Hera menangis tersedu-sedu, suaranya bergema di lorong.Ferdi tidak berkata apa-apa, tetapi wajahnya ikut tegang menunggu jawaban dari Liana.Bagi Liana, ini adalah kesempatan bagus."Aku punya satu syarat.""...." Ferdi tidak berkata apa-apa, hanya menatap dingin pada Liana.Awalnya Hera melihat ke arah Ferdi, tetapi Ferdi tidak melihatnya.Mereka berdua tahu apa syarat yang diinginkan Liana.Saat itu dokter datang dan mendesak, "Sudah siap belum? Kondisi pasien hampir nggak bisa bertahan lagi. Kalau terus begini, kami harus melakukan kejut listrik.""Jangan! Jangan dikejut listrik!" Hera berteriak. "Liana, apa pun yang kamu minta, aku akan setujui! Tolong selamatkan dia! Selamatkan anakku!"Liana hanya menunggu kata-kata ini. "Aku nggak minta apa-apa, aku hanya ingin anakku. Tante Hera, kita sama-sama seorang ibu, jangan tambah bebanku lagi dengan kehilangan anak.""Baik! Baik!" Hera mengangguk berulang kali. "Asal Hamdan bisa selamat, aku akan kembalikan anakmu!"Liana mengatupkan b
"Nggak ...." Hera menundukkan mata. "Aku hanya khawatir anak kita nggak mau melihat kita, takut dia malah berpikir pendek. Aku nggak bermaksud menghalangimu untuk masuk.""Benarkah?" Ferdi tetap menatapnya, setengah percaya setengah tidak....Sebelum masuk ke ruang gawat darurat, Liana dibawa ke sebuah ruangan. Dia harus mengenakan pakaian steril, topi steril, dan sarung tangan steril.Di dalam ruang gawat darurat sangat dingin, cahaya lampunya putih bersih seperti salju.Hamdan terbaring di bawah cahaya putih bersih itu. Bagian atas tubuhnya tidak ditutupi apa pun, tubuhnya penuh dengan selang. Di wajahnya terdapat noda cokelat, sulit dibedakan apakah itu darah atau warna cairan antiseptik.Di atas nampan medis di sampingnya, tampak jelas ada sebuah paku pendek. Paku itu berlumuran darah dan daging, dan masih mengeluarkan aroma darah yang menusuk.Dokter sedang berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkannya. Saat Liana melangkah masuk, dia mendengar seseorang berseru, "Detak jantung p
"Nggak!" Liana melepaskan tangan perawat. "Dia nggak boleh mati! Dia nggak boleh mati!"Dia berbalik, mengguncang tubuh Hamdan dengan kuat, sambil berteriak histeris, "Hamdan, bangun! Kamu dengar nggak!"Para dokter sudah sering melihat adegan seperti ini, mereka tidak menarik Liana, melainkan diam-diam memperhatikan, memberi ruang baginya untuk meluapkan emosinya.Di luar pintu, Hasan membantu Yohan berjalan mendekat, dan mendengarkan suara tangisan dari dalam.Hasan tertegun sejenak, lalu memandang Yohan.Wajah Yohan tetap tanpa ekspresi, namun saat Hasan mengulurkan tangan untuk membuka pintu, tiba-tiba dia mengangkat tangan, menahannya."Pak Yohan?"Yohan menggelengkan kepala tanpa bersuara.Tangisan Liana terus berlanjut selama dua menit, lalu perlahan mereda.Dia terjatuh ke lantai, memikirkan putrinya. Hatinya terasa sangat sakit.Kenapa Tuhan bermain-main dengannya? Hanya tinggal sedikit lagi! Hanya sedikit lagi dan dia bisa membawa pulang Nana ....Tiba-tiba."Bip bip.""Bip b
Mata Liana berkedip sedikit, lalu menjawab, "Ada anak laki-laki kecil tersesat dan aku membantunya mencari ibunya. Ternyata mencari ibunya memakan waktu lebih lama, dan saat aku kembali, ternyata kamu sudah pergi.""Benarkah? Mencari selama dua jam?" Suara Yohan terdengar datar, namun sulit ditebak emosinya."Ya, rumah sakitnya terlalu besar, jadi aku berputar-putar cukup lama." Liana menoleh menatap wajahnya, "Apa kata dokter? Bagaimana cara pengobatannya?"Yohan mengatupkan bibirnya, suaranya terdengar sangat berat, "Liana, kalau seumur hidupku penyakit ini nggak bisa sembuh, kalau aku buta selamanya, apa kamu akan meninggalkanku?"Kata-kata itu membuat hati Liana terasa sakit. Pelukannya pada lengan Yohan secara refleks menjadi makin erat. "Mana mungkin nggak bisa disembuhkan? Kamu hanya mengalami kebutaan akibat cahaya ledakan, mana mungkin nggak bisa sembuh?"Yohan sangat tenang, "Tapi dokter bilang begitu. Cahaya kuat itu merusak kornea, dan ini kerusakan yang nggak bisa diperbai
Liana tidak memberi tahu Yohan tentang apa yang terjadi dengan Hamdan, karena dia tidak ingin memperkeruh suasana. Apalagi, sekarang hubungan mereka dengan keluarga Lewis sangat tegang, ditambah lagi masalah patung ibu Yohan. Jika Yohan tahu bahwa Liana telah membantu Hamdan, entah apa yang akan Yohan pikirkan tentang dirinya.Sekarang dia hanya perlu menunggu dua hari lagi. Begitu Nana kembali, semuanya akan terselesaikan.Saat itu, dia bisa menjelaskan semuanya dengan baik, dan dia pikir Yohan tidak akan keberatan.Selain itu, Liana juga merasa bahwa begitu Nana kembali, Yohan juga akan bangkit lagi, tidak akan lesu seperti sekarang. Proses penyembuhan ini membutuhkan partisipasi aktif dari pasien, seperti tadi di ruang gawat darurat. Meskipun jantung Hamdan sudah berhenti, akhirnya dia berhasil diselamatkan.Segalanya mungkin terjadi.Hanya saja, sekarang mereka sedang diliputi awan kelam. Mereka sangat membutuhkan cahaya matahari yang menyinari.Dan anak perempuan mereka, Nana, ada
"Halo? Ini Liana?"Mendengar suara itu, Liana terdiam sejenak.Di seberang sana, orang itu segera berkata, "Ini aku, Widia. Ingat aku, nggak?"Liana tersadar, "Ingat ...."Hanya saja sudah lama dia tidak pergi ke Perusahaan Lewis. Orang-orang dan hal-hal di masa lalu rasanya seperti sudah sangat lama berlalu."Pak Yohan sedang menghadiri acara sosial, dia meninggalkan ponselnya di ruang VIP. Aku baru saja akan mengantarnya ketika kamu menelepon. Jangan khawatir, aku akan segera memberikannya padanya." Suara langkah kaki terdengar dari seberang, beberapa menit kemudian, telepon berpindah ke tangan orang lain. Liana masih sempat mendengar Widia berkata, "Pak Yohan, ini telepon dari Liana."Liana mendengar suara napas, dia membuka mulutnya, "Yoh ...."Baru mau mengucapkan satu kata, telepon langsung diputus.Nada sibuk terdengar di telinganya, membuat kepala Liana terasa bergetar.Dia tidak menelepon lagi, hanya duduk di sofa dengan ponsel di tangan, menunggu.Saat sendirian, waktu rasany
Namun, jika Liana masih punya perasaan pada Hamdan, lalu apa artinya Yohan?...Liana membawa semangkuk sup penawar alkohol, dan secara tidak sengaja berpapasan dengan Hasan di tangga."Bagaimana keadaannya?" tanya Liana.Hasan melihat mangkuk di tangan Liana, lalu dengan ekspresi bingung, dia menjawab, "Nggak terlalu baik."Setelah ragu sejenak, dia bertanya lagi, "Liana, sebenarnya bagaimana perasaanmu terhadap Pak Yohan?"Liana terkejut, "Apa maksudmu?"Hasan mengernyit. "Aku sebenarnya nggak paham tentang hubungan antara pria dan wanita, tapi aku sudah lama bekerja dengan Pak Yohan, dan aku tahu betapa seriusnya dia. Dia sangat tulus padamu, dan nggak ada orang lain selain kamu baginya. Liana, kamu nggak boleh mengkhianatinya atau melakukan sesuatu yang akan menyakitinya. Kalau kamu sampai melakukan itu, kalaupun Pak Yohan bisa memaafkanmu, aku nggak akan bisa!"Liana sungguh tidak paham semua yang dikatakan Hasan. Dia ingin bertanya lebih lanjut, tetapi Hasan langsung berbalik dan
Ekspresi Yohan berubah tegang. Dia menarik kembali tangannya, dan suaranya terdengar kaku, "Nggak ada."Dia menutup salepnya. "Sudah larut malam, sebaiknya kamu istirahat saja."Sambil mengatakan itu, dia berdiri dan meraba-raba menuju tangga.Liana mengikuti, "Aku akan membantumu naik ....""Nggak perlu!" Yohan merespons dengan agak kasar, sambil menepis tangannya. "Aku masih ada beberapa pekerjaan. Malam ini aku tidur di ruang kerja. Kamu tidur saja sendiri, nggak perlu menungguku.""Yohan!" Liana memanggil namanya.Namun, dia malah mempercepat langkahnya, seakan mau melarikan diri.Liana duduk sebentar di bawah, lalu mengeluarkan ponsel dan menelepon Reno."Liana? Kenapa menelepon malam-malam begini?""Reno, aku ingin tanya, apakah ada masalah dengan Perusahaan Lewis?""...." Ada keheningan sejenak di sisi lain telepon, lalu dia menjawab, "Nggak ada masalah besar, kenapa?"Liana melirik ke atas, keheningan sesaat dari Reno sudah cukup untuk menunjukkan adanya masalah. Jika tebakanny
Hasan mengambil pena dan memegang pergelangan tangannya dengan punggung tangan, "Apa yang kamu lakukan?"Lusi menangis, "Hasan! Kamu sudah menikah denganku selama setahun, tapi kamu belum pernah menyentuhku! Apa aku nggak boleh mencari pria lain untuk hiburan? Aku tahu kamu dipaksa menikah, tapi kita sudah menikah. Bisakah kamu menghormatiku sebagai istrimu?"Hasan menunduk, "Kenapa kamu membicarakan hal ini sekarang?"Lusi menggelengkan kepalanya, mendekat untuk memeluknya lagi, dan memohon, "Kak Hasan, aku khilaf, jadi aku melakukan hal seperti itu. Maafkan aku kali ini? Selama kamu jadi suami yang baik, aku berjanji padamu, aku nggak akan pernah keluar dan main-main lagi."Hasan mengulurkan tangan dan melepaskan tangannya, "Nggak perlu. Aku sudah membalas kebaikan keluarga Halim.""Nggak, nggak! Hutangmu pada keluarga Halim nggak akan pernah terbayar seumur hidup! Aku nggak mau bercerai! Kak Hasan, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Aku cuma nggak bisa menahannya. Aku juga seo
....Tiga hari kemudian.Liana, Yohan, Sudar dan Raisa naik ke pesawat.Hasan kembali ke kampung halamannya dan mengadakan pernikahan.Reno bergegas kembali dari tempat lain dan setelah mempelajari semuanya, dia menghela napas, "Kalian semua sangat nggak berperasaan. Kalian pergi melihat aurora dan nggak mengajakku?"Ratna berdiri di sampingnya dan berkata, "Mereka pergi melihat aurora berpasangan. Itu hal yang sangat romantis. Kenapa mereka harus mengajakmu yang jomblo? Kamu mau buat permintaan?"Reno tertawa tak berdaya, "Bu, kenapa ibu sekarang begitu padaku? Mudah buat cari menantu. Putramu memberi isyarat, mereka yang mau jadi menantumu sudah antri sangat panjang!"Ratna melambaikan tangannya, "Aku nggak mau yang lain, aku cuma mau Sinta.""....""Kalau kamu nggak bisa menikahi Sinta, kamu melajang saja seumur hidupmu.""....""Kamu sendiri saja, sebaiknya kamu sendiri saja, sendiri juga lumayan bagus.""...."Malam itu, Reno mengetahui kalau dia telah diblokir oleh Sinta.Dia men
"Nggak bisa," dia melambaikan tangannya, "Aku pusing sekali, aku nggak bisa berdiri. Aku akan tidur di sini."Sudar tidak memaksakannya. Dia menatapnya lama dan bertanya, "Bagaimana kalau aku menelepon pacarmu? Minta dia untuk menjemputmu?""Jangan!" teriak Raisa.Kata "pacar" benar-benar merupakan penghinaan besar baginya saat ini.Dia meringkuk dan bergumam pelan, "Aku nggak punya pacar lagi, aku putus ...."Suara musik terlalu keras dan Sudar tidak dapat mendengarnya.Namun, melihat bibir merah mudanya membuka dan menutup, dia penasaran dengan apa yang Raisa katakan, jadi dia berjongkok di depan sofa dan membungkuk untuk mendengarkan.Kali ini dia mendengar dengan jelas.Dia menyentuh wajah Raisa dengan jarinya dan berkata, "Putus?"Raisa setengah membuka matanya dan menatapnya terluka, "Ya."Sudar mengangkat alisnya, "Kenapa?""..." Raisa mengerucutkan bibirnya, tidak mau mengatakan apa pun.Sudar tersenyum dan berkata, "Kamu putus dengannya dan membuat dirimu seperti ini, nggak se
Bar itu dikelola oleh dua bawahannya, dan kebetulan mereka berdua juga mengenal Raisa.Mereka berdua memperhatikan Raisa sejak dia masuk dan mengamatinya.Raisa memesan dua gelas anggur, duduk di bilik, dan mulai minum.Seorang pria di dekatnya datang untuk memulai percakapan, tetapi dia memarahinya.Mengutuk dan mengumpat, dan dia mulai menangis lagi.Melihat ada yang tidak beres, kedua pria itu segera menelepon Sudar.....Sepuluh menit berlalu. Liana dan Yohan sedang duduk di dalam mobil, tetapi Raisa tidak keluar.Setelah menunggu satu menit lagi, Liana mengulurkan tangan untuk menarik pintu mobil, "Nggak bisa, aku harus masuk dan mencari Raisa. Dia perempuan, bagaimana kalau dia diganggu?"Yohan berkata, "Aku akan menemanimu."Sebelum keduanya turun dari mobil, mereka mendengar deru sepeda motor yang melaju dari ujung jalan. Dalam waktu sepuluh detik, sebuah sepeda motor berwarna hitam menerobos angin. Seperti kilat hitam, dan meninggalkan bayangan di malam yang kabur.Saat sampai
Raisa tumbuh dewasa dengan selalu dimanjakan oleh keluarganya, dan dia hanya pernah ditolak oleh Yohan.Semua orang di sekitarnya tahu perasaannya pada Hasan.Sekarang Hasan mau menikah dengan orang lain, ini adalah pukulan besar bagi Raisa.Tidak heran dia sangat sedih dan mendatangi mereka sambil menangis.Liana menghiburnya, "Jangan khawatir, Yohan akan menelepon dan mencari tahu apa yang terjadi. Hasan adalah bawahan Yohan, dan dia pasti akan mendengarkan Yohan."Kata-katanya sangat efektif. Setelah mendengar itu, Raisa perlahan-lahan berhenti menangis, "Tapi, Hasan pasti akan melakukan apa yang dia janjikan kepada orang lain. Apa dia benar-benar akan mendengarkan Kak Yohan?"Liana tidak bisa menjaminnya, tetapi dia ingin Yohan mencobanya.Mungkin saja ada rahasia lain.Mungkin saja Hasan bisa berubah pikiran.Mungkin saja.Sama seperti dia dan Yohan telah melalui begitu banyak hal di masa lalu, dan kesalahpahaman di tengah-tengah mereka sangat buruk, tetapi pada akhirnya semua aka
Suara di seberang telepon sangat berisik, sementara di sisi Yansen sangat sunyi.Beberapa detik kemudian, Yansen memutuskan panggilan telepon itu.Dia mematikan ponselnya dan duduk sendiri di dalam mobil.Dia menunduk, memandang bunga tujuh warna yang kini menjadi spesimen di tangannya sambil tersenyum getir.Siapa yang menyangka, segala usahanya untuk mendapatkan bunga itu pada akhirnya malah membuat Josua yang menang?Yansen menyalakan mobilnya dan melaju kencang, menuju ke tepi pantai.Dia melemparkan bunga tujuh warna yang sangat berharga itu ke laut.Setelah melihat ombak mendorong botol itu menjauh dan perlahan tenggelam ke dasar laut, barulah Yansen berbalik dan pergi....Kabar tentang Linda dan Josua yang telah kembali rujuk tersebar sampai ke Kota Rogasa.Liana dan juga keluarga Reihano, semuanya senang mendengar kabar itu.Meskipun Ratna sempat agak keberatan, bagaimanapun juga, yang paling penting adalah kebahagiaan putrinya.Selain itu, dia juga tak bisa berkomentar banyak
Yansen menyerahkan tabung berisi bunga tujuh warna itu dengan wajah sedikit memerah. "Linda, sebelum berangkat, aku membuat sebuah janji. Kalau aku bisa melihat bunga tujuh warna lagi dan berhasil membawanya kembali, aku akan menyatakan cinta kepada orang yang kusukai."Linda tertegun.Sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Yansen sudah mengeluarkan sebuah cincin berlian, lalu berlutut dengan satu kaki di hadapannya. "Linda, aku menyukaimu. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Hanya saja karena berbagai alasan, aku selalu ragu untuk mengatakannya. Apakah kamu bersedia menjadi pacarku? Apakah kamu mau menikah denganku?""...."Situasi yang tiba-tiba ini membuat Linda bingung.Entah bagaimana, beberapa orang yang lewat mulai berkumpul dan bertepuk tangan sambil bersorak, "Terima dia, terima dia, terima dia ....""Aku ...." Linda tidak ingin mempermalukan Yansen, tetapi ...."Maaf, Yansen. Aku nggak bisa menerima pernyataan cintamu."Yansen tertegun.Linda berkata, "Seb
Linda tahu bahwa Josua sedang mencoba menghiburnya. Padahal biasanya Josua sangat tahan sakit, tapi barusan dia tidak tahan lagi dan mengerang kesakitan ...."Sudahlah, cepat berbaring saja, jangan sampai lukamu terbuka lagi."Lengan Josua melingkari pinggang ramping Linda, menariknya ke dalam pelukannya dan mereka berbaring bersama di tempat tidur, "Temani aku berbaring."Karena insiden barusan, Linda tidak berani bergerak sembarangan, dan hanya berbaring diam dalam pelukan Josua.Tidak lama kemudian, keduanya tertidur....Linda merawat Josua di hotel selama dua hari, dan lukanya perlahan-lahan mulai membaik.Hari itu, ketika mereka sedang makan, seseorang datang melaporkan bahwa Yansen datang mencari Linda, dan sekarang dia sedang menunggu di lobi hotel.Linda meletakkan sendoknya, "Aku akan pergi sebentar."Saat dia baru saja bangkit, Josua langsung menarik lengannya dan berkata dengan wajah serius, "Nggak boleh pergi.""Dia mungkin ingin bicara denganku. Selain itu, saat di gunung
Potongan kain berlumuran darah dan bola kapas berserakan begitu saja di lantai, bercak-bercak darahnya hampir mengering.Linda berjalan mendekati tempat tidur, dan tiba-tiba lututnya lemas. "Bruk" Dia pun jatuh terduduk.Linda meraih tangan yang terkulai di tepi ranjang dan menggenggamnya erat. "Josua, bukankah kamu belum minta maaf padaku? Bagaimana bisa kamu pergi selamanya?"Dengan tangan gemetar, dia membuka kain yang menutupi wajah Josua yang pucat tanpa darah. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi.Linda bersandar di tepi tempat tidur, menangis tersedu-sedu dengan hati yang hancur."Josua, dasar bodoh! Kamu nggak menepati janji! Katanya kamu akan membujukku!""Aku bahkan belum sempat memaafkanmu, bagaimana bisa kamu pergi duluan?""Hidup kembali! Aku ingin kamu hidup lagi! Huhuhu ...."Linda menangis dengan sedih sekali, sama sekali tidak menyadari bahwa orang-orang yang tadi berdiri di sekitarnya telah diam-diam pergi. Sementara pria yang terbaring di tempat tidur,