Masa lalu. “Selesai juga!” Kata Kakakku sambil meletakkan pensil yang dia gunakan untuk mengisi soal. Kakakku nampak kelelahan saat dia merebahkan dirinya di atas lantai. “Maaf, karena telah menyusahkan.” Kata Bagas dengan wajah malu-malu. “Eh... ah... kau tak perlu meminta maaf.” Kata Kakakku yang terkejut saat Bagas tiba-tiba meminta maaf. Dia kemudian bangkit dari posisi tidurannya, lalu duduk di dekat Bagas. “Ingat Bagas, saat seseorang melakukan sesuatu untukmu, kau harus berterima kasih padanya, bukan malah meminta maaf!” Kata Kakakku menasehati Bagas. “Ah.. uh... Hnn!” Karena suatu alasan Bagas tak bisa mengatakan apapun, jadi dia menganggukkan kepalanya. “Tapi Aku benar-benar lelah... apakah kita bisa makan kuenya sekarang?” Kataku memecahkan suasana serius di antara Kakakku dan Bagas. “Ah, ya... tentu saja!” Setelah mengatakan itu, Kakakku mengambil sebuah bangku, lalu membawanya ke samping rak bukuku dan menaikinya agar dia bisa mengambil kotak kue yang di simpa
Masa Lalu. “Tidakkah kau pikir Kakakku bersikap aneh belakangan ini?” Tanyaku pada Bagas saat kami jalan pulang ke rumah, setelah pulang sekolah. Bagas menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang baru saja kukatakan. “Kira-kira apa yang dia lakukan belakangan ini, ya?” Tanyaku kembali. Biasanya Kakakku akan pulang sekolah bersama kami, tapi belakangan ini kami selalu pulang hanya berduaan, kami tak mendengar apapun kabar darinya, selain dia yang menyuruh kami pulang duluan. Kira-kira apa yang dilakukan oleh Kakakku sampai membuatnya harus berada di sekolah lebih lama dari pada kami? Meskipun dia lebih tua dari kami, tapi bukan berarti dia sudah dewasa. Kakakku tak mungkin mendapatkan tugas yang tak bisa dilakukan oleh anak kecil, jadi seharusnya dia akan baik-baik saja. “Nah, Asraf...” Bagas tiba-tiba saja memanggil namaku. Aku menengok ke arahnya dengan pandangan bertanya-tanya. “Ada apa?” Tanyaku sambil menghentikan langkahku. Bagas juga berhenti melangkah saat Aku berh
Masa lalu.Setelah mengatakan kabar tak menyenangkan itu, si Paman membawaku ke rumah sakit tempat tubuhku Kakakku berada dengan menggunakan sepeda motornya. Selama di perjalanan si Paman menceritakan apa yang dia ketahui. Dia mendengar kabar itu dari Ayahku yang mendengarnya dari pihak sekolah.Pihak sekolah mengaku bahwa mereka menemui tubuh Kakak yang sudah tak bernyawa di kolam yang tak jauh dengan sekolah kami berada. Kolam itu biasanya sepi, karena berada di bagian belakang sekolah yang luput dari pengawasan para guru.Paman itu berkata para guru datang memeriksa danau tersebut, karena mereka mendengar ada keributan di sana, tapi apa yang mereka temukan di sana hanyalah tubuh Kakakku tanpa ada siapapun. Mungkin pelaku yang menyebabkan Kakak seperti itu sudah melarikan diri.Aku sendiri sebetulnya tak mengerti apa yang terjadi atau lebih tepatnya tak mau mengerti. Aku tak ingin menerima kenyataan tersebut. Aku ingin bahwa semua yang dikatakan oleh Paman itu bohong.Akan tetapi ji
Masa lalu.“Yo, Aarav... apa kau baik-baik saja?!”Sapa salah satu teman sekelasku saat kami berjumpa di dekat gerbang sekolah. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan melambaikan tanganku padanya.“Apa kau yakin membiarkannya memanggilmu dengan nama itu, Asraf?”Tanya Bagas yang berdiri tak jauh dariku. Aku menengok ke arahnya sambil memberikan senyuman canggung.“Mau bagaimana lagi, sekarang namaku adalah Aarav, bukan Asraf.”Bagas memberikanku tatapan tajam saat Aku mengatakan hal itu. Senyumanku segera menghilang, lalu Aku menunduk dengan wajah pasrah.“Aku sudah memikirkan ini sejak lama, tapi apakah kau tak ingin memberontak?”Tanya Bagas dengan wajah serius.“Apa kau orang yang tepat untuk menanyakan itu padaku?”Kataku dengan skeptis. Bagas nampak menghela napas, lalu menganggukkan kepalanya.“Kau benar... meskipun kita sebentar lagi masuk SMA, tapi kita sama sekali tak bisa melawan orang tua kita.”Hanya hitungan hari sebelum kami lulus dari SMP dan menjalani kehidupan SMA kami,
Hari - 5.“Kau bisa tertawa, jika kau mau... tak seperti kalian yang mungkin bertemu dengan website itu secara kebetulan, Aku dan Bagas benar-benar menghabiskan banyak waktu kami untuk mencarinya... kami bahkan hanya menjalani hidup kami secara monoton tanpa memikirkan bagaimana kami bisa kehidupan kami.”Kataku di akhir ceritaku dengan nada yang tak begitu senang. Aku merebahkan diriku di atas kasur, karena merasa kelelahan setelah mengingat kembali masa lalu kami.Rina nampak menggelengkan kepalanya, setelah mendengar perkataanku tadi.“Setelah mendengar ceritamu, Aku yakin bahwa masalahku hanyalah masalah sepele... yang patut ditertawakan di sini adalah diriku, bukan dirimu!”Kata Rina dengan ekspresi yang merenung.“Lalu apa yang ingin kau lakukan, setelah mendengar ceritaku?”Aku menanyakan pertanyaan yang ada di kepalaku saat Aku mulai menceritakan masa laluku. Aku ingin tahu alasan di balik kenapa dia sangat ingin mengetahui masa laluku hingga dia tak masalah menceritakan hal y
Hari - 5.Setelah membawa keluar Ria dari ruang makan, Aku dan Aurora yang mengikuti kami dari belakang memutuskan untuk membawanya ke ruang istirahat yang berada tak jauh dari ruang makan.Aku bisa melihat tubuh Ria yang masih gemetaran di sepanjang perjalanan kami menuju ruang istirahat. Bahkan saat Aku mendudukkannya di sofa, tubuh Ria masih gemetaran dengan hebat. Trauma yang dimilikinya pasti lebih besar dari pada siapapun yang ada di menara ini.Aku memang tak tahu apa yang terjadi di ruang makan, tapi kurasa Aku bisa menyerahkan masalah itu pada Asraf dan yang lain. Aku hanya berharap tak ada yang memiliki trauma sebesar Ria di sana.“Apa kau ingin minum?”Tanya Aurora yang nampak mengambilkan air putih untuk kami.“Terima kasih.”Kataku sambil mengambil botol air putih yang disodorkan oleh Aurora.“Ria, sebaiknya kau minum dulu!”Kataku sambil membukakan tutup botol itu agar dia bisa meminumnya dengan mudah.Ria menggelengkan kepalanya saat Aku menyodorkan botol di tanganku ke
Hari - 5.“Ternyata kau ada di sini.”Kataku saat Aku menemukan Aurora yang duduk di meja yang sama dengan saat kami kemarin berkumpul bersama Asraf di dalam perpustakaan.“Hmm, apa kau ada perlu denganku?”Tanya Aurora sambil meletakkan buku yang tengah dia baca untuk melihat ke wajahku.“Jangan pura-pura tak tahu, kau pasti menyadari bahwa Aku akan datang mencarimu, karena kau jelas-jelas menungguku di tempat yang bisa kutemukan.”Dia seharusnya bersama dengan Sarah dan Ria, tapi kenyataannya dia malah duduk sendirian di perpustakaan ini. Sudah jelas jika dia sedang menantikan seseorang di sini.“Sebenarnya sebelum datang ke sini, Aku juga sempat menyapa Nona Resepsionis dan memberikannya minuman... tapi kau memang benar, Aku datang ke sini memang untuk menunggu seseorang, meski sebenarnya dia bukanlah dirimu.”“Jadi kau ingin bertemu Asraf... sayang sekali, karena dia saat ini sedang bertemu dengan gadis lain.”“Oh, jadi itu alasanmu datang menemuiku sendirian.”“Jika boleh jujur,
Hari - 5.Setelah keluar dari kamar yang ditempati Rina, Aku berkeliling menara untuk mencari kemana perginya teman-temanku, tapi Aku hanya menemukan Sarah dan Ria yang berada di ruang istirahat. Karena Sarah memberi tanda untuk jangan berisik, karena Ria sedang tertidur, maka Aku segera pergi meninggalkan ruangan ini tanpa membuat suara sama sekali. Aku tak ingin membangunkannya.Pada akhirnya karena tak ada hal yang bisa kulakukan dan Aku tak tahu harus melakukan apa lagi, Aku memutuskan untuk kembali ke ruang makan. Masih ada banyak waktu sebelum makan siang, tapi Aku merasa lebih baik membantu mereka berjaga, lagi pula hanya ada 4 orang yang berjaga di sana.Saat Aku memasuki ruang makan, Aku melihat Cinta, Arifa, Kevin dan Sebastian sedang mengobrol.“Oh, Asraf? Ada apa? Apa kau melupakan sesuatu?”Tanya Sebastian yang melihatku masuk ke ruang makan.“Tidak ada.... karena Aku tak tahu harus melakukan apa, jadi Aku memutuskan untuk kembali ke sini.”Kataku, lalu mengambil tempat d
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k