatap Linda yang terlelap di atasnya, lalu mengulurkan tangan. Dengan ujung kukunya yang tajam seperti pisau, perlahan dia menggores wajah Linda sambil berkata sinis, "Kak Josua ternyata suka yang seperti ini?""Tok-tok."Terdengar suara ketukan pintu. Sesaat kemudian, seorang gadis muda yang mengenakan masker masuk ke dalam. Dia membawa nampan dengan setelan piyama putih di atasnya, lalu berhenti di belakang Bela.Bela meliriknya dan berkata, "Ganti pakaiannya."Setelah mengatakan itu, dia pun pergi....Saat Josua tiba di Hotel Starlite, gadis bermasker itu sudah menunggunya di pintu.Josua langsung mengenalinya. Dia bergegas maju, dan mencengkeram lengan gadis itu. Cengkeramannya terlalu kuat hingga gadis itu gemetar kesakitan, tetapi dia hanya menggigit bibirnya tanpa berani bersuara.Gadis itu mengangkat kepala, melihat tatapan dingin Josua yang disertai pertanyaan tajam, "Di
Bela baru berhenti setelah mendengar pertanyaannya, lalu tersenyum sambil terengah-engah, "Kak Josua, bagaimana mungkin kamu bisa suka sama wanita yang begitu kuno? Dia nggak pantas untukmu!""Pantas atau nggak, itu bukan urusanmu!" Kening Josua makin mengerut karena marah. Dia sangat mengenal sifat Bela dan tahu apa yang mungkin dia lakukan. Setiap detik yang terbuang, makin berbahaya bagi Linda. "Bela, lepaskan dia, dan aku akan anggap ini nggak pernah terjadi!"Bela tertawa kecil, tetapi dia tidak menjawab Josua. Sebaliknya, dia melirik ke arah tertentu di belakang Josua dengan tatapan menantang.Josua mengikuti pandangan matanya, menuju ke arah sebuah proyektor. Di layar putih besar itu, saat ini tampak situasi di sebuah ruangan lain. Kamera mengarah langsung ke sebuah tempat tidur bundar. Melihat Linda sedang tertidur lelap di atas tempat tidur itu, mata Josua langsung memicing.Linda dipakaikan piyama putih, meski sebenarnya lebih cocok disebut pakaian dalam erotis.Modelnya itu
Melihat sosoknya yang terburu-buru, sejenak kesedihan terlihat di mata gadis itu. Meskipun begitu, dia tetap melangkah mengikutinya keluar.Dengan petunjuk dari gadis itu, Josua bisa menemukan kamar tersebut dengan cepat.Dia langsung menendang pintunya dan masuk. Kedua pria tadi sedang mengelilingi Linda, siap untuk beraksi.Josua menendang mereka satu per satu, membuat keduanya menangis kesakitan dan berguling di lantai.Sampai mereka sudah hampir tak sadarkan diri, gadis bermasker itu menahan Josua.Josua sudah sangat marah, tinjunya terkepal erat. Otot-otot tubuhnya menegang seperti baja, dan matanya penuh dengan kemarahan, membuat penampilannya sangat menakutkan.Saat gadis itu menahannya, Josua secara refleks memegang pergelangan tangannya dengan kuat.Terdengar suara "krak" yang nyaring, tulang tangan gadis itu langsung terkilir. Rasa sakit yang luar biasa membuatnya gemetar, hampir saja dia terjatuh.Josua tertegun, kemarahannya perlahan surut. Dia melepaskan pergelangan tangan
Ditinggalkan memang menyakitkan. Pada dasarnya, Liana adalah orang yang mudah cemas dan merasa tidak aman. Setelah kehilangan Nana, dia merasa lebih tidak aman dari sebelumnya. Akan tetapi, dia memahami kesulitan Yohan, jadi dia tidak pernah menuntut apa pun dari pria itu. Walaupun dalam hatinya, dia tetap berharap Yohan bisa lebih sering bersamanya."Ayo, cuci tangan dan makan," kata Yohan."Baik."Setelah Liana selesai mencuci tangan dan masuk ke ruang makan, Yohan sudah melepas celemeknya dan menuangkan jus yang sudah dibuat ke dalam gelas.Gerakannya terampil dan sangat alami, mirip seperti saat mereka pergi ke Kota Tamika dulu, ketika Yohan memasak untuknya dengan tungku sederhana."Klik." Terdengar suara jepretan kamera yang membuat Yohan menoleh.Tertangkap basah sedang mengambil foto, Liana merasa agak bersalah. Begitu melihat Yohan menoleh, dia buru-buru menurunkan ponselnya dan dengan canggung berkata, "Aku ... memotret makanannya."Yohan meletakkan jus di sebelahnya, menarik
Mobil melaju kencang menuju bandara."Sudah sampai, Pak Yohan." Sopir membuka pintu mobil dan berdiri di luar.Liana menoleh dan melihat tulisan besar di pintu masuk bandara. Dia merasa seperti sedang bermimpi, lalu menggenggam tangan Yohan dan berkata, "Tapi aku nggak membawa dokumenku!"Semua ini begitu mendadak, mereka menerima telepon saat sedang dalam perjalanan ke rumah keluarga Lewis. Jadi, seharusnya mereka kembali dulu untuk mengambil dokumen sebelum pergi ke bandara.Yohan berkata, "Aku sudah menyuruh orang untuk mengambilnya. Tiket pesawat juga sudah dipesan melalui ponsel, semuanya sudah kuatur. Kamu nggak perlu khawatir. Pergi saja dengan tenang."Segala sesuatunya telah diatur dengan baik, sehingga Liana merasa sedikit lebih tenang dan mengangguk, "Baiklah."Dengan perasaan bingung, dia mengikuti Yohan masuk ke bandara, sampai di ruang tunggu.Tidak lama kemudian, Widia masuk tergesa-gesa sambil menarik koper, "Pak Yohan, Liana."Dia membawa dokumen-dokumen dan tiket pesa
Apakah Nana benar-benar ada di Kota Limara? Kenapa bisa kebetulan di hari ini, di saat seperti ini? Kenapa rasanya tidak nyata, seperti sedang bermimpi?Pikiran Liana dipenuhi oleh berbagai pertanyaan dan ketidakpastian. Makin dipikirkan, hatinya makin gelisah, dan perasaan tidak tenang itu makin kuat."Liana? Liana?" Suara Widia terdengar dari samping.Liana tersadar.Widia sudah berdiri, "Ayo, pintu pemeriksaan tiket sudah dibuka.""Oke." Liana menjawab, lalu berdiri dan mengikuti langkahnya menuju gerbang keberangkatan.Jalur VIP tidak perlu antre, melihat pintu masuk yang makin dekat, jantung Liana berdetak kencang. Tiba-tiba dia diselimuti oleh perasaan aneh, seolah-olah pintu itu bisa memakannya, melahapnya bulat-bulat hingga tak bersisa."Liana?" Widia sudah selesai memeriksa tiket, menoleh dan melihat Liana masih berdiri terpaku di tempat dengan wajah pucat. Dia pun kembali menghampiri, "Kamu baik-baik saja?"Liana menggelengkan kepala."Periksa tiketmu," kata Widia.Liana ragu
Sherina berjalan mendekat dengan anggun, lalu berdiri di samping Yohan, tetapi matanya menatap tajam ke arah Ferdi.Ferdi hanya meliriknya sekilas, dengan ekspresi seolah-olah tidak mengenalnya, lalu dengan sengaja bertanya pada Yohan, "Aku kira di acara seperti ini, kamu akan membawa Liana, 'kan dia tunanganmu."Kalimat itu menimbulkan sedikit kegaduhan di sekeliling. Semua orang mulai berspekulasi tentang hubungan antara gadis ini dan Yohan.Yohan tetap diam.Sherina melangkah maju, mengulurkan tangannya untuk menggandeng lengan Ferdi.Namun, Ferdi menghindar dengan cepat, seperti menghindari sesuatu yang berbahaya. Dia bergerak mundur dengan waspada sambil menatap Sherina, "Apa yang kamu lakukan?"Sherina menggigit bibirnya, matanya memerah karena merasa tertekan, lalu berkata pelan, "Pak Ferdi, Anda tidak mengenali saya?""...." Ferdi mengamati gadis di depannya, dan ketika melihat wajah yang agak mirip itu, ada sedikit rasa benci di matanya. Dia tidak menjawab Sherina, tetapi meng
Kota Limara?" Reno berpikir sejenak, lalu segera paham. "Kamu sengaja menyuruhnya pergi?""Ya.""Dengan sifat Liana, kalau dia tahu kamu sengaja menjauhkannya, mungkin dia akan merasa sedih." Reno berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Tapi dalam situasi seperti ini, lebih baik dia nggak terlibat, lagi pula Ferdi juga tahu dia adalah kelemahanmu. Kalau dia ada di sini, kamu malah akan sulit bergerak."Yohan terdiam beberapa saat, lalu berkata, "Lebih baik dia marah padaku nanti, daripada membawanya ke dalam bahaya. Kemampuanku terbatas, aku hanya bisa melindunginya sebisa mungkin."Ketika mereka sedang berbicara, asisten datang mendekat, berbisik pada Yohan, "Pak Yohan, sesuai perintah Anda, saya sudah menunggu Nona Sherina di pintu belakang. Tapi dia nggak keluar juga. Saya sudah mencari di sekitar, tapi tetap nggak menemukan Nona Sherina."Yohan tersenyum tipis, "Ikan sudah terpancing."Reno juga mendengarnya, tetapi tanpa banyak bicara, dia hanya menatap asisten di samping Yohan, lalu
Hasan mengambil pena dan memegang pergelangan tangannya dengan punggung tangan, "Apa yang kamu lakukan?"Lusi menangis, "Hasan! Kamu sudah menikah denganku selama setahun, tapi kamu belum pernah menyentuhku! Apa aku nggak boleh mencari pria lain untuk hiburan? Aku tahu kamu dipaksa menikah, tapi kita sudah menikah. Bisakah kamu menghormatiku sebagai istrimu?"Hasan menunduk, "Kenapa kamu membicarakan hal ini sekarang?"Lusi menggelengkan kepalanya, mendekat untuk memeluknya lagi, dan memohon, "Kak Hasan, aku khilaf, jadi aku melakukan hal seperti itu. Maafkan aku kali ini? Selama kamu jadi suami yang baik, aku berjanji padamu, aku nggak akan pernah keluar dan main-main lagi."Hasan mengulurkan tangan dan melepaskan tangannya, "Nggak perlu. Aku sudah membalas kebaikan keluarga Halim.""Nggak, nggak! Hutangmu pada keluarga Halim nggak akan pernah terbayar seumur hidup! Aku nggak mau bercerai! Kak Hasan, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Aku cuma nggak bisa menahannya. Aku juga seo
....Tiga hari kemudian.Liana, Yohan, Sudar dan Raisa naik ke pesawat.Hasan kembali ke kampung halamannya dan mengadakan pernikahan.Reno bergegas kembali dari tempat lain dan setelah mempelajari semuanya, dia menghela napas, "Kalian semua sangat nggak berperasaan. Kalian pergi melihat aurora dan nggak mengajakku?"Ratna berdiri di sampingnya dan berkata, "Mereka pergi melihat aurora berpasangan. Itu hal yang sangat romantis. Kenapa mereka harus mengajakmu yang jomblo? Kamu mau buat permintaan?"Reno tertawa tak berdaya, "Bu, kenapa ibu sekarang begitu padaku? Mudah buat cari menantu. Putramu memberi isyarat, mereka yang mau jadi menantumu sudah antri sangat panjang!"Ratna melambaikan tangannya, "Aku nggak mau yang lain, aku cuma mau Sinta.""....""Kalau kamu nggak bisa menikahi Sinta, kamu melajang saja seumur hidupmu.""....""Kamu sendiri saja, sebaiknya kamu sendiri saja, sendiri juga lumayan bagus.""...."Malam itu, Reno mengetahui kalau dia telah diblokir oleh Sinta.Dia men
"Nggak bisa," dia melambaikan tangannya, "Aku pusing sekali, aku nggak bisa berdiri. Aku akan tidur di sini."Sudar tidak memaksakannya. Dia menatapnya lama dan bertanya, "Bagaimana kalau aku menelepon pacarmu? Minta dia untuk menjemputmu?""Jangan!" teriak Raisa.Kata "pacar" benar-benar merupakan penghinaan besar baginya saat ini.Dia meringkuk dan bergumam pelan, "Aku nggak punya pacar lagi, aku putus ...."Suara musik terlalu keras dan Sudar tidak dapat mendengarnya.Namun, melihat bibir merah mudanya membuka dan menutup, dia penasaran dengan apa yang Raisa katakan, jadi dia berjongkok di depan sofa dan membungkuk untuk mendengarkan.Kali ini dia mendengar dengan jelas.Dia menyentuh wajah Raisa dengan jarinya dan berkata, "Putus?"Raisa setengah membuka matanya dan menatapnya terluka, "Ya."Sudar mengangkat alisnya, "Kenapa?""..." Raisa mengerucutkan bibirnya, tidak mau mengatakan apa pun.Sudar tersenyum dan berkata, "Kamu putus dengannya dan membuat dirimu seperti ini, nggak se
Bar itu dikelola oleh dua bawahannya, dan kebetulan mereka berdua juga mengenal Raisa.Mereka berdua memperhatikan Raisa sejak dia masuk dan mengamatinya.Raisa memesan dua gelas anggur, duduk di bilik, dan mulai minum.Seorang pria di dekatnya datang untuk memulai percakapan, tetapi dia memarahinya.Mengutuk dan mengumpat, dan dia mulai menangis lagi.Melihat ada yang tidak beres, kedua pria itu segera menelepon Sudar.....Sepuluh menit berlalu. Liana dan Yohan sedang duduk di dalam mobil, tetapi Raisa tidak keluar.Setelah menunggu satu menit lagi, Liana mengulurkan tangan untuk menarik pintu mobil, "Nggak bisa, aku harus masuk dan mencari Raisa. Dia perempuan, bagaimana kalau dia diganggu?"Yohan berkata, "Aku akan menemanimu."Sebelum keduanya turun dari mobil, mereka mendengar deru sepeda motor yang melaju dari ujung jalan. Dalam waktu sepuluh detik, sebuah sepeda motor berwarna hitam menerobos angin. Seperti kilat hitam, dan meninggalkan bayangan di malam yang kabur.Saat sampai
Raisa tumbuh dewasa dengan selalu dimanjakan oleh keluarganya, dan dia hanya pernah ditolak oleh Yohan.Semua orang di sekitarnya tahu perasaannya pada Hasan.Sekarang Hasan mau menikah dengan orang lain, ini adalah pukulan besar bagi Raisa.Tidak heran dia sangat sedih dan mendatangi mereka sambil menangis.Liana menghiburnya, "Jangan khawatir, Yohan akan menelepon dan mencari tahu apa yang terjadi. Hasan adalah bawahan Yohan, dan dia pasti akan mendengarkan Yohan."Kata-katanya sangat efektif. Setelah mendengar itu, Raisa perlahan-lahan berhenti menangis, "Tapi, Hasan pasti akan melakukan apa yang dia janjikan kepada orang lain. Apa dia benar-benar akan mendengarkan Kak Yohan?"Liana tidak bisa menjaminnya, tetapi dia ingin Yohan mencobanya.Mungkin saja ada rahasia lain.Mungkin saja Hasan bisa berubah pikiran.Mungkin saja.Sama seperti dia dan Yohan telah melalui begitu banyak hal di masa lalu, dan kesalahpahaman di tengah-tengah mereka sangat buruk, tetapi pada akhirnya semua aka
Suara di seberang telepon sangat berisik, sementara di sisi Yansen sangat sunyi.Beberapa detik kemudian, Yansen memutuskan panggilan telepon itu.Dia mematikan ponselnya dan duduk sendiri di dalam mobil.Dia menunduk, memandang bunga tujuh warna yang kini menjadi spesimen di tangannya sambil tersenyum getir.Siapa yang menyangka, segala usahanya untuk mendapatkan bunga itu pada akhirnya malah membuat Josua yang menang?Yansen menyalakan mobilnya dan melaju kencang, menuju ke tepi pantai.Dia melemparkan bunga tujuh warna yang sangat berharga itu ke laut.Setelah melihat ombak mendorong botol itu menjauh dan perlahan tenggelam ke dasar laut, barulah Yansen berbalik dan pergi....Kabar tentang Linda dan Josua yang telah kembali rujuk tersebar sampai ke Kota Rogasa.Liana dan juga keluarga Reihano, semuanya senang mendengar kabar itu.Meskipun Ratna sempat agak keberatan, bagaimanapun juga, yang paling penting adalah kebahagiaan putrinya.Selain itu, dia juga tak bisa berkomentar banyak
Yansen menyerahkan tabung berisi bunga tujuh warna itu dengan wajah sedikit memerah. "Linda, sebelum berangkat, aku membuat sebuah janji. Kalau aku bisa melihat bunga tujuh warna lagi dan berhasil membawanya kembali, aku akan menyatakan cinta kepada orang yang kusukai."Linda tertegun.Sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Yansen sudah mengeluarkan sebuah cincin berlian, lalu berlutut dengan satu kaki di hadapannya. "Linda, aku menyukaimu. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Hanya saja karena berbagai alasan, aku selalu ragu untuk mengatakannya. Apakah kamu bersedia menjadi pacarku? Apakah kamu mau menikah denganku?""...."Situasi yang tiba-tiba ini membuat Linda bingung.Entah bagaimana, beberapa orang yang lewat mulai berkumpul dan bertepuk tangan sambil bersorak, "Terima dia, terima dia, terima dia ....""Aku ...." Linda tidak ingin mempermalukan Yansen, tetapi ...."Maaf, Yansen. Aku nggak bisa menerima pernyataan cintamu."Yansen tertegun.Linda berkata, "Seb
Linda tahu bahwa Josua sedang mencoba menghiburnya. Padahal biasanya Josua sangat tahan sakit, tapi barusan dia tidak tahan lagi dan mengerang kesakitan ...."Sudahlah, cepat berbaring saja, jangan sampai lukamu terbuka lagi."Lengan Josua melingkari pinggang ramping Linda, menariknya ke dalam pelukannya dan mereka berbaring bersama di tempat tidur, "Temani aku berbaring."Karena insiden barusan, Linda tidak berani bergerak sembarangan, dan hanya berbaring diam dalam pelukan Josua.Tidak lama kemudian, keduanya tertidur....Linda merawat Josua di hotel selama dua hari, dan lukanya perlahan-lahan mulai membaik.Hari itu, ketika mereka sedang makan, seseorang datang melaporkan bahwa Yansen datang mencari Linda, dan sekarang dia sedang menunggu di lobi hotel.Linda meletakkan sendoknya, "Aku akan pergi sebentar."Saat dia baru saja bangkit, Josua langsung menarik lengannya dan berkata dengan wajah serius, "Nggak boleh pergi.""Dia mungkin ingin bicara denganku. Selain itu, saat di gunung
Potongan kain berlumuran darah dan bola kapas berserakan begitu saja di lantai, bercak-bercak darahnya hampir mengering.Linda berjalan mendekati tempat tidur, dan tiba-tiba lututnya lemas. "Bruk" Dia pun jatuh terduduk.Linda meraih tangan yang terkulai di tepi ranjang dan menggenggamnya erat. "Josua, bukankah kamu belum minta maaf padaku? Bagaimana bisa kamu pergi selamanya?"Dengan tangan gemetar, dia membuka kain yang menutupi wajah Josua yang pucat tanpa darah. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi.Linda bersandar di tepi tempat tidur, menangis tersedu-sedu dengan hati yang hancur."Josua, dasar bodoh! Kamu nggak menepati janji! Katanya kamu akan membujukku!""Aku bahkan belum sempat memaafkanmu, bagaimana bisa kamu pergi duluan?""Hidup kembali! Aku ingin kamu hidup lagi! Huhuhu ...."Linda menangis dengan sedih sekali, sama sekali tidak menyadari bahwa orang-orang yang tadi berdiri di sekitarnya telah diam-diam pergi. Sementara pria yang terbaring di tempat tidur,