Lena dan Farrin, dua wanita berbeda yang tak bisa disamaratakan untuk urusan hati.
“Vi, aku menceritakan semua ini bukan karena maksud terselubung dan ingin kau bersimpati padaku, tidak! Melainkan untuk peringatan padamu yang kini mengambil tanggung jawab besar terhadap banyaknya kepala keluarga yang bergantung pada kepemimpinanmu. Aku pernah jatuh dan terpuruk, tetapi bukan berarti aku harus menunjukkan kelemahan itu pada semua orang.
“Kau menanyakan apakah aku membencimu? Tentu saja tidak! Kau sudah kuanggap sebagai adikku, sama seperti Avan. Jadi, tak ada alasan aku membencimu dan membuat kau kesusahan. Kau sudah tahu jika aku akan pulang dan mengakhiri kontrak, kan?”
Vian mengangguk. Memang berat untuk menerima semua hal yang datang secara tiba-tiba ini. Hingga berakhir ia yang hanya bisa terdiam saat Rizuki banyak mengeluarkan kata-katanya. Jika dalam situasi biasa, mereka pasti lebih suka melontarkan ejekan satu sama lain daripada membica
vote-nya mana, nih??
“Maaf karena berantakan, aku belum sempat bersih-bersih,” ujar Vian sambil berlalu menuju satu-satunya kamar yang ia miliki. Setelah Farrin memutuskan untuk pergi, ia tak bisa lagi mempertahankan kebersihan dan kerapian apartemennya. Kesibukan di kantor dan tiadanya Farrin cukup membuatnya kelabakan. Apalagi, mulai beberapa hati yang lalu mulai sering berkunjung dan menginap ke rumah utama.Perceraiannya dengan Farrin masih belum diketahui oleh keluarga calon mantan istrinya. Semua hal terencana dengan begitu rapi dan tinggal menunggu keputusan mereka berpisah secara resmi. Beberapa menyayangkan perpisahan keduanya yang diketahui masih belum memiliki usia pernikahan yang panjang. Namun, bukankah dengan uang semuanya bisa dikendalikan? Bahkan jika kau mau, hukum pun bisa dibeli.“Tak masalah. Aku bisa mengerti,” timpal Lena. Ia bisa mengapa halitu terjadi pada Vian. Diam-diam, ia bisa melihat rauh kecewa dan sendu saat keluar dari kamar dan melih
“Kau tidak menginap saja? Malam sudah semakin larut dan perjalanan pulang juga jauh. Tenang saja, kita bisa mengabari Mama jika kau menginap,” tawar Lena saat Vian sudah menyalakan mobil dan berencanan untuk pulang setelah mengantar wanita yang sebenatr lagi menjadi istrinya itu.Bukan menjadi rahasia umum bahwa mereka sudah menentukan tanggal pernikahan karena perceraian yang sudah disetujui oleh hakim. Nazilla, yang mengumumkan tanggal itu pada mereka mengatakan jika tak baik untuk menunda pernikahan karena usia kandungan Lena yang tak bisa disembunyikan. Masuk akal, tetapi hal itu cukup membuat Vian semakin pusing.Pusing karena Farrin yang pergi dan kini ia tak tahu di mana wanita itu pergi. Tak mungkin jika dia pergi ke rumah orang tuanya karena sang ibu sudah memastikannya tadi. Jadi, yang bisa lakukan untuk saat ini adalah menunggu. Memojokkan Rizuki untuk mengatakan apa yang diketahuinya pun percuma, karena wanita itu lebih pintar untuk berkilah lid
Vian mendesah lega. Untung saja Lena telanjur peka dengan keadaannya yang sedang tak fokus. Jika tidak, sudah pasti ia akan masuk ke kamar berpintu merah yang terlihat bagus dan berada beberapa meter di sebelahnya. Persis seperti yang dideskripsikan oleh Lena tadi. Hanya saja, pintu berwana merah itu berada di sisi kiri lorong, sedangkan pintu bercat coklat yang akan Vian termpati berada di sisi kanan.Andai Lena tak lebih dulu mencegat dan menunjukkan pada Vian kamar yang tepat, pasti ia sudah masuk kamar yang mungkin, milik Lena. Mau diletakkan di mana wajah tampannya ini jika hal itu sampai terjadi? Menggelikan.“Kamarku yang berpintu Merah itu, Vi. Kalau ada apa-apa, kau bisa mengetuknya.” Lena menunjuk pintu merah yang sebelumnya Vian anggap sebagai kamar tamu. Untung saja sebelum ia masuk, sudah diberitahu lebih dulu.“Atau kau mau kita sekamar saja?” tawar Lena. Ia tersenyum kecil dan menatap wajah lelah Vian , lalu menambahkan, &l
Setelah pagi menyambut, Vian bangun dengan tergesa-gesa hingga menolak sarapan yang Lena tawarkan padanya. Semalam, ia hanya bisa memikirkan Farrin dan tidur hanya dalam waktu tiga jam saja. Sebenarnya tangan Vian sudah gatal untuk menghubungi sau orang yang selalu ia minta mengawasi Farrin untuk memantau wanita itu di kediaman barunya. Sayang, ia masih memiliki hati untuk tidak mengacaukan cuti yang orang itu miliki setelah sekian lama bekerja padanya.Sebenarnya, orang yang Vian pekerjakan masih dalam tahap cuti karena ia memberikan waktu dua hari. Namun, ia harus menelan kembali ucapannya dan meminta orang itu untuk membantu secepat mungkin. Alhasil, orang itu menerima dengan nada terpaksa. Memang siapa yang tak merasa terpaksa saat hari cutimu harus berakhir lebih cepat?Sepertinya Vian mulai memakai sikap otoriter yang ayah dan kakaknya miliki.“Farrin tidak ada di kediamannya sejak kemarin, Bos. Pagi-pagi ia sudah pergi dan tidak ada yang melihatnya
Sementara itu di bagian belahan bumi yang lain ....Farrin mengembuskan napasnya kasar setelah kakinya mendarat di bandara yang entah di mana letaknya. Jika dilihat dari tata letak, bandara itu merupakan bandara kecil dengan fasilitas yang tidak begitu banyak. Mungkin karena jetlag juga dia merasa di sekitarnya menjadi aneh.Untuk ukuran bandara kecil, dirinya tak begitu faham karena ini adalah penerbangan pertamanya. Namun, bukannya ia tak pernah melihat, tetapi dilihat dari segi mana pun, bandara yang ia pijaki terlihat aneh. Terlalu sepi, dan pesawat yang ada hanya pesawat kecil yang ia tumpangi saja. Apakah ini bandara perintis? Bandara yang digunakan untuk penerbangan ke daerah sulit dijangkau.Merana skali hidupnya. Sudah dipaksa mengikuti, akhirnya dibuang seperti ini.“Mari ikuti saya,” pinta salah seorang yang datang kepadanya. Orang itu memakai pakaian resmi, berkaca mata hitam, dan terlihat ada sesuatu di telinganya. Sesuatu yang Fa
“Anda benar, Nona. Saya khusus di bawa ke sini atas perintah yang membayar saya. Sebelumnya, saya adalah orang yang dipekerjakan untuk mengawal anda dari kejauhan,” ujar pria itu.Farrin semakin tak mengerti dengan jalan hidupnya saat ini. Diam-diam, ia memiliki pengawal pribadi yang menjaganya dari jauh dan tidak ia sadari sama sekali. Ia jadi bertanya-tanya. Memang, siapa yang mau membayar orang untuk mengikutinya sampai begini?“Apakah kau sudah lama bekerja padanya?”“Sudah, Nona.”“Lalu, sejak kapan?”“Maaf, Nona. Itu bukan hak saya untuk menjawab.”“Lalu, kita akan ke mana? Setidaknya, berikan aku petunjuk kecil untuk menghilangkan rasa penasaranku.”“Kita akan ke kediaman yang akan Nona tempati. Maaf, Nona. Tempat itu mungkin kecil, tetapi Tuan sudah menyediakan pekerja yang akan menemani Nona. Dia mungkin hampir seumuran Nona. Jadi, saya harap penjel
Sembari makan, Farrin mencoba menahan rasa dongkolnya karena tak ada yang bisa ia ajak bicara. Sepanjang perjalanan, ia bisa melihat pepohonan yang mulai merontokkan daunnya karena menyambut salju yang akan menyelimuti mereka beberapa waktu yang akan datang. Ah, iya. Bukankah natal dibarengi dengan salju? Jika melihat keadaannya kali ini, apakah natal akan terlewati seorang diri?“Apa orang tuaku akan merindukanku? Bagaimana jika keluargaku tahu aku sudah tidak ada di dekat mereka? Apakah mereka akan mencariku?” pikir Farrin. Belum ada sehari ia meninggalkan kota itu, tapi sudah sangat merindukan keluarganya.Ini aneh, menurut Farrin.Ia yang sangat jarang bertemu dan bercengkrama dengan keluarganya kini merindukan mereka di hari yang sama dengan kepergiannya. Sejak awal, belum pernah ia merindukan mereka hingga seperti ini. Terutama setelah pernikahannya. Ia tidak merasa bahwa merindukan mereka akan menjadi semenyakitkan ini.Keheningan masih
Farrin tercengang takjub saat netranya memandang rumah sederhana khas jepang yang dulu, hanya bisa ia tonton di serial anime kesayangannya saja. Tak lama setelah Alex tersendak ludahnya sendiri, mereka sampai di tempat yang dituju. Sebuah kediaman sederhana di pinggir hutan dan memiliki pagar yang tak terlalu tinggi seperti film zaman kerajaan Korea. Jika begini Farrin bingung. Sebenarnya rumah ini mengambil konsep asli Jepang, atau Korea?“Rumah ini milik anda, Nona. Tuan sudah membuat surat kepemilikan atas nama anda. Setelah ini, kita tinggal di sini untuk beberapa waktu sampai Nona dijemput oleh Tuan,” ujar Alex.Farrin menoleh ke arah Alex yang kini telah berdiri di sampingnya. Sejak tadi ia mengoceh, tetapi tak dapat jawaban apa pun dari pria itu. Kini, begitu ia tercengang Alex langsung berkata tanpa ia minta atau menanyakan apa pun.“Kita? Kau dan aku akan hidup bersama di sini? Berdua?” Farrin menanyakan hal itu bukan tanpa alasa
“Van?” bisik Farrin seakan tak mempercayai pandangannya. Matanya tak berkedip untuk beberapa saat, kala ia mengagumi sosok yang pernah ia tolak di altar. “Ini aku, Fa. Aku datang untuk menjemputmu,” ujar Avan. Pria serupa Vian itu tersenyum lembut dan berjalan pelan menuju tempat Farrin berdiri termagu. Ia ingin tertawa, menertawakan wanita yang telah menolaknya itu dan terlihat rapuh untuk saat ini. “Berkediplah! Aku bukan fatamorgana atau ilusi semata. Aku nyata dan bisa kau rengkuh dalam pelukanmu, Mon Amour.” Ah, panggilan yang Farrin rindukan. Hancur sudah pertahanan Farrin dan ketika ia berkedip, air matanya lolos begitu saja. Ia tak menyangka jika setlah semua ini, ia baru menyadari bahwa ia butuh Avan untuk bersandar, bukan Vian atau dirinya sendiri seperti yang pernah ia katakan. Hatinya terlalu pongah untuk mengakui jika ia masih membutuhkan bahu pria untuk bersandar. Ia pikir, mungkin akan lebih baik untuk berdiri sendiri seperti yang dulu
Farrin menerima kenyataan jika Avan tak akan menerimanya karena ia sekarang sudah menjadi bekas sang adik. Dengan perlahan, ia kembali menatap kolam dan mengusap lembut perut datarnya. Tempat di mana nyawa lain kini tengah bersemayam dan menunggu untuk bertumbuh. “Avan dengan senang akan mengakui bahwa ia adalah ayah dari anak yang kau kandung,” ujar Rizuki. Ia memahami apa yang membuat Farrin murung. “Apakah bisa? Aku takut jika ....” “Jika dia akan lebih menyayangi anak kandungnya nanti jika kau memutuskan bersamanya?” Farrin mengangguk. Sudah Rizuki duga jika Farrin akan berpikir seperti itu. Sebelum ini, keduanya sudah membahas bahwa ia tak akan mempermasalahkan jika Farrin ingin kembali bersama Avan. Wanita berdarah Jepang itu juga mengatakan bahwa Avan sama sekali tak tahu menahu tentang apa yang sudah ia lakukan pada mantan kekasihnya itu. Avan murni pergi tanpa mengetahui apa pun tentang keberadaan Farrin. Awalnya, Farrin memutuskan un
“Dia tuanku.” Hanya jawaban itu yang bisa Farrin dengar dari bibir Natsu dan membuat wanita yang masih hamil muda itu mendengus kesal. Tentu saja, siapa pun di rumah ini pasti tahu kedudukan pria itu bagi Natsu. Namun, bukan jawaban itu yang Farrin butuhkan. Ia ingin jawaban yang lebih bagus dan spesifik dari hal itu. Alhasil, Farrin mendiamkan Natsu dan sama sekali tak menyentuh apa pun yang Natsu siapkan untuknya. Ia merasa jika selama ini idirinya menjadi boneka yang bisa dipermainkan oleh semua orang. Setelah permainan Avan dan Vian, disusul Rizuki, lalu kini Natsu. Jadi, ia memutuskan untuk menunggu istri dari pria misterius yang mendatanginya kemarin dan mencari jawaban darinya. Tanpa disadari, waktu sudah berjalan cepat dan hari telah berganti. Meninggalkan Farrin yang masih enggan memasukkan apa pun ke mulutnya karena rasa kesal. Alex bahkan Natsu menyerah untuk membujuknya, bahkan ketika Natsu membujuk dengan jiwa yang Farrin bawa bersamanya pun, Far
“Kau, siapa?” tanya Farrin. Ekspektasinya akan Avan menghilang begitu saja kala ia mendapati sosok pria yang tak ia kenal sama sekali. Pria berbadan tegap, memiliki mata sipit khas Jepang, dan kulit kuning kecoklatan yang dibalut dengan tuxedo. Dari yang ia fahami, pria itu bukan orang sembarangan yang bisa ia singgung dengan mudah.“Konnichiwa (selamat siang),” ujar pria itu sambil memberi salam khas Jepang. “Boku no nawae wa Daisuke desu, yoroshiku. (Namaku Daisuke, salam kenal)”Farrin hanya bisa mematung dan menatapnya dengan raut wajah yang tak bisa dimengerti oleh Alex yang berdiri seolah tengah mengawal pria itu. Mungkin, Farrin sedikit syok atau tidak mengerti apa yang diucap oleh pria itu.“Ah, Rin-chan. Maksud Tuan, beliau sedang memperkenalkan diri.” Natsu tiba dan berusaha menjelaskan siapa pria yang sedang duduk itu. Natsu mengerti, Farrin pasti tidak paham dengan ucapan pria yang memperkenalkan diriny
Setelah Farrin meminta sarapan di waktu dini hari dan Alex serta Natsu mencurigai sesuatu, keduanya sepakat untuk melakukan serangkaian tes dan pertanyaan hingga mereka mengambil kesimplan bahwa Farrin memang membawa nyawa lain di tubuhnya. Bahkan, untuk menegaskan kesimpulannya, Alex sengaja pergi mencari apotek saat matahari telah terbit dan membeli alat tes kehamilan instan. Alex maupun Natsu sudah menduga jika hasilnya akan berakhir positif, tetapi tidak dengan Farrin. Ia masih merasa tidak percaya. Kegagalannya beberapa waktu lalu untuk melihat dua tanda garis pada alat itu membuat ia berkecil hati dan enggan berharap lebih. Memang, apa yang bisa Farrin harapkan? Sedangkan meski ia positif pun, keputusan perceraiannya dengan Vian sudah mencapai tahap final. Jadi, ia merasa jika lebih baik untuk menyembunyikannya saja. Toh, meski Vian tahu pun, ia tak bisa memberi keluarga yang baik untuk calon anaknya kelak. Vian sudah memiliki Lena di sampingnya dan akan memili
Begitu selesai, Alex segera menuju dapur dan mendapati Natsu serta Farrin yang terduduk dan seperti menunggu kedatangannya. Alex tak tahu jika kehadirannya begitu ditunggu dengan antusias seperti ini. Ah, ia jadi menyesal saat ia berniat untuk mengulur waktu di kamar mandi dan berharap dua wanita yang hidup dengannya itu tak betah menunggu dan pergi tidur. “Maaf, Nona. Aku harus menyelesaikan sesuatu tadi,” jelas Alex. Ia tak ingin Farrin menuduhnya yang tidak-tidak, sedangkan yang sebenarnya memang ia tidak ada kegiatan sama sekali. Farrin menggeleng kecil dan tersenyum, lalu berkata, “Iya, tidak apa-apa. Aku bisa memaklumi, ya. Jaa ... ayo masakkan aku ramennya. Dua, ya. Aku ingin makan dengan Natsu-chan juga. Ah, tiga kalau juga ingin, ya. Aku tak ingin kau hanya diam dan melihat kami makan.” Ah sial! Ingin rasanya Alex mengumpati Farrin. Natsu, kan, bisa membuatnya sendiri, mengapa ia yang harus disuruh untuk membuatkannya juga. Ia yakin, Natsu bisa membu
“Alex,” ujar Natsu. Ia menggoncang pelan tubuh Alex yang tengah terlelap di futon—kasur lantai khas Jepang, yang ada di kamarnya. Natsu mungkin merapal untuk meminta maaf untuk nanti, tetapi ia juga bersyukur karena Alex tidak mengunci pitu kamarnya.“Ada apa, Nats?” tanya Alex dengan pelan. Jika saja tuan yang memerintahkannya untuk menjaga Farrin ada di sini, sudah pasti ia akan mendapat hukuman karena menurunkan tingkat kewaspadaan. Karena bagaimanapun juga, Alex adalah seorang penjaga dan tugasnya adalah memiliki kewaspadaan yang tinggi. Dan membiarkan kamar tidak terkunci dan seseorang bisa masuk sembarangan adalah suatu kesalahan yang fatal.“Oh, tidak! Nats!” sergah Alex. Ia baru ingat jika tak mengunci kamar. Lalu, apakah ada suatu hal yang membuat wanita itu panik seperti ini?“Apa, lex?”“Aku lupa mengunci pintu dan menurunkan kewaspadaanku. Seharusnya aku tidak menuruti perkataan Farri
“Vi, hentikan pencarianmu tentang Farrin.”Dengan satu kali tombol ditekan, pesan suara yang Nazilla kirimkan kini terkirim pada ponsel Vian. Ia sudah memutuskan untuk mengalah dan membiarkan Farrin lepas dari tanggung jawabnya. Setelah ini, ia hanya bisa berharap jika wanita itu bisa menemukan bahagianya sendiri, atau setidaknya menemukan orang yang mencintainya.Bukankah dicintai lebih baik ketimbang mencintai?Sebagai orang yang sudah melewati lima dasawarsa alam hidupnya, Nazilla mengerti betapa hidup terkadang tidak bisa kita kendalikan meski ada banyak uang di tangan kita. Padahal, tak sedikit dari mereka yang mengatakan bahwa jika kau memiliki uang, kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan.Mungkin mereka benar, tetapi bukan berarti harus dijadikan sebagai sebuah pembenaran.Nazilla sendiri yang mengalaminya tanpa ada bantuan cerita dari orang lain. Kini, meski uang dan kekuasaan bisa ia pegang, satu wanita untuk kebahagiaan pu
“Ap-apa maksudmu, Ri?” Badan Nazilla mengalami tremor kecil saat Rizuki menyelesaikan ucapannya. Semakin lama, Wanita paruh baya itu semakin merasa terancam saat wanita yang enggan duduk itu mengatakan banyak hal. Bahaya! Ia bisa mencium ada tanda-tanda bahaya untuk nanti.“Mama sangat tahu apa yang kumaksud, tapi masih menanyakannya padaku? Biar kuberitahu satu hal, Ma. Biarkan Avan bersama dengan Farrin dan mereka menjemput bahagianya. Putra kesayanganmu sudah bertemu dengan wanita yang pas untuknya. Wanita yang mencintainya dan memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang bisnis. Sebagai orang yang kau anggap anak juga, aku mengatakan hal yang sebenarnya dan berharap Mama bisa mengerti.”Rizuki melirik Nazilla sekilas lalu melanjutkan, “Yang Mama tuduhkan, bahwa aku tidak adil pada kedua orang itu semata-mata juga karena Mama sendiri. Perlukah aku mengatakan semua hal yang membuat Mama bisa berpikir bahwa apa yang Mama lakukan adalah sebua