Tinggal dalam satu atap, membuat Kiana lebih sulit untuk melupakan setiap kejadian yang mengingatkannya pada kenangan manis yang berujung pahit. Namun, mansion begitu besar yang bisa menampung ribuan orang, memberikan keuntungan tersendiri untuk Kiana. Kiana hanya perlu menghindari mereka yang tidak ingin ia temui saat jam makan bersama. Kiana juga harus melewati jalan yang bisa membuatnya bertemu dengan mereka berdua.
Menghindar adalah rencana tapi bagaimana jika Zea sendiri yang mendatangi Kiana? Pagi hari yang begitu cerah, Kiana memetik mawar yang sedang merekah. Mawar merah yang durinya membuat jarinya tertusuk karena sangat tajam.
“Akh!” pekik Kiana.
“Pakai saja sapu tangan milikku.”
&n
Agnes memasang ekspresi bingung pada wajahnya. Ia diam dan menurut ketika Arta memakaikan jaket padanya. Padahal sudah jelas-jelas mereka akan pergi berkencan tapi Arta malah menutupi dress cantik yang sudah Agnes pilih. Di dalam bag berwarna biru, Arta mengeluarkan sepatu dengan ukuran kaki Agnes. Agnes tiba-tiba saja menjadi kesal dan suasana hatinya menjadi buruk. Akan tetapi, Arta berjongkok dan mengganti heels yang Agnes pakai dengan sepatu yang sudah ia beli. “Kencan-kencan kita selama ini terlalu monoton. Aku akan memberikan kesan yang baru,” ucap Arta sembari menengadah ke atas. “Kau cantik. Setiap hari, setiap saat, kau terus saja terlihat cantik. Bagiku, tanpa kau menyempurnakan penamp
Zavier sedang merencanakan untuk membuat kencan yang berkesan. Ia membutuhkan wanita lain yang lebih tahu untuk membantunya. Zavier tidak bisa meminta bantuan Kiana. Ia lebih memilih untuk meminta bantuan seniornya. “Akhirnya semuanya selesai,” ucap Zavier. Ia merasa lega. “Kak, terima ini. Ini bayaran karena Kakak sudah membantuku,” lanjutnya. “Aku tidak menerima bayaran uang.” Zavier sedikit bingung mengartikannya. “Lalu apa?” tanya Zavier. Ia tidak ingin tersesat karena menebak-nebak. Lebih baik langsung menanyakannya dengan jelas. Senior tersebut menarik kerah kemeja Zavier dan m
Kiana memiliki firasat buruk. Namun, ia sudah berjanji dengan Tuan muda kalau ia akan menerima undangannya. Entah itu untuk makan bersama atau untuk saling bertarung dan menunjukkan keunggulan diri. Kiana menggunakan motor untuk mempersingkat waktu. Akan tetapi, Tuan muda menghadang Kiana tepat di perempatan jalan utama. "Kenapa kau di sini? Bukankah kau mengajakku bertemu di tempat lain?" tanya Kiana sembari melepaskan helm. "Aku punya pilihan untukmu." Pilihan? Pikir Kiana. Kiana mengerutkan keningnya. Ia tidak tahu rencana apa yang sedang Tuan muda rencanakan. Ia yang menganggap Tuan muda sebagai lawan, perlahan bersikap netral. Namun malam ini, sepertinya anggapan itu akan kembali seperti semula. "Apa maksudmu?" tanya Kiana. Kiana turun dari atas motor. Ia ingin bicara lebih dekat. Hah... &
Tuan Dogam kembali memanggil Renza karena waktu untuk melatih diri sudah tiba. Namun, Renza memenuhi panggilan bukan untuk berlatih, melainkan untuk menuntut penjelasan. Benar. Renza tidak akan membatalkan keputusannya untuk berlatih sangat keras demi melampaui Kiana. Namun, ia tidak setuju dengan cara Tuan Dogam yang menipunya. Renza datang dengan amarah yang tidak padam dalam dirinya. Amarah yang harus ia lampiaskan pada objek yang seharusnya. Luka di tubuh Renza sudah sembuh. Luka di tubuh Tuan Dogam juga sama. Jika mereka bertarung dalam kondisi keduanya prima, mungkin saja akan ada yang mati diantara mereka.“Akhirnya kau datang. Aku kira kau kabur seperti pecundang,” kata Tuan Dogam. Ia yang sedang memahat sebatang kayu, tahu kehadiran Renza meski tanpa menol
"Karena aku percaya padamu."Brak! Tuan Dogam menutup pintu dengan kasar. Renza hanya bisa mengepalkan tangannya sembari menggerutu."Percaya? Percaya apanya? Sialan!" Tidak ada yang bisa Renza pikirkan saat ini. Ia hanya perlu memulihkan kondisi tubuhnya dan berpikir cermat untuk kabur dari sana."Aku jadi seperti anjing yang ditelanjangi. Bangsat!" hardik Renza. Renza yang tidak mengenakan apa-apa, merasa geli. Untuk pertama kalinya ia berlatih tanpa sehelai pakaian yang melekat bahkan miliknya terpampang nyata. Satu hari telah berlalu. Tuan Dogam hanya mengirim seseorang untuk mengantarkan segelas air putih dan juga semangkuk bubur. Makanan dan minuman tersebut, sama sekali tidak mengenyangkan perut Renza.
Jordan hanya berhadapan dengan seseorang yang seumuran dengannya. Namun, ia merasa terintimidasi dan juga tertekan. Auranya begitu mencekik. Padahal, belum ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Darah Jordan terasa seperti mendidih. Bibirnya menyeringai persis seperti psychopath yang akan memulai aksinya."Apa yang sedang kau rencanakan?""Tuan, sebelum kita bicara, sepertinya saya harus memperjelas sesuatu terlebih dahulu. Saya bicara dengan Anda menggunakan identitas yang mana?" tanya Jordan."Terserah kau saja.""Tuan Rael si pecundang atau Tuan muda yang tidak terkalahkan?" tanya Jordan. Ia menyisir rambutnya ke belakang. "Saya belum terbiasa dengan penampilan Anda sebagai Tuan Rael tapi nada bicara seperti Tuan muda," sambungnya."Hm... Tidak penting identitas yang mana. Pembahasan kita jauh lebih penting," jawab Rael. Lima pemimpin anak per
Mereka memiliki jagoannya tersendiri untuk diubah menjadi raja iblis. Renza yang hampir mati karena pelatihan keras. Leon yang hampir berhasil melangkah sedikit demi sedikit. Sekarang, giliran Kiana yang mau tidak mau harus meladeni Tuan muda yang tidak lain adalah Rael dengan menggunakan penampilannya yang lain. Rael menunggu Kiana di tengah-tengah taman kota. Kiana menepati janjinya karena Rael juga membiarkan Orchia tetap hidup dan menyelamatkan Kumey meski hanya menggunakan satu panggilan darinya. Kiana datang menggunakan motor. Ia turun dari motor tanpa melepaskan helm yang terpasang di kepalanya."Kau terlambat lima menit. Apa kau tahu arti dari sebuah waktu?" ujar Rael."Berisik! Sudah syukur aku datang, sialan!" jawab Kiana. Kiana siap bertarung. Membuktikan dirinya tidak akan kalah oleh Tuan muda yang dianggap pecundang olehnya."
Delice dan Naura tidak bisa melakukan apa-apa. Sudah satu bulan berlalu sejak malam kekalahan, Kiana tidak berhenti untuk melatih diri. Ia begitu bernafsu untuk mengalahkan Rael. Mungkin karena untuk pertama kalinya ia merasakan kekalahan."Bisakah kau hentikan dia, Delice? Kiana bisa merusak dirinya sendiri," ucap Naura, cemas."Aku sudah mencobanya tapi kau tahu sendiri bagaimana keras kepalanya Kiana," jawab Delice. Membahas tentang keras kepala, siapa lagi yang memiliki keras kepala seperti itu kalau bukan Delice? Bahkan anak-anaknya mengikuti hampir seluruh karakter yang delice miliki."Biar aku saja yang mencoba. Oh iya, Delice. Di luar, ada yang mencarimu," kata Ken. Ia muncul entah dari mana, atau mungkin sejak awal dia juga sedang memperhatikan Kiana."Cobalah. Mungkin saja Kiana akan mendengarkanmu," kata Naura. "Delice, temui tamu yang sudah menunggumu. Aku
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p