Lena ingin menangis rasanya saat Nazilla mengatakan hal itu. Akan tetapi, ia harus bisa menahannya sekuat mungkin agar air matanya tidak jatuh. Baginya, tak semua ibu bisa menerima kesalahan putranya. Ada beberapa dari mereka yang hanya bisa menyalahkan dan mengatakan hal itu kesalahan si korban karena tidak bisa menjaga diri. Sebelum bertemu dengan ibu dari Vian, Lena sudah bersiap-siap andai ia tak bisa diterima dan ditolak mentah-mentah. Tak ia sangka, keadaan setelah bertemu justru sebaliknya.
Nazilla menerima Lena dengan lapang dada dan tidak menghalangi keinginan Farrin yang meminta untuk berpisah saja. Sikapnya tidak menunjukkan bahwa ada suatu kecondongan sikapnya ke Farrin. Padahal, ia pernah mendengar bahwa Farrin adalah menantu yang sudah lama diterima Nazilla. Umumnya, mertua yang sudah memiliki kecocokan pada menantunya tak akan mudah menerima perpisahan mereka.
Bagi Lena, hal itu teramat luar biasa untuknya yang sudah kehilangan kedua orang tuanya. Nazill
kasih gems biar tambah semnagat up, ya
Vian percaya, Rizuki selalu bisa mengendalikan situasi dengan sangat baik. Dan jika digabung dengan keberadaan kakaknya, tentu akan menjadi kombinasi bagus untuk menjalankan sebuah rencana matang yang tersusun secara sistematis. Kepergian Avan dan setelah ini disusul Rizuki, sudah pasti memiliki hal yang disembunyikan dan takut untuk terbongkar.Entah kenapa, dua orang itu seringkali punya hal besar yang dikerjakan bersama. Dan tak jarang ia yang menjadi korbannya. Karenanya, Vian sangat sulit untuk menjaga mulutnya saat bersama Rizuki. Ia selalu meluapkan kekesalannya dengan berkata pedas pada wanita yang usianya dua tahun lebih tua darinya itu. Bagi Vian, Rizuki adalah petaka.Akan tetapi, Vian tak memungkiri jika tanpa Rizuki, ia sedikit kewalahan mengurus perusahaan. Terutama untuk orang-orang tak penting yang seringkali membuatnya repot.Hal terakhir yang memberikan kesan buruk bagi Vian adalah, Rizuki dan Avan yang seolah mendorongnya untuk menghadapi Lena
“Jika begitu, Adik Kecil. Kau belum bisa menuduhku dengan tepat,” ujar Rizuki.“Kau memang benar, tapi cepat atau lambat aku akan menemukan buktinya.”“Oh, ya?” tantang Rizuki. “Kalau begitu aku menunggu. Cepatlah! Karena aku belum yakin jika kau bisa menemukan bukti-bukti itu sebelum kepulanganku ke Jepang. Ah, atau kau katakan dulu asumsimu padaku. Aku penasaran dan ingin mendengarnya langsung sebelum semua bukti terkumpul.”Untuk sekali lagi, Vian mengepalkan tangannya karena geram. Selama berada dekat dengan Rizuki, ia belum pernah merasa segeram ini padanya. Ah, bukankah untuk menjadi seseorang yang berpengaruh di perusahaan, harus pandai memainkan emosi terlebih dahulu? Baru setelah itu mengatur siasat.“Aku mengetahui bahwa sebelum aku menemui Lena, kau dan Vian yang menemuinya terlebih dahulu, lalu setelah itu, barulah kesepakan dibuat dan menarik namaku di dalamnya. Kau menemukan bahwa Lena pe
“Kau tahu, orang yang sudah menganggapku adiknya? Bahwa tingkah kalian sudah menghancurkan aku. Hidupku berantakan padahal sebelumnya aku sudah menemukan bahagiaku dengan menikahi cinta pertama yang aku dambakan,” lirih Vian.Terlihat sekali jika tubuh itu tak baik-baik saja dengan adu argumen mereka. Pikir Vian, ketika ia mengungkap kejathatan Rizuki serta Avan, ia akan bisa terbebas dari pernikahan bersama Lena yang jujur saja tak ia sukai.Tak kuat menahan beban tubuh lebih lama, Vian melangkah menuju ranjang dan mendudukkan diri di salah satu sisinya. Dengan kepala yang menunduk, ia meremat surai hitam itu dengan kasar. Baru kali ia merasa sebegini dipermainkan oleh orang yang begitu dekat dan kejamKejam? Tentu saja kejam. Baru saja ia merasakan kebahagiaan, hal itu sudah terengut saja tanpa Vian sadari.“Aku tahu, Vi. Tapi, apa menurutmu aku berlaku sekejam itu?”Vian mendongak. Ia menatap wajah angkuh Rizuki yang disi
“Bagaimana menurutmu? Apakah kami masih bersalah di matamu, Vi? Aku bisa membuktikan jika semua itu tidak sedang dalam rekayasa. Kau mau minta bukti juga aku siap dengan semua itu. Sedangkan kau? Menuduhku tanpa bukti dan hanya bermodal asumsi dan insting belaka. Kau pikir, apa kau bisa memimpin perusahaan dengan sikap seperti itu? Jangan bermimpi!“Akan ada banyak orang yang menjatuhkanmu. Akan ada banyak yang berpura-pura dan bersikap baik hanya di depanmu demi mendapatkan muka, sedang diam-diam di belakangmu mereka merencanakan kejatuhanmu. Jika saat itu terjadi dan aku tidak ada, bagaimana kau akan mengatasinya, hm? Katakan padaku dan jangan menunjukkan sikap lemah seperti itu!” perintah Rizuki. Ia jengah melihat Vian yang menundukkan kepalanya.Ke mana sikap arogan tadi yang ditunjukkan pria itu saat menuduhnya tanpa bukti dan dengan percaya diri tetap menyudutkannya.Cih! Lemah.Rizuki mendecih dalam hati. Baru diserang mental sepe
“Aku terkesan, Ri. Kau tidak bisa kusetarakan dengan wanita di luar sana dan seolah kau berdiri sendiri dengan apa yang kau miliki. Semula, kupikir kau membenciku, lalu kau mengatakan bahwa kau tidak memiliki kebencian yang tersimpan. Bahkan ketika aku mengingatkan hal terkelam darimu, kau tak memnerikan respon yang berarti untuk itu. Sebenarnya, apa yang kau rasakan?”Vian menuntut jawaban bukan tanpa alasan. Baginya, Rizuki adalah sosok yang sekiranya bisa dicontoh untuk sifat kerasnya yang tak bisa tertumbangkan dengan mudah. Siapa yahu, kan, dia bisa belajar dari itu? Mengingat wanita keturunan Jepang itu sudah melalui banyak hal untuk bisa sampai ke tahap ini dan terlihat hampir tidak memiliki cacat cela sedikitpun. Apalagi, di negara mereka begitu menjunjung nilai kejujuran. Dan Vian tahu jika hampir mustahil untuk Rizuki berkata bohong.“Aku berdamai dengan masa lalu.” Jawaban Rizuki membuat Vian tercengang. Apa maksudnya dengan berdamai
Lena dan Farrin, dua wanita berbeda yang tak bisa disamaratakan untuk urusan hati.“Vi, aku menceritakan semua ini bukan karena maksud terselubung dan ingin kau bersimpati padaku, tidak! Melainkan untuk peringatan padamu yang kini mengambil tanggung jawab besar terhadap banyaknya kepala keluarga yang bergantung pada kepemimpinanmu. Aku pernah jatuh dan terpuruk, tetapi bukan berarti aku harus menunjukkan kelemahan itu pada semua orang.“Kau menanyakan apakah aku membencimu? Tentu saja tidak! Kau sudah kuanggap sebagai adikku, sama seperti Avan. Jadi, tak ada alasan aku membencimu dan membuat kau kesusahan. Kau sudah tahu jika aku akan pulang dan mengakhiri kontrak, kan?”Vian mengangguk. Memang berat untuk menerima semua hal yang datang secara tiba-tiba ini. Hingga berakhir ia yang hanya bisa terdiam saat Rizuki banyak mengeluarkan kata-katanya. Jika dalam situasi biasa, mereka pasti lebih suka melontarkan ejekan satu sama lain daripada membica
“Maaf karena berantakan, aku belum sempat bersih-bersih,” ujar Vian sambil berlalu menuju satu-satunya kamar yang ia miliki. Setelah Farrin memutuskan untuk pergi, ia tak bisa lagi mempertahankan kebersihan dan kerapian apartemennya. Kesibukan di kantor dan tiadanya Farrin cukup membuatnya kelabakan. Apalagi, mulai beberapa hati yang lalu mulai sering berkunjung dan menginap ke rumah utama.Perceraiannya dengan Farrin masih belum diketahui oleh keluarga calon mantan istrinya. Semua hal terencana dengan begitu rapi dan tinggal menunggu keputusan mereka berpisah secara resmi. Beberapa menyayangkan perpisahan keduanya yang diketahui masih belum memiliki usia pernikahan yang panjang. Namun, bukankah dengan uang semuanya bisa dikendalikan? Bahkan jika kau mau, hukum pun bisa dibeli.“Tak masalah. Aku bisa mengerti,” timpal Lena. Ia bisa mengapa halitu terjadi pada Vian. Diam-diam, ia bisa melihat rauh kecewa dan sendu saat keluar dari kamar dan melih
“Kau tidak menginap saja? Malam sudah semakin larut dan perjalanan pulang juga jauh. Tenang saja, kita bisa mengabari Mama jika kau menginap,” tawar Lena saat Vian sudah menyalakan mobil dan berencanan untuk pulang setelah mengantar wanita yang sebenatr lagi menjadi istrinya itu.Bukan menjadi rahasia umum bahwa mereka sudah menentukan tanggal pernikahan karena perceraian yang sudah disetujui oleh hakim. Nazilla, yang mengumumkan tanggal itu pada mereka mengatakan jika tak baik untuk menunda pernikahan karena usia kandungan Lena yang tak bisa disembunyikan. Masuk akal, tetapi hal itu cukup membuat Vian semakin pusing.Pusing karena Farrin yang pergi dan kini ia tak tahu di mana wanita itu pergi. Tak mungkin jika dia pergi ke rumah orang tuanya karena sang ibu sudah memastikannya tadi. Jadi, yang bisa lakukan untuk saat ini adalah menunggu. Memojokkan Rizuki untuk mengatakan apa yang diketahuinya pun percuma, karena wanita itu lebih pintar untuk berkilah lid
“Van?” bisik Farrin seakan tak mempercayai pandangannya. Matanya tak berkedip untuk beberapa saat, kala ia mengagumi sosok yang pernah ia tolak di altar. “Ini aku, Fa. Aku datang untuk menjemputmu,” ujar Avan. Pria serupa Vian itu tersenyum lembut dan berjalan pelan menuju tempat Farrin berdiri termagu. Ia ingin tertawa, menertawakan wanita yang telah menolaknya itu dan terlihat rapuh untuk saat ini. “Berkediplah! Aku bukan fatamorgana atau ilusi semata. Aku nyata dan bisa kau rengkuh dalam pelukanmu, Mon Amour.” Ah, panggilan yang Farrin rindukan. Hancur sudah pertahanan Farrin dan ketika ia berkedip, air matanya lolos begitu saja. Ia tak menyangka jika setlah semua ini, ia baru menyadari bahwa ia butuh Avan untuk bersandar, bukan Vian atau dirinya sendiri seperti yang pernah ia katakan. Hatinya terlalu pongah untuk mengakui jika ia masih membutuhkan bahu pria untuk bersandar. Ia pikir, mungkin akan lebih baik untuk berdiri sendiri seperti yang dulu
Farrin menerima kenyataan jika Avan tak akan menerimanya karena ia sekarang sudah menjadi bekas sang adik. Dengan perlahan, ia kembali menatap kolam dan mengusap lembut perut datarnya. Tempat di mana nyawa lain kini tengah bersemayam dan menunggu untuk bertumbuh. “Avan dengan senang akan mengakui bahwa ia adalah ayah dari anak yang kau kandung,” ujar Rizuki. Ia memahami apa yang membuat Farrin murung. “Apakah bisa? Aku takut jika ....” “Jika dia akan lebih menyayangi anak kandungnya nanti jika kau memutuskan bersamanya?” Farrin mengangguk. Sudah Rizuki duga jika Farrin akan berpikir seperti itu. Sebelum ini, keduanya sudah membahas bahwa ia tak akan mempermasalahkan jika Farrin ingin kembali bersama Avan. Wanita berdarah Jepang itu juga mengatakan bahwa Avan sama sekali tak tahu menahu tentang apa yang sudah ia lakukan pada mantan kekasihnya itu. Avan murni pergi tanpa mengetahui apa pun tentang keberadaan Farrin. Awalnya, Farrin memutuskan un
“Dia tuanku.” Hanya jawaban itu yang bisa Farrin dengar dari bibir Natsu dan membuat wanita yang masih hamil muda itu mendengus kesal. Tentu saja, siapa pun di rumah ini pasti tahu kedudukan pria itu bagi Natsu. Namun, bukan jawaban itu yang Farrin butuhkan. Ia ingin jawaban yang lebih bagus dan spesifik dari hal itu. Alhasil, Farrin mendiamkan Natsu dan sama sekali tak menyentuh apa pun yang Natsu siapkan untuknya. Ia merasa jika selama ini idirinya menjadi boneka yang bisa dipermainkan oleh semua orang. Setelah permainan Avan dan Vian, disusul Rizuki, lalu kini Natsu. Jadi, ia memutuskan untuk menunggu istri dari pria misterius yang mendatanginya kemarin dan mencari jawaban darinya. Tanpa disadari, waktu sudah berjalan cepat dan hari telah berganti. Meninggalkan Farrin yang masih enggan memasukkan apa pun ke mulutnya karena rasa kesal. Alex bahkan Natsu menyerah untuk membujuknya, bahkan ketika Natsu membujuk dengan jiwa yang Farrin bawa bersamanya pun, Far
“Kau, siapa?” tanya Farrin. Ekspektasinya akan Avan menghilang begitu saja kala ia mendapati sosok pria yang tak ia kenal sama sekali. Pria berbadan tegap, memiliki mata sipit khas Jepang, dan kulit kuning kecoklatan yang dibalut dengan tuxedo. Dari yang ia fahami, pria itu bukan orang sembarangan yang bisa ia singgung dengan mudah.“Konnichiwa (selamat siang),” ujar pria itu sambil memberi salam khas Jepang. “Boku no nawae wa Daisuke desu, yoroshiku. (Namaku Daisuke, salam kenal)”Farrin hanya bisa mematung dan menatapnya dengan raut wajah yang tak bisa dimengerti oleh Alex yang berdiri seolah tengah mengawal pria itu. Mungkin, Farrin sedikit syok atau tidak mengerti apa yang diucap oleh pria itu.“Ah, Rin-chan. Maksud Tuan, beliau sedang memperkenalkan diri.” Natsu tiba dan berusaha menjelaskan siapa pria yang sedang duduk itu. Natsu mengerti, Farrin pasti tidak paham dengan ucapan pria yang memperkenalkan diriny
Setelah Farrin meminta sarapan di waktu dini hari dan Alex serta Natsu mencurigai sesuatu, keduanya sepakat untuk melakukan serangkaian tes dan pertanyaan hingga mereka mengambil kesimplan bahwa Farrin memang membawa nyawa lain di tubuhnya. Bahkan, untuk menegaskan kesimpulannya, Alex sengaja pergi mencari apotek saat matahari telah terbit dan membeli alat tes kehamilan instan. Alex maupun Natsu sudah menduga jika hasilnya akan berakhir positif, tetapi tidak dengan Farrin. Ia masih merasa tidak percaya. Kegagalannya beberapa waktu lalu untuk melihat dua tanda garis pada alat itu membuat ia berkecil hati dan enggan berharap lebih. Memang, apa yang bisa Farrin harapkan? Sedangkan meski ia positif pun, keputusan perceraiannya dengan Vian sudah mencapai tahap final. Jadi, ia merasa jika lebih baik untuk menyembunyikannya saja. Toh, meski Vian tahu pun, ia tak bisa memberi keluarga yang baik untuk calon anaknya kelak. Vian sudah memiliki Lena di sampingnya dan akan memili
Begitu selesai, Alex segera menuju dapur dan mendapati Natsu serta Farrin yang terduduk dan seperti menunggu kedatangannya. Alex tak tahu jika kehadirannya begitu ditunggu dengan antusias seperti ini. Ah, ia jadi menyesal saat ia berniat untuk mengulur waktu di kamar mandi dan berharap dua wanita yang hidup dengannya itu tak betah menunggu dan pergi tidur. “Maaf, Nona. Aku harus menyelesaikan sesuatu tadi,” jelas Alex. Ia tak ingin Farrin menuduhnya yang tidak-tidak, sedangkan yang sebenarnya memang ia tidak ada kegiatan sama sekali. Farrin menggeleng kecil dan tersenyum, lalu berkata, “Iya, tidak apa-apa. Aku bisa memaklumi, ya. Jaa ... ayo masakkan aku ramennya. Dua, ya. Aku ingin makan dengan Natsu-chan juga. Ah, tiga kalau juga ingin, ya. Aku tak ingin kau hanya diam dan melihat kami makan.” Ah sial! Ingin rasanya Alex mengumpati Farrin. Natsu, kan, bisa membuatnya sendiri, mengapa ia yang harus disuruh untuk membuatkannya juga. Ia yakin, Natsu bisa membu
“Alex,” ujar Natsu. Ia menggoncang pelan tubuh Alex yang tengah terlelap di futon—kasur lantai khas Jepang, yang ada di kamarnya. Natsu mungkin merapal untuk meminta maaf untuk nanti, tetapi ia juga bersyukur karena Alex tidak mengunci pitu kamarnya.“Ada apa, Nats?” tanya Alex dengan pelan. Jika saja tuan yang memerintahkannya untuk menjaga Farrin ada di sini, sudah pasti ia akan mendapat hukuman karena menurunkan tingkat kewaspadaan. Karena bagaimanapun juga, Alex adalah seorang penjaga dan tugasnya adalah memiliki kewaspadaan yang tinggi. Dan membiarkan kamar tidak terkunci dan seseorang bisa masuk sembarangan adalah suatu kesalahan yang fatal.“Oh, tidak! Nats!” sergah Alex. Ia baru ingat jika tak mengunci kamar. Lalu, apakah ada suatu hal yang membuat wanita itu panik seperti ini?“Apa, lex?”“Aku lupa mengunci pintu dan menurunkan kewaspadaanku. Seharusnya aku tidak menuruti perkataan Farri
“Vi, hentikan pencarianmu tentang Farrin.”Dengan satu kali tombol ditekan, pesan suara yang Nazilla kirimkan kini terkirim pada ponsel Vian. Ia sudah memutuskan untuk mengalah dan membiarkan Farrin lepas dari tanggung jawabnya. Setelah ini, ia hanya bisa berharap jika wanita itu bisa menemukan bahagianya sendiri, atau setidaknya menemukan orang yang mencintainya.Bukankah dicintai lebih baik ketimbang mencintai?Sebagai orang yang sudah melewati lima dasawarsa alam hidupnya, Nazilla mengerti betapa hidup terkadang tidak bisa kita kendalikan meski ada banyak uang di tangan kita. Padahal, tak sedikit dari mereka yang mengatakan bahwa jika kau memiliki uang, kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan.Mungkin mereka benar, tetapi bukan berarti harus dijadikan sebagai sebuah pembenaran.Nazilla sendiri yang mengalaminya tanpa ada bantuan cerita dari orang lain. Kini, meski uang dan kekuasaan bisa ia pegang, satu wanita untuk kebahagiaan pu
“Ap-apa maksudmu, Ri?” Badan Nazilla mengalami tremor kecil saat Rizuki menyelesaikan ucapannya. Semakin lama, Wanita paruh baya itu semakin merasa terancam saat wanita yang enggan duduk itu mengatakan banyak hal. Bahaya! Ia bisa mencium ada tanda-tanda bahaya untuk nanti.“Mama sangat tahu apa yang kumaksud, tapi masih menanyakannya padaku? Biar kuberitahu satu hal, Ma. Biarkan Avan bersama dengan Farrin dan mereka menjemput bahagianya. Putra kesayanganmu sudah bertemu dengan wanita yang pas untuknya. Wanita yang mencintainya dan memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang bisnis. Sebagai orang yang kau anggap anak juga, aku mengatakan hal yang sebenarnya dan berharap Mama bisa mengerti.”Rizuki melirik Nazilla sekilas lalu melanjutkan, “Yang Mama tuduhkan, bahwa aku tidak adil pada kedua orang itu semata-mata juga karena Mama sendiri. Perlukah aku mengatakan semua hal yang membuat Mama bisa berpikir bahwa apa yang Mama lakukan adalah sebua