"Selamat datang, Pak. Saya Nadella Paramita yang ditunjuk Pak Haria untuk menjadi sekretaris anda."
Mata Raka melebar sempurna. Pria itu tidak mengeluarkan sepatah katapun. Dia benar-benar syok dengan apa yang dilihatnya sekarang.
"Della?"
Della mengangguk cepat. Gadis itu tersenyum lebar pada Raka. "Benar, Pak. Pak Raka boleh panggil saya Della."
Raka termanggu. Saat terakhir bertemu Della, hubungan mereka tidak baik. Bahkan yang terburuk, Della melihatnya bercumbu dengan gadis lain di toilet.
Kemudian mereka hilang kontak sama sekali. Dan Raka memutuskan untuk pergi ke Bali. Saat pulang, mereka bertemu kembali namun saat ini Della sudah berubah.
Gadis yang ada di hadapannya ini, sangat berbeda dengan Della satu tahun yang lalu. Penampilannya masih sama. Wajahnya pun sama. Tapi Raka meresa dia seperti bukan Della. Raka bahkan tidak mengenali Della yang sekarang.
Memangnya sejak kapan dia mengenal Della?
Gadis itu terlihat bingung saat Raka menatapnya tanpa kedip. Della melambai di depan wajah Raka. Membuat pria itu tersadar seketika.
"Bapak baik-baik saja?" tanyanya.Raka refleks menggeleng. Namun sedetik kemudian dia mengangguk. "Y-ya. Aku baik-baik aja," ucapnya tanpa sadar.
Della terdiam sejenak. Gadis itu berdehem pelan karena merasa tak enak akan pandangan mata bosnya yang tidak teralih sedikitpun.
Dipandangi sedekat dan seintens itu oleh Raka Milan, atasannya yang seorang cassanova dan penakhluk wanita, begitu yang Della dengar dari teman-temannya, membuatnya panas dingin. Tanpa sadar gadis itu meremas jemarinya karena gugup.
"K-kamu..." Ucapan Raka terhenti saat mendengar suara pintu diketuk dari luar.
Pria yang tadi mengantarnya kesana muncul dari balik pintu.
"Maaf, Pak. Anda sudah ditunggu oleh Pak Haria dan yang lain."Raka mengangguk pelan. "Saya akan segera kesana!" ujarnya. Lalu dia kembali memandang Della.
"Kita kesana sekarang!" perintah Raka.
Dan Della langsung mengangguk. Gadis itu terus tersenyum saat berlalu dari hadapan Raka. Tentunya hal itu makin membuat Raka kebingungan.
Kenapa Della terlihat baik-baik saja disini? Sedangkan dirinya...
***
Raka bersandar lelah di kursi ruangannya. Setelah acara penyambutan selesai, dia langsung kembali ke ruangannya. Dia tidak tahan untuk berada disana terlalu lama. Sepertinya di pergi begitu lama, sampai rasanya tidak nyaman saat kembali ke kantornya sendiri.
Perlahan, Raka memejamkan mata. Ingatannya kembali berputar tentang saat di acara penyambutan tadi di aula. Pria itu tidak sekalipun melepaskan pandangan dari sekretaris barunya.
Dia sungguh merasa bingung melihat perubahan Della. Gadis itu berubah. Melihat gelagat dan sikap yang ditunjukkan Della, Raka merasa gadis itu sudah tidak lagi membencinya. Dan itu aneh.
Kalau setahun lalu Raka selalu melihat kebencian di mata gadis itu, namun tidak saat ini. Della bersikap seolah begitu senang melihat Raka.
Itu tidak wajar bagi Raka. Dia tau kesalahannya tidak mungkin bisa termaafkan oleh Della. Raka sudah banyak membuatnya terluka.
Jadi kalau gadis itu tiba-tiba bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa dengan mereka, itu benar-benar...
Raka tersentak saat mendengar suara pintu diketuk dari luar. Tak lama, orang yang menyita pikirannya masuk dengan senyuman lebar.
"Siang, Pak. Saya disuruh Pak Haria memberitahu Bapak, kalau Pak Haria menunggu Bapak untuk makan siang bersama."
Hening. Raka tidak menjawab sedikitpun.
Della mengerutkan keningnya. Gadis itu bingung melihat Raka yang hanya diam mematung sembari menatapnya.
"Pak?"
Della mendekati Raka saat tidak mendapatkan jawaban apapun darinya.
"Pak Raka?" Della menyentuh lengan Raka.
Dan saat itupula Raka memegangi tangannya. Della yang kaget langsung mundur ke belakang.
"Kenapa kamu bisa tiba-tiba ada disini?" tanya Raka.
"S-saya tadi-"
"Aku tanya kenapa kamu ada disini!"
Della mundur beberapa langkah dengan wajah ketakutan saat Raka membentaknya. Wajah Raka terlihat tegang. Della bisa merasakan aura kemarahan Raka di sekitarnya.
"Pak Haria-"
"Aku nggak tanya kenapa kamu kesini! Aku tanya kenapa kamu bisa ada disini!" teriak Raka sekali lagi.
"Maaf, Pak. Saya minta maaf kalau saya menganggu Bapak. Saya akan keluar sekarang, Pak."
Della sudah berbalik badan dan hendak melangkah keluar ruangan Raka. Namun panggilan Raka sontak membatalkan niatnya.
"Della!"
Della menoleh ke arah Raka. Wajah Raka sudah tidak setegang tadi. Pandangannya sudah agak melembut. Tentu hal itu membuat Della sedikit tenang.
"Sejak kapan kamu bekerja disini?"
"Sudah sejak enam bulan lalu, Pak."
Raka mengangguk kecil pada gadis itu. "Siapa yang merekrut kamu?"
"Pak Haria sendiri, Pak."
"Pak Haria?"
Della mengangguk. Gadis itu tersenyum kecil pada Raka. Dan itu membuat Raka langsung mengalihkan pandangannya ke samping.
Dia tidak suka melihat senyum Della yang seolah menyiratkan tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Raka benci itu.
"Pak Raka pasti kenal Verona, kan? Kakak saya itu istrinya Mas Romeo. Nah saya kenal Pak Haria juga karena beliau mertuanya Kak Ve. Dulu waktu mereka nikah, Pak Raka-"
"Aku tau itu, Della! Kamu nggak perlu jelasin tentang keluargaku!"
Della menunduk takut-takut. "Maaf, Pak. Saya nggak-"
"Dan jangan panggil aku Pak!"
"Lalu... Pak Raka mau dipanggil apa?"
Raka memandangnya lekat. "Panggil aku kayak dulu aja," ujarnya.
Della terdiam. Raut bingung terlihat jelas di wajahnya. "Kayak gimana, Pak?"
Raka mendesah pelan. Apa Della benar-benar membencinya sampai melupakan panggilan kesukaan Raka itu?
"Jangan pura-pura nggak tau!" ujar Raka ketus.
"Saya kan emang nggak tau, Pak."
Raka mendengus. "Aku tau kamu benci sama aku. Tapi nggak harus seperti ini, Dell. Aku nggak mau kita saling membalas kayak gini. Aku mau kita damai."
Pria itu menoleh pada Della dan lagi-lagi dia hanya melihat kebingungan di wajah Della.
Raka menghela nafas lelah. "Udahlah! Aku keluar dulu! Aku capek ngomong sama kamu! Lama-lama aku bisa stroke kalau ngeladenin kamu!"
Della ternganga melihat Raka berlalu keluar ruangan dengan wajah masam. Gadis itu bertanya-tanya dalam hatinya. Kenapa Raka bisa seperti itu? Padahal kan Della tidak merasa berbuat salah.
"Dasar orang aneh! Untung ganteng," gerutu Della.
***
"Kamu pulang sama siapa, Dell?"
Della maju mendekat pada Raka. "Kenapa, Pak?" tanyanya.
Raka berhenti menandatangani dokumen di depannya. Lalu berganti menoleh pada Della.
"Kamu pulang sama siapa?" tanyanya lagi.
"Oh... saya bareng sama Pak Haria."
Raka menaikkan sebelah alisnya. "Bareng sama Papaku?"
Della mengangguk-angguk.
"Emangnya kamu tinggal dimana?"
Raka kembali memeriksa dokumen yang tadi dibawa Della itu. Pekerjaan hari ini sangat banyak meski dia baru saja masuk kerja. Dan mungkin besok akan lebih banyak lagi.
Karena itu Raka ingin menyelesaikannya secepat mungkin. Agar dia bisa pulang lebih cepat dan beristirahat di rumah. Atau pergi ke club. Pikirannya perlu dijernihkan disana.
"Saya kan tinggal di rumah Pak Haria."
Raka mematung. Pulpen yang dia pegang terlepas dari tangannya.
Apalagi ini?
"Sejak kapan Della tinggal di rumah, Pa?"Haria mengernyit mendengar pertanyaan Raka. Pria tua itu bingung karena pertanyaan aneh Raka. Tumben sekali, pikirnya. Biasanya Raka tidak pernah memikirkan orang lain. Apalagi dia adalah Della, adik dari wanita yang dia cintai.Kenyataan bahwa kini Verona telah menikah dengan Romeo sangat membuat Raka terluka sampai dia kabur ke Bali selama satu tahun. Haria pikir dia tidak ingin berhubungan lagi dengan sesuatu yang menyangkut Verona. Apalagi ini adalah adiknya."Apa?" kata Haria ragu.Raka mendesah kecil. "Sejak kapan Della tinggal di rumah kita?" ulangnya menahan jengkel. Dia sudah sangat penasaran. Tapi papanya tak kunjung memberikan jawaban."Kenapa kamu tanya itu?" kata Haria."Kenapa emangnya? Nggak boleh aku nanya gitu?"Haria terkikik mendengar nada suara ketus putra bungsunya. Dia yakin saat ini wajah Rak
Della melangkah cepat ke dalam sebuah club. Gadis itu mengabaikan tatapan bingung bercampur heran orang-orang yang sedang berada disana. Iyalah, jelas saja mereka terheran. Tidak pernah ada seorang gadis berpakaian piyama masuk ke dalam sebuah club malam bukan?Gadis itu berjalan mengikuti seorang pria bertubuh besar yang berjalan di depannya. Dialah yang tadi menghubungi Della. "Mas Raka ada di dalam," ujarnya.Della mengangguk pelan. Setelah mengucapkan terima kasih, gadis itu pun bergegas masuk ke sebuah ruangan VVIP dimana Raka berada."Pak Raka...." ujarnya syok melihat Raka terkapar di sofa dengan serpihan botol minuman dimana-mana.Della segera mendekatinya. Ditepuk-tepuknya wajah Raka. Namun pria itu hanya bergumam pelan. Raka mabuk berat. Dia bahkan tidak bisa membuka matanya. "Pak Raka bangun! Pak! Ini saya Della, Pak.""Dia mabuk berat, Mbak.""Apa dia minum banyak sekali?" tanya Della pada pria yang
"Raka?" Kasih terpaku melihat sang putra bungsu berdiri tegap di depannya. Pria itu tersenyum lebar pada Kasih. Lalu mengecup pipi Kasih dengan hangat."Apa kabar, Ma?" sapa Raka.Kasih langsung menyemburkan tangisnya. Wanita itu menubruk dada Raka, memeluknya erat. Kasih terisak di pelukan Raka."Mama kira kamu udah lupa sama Mama, Ka! Kamu nggak pernah ngabarin Mama! Pulang ke Jakarta juga kamu nggak bilang-bilang sama Mama," tangisnya.Raka tersenyum tipis. Diusapnya punggung Kasih dengan lembut. "Sorry, Ma. Raka nggak keinget Mama sama sekali. Soalnya Mama udah tua sih. Beda sama pacar-pacar Raka yang seksi."Kasih sontak menghentikan tangisnya. Dan melepaskan pelukan Raka. Ekspresinya yang tadi sendu mendadak berubah kesal. Dicubitnya perut Raka secara brutal. Sehingga putra bungsunya itu kesakitan."Ampun, Ma! Ampun!""Anak durhaka kamu! Mama dibandingin sama pacar kamu yang lusinan itu?
"Apa maksud kamu dengan hilang ingatan? Jelas-jelas dia mengingat semua orang. Dia bahkan ingat sama saya!" ujar Raka pada seorang pria berjas hitam di depannya."Bukan hilang ingatan secara total, Pak Raka. Dia memang mengalami hilang ingatan tapi cuma sebagian.""Sebagian?" ulang Raka.Pria itu mengangguk. "Kecelakaan yang dia alami membuat dia terkena amnesia retrograde. Mbak Della kehilangan sebagian memori sebelum dan sesudah kecelakaan itu terjadi."Raka menggeleng tidak mengerti. "Saya nggak paham maksud kamu," ujarnya.Pria itu berdehem sebelum mulai menjelaskan pada Raka tentang apa yang terjadi pada Della. Musibah yang tidak banyak orang tau. Bahkan dengan keluarganya sendiri.Raka tertegun mendengar penjelasan detektif suruhannya yang memang dia tugaskan untuk menyelidiki tentang Della selama satu tahun terakhir. Pria itu curiga ada sesua
Raka menguap lebar. Matanya masih terpejam saat dia bangun dari ranjang lalu keluar kamar. "Bentar! Bentar! Astaga!" kesalnya saat mendengar bunyi bel ditekan terus-terusan.Sial sekali dirinya. Sudah semalam tidak bisa tidur, lalu saat dia baru terpejam satu setengah jam, dipaksa bangun. Benar-benar...Sembari menggerutu pria itu berjalan membuka pintu depan. Dia sudah bersiap-siap memaki orang yang membangunkannya dengan kasar. Namun wajah cantik nan lembut di depan pintu membuatnya terpaku."Kak Raka?"Raka mengerjap. "De-Della?" ujarnya."Kak Raka ngapain disini?" tanya Della.Raka mengerutkan keningnya. "Harusnya aku yang tanya ngapain kamu disini?" balasnya.Della meringis kecil. "Maaf, Kak. Habisnya aku kaget pas tau Kak Raka yang buka pintunya.""Aku juga kaget pas tau kamu yang ngetuk pintunya dan buat aku kebangun tiba-tiba," bal
"Raka?" ujar Kasih tak percaya saat melihat sang putra bungsu sedang berdiri di depan pintu, meringis lebar padanya."Pagi, Mama Sayang."Kasih mengerutkan keningnya, menatap pria tampan itu dengan mata menyipit. "Tumben kamu pagi-pagi kesini? Mau ngapain?" tanyanya heran.Raka hanya tersenyum mendengarnya. Pria itu merangkul pundak sang mama dan mengajaknya masuk. "Mama gitu banget sih sama Raka. Masa Raka dateng bukannya disambut malah dibilang tumben."Kasih tersenyum sinis melihat kerlingan mata putranya itu. Dia tau jika anak itu pasti ada maunya. Kalau tidak, tidak mungkin seorang Raka Milan yang kepala batu menginjakkan kakinya disana setelah semua yang terjadi.Wanita itu menatap Raka penuh selidik. Kasih melipat tangannya di depan dada dengan gaya khas seorang Nyonya Milan. "Mau minta apalagi kamu sekarang? Uang tabungan Mama udah ludes ya, Ka. Terakhir Mama kasih kamu untuk beli rumah kecil itu," ketusnya.Lagi-lagi san
Raka mengakhiri rapat pagi ini dengan senyuman ceria. Sehingga membuat para staf merasa kebingungan. Tumben sekali bos mereka tersenyum. Padahal tidak ada sesuatu istimewa yang terjadi. Sangat membingungkan, mengingat pria itu kemarin marah-marah tidak jelas pada semua orang di kantor.Dan pagi ini, seperti sebuah keajaiban. Raka bersikap sangat ramah pada para staf yang mengikuti rapat. Ulang tahun perusahaan akan segera tiba. Karena itu diadakan rapat untuk membentuk panitia penyelenggaraan ulang tahun perusahaan.Sepanjang acara Raka terlihat begitu antusias. Padahal di rapat ulang tahun perusahaan tahun-tahun yang lalu, pria itu tidak mau terlibat sedikitpun. Namun kali ini pria itu terlihat begitu bersemangat menyambut hari penting bagi perusahaan.Sikap Raka itu tak pelak membuat karyawannya kebingungan sekaligus senang. Setelah minggu-minggu yang kelam disana, pelangi pun datang juga. Setelah semua kesulitan y
Suasana ball room sebuah hotel bintang lima saat ini sangat ramai. Acara ulang tahun perusahaan Indo Milan digelar dengan sangat meriah. Para karyawan, klien serta perwakilan dari kantor cabang sudah berdatangan, memenuhi ruangan gedung yang sangat luas tersebut.Della berjalan dengan gugup di belakang Raka. Ini adalah pesta pertamanya dan pergi ke pesta sebesar ini tentu membuatnya grogi dan agak tidak nyaman. Apalagi dengan penampilannya yang sangat berbeda dengan hari-hari biasa. Dia sangat tidak percaya diri meski Raka berkali-kali meyakinkannya jika Della sangat menawan malam ini."Della!"Della sontak mendongak. "Ya?""Kenapa berhenti?"Della tergagap. Gadis itu bergegas mempercepat langkahnya dan mengikuti Raka yang sudah berada di depan. Namun Della masih menjaga jarak dengan Raka. Karena dia takut akan menjadi bahan pembicaraan orang di kantor. Menjadi sekretaris Raka saja sudah membuatnya jadi bahan cibiran dan sindiran. Apalagi jika seka
“Enak?”Raka mengangguk cepat kemudian meletakkan sendok yang habis dia gunakan untuk mencicipi sup buatan Della ke atas meja dapur. “Aku mau mandi dulu terus makan. Gerah banget habis jogging.”Della tersenyum kecil. Gadis itu kemudian mematikan kompor dan menyiapkan sarapan untuk Raka di meja makan. Della tidak bisa menahan senyumnya saat ini. Hatinya merasa sangat senang dan damai. Berada di apartemen Raka saat ini sepertinya lebih baik dari pada pulang ke rumah ketika dirinya dilanda patah hati.Della sungguh-sungguh berterima kasih kepada Raka karena sudah memberinya tumpangan dan menemaninya di saat dia sedang berada di ambang kehancuran. Bagaimana tidak, pria yang selama ini dia sayangi, tunangan sekaligus sahabatnya, tega berselingkuh di belakangnya. Apalagi dia berselingkuh bukan dengan orang jauh, tapi dengan sahabat dekat Della sendiri.Rasa sakit hati yang dirasakan oleh Della makin berlipat-lipat dari sakit hati biasa. Della kemudian duduk di kursinya, menunggu Raka yang
Raka berlari secepat mungkin setelah keluar dari lift. Pria itu langsung bergegas ke arah apartemennya. Belum sampai di depan pintu, dari kejauhan pria itu melihat sosok yang sangat dia kenali sedang duduk bersandar di dinding apartemen sambil menutup wajahnya. Raka segera menghentikan kakinya. Pria itu memandang lama sosok tersebut.Raka menghela nafas panjang. Dengan melangkah pelan pria itu mendekat padanya. Raka berjongkok tepat di depan gadis itu. Dan rupanya gadis itu tidak sadar jika ada orang lain bersamanya."Kamu ngapain disini, Del?" tanya Raka dengan suara begitu pelan dan lembut karena takut mengagetkan Della.Della sontak mendongak dan kaget begitu melihat Raka ada di hadapannya. "Kak Raka? Kok bisa ada disini?"Raka mendesah lirih. "Harusnya aku yang tanya kenapa kamu bisa ada disini," jawabnya. "Kamu ngapain disini? Bukannya kamu harusnya udah ada di Surabaya? Katanya Mama kamu sakit kan?" ujar Raka.De
Raka keluar dari mobil dengan terburu-buru lalu membuka pintu dengan kuat. Begitu ada di dalam rumah, pria itu berteriak dengan keras, "Mama! Ma!""Mama!" Karena tak mendapatkan jawaban, pria itu segera berlari ke atas menuju ke kamar mamanya. "Mama!"Kasih keluar dari kamar dengan wajah dongkol. Wanita itu segera menepuk kepala Raka dengan majalah yang tadi dia baca. Niatnya untuk bersantai sore ini malah terganggu karena teriakan putra bungsunya."Kamu ini teriak-teriak di rumah Mama! Kamu kira ini di hutan apa?" geramnya."Della mana, Ma? Dia sakit apa? Udah panggil dokter belum?" tanyanya bertubi-tubi.Lagi-lagi Kasih merasa dongkol karena pertanyaan Raka. Anak itu bukannya minta maaf karena mengganggu waktu santai mamanya, malah justru menanyakan sesuatu secara tidak sabaran seperti itu."Della nggak ada!" balas Kasih ketus."Nggak ada kemana, Ma?""Pulang ke Surabaya."&nbs
Della mengetuk pintu ruang kerja Raka dengan ragu. Suara Raka yang menyahuti dari dalam membuat Della mengambil nafas panjang. Ini adalah pertama kalinya gadis itu merasa bimbang ketika akan melangkah masuk ke ruangan bosnya itu.Biasanya dia selalu enjoy meskipun Raka sedang marah-marah. Hanya dia satu-satunya pegawai yang tidak takut dimarahi oleh Raka. Karena memang selama ini, menurut pengalaman Della, Raka tidak pernah marah kepadanya. Sebesar apapun kesalahan yang diperbuat oleh gadis itu, Raka akan memaafkannya. Termasuk menghilangkan kontrak dengan perusahaan dari Jepang Minggu lalu.Kala itu, perusahaan Raka membuat kontrak kesepakatan untuk memakai bahan-bahan dari Jepang untuk produk furniture terbaru yang akan diproduksi oleh perusahaan mereka. Pria itu mempercayakan Della untuk menyimpan surat kontrak tersebut segera setelah meeting. Namun karena teledor, Della kehilangan surat tersebut.Dan tanggapan Raka mal
Suasana ball room sebuah hotel bintang lima saat ini sangat ramai. Acara ulang tahun perusahaan Indo Milan digelar dengan sangat meriah. Para karyawan, klien serta perwakilan dari kantor cabang sudah berdatangan, memenuhi ruangan gedung yang sangat luas tersebut.Della berjalan dengan gugup di belakang Raka. Ini adalah pesta pertamanya dan pergi ke pesta sebesar ini tentu membuatnya grogi dan agak tidak nyaman. Apalagi dengan penampilannya yang sangat berbeda dengan hari-hari biasa. Dia sangat tidak percaya diri meski Raka berkali-kali meyakinkannya jika Della sangat menawan malam ini."Della!"Della sontak mendongak. "Ya?""Kenapa berhenti?"Della tergagap. Gadis itu bergegas mempercepat langkahnya dan mengikuti Raka yang sudah berada di depan. Namun Della masih menjaga jarak dengan Raka. Karena dia takut akan menjadi bahan pembicaraan orang di kantor. Menjadi sekretaris Raka saja sudah membuatnya jadi bahan cibiran dan sindiran. Apalagi jika seka
Raka mengakhiri rapat pagi ini dengan senyuman ceria. Sehingga membuat para staf merasa kebingungan. Tumben sekali bos mereka tersenyum. Padahal tidak ada sesuatu istimewa yang terjadi. Sangat membingungkan, mengingat pria itu kemarin marah-marah tidak jelas pada semua orang di kantor.Dan pagi ini, seperti sebuah keajaiban. Raka bersikap sangat ramah pada para staf yang mengikuti rapat. Ulang tahun perusahaan akan segera tiba. Karena itu diadakan rapat untuk membentuk panitia penyelenggaraan ulang tahun perusahaan.Sepanjang acara Raka terlihat begitu antusias. Padahal di rapat ulang tahun perusahaan tahun-tahun yang lalu, pria itu tidak mau terlibat sedikitpun. Namun kali ini pria itu terlihat begitu bersemangat menyambut hari penting bagi perusahaan.Sikap Raka itu tak pelak membuat karyawannya kebingungan sekaligus senang. Setelah minggu-minggu yang kelam disana, pelangi pun datang juga. Setelah semua kesulitan y
"Raka?" ujar Kasih tak percaya saat melihat sang putra bungsu sedang berdiri di depan pintu, meringis lebar padanya."Pagi, Mama Sayang."Kasih mengerutkan keningnya, menatap pria tampan itu dengan mata menyipit. "Tumben kamu pagi-pagi kesini? Mau ngapain?" tanyanya heran.Raka hanya tersenyum mendengarnya. Pria itu merangkul pundak sang mama dan mengajaknya masuk. "Mama gitu banget sih sama Raka. Masa Raka dateng bukannya disambut malah dibilang tumben."Kasih tersenyum sinis melihat kerlingan mata putranya itu. Dia tau jika anak itu pasti ada maunya. Kalau tidak, tidak mungkin seorang Raka Milan yang kepala batu menginjakkan kakinya disana setelah semua yang terjadi.Wanita itu menatap Raka penuh selidik. Kasih melipat tangannya di depan dada dengan gaya khas seorang Nyonya Milan. "Mau minta apalagi kamu sekarang? Uang tabungan Mama udah ludes ya, Ka. Terakhir Mama kasih kamu untuk beli rumah kecil itu," ketusnya.Lagi-lagi san
Raka menguap lebar. Matanya masih terpejam saat dia bangun dari ranjang lalu keluar kamar. "Bentar! Bentar! Astaga!" kesalnya saat mendengar bunyi bel ditekan terus-terusan.Sial sekali dirinya. Sudah semalam tidak bisa tidur, lalu saat dia baru terpejam satu setengah jam, dipaksa bangun. Benar-benar...Sembari menggerutu pria itu berjalan membuka pintu depan. Dia sudah bersiap-siap memaki orang yang membangunkannya dengan kasar. Namun wajah cantik nan lembut di depan pintu membuatnya terpaku."Kak Raka?"Raka mengerjap. "De-Della?" ujarnya."Kak Raka ngapain disini?" tanya Della.Raka mengerutkan keningnya. "Harusnya aku yang tanya ngapain kamu disini?" balasnya.Della meringis kecil. "Maaf, Kak. Habisnya aku kaget pas tau Kak Raka yang buka pintunya.""Aku juga kaget pas tau kamu yang ngetuk pintunya dan buat aku kebangun tiba-tiba," bal
"Apa maksud kamu dengan hilang ingatan? Jelas-jelas dia mengingat semua orang. Dia bahkan ingat sama saya!" ujar Raka pada seorang pria berjas hitam di depannya."Bukan hilang ingatan secara total, Pak Raka. Dia memang mengalami hilang ingatan tapi cuma sebagian.""Sebagian?" ulang Raka.Pria itu mengangguk. "Kecelakaan yang dia alami membuat dia terkena amnesia retrograde. Mbak Della kehilangan sebagian memori sebelum dan sesudah kecelakaan itu terjadi."Raka menggeleng tidak mengerti. "Saya nggak paham maksud kamu," ujarnya.Pria itu berdehem sebelum mulai menjelaskan pada Raka tentang apa yang terjadi pada Della. Musibah yang tidak banyak orang tau. Bahkan dengan keluarganya sendiri.Raka tertegun mendengar penjelasan detektif suruhannya yang memang dia tugaskan untuk menyelidiki tentang Della selama satu tahun terakhir. Pria itu curiga ada sesua