Polaris Hotel, Queens-New York.
Suasana hati muramnya bertambah, Estelle yang sedang bersandar santai semakin jelas menunjukkan kalau dirinya sudah sangat bosan. Bagaimana tidak merasa bosan? Ia sudah menunggu hampir tiga jam di ruang kantor si Mr. gynophobia.
Dari sebelum jam makan siang sampai lewat makan siang, Dave tidak kunjung menemuinya. Jika tahu akan seperti ini, ia akan datang sore!
“Apa dia sengaja?!” dumal Estelle, kembali mengintip ke layar ponsel untuk melihat berapa banyak waktu yang sudah ia buang di sini.
Ingin menunggu di lobi. Namun, Sam bilang untuk menunggu di kantor Dave saja. Entah apa yang Sam lakukan sampai ada seseorang menghampiri dan menyuruhnya untuk ke ruangan Dave.
Wanita berbalut kemeja putih bergaris vertikal merah biru itu mendebas pelan. Selang kemudian, dering ponsel membuat punggungnya sontak menegak. Estelle pun langsung berdeham untuk mengatur suara ketika tahu kalau yang menghubungi dirinya adalah
Happy reading!-----“Aku berterima kasih dengan niat baikmu, tapi dalam bisnis semua bisa terjadi. Aku hanya ingin mengambil langkah mudah dan tidak memusingkan. Jadi, bagaimana kalau aku membantumu untuk mencari tunanganmu? Atau ... kamu mau aku membawanya ke hadapanmu?”“Apa?” Mata almond Estelle membulat besar. Entah harus bagaimana menanggapi tawaran Dave ini.=====Pandangan menusuk yang terisi dengan keraguan.Estelle menghabiskan ruang kosong genggaman tangannya, mengepal eratseraya berpikir, sudah seberapa jauh pria ini menggali informasi tentang hidupnya.“Jadi, kamu juga menyelidiki Joe?" Estelle mendebas pelan. "Dave, aku paham dengan cara kerja orang-orang sepertimu, tapi menurutku, bukankahini sudah keterlaluan?” tegurnyamencoba bersabar, di banding marah ia malah ingin tertawa. Mengapa hidup bisa setidak adil ini padanya? Ia yang sudah menun
Happy reading!-----Dave menoleh. "Katakan padaku, rencana apa yang akan kamu lakukan untuk penyembuhanku? Kalau aku merasa hal itu mungkin, maka aku akan setuju dengan kesepakatan ini."=====Estelleberdeham, melarikan tatapannya dari Dave yang seolah sedang menantang dirinya. Jujur saja, ia belum merencanakan lebih jauh soal apa yang akan ia lakukan untuk penyembuhan Dave.Namun, karena ia juga sudah menduga Dave akan berbicara seperti itu. Jadi, dalam waktu singkat ini, ia hanya bisa menyiapkan sebuah ide kecil.Beruntung semalam dirinya sudah mencari tahu tentang gynophobia lewat media sosial lalu mempelajari apa saja yang menjadi inti masalah fobia itu dan semuanya ... di sebabkan oleh luka. Sama halnya seperti Noel yang dulu terpenjara luka sebab kematian sang istri."Pertama, pertemukan aku dengan dokter yang merawatmu.""Aku sudah lama tidak pergi memeriksakan diri," sambar Dave ringan
Happy reading!-----“Nona penguntit! Benarkan?”=====Seakan semua suara di sana seketika meredam, hanya sebuah nama panggilan yang terdengar seperti alunan petir yang melintas di kepala. Sebuah panggilan yang mengundang rasa panas di hati.Estelle membeku, menoleh seraya menatap dengan pandangan tidak bersahabat. Sungguh, ia tidak menduga akan mendengar panggilan seperti itu di sini dan kesalnya semakin menjadi ketika baru ingat ia tidak memakai mafela untuk menutupi wajahnya yang sudah di kenal oleh warga kota ini!Kristal cokelat gelapnya semakin melekat, melihat pria yang masih begitu nyaman menyentuh lengannya. Seorang pria dengan outfit musim dingin yang sialnya terlihat berkelas untuk Estelle. Wajah oval yang membingkai senyum tulus malah membuat risih hatinya.“Bukan. Maaf, tapi bisa tolong anda lepaskan ini?” tegur sopan Estelle, ia pun melirik sekilas pada genggaman tangan
“Take your time,” seru Andrew yang langsung mendapat tatapan sinis. Pandangan yang seolah berkata, ‘ini semua karenamu!’=====Angin dingin berembus lembut menerbangkan beberapa helai dari surai chestnut yang memanjang cantik di mata Andrew, wanita yang baru ia temui sekali dan selebihnya hanya melihat dari berita yang membuatnya terbahak.Sudah lama ia ingin bertemu dan berbincang dengan wanita energik yang sudah beberapa kali mengintip ke arahnya meskipun sedang sibuk berbicara pada ponsel yang melekat di daun telinga. Namun, Dave dan Sam selalu bungkam soal Estelle. Ia bukan pria kaya dengan banyak koneksi aneh yang bisa mencari informasi dengan mudah seperti dua teman yang baru beberapa tahun berhubungan dengannya.Dua pria yang membuat atensinya nyaman untuk selalu memperhatikan mereka. Kehidupan yang lucu, menurutnya. Dua sahabat yang terkadang datang padanya untuk menyuarakan keluh kesah mereka. Cerita-cerita h
Tiga menit sebelumnya.Sebuah pesan teks masuk ke dalam ponsel milik Dave. Pria yang baru bisa melepaskan rasa berdebar tidak nyaman itu langsung kembali dibuat berdebar oleh sebuah pesan yang hanya terdiri dari tujuh kata. Tepat setelah membaca kalimat menyebalkan itu, hatinya langsung mengutuk sang pengirim pesan dan wanita yang baru saja meninggalkan ruangannya ini.[Aku menuju restaurant Estrella bersama nona penguntit.]Isi pesan yang tentu langsung membuat Dave berdiri dan bergegas dengan membawa amarah menuju tempat Estelle dan dokter gilanya berada. Apa yang sebenarnya ada di otak mereka? Damn! Mereka benar-benar mengesalkan!Berjalan dengan aura yang membuat para pegawainya menunduk tidak berani menatap. Dave memasuki lift dengan pikiran yang sudah menerka-nerka apa yang akan terjadi jika orang yang mengawasi dirinya tahu keberadaan Andrew yang bertemu dengan Estelle.Di sini, semua lantai memiliki mata dan telinga. Dave mema
“Huh? Sebentar Dave, kita mau ke mana?” tanya Estelle, mematungdi samping maserati perak. Setelah setengah menit berdiri linglung di depan hotel. Ia pikir Dave mau mengajaknya bicara soal Andrew, tetapi sekarang malah muncul sebuah mobil dengan supir yang baru saja meninggalkan mereka.Dave yang baru ingin mengitaridepanmobil jadi berhenti. Menoleh dan memandang Estelle malas. “Memberikanapa yang kamu mau," singkatnya, sedikit terpaksa mengeluarkan suara untuk wanita yang sejak tadi terus saja mempertanyakan geraknya.Estelle mengerutkan kening, angin yang berembus menerpa wajahnya itu sama sekali tidak bisa mendinginkan pikirannya yang runyam. Sejak tadi, Dave seolah sedang berbicara dengan bahasa yang hanya pria itu mengerti.Estelle membuyarkan raut masamnya. “Memberikanyang aku, mau?SeriouslyDave, aku benar-benar tidak paham."Sungguh, ia sama sekali tidak terpikirkan apa pun. Yang ia i
Wangi yang beraneka ragam. Harum yang selalu melekat dalam ingatannya. Seperti bau tubuh mendiang ibu yang selalu bisa membuat hati mendamai. Oleh karena itu, meski waktu kembali berputar, yang terbaik tetap merelakan rumah daripada Bloom Florist.Keputusan singkat yang begitu membuatnya berdosa sampai sekarang, menjual satu-satunya kenangan yang telah mereka bangun sejak dirinya masih menjadi embrio. Tega, kejam? Benar ... seperti itulah ia melabel dirinya."Kenapa kamu melamun?" tanya Merry, pelanggan setia Bloom Florist.Estelle tersentak dan memberikan senyum untuk menutupi luka lama yang kembali menganga. "Aku tidak melamun, aku hanya bingung membandingkan ... bunga itu selalu mutlak dibilang cantik oleh semua orang, tapi aku merasa itu salah, karena menurutku Auntie Merry lebih cantik dari bunga hyacinth ini."Estelle pun memberikan seikat hyacinth biru yang sudah ia rangkai itu. "Suamimu juga akan setuju dengan perkataanku."Merry terk
Klinik Rain. Huruf-huruf besar yang berdiri tegak di atas rerumputan yang tertampung dalam wadah marmer persegi panjang nampak begitu estetis dan bersahabat di mata.Estelle langsung takjub begitu dirinya keluar dari mobil, melihat pemandangan klinik yang terasa nyaman dan indah ini. Taman hijau dengan gazebo cantik dan beberapa bunga yang tumbuh menghiasi tepi batas taman di sana. Meski sederhana tetapi tampilannya cukup memukau hati.Ia pikir akan terlihat kecil dan biasa saja sebab akses menuju ke tempat ini cukup dalam dan jauh dari perkotaan. Namun, ini ternyata lebih luas dan indah, ditambah pemandangan laut yang tidak jauh dari bangunan ini berdiri.Tidak sampai di situ, masuk ke dalam klinik, rasa hangat dan harum aromaterapi bunga lebih mendominasi daripada bau obat-obatan. Lagi-lagi, hatinya dibuat kagum dengan interior yang benar-benar mengedepankan estetika demi menjaga kenyaman pasien ini. Sofa yang berwarna warni dan lukisan air sepanjang dinding y
Happy reading! ------ Dave menjauhkan tangannya dari kepala Estelle, lalu membuat sebuah kepalan untuk menutupi mulutnya yang berdeham canggung. "Aku baru ingat kalau pengurus rumah pernah berbicara mengenai kantung berisi celana. Coba kamu periksa di kamarku dan carilah di dalam lemari kecil, sepertinya aku menyuruh dia menaruhnya di sana," ucap Dave. Ia sungguh baru teringat akan hal itu. Sebuah tas jinjing berisi celana. Waktu itu dirinya sedang bergegas untuk pergi, jadi tidak terlalu menaruh perhatian pada apa yang ditemukan pengurus rumahnya itu. "Benarkah? Tapi, apa tidak sebaiknya kamu saja yang mengambilkan barangku?" Dave sedikit menaikkan satu alis. "Aku bukan pesuruhmu," serunya sambil menangkup dan sedikit menekan kedua pipi Estelle, membuat bibir wanita itu mengerucut. "Ck! Ya sudah, kalau begitu aku pinjam kamarmu juga. Aku harus mengganti celanaku," seru Estelle setelah melerai kedua tangan yang mengapit
Happy reading!------Satu tahun berlalu ...."Kemana yang lain?"Suara Dave menginterupsi ketenangan seorang wanita bersurai pixie yang sedang duduk di pinggir kolam, menengadah menikmati langit malam sambil menggoyang-goyangkan kakinya yang berada di dalam air."Kamu terlalu lama, Dave. Mereka sudah pulang," jawab malas Estelle, sekilas memandang Dave yang berdiri bersandar di tiang pintu, lalu kembali pada apa yang ia lihat sebelumnya.Secepat itu? Dave melirik jam tangannya, berpikir ini belum terlalu larut. Tidak lama kemudian, pria itu pun tersenyum kecil. Sepertinya, mereka mulai mengerti apa yang sedang ia butuhkan.Mereka yang di maksud adalah Valeri dan Sam. Akhir-akhir ini, mereka berempat sering menghabiskan waktu bersama, membuat Dave sedikit jengkel.Dave berjalan mendekat ke tempat di mana Estelle berada. "Maaf, aku tidak menyangka kalau urusanku ternyata memakan waktu sedikit lebih la
Happy reading!------Canggung.Itulah yang sedang dirasakan Dave sekarang. Berdiri di hadapan dua orang sambil menggendong rangkaian tulip putih sebagai pelengkap permintaan maafnya.Kemarin, Estelle menolak untuk diajak ke NightBar. Siang tadi pun wanita itu masih menolak ajakan Sam yang menawarkan untuk makan bersama Dave.Meski diri selalu beranggapan kalau tindakannya itu tidak melanggar aturan. Namun anehnya, hati malah merasa semakin bersalah, terlebih Sam terus mengatakan kalau dirinyalah yang salah.Karena perasaan itulah, malam ini Dave memutuskan untuk pergi mengunjungi rumah Estelle. Namun, Alan memberitahukan kalau sang kakak sedang berada di toko bunga.Estelle melirik bergantian pada buket kecil dan pada pemeluk bunga tulip putih itu. Tidak mengira kalau Dave akan mendatangi dirinya seperti ini.Meminta maaf pada teman saja bisa seromantis ini? Bagaimana jika dengan kekasihnya nanti? Pikir Est
Happy reading!------Tiga hari berlalu sejak hari kematian Louis dan Bertha.Tidak ada perubahan besar yang terjadi. Hanya saja, semua seolah terasa terlalu cepat dan sedikit tidak adil bagi Dave, sebagai korban. Dosa yang ditebus dengan kematian memang terlalu mudah. Namun ... entahlah, Dave sungguh tidak tahu harus bagaimana lagi.Setiap hari selalu dipenuhi pikiran kewaspadaan dan kecurigaan terhadap dua orang itu, tetapi sekarang tidak ada perasaan itu dan rasanya ... kosong. Meski kata ‘kosong’ itu masuk dalam artian baik. Hatinya tenang. Entah sejak kapan, tubuhnya terasa ringan seperti ini.Kepergian yang tidak menggerakkan hati, meski Dave akui dirinya begitu terkejut dengan kematian Louis, tambah terkejut lagi karena Callie ada dibalik kematian Bertha. Meski tidak membunuh secara langsung dengan tangannya, Callie tetaplah otak dari penyiksaan yang diterima Bertha. Begitu rapi pekerjaan sang ibu, hingga hukum ikut membung
Happy reading! ------ Sepasang kaki beralas sepatu hitam tergesa menghentak gelisah ke lantai. Dave memasuki rumah dengan sorot mata yang memandang ke arah ruangan, di mana sosok sang ibu baru saja mendudukkan tubuhnya. Menatap curiga pada Callie yang baru kali ini bisa ia kunjungi kembali setelah terbongkarnya sebuah rahasia tentang dirinya. Ingin hati, belum mau melihat wajah Callie, tetapi ada suatu hal yang perlu ia periksa. “Apa ini perbuatanmu?” todong Dave, berdiri angkuh di depan sang ibu yang tatapan yang sulit ia baca. Sosok ibu yang belum bisa Dave pahami--tidak--sejak dulu, Dave memang sulit memahami sikap dan sifat Callie. Setiap hari Dave hanya berusaha untuk memahami dan menjaga sang ibu dari suami yang licik. Melakukan itu semua, hanya karena wajah penuh kecemasan dan kekecewaan Callie masih tergambar jelas di kepalanya. Di mana, sang ibu menangis pilu dan terlihat hancur saat mengetahui dirinya mengidap
Happy reading!------“Em, ini bukan rumahku, Dave,” ujar Estelle dengan mata bergerak bingung memandang ke arah luar. Dave bilang mereka akan pulang, tetapi malah berhenti di depan sebuah bangunan bertingkat tiga yang cukup besar dan luas.Sejenak sebuah kolam air mancur yang meluncur indahmenarik atensinya, tidak lama kemudian kembali melirik pada bangunan, Estelle memandang kaca-kaca tembus pandang yang menampilkan beberapa sepatu cantik dengan background desain dalam toko yang terkesan hangat dan elegan.“Cepat turun,” titah Dave sambil melepaskan seatbelt dan keluar dari mobil.Estelle menghela lalu merengut. Tangannya membuka sabuk pengaman hitam itubersamaan dengan mata yang mengekori tubuh Dave yang menghilang masuk ke dalam toko sepatu di sana. Sungguh, ia sudah sangat lelah dan ingin segera merebahkan diri, tetapi sepertinya Dave masih ingin berpetualang di jalan.Usai keluar dari m
Happy reading!------Estelle menjejakkan kaki telanjangnya di atas pasir putih dingin yang lembut. Berjalan di tepi pantai sambil mendengarkan debur ombak malam yang terdengar merdu dan menenangkan di telinga. Memejamkan mata, melangkah santai dengan dua sepatu bertali yang ia jinjing dibalik belakang tubuhnya.Membiarkan raganya diterjang angin laut yang dingin. Menghirup segar udara malam kemudian menghembuskannya perlahan, udara karbon dioksida yang keluar bersamaan dengan luncuran air hangat yang terjun dari mata yang terpejam.Tidak terdengar isakan dari bibir yang bergetar rapat itu. Tubuhnya terasa panas, meski bisa ia pastikan seluruh kulitnya sudah mendingin.Suasana nyaman dan damai di sana membuat wanita itu teringat akan percakapan dirinya dengan sang mantan beberapa menit lalu.“Harusnya, aku tidak mengangkat panggilannya,” sesal Estelle dalam hati.Sejak ia mengirimkan pesan untuk mempertegas h
Happy reading!------Empat hari berlalu ....“Lalu, apa keputusanmu?” ucap Andrew, terlihat tenang saat melayangkan pertanyaan setelah mendengarkan cerita Dave tentang kedua orang tuanya. Telunjuk kirinya mengetuk-ngetuk pelan meja kerja. Pun posisi punggung yang bersandar, statement yang cukup menguatkan bahwa dirinya sedang menanti pasien sekaligus temannya itu untuk membuat keputusan. Sebuah keputusan yang terkait erat pada asal mula fobia Dave.Tatapan yang sejak tadi terpaku memandang jemari yang saling terkait di atas pangkuan, mulai naik dan membingkai wajah sang dokter dari kejauhan lima langkah. Binar keraguan juga kebingungan jelas terpancar dari mata emerald itu. Dua suara yang sejak satu jam lalu saling bersahutan kini meredam cukup lama.Beberapa kali Dave mengeratkan rahang juga membuka sedikit bingkai mulutnya. Namun, selalu berakhir sama. Suara untuk jawaban dari pertanyaan Andrew enggan kelu
Happy reading!------Riuh angin malam menemani hati yang muram. Dave melempar pandang jauh ke tengah laut. Seakan ikut terbuai pada ayunan ombak yang menderu di sana, Dave puas melayangkan pikiran.Tidak ada yang mengganggu, urusan pekerjaan ia singkirkan. Sangat tidak bertanggung jawab--benar--dan Dave tidak peduli akan anggapan seperti itu. Hidupnya sudah kacau, untuk apa bertanggung jawab pada hal yang sudah mati-matian ia pertahankan? Yang pada akhirnya, semua terasa sia-sia.Dirinya hanyalah objek pembalasan dendam. Apa mereka pikir dirinya ini adalah manusia tanpa hati? Tidak mengertikah mereka bagaimana ia menjalani hidup selama ini? Bertahan dalam sebuah ancaman yang berakhir dengan menanggung rasa sakit. Ingin mengasihani diri sendiri, tetapi suara tawalah yang keluar membaur bersama riuh angin.Dave tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia cukup kagum dengan Callie yang begitu tega menyimpan fakta sepenting ini dan muncul pertan