Selama perjalanan keduanya hanya diam menikmati jalanan yang sedang mereka tempuh.
“Jadi apa kalian memiliki sebuah hubungan spesial?” tanya Damar, pria yang sudah berusia 45 tahun. Pertanyaan nya membuat Alieen bingung dengan siapa sosok pria ini. Sedang Bagas, ia merasa malu dengan pertanyaan yang di lontarkannya.
“Tolong pak, jangan bertanya yang aneh-aneh.”
“Haha, saya hanya bertanya.”
Lalu Alieen melihat sebuah foto yang tergantung di sebuah kaca spion mobil. Damar yang kebetulan memperhatikan Alieen, ia memberitahukan jika pasangan dalam foto itu adalah kedua orang tua Bagas yang sudah lama meninggal.
“Pak, kenapa di jelaskan segala? Itu kan enggak penting.” Ujar Bagas.
“Maaf den, Saya hanya merasa Pacar aden harus tahu.” Ucapan Darma membuat Bagas dan Alieen merona.
“Gak perlu lo dengerin apa kata kakek-kakek kesepian itu. Dia begi
Alieen baru saja akan bersantai di depan televisi, tapi Bintara datang merebut remot yang di genggamnya lalu mematikan tv yang baru saja di nyalakan.Alieen berseru memanggil namanya karena kesal. Tapi tatapan Bintara lebih menyeramkan di bandingkan amarahnya.“Lu kenapa selalu balik sama dia? Apa lo sama dia pacaran?” tanya Bintara dengan dingin.“Emangnya kenapa? Suka-suka gue dong mau pulang sama siapa.”“Tapi kan ada gue, seharusnya balik sama gue.”Alieen hanya diam, ia sudah lelah untuk berargumen saat ini. Ia tidak mau menambah lelah pikiran dan hatinya. Tapi hal itu tidak di mengerti oleh Bintara. Ia ingin berbicara lagi tapi Ibu mereka muncul, di saat itu lah Alieen memutuskan pergi dari sana menuju kamarnya.“Kalian ribut ya?” tanya Ratih.“Bukan begitu kok bu, cuman aku negor dia supaya hati-hati jika berteman.”“Hm? Kok begitu? Memangnya siapa yang di
Suara bel terdengar nyaring, menandakan seseorang baru saja masuk ke tempat itu. Petugas yang berdiri di kasir menyapanya dan menanyakan apa yang ingin di butuh kan nya. “Ice blend satu dan roti bakar” Suara perempuan ini terdengar sangat familiar. Wanita itu duduk manis di cafe dan menatap keluar jendela. “Shintia!” teriak seorang pelayan. Oh pantas saja suaranya tidak asing di telinga. Ia lah orang yang sudah membuat janji dengan Alieen. “Di sini!” Shintia berlari menghampiri kasir dan mengambil pesanannya. Setelah itu, ia kembali ke bangkunya, dan menikmati pesanannya sambil tersenyum memikirkan rencana yang sempurna untuk hari ini karena rasa bosannya. Saat menikmati dan menanti, sebuah notifikasi pesan masuk dan berhasil membuat moodnya seketika hancur. Pesan itu tertulis atas nama ‘Pak tua menyebalkan’, Shintia hanya membaca pesan itu yang berisi ungkapan kasar dan memaksanya untuk membelikan minuman untuk sang pengirim pesan. Kenapa gue haru
“Eh, Alieen! Cepet bantu gue sini. Kok lo cuman main sama dua curut itu?” ujar Shintia yang sembari membawa sekeranjang penuh pakaian yang baru saja ia cuci. “Kak! Jangan bicara seperti itu kepada anak-anak kecil seperti kami!” seru seorang gadis kecil berusia 8 tahun. “Iya, kalau kita berdua saja sih gak masalah. Tapi yang lain nanti salah paham sama ucapan kak Shintia loh...” sahut gadis kecil lain yang seusia 10 tahun. “Aduh, iya deh maaf. Kalau begitu kakak yang ini, kakak pinjam dulu buat bantuin kakak.” Ucap Shintia sembari menarik lengan baju Alieen untuk keluar. Alieen tidak mengerti dengan Shintia yang berada di depannya ini. Ia masih tidak percaya dengan sifat yang bertolak belakang dengan apa yang ia tahu selama ini. “Lo pasti lagi berpikir kalau apa yang gue lakuin sekarang aneh.” “Hah? E-enggak kok!” Shintia memeras baju di tangannya, ia segera menjepit pakaian itu dan menggantungnya. Ia mendongakkan kepalanya ke atas, melihat lan
“Shintia,” panggil seorang wanita saat mereka sedang menonton film di tv bersama-sama.“Ikut bunda dulu yuk.” Ajak wanita yang sering di sapa ‘Bunda’ oleh anak panti dan warga sekitar.Shintia di ajak ke belakang dapur dan hanya ada mereka berdua saja di sana. Sepertinya bunda ingin berbicara sesuatu yang serius dengan dirinya.“Ada apa bunda?”“Kamu enggak bermaksud kabur dari rumah, kan?” tanya bunda khawatir melihat Shintia yang tiba-tiba datang kemari sampai membawa seorang teman, tanpa memberikabar kepadanya. Tidak seperti biasanya.“Bunda, jangan khawatir.” Jawab Shintia singkat, seolah ia sudah terbiasa dengan sikap Bunda yang amat memperhatikan dirinya tidak seperti kedua orangtuanya.“Bunda mengerti, kalau begitu. Sejak kapan kalian berteman? Jarang sekali loh kamu bawa teman, sampai menginap.”Shintia terdiam sejenak, sesungguhnya pertanyaan
Jam menunjukkan pukul dua pagi, namun Alieen merasa jika ada seseorang yang menggendong dirinya. Ia ingin melihat siapa yang menggendongnya namun matanya tidak bisa terbuka lebih lebar lagi, bahkan tubuhnya terasa lemas tak berdaya, hingga akhirnya Alieen kembali menutup matanya kembali. SARAAAH! Air dingin disiram ke Alieen yang masih terlelap, tubuhnya seketika menggigil kedinginan. Ia melihat jika dirinya sedang di kelilingi beberapa Pria menyeramkan berbadan besar penuh bekas luka dan tato di sekujur tubuhnya. “Si... Siapa mereka... Apa yang mereka mau dari gue?” Raut wajah Alieen sangat ketakutan, ia bahkan merasa ini lebih menakutkan di banding menghadapi tingkah laku kakaknya, Bintara. “Sudah sadar, hm?” Suara itu tiba-tiba saja terdengar dari belakang Alieen lalu ia berjalan menghadapi wajah Alieen dan meremas pipinya hanya dengan satu tangan. “Lo tidak terlihat mirip dengannya.” Ujar si Pria berpenampilan lebih rapi dengan setelan jas yang sangat cocok di pakainya tidak
Alieen sadar jika saat ini adalah momen yang pas untuk melepaskan diri dari ikatan kursinya. Iya segera melihat sekeliling mencari sesuatu untuk memotong tali di tubuhnya. Sedangkan Lutbis ia akhirnya mengetahui dari mana serangan itu berasal dan segera menghadang serangan selanjutnya. Ternyata serangan tersebut berasal dari seorang remaja yang memakai hoodie hitam dan menutupi wajahnya dengan masker hitam, di tangannya juga terdapat katana panjang yang sedang di tangkis Lutbis menggunakan pipa besi. “Oh, ternyata bocah yang melakukan hal ini? Hei, apa Lo enggak takut melawan kami, bocah?” Lutbis menyeringai dan segera mengayunkan pipa besinya untuk menyerang balik tanpa memberikan kesempatan pada lawannya sekarang. Alieen yang sudah terbebas dari ikatannya ia segera akan di serang oleh anak buah Lutbis. Untungnya Remaja berhoodie itu tepat waktu menghadang serangan itu, dan membuat lawan di depannya tidak bisa lagi menggunakan tangannya. Ia berbalik melihat kondisi Aliee, “Lo engg
“Pak, kami sudah memeriksa gedung ini. Memang benar jika ada tanda-tanda dari nona muda. Tapi sepertinya nona muda di bawa orang lain dari sini.” Ucap salah satu anak buah Bintara sembari memberikan sebuah tab yang sedang memutar video rekaman cctv sekitar gedung. “Cepat temukan di mana Alieen berada!!” Perintah Bintara kepada anak buahnya. “Ketua, saya menemukan ini di semak-semak...” ucap Fitry, salah satu anggota tim investigasi kepolisian yang dapat di percayai oleh Bintara. “Sudah berapa kali saya bilang, jangan panggil saya ketua...” Bintara terkejut saat melihat apa yang di tunjukan Fitry kepadanya. “Bukannya ini ikat rambut Alieen, Adik Anda, ketua?” Bintara meraih plastik transparan yang berisi rambut yang masih terikat dengan ikat rambut biru. “Rambut halus ini, dan ikat rambut biru yang biasa di pakai Alieen... Apa maksud dari ia yang memotong rambutnya? Ah, benar. Gue ingat waktu pertama kali gue ketemu dia, kalau gue bilang suka sama dia yang rambut panjang, dan jika
Bagas masuk ke salah satu gang gelap bersama Alieen, dan segera mematikan motor yang mereka kendarai. Lalu suara sirene kepolisian mulai terdengar keras, tapi beberapa saat kemudian suara itu semakin menjauh. Alieen dan Bagas menghela nafas lega, Bagas sedikit menoleh ke belakang dan melihat wajah Alieen tiba-tiba pucat.“Alieen, Lo sakit?” Bagas sedikit panik dan khawatir.“Gue enggak apa-apa...” Tapi wajahnya yang pucat tidak bisa di bohongi. Bagas mencoba menempelkan punggung tangannya ke dahi Alieen, ia ingin mengecek apakah benar Alieen tidak apa-apa.“Lo panas! Gak bisa begini, gue harus bawa lu pulang!” Bagas akan menyalakan kembali motornya lalu tiba-tiba Alieen menempelkan kepalanya yang terasa berat ke punggung Bagas.“Jangan... Kalau pulang, gue enggak tahu apa di rumah aman atau enggak. Gue juga khawatir sama ibu gue tapi masih ada kak Bintara jadi ibu pasti aman.... Tapi, gue juga gak mau ke rumah sakit... Nanti mereka datang lagi dan Lo bisa-bisa dalam bahaya yang lebih