Hari – 6.“Kalian pasti lapar, kan? Apa kalian ingin kubawakan sesuatu?”Kata Helene, setelah kami melepaskan jabat tangan kami.Aku melihat ke arah Aurora untuk melihat ekspresi wajahnya. Aku ingin memastikan apakah dia sudah lapar atau belum. Dia kemudian balik menatap diriku.“Aku tak begitu lapar, jadi kau bisa langsung memberikan perintahmu!”Aku melihat ke arah Helene.“Aku ingin tahu, apa yang sedang dilakukan oleh teman-temanku di bawah sana?”“Teman-temanmu? Apa maksudmu teman satu kelompokmu atau semua orang di sana?”“Tentu saja semua orang di sana! Apa yang sedang mereka lakukan?”“Hmmm, Aku tak bisa mengatakan detailnya, tapi sepertinya mereka sedang membagi diri mereka ke beberapa kelompok untuk menyelidiki berbagai tempat dan mencari ketiga orang yang menghilang.”Karena mereka sampai saat ini belum menemukan orang-orang yang menghilang, sepertinya orang-orang itu sedang bersembunyi dengan sengaja, tentu saja kecuali orang yang mereka bunuh.Aku tak ingin mempercayai in
Hari – 6.Karena kami tak tahu dimana mereka bertiga berada saat ini, kami memutuskan untuk mencari mereka dengan memeriksa ruangan di lantai ini satu per satu. Cara ini memang sangat lama, tapi cara ini adalah satu-satunya cara kami bisa kami pikirkan.Aku sebetulnya tak ingin terlibat dengan rencana ini, begitu juga dengan Adrian yang nampak tak bersemangat, tapi karena kami tak bisa memikirkan rencan yang lebih baik, jadi kami tak bisa menolak ide tersebut. “Bukankah ada cara yang lebih baik dari pada ini?”Tanya Adrian yang lebih terdengar keluhan di telingaku.“Memangnya cara apa yang lebih baik itu?”Balasku dengan kesal.“Aku merasa bahwa kita hanya akan membuang-buang waktu jika seperti ini terus! Coba ingat-ingat kembali! Apakah kau pikir tempat pembunuhan itu berada di lantai ini atau bukan?”Aku terdiam, lalu mulai berpikir.“Aku tak tahu, tapi pelaku dengan repot-repot mengambil smartphone milik Arifa, jadi dia pasti melewati kamar itu untuk suatu alasan.”“Jika seperti i
Hari – 6.“Nah, Crona kenapa kita berada di sini?”Rina nampak kebingungan saat dia melihat ke sekeliling ruangan ini.“Santai saja, Rina... apakah kau ingin minum sesuatu?”Aku berjongkok di depan vending mesin, lalu memilih satu minuman kaleng yang ada di sana, lalu mengambilnya dari bagian bawah vending machine.“Aku sama sekali tak peduli dengan hal itu! Aku bertanya kenapa kita berada di ruang istirahat? Bukankah ada hal yang lebih baik untuk kita lakukan?”Rina menatap diriku dengan pandangan tak sabaran.“Hmmm? Memangnya apa yang bisa kita lakukan?”Rina nampak terkejut dengan apa yang baru saja kukatakan.“Apa yang kau bicarakan!? Tentu saja kita harus mencari orang-orang yang hilang itu!”“Mencari orang hilang? Memangnya kau tahu dimana kita harus mencari mereka?”“Soal itu.... kita tak akan mengetahuinya, jika kita tak mencarinya.”“Maka dari itu, Aku bertanya dimana kita harus mencari?”Aku membuka jus jeruk kalengku, lalu duduk di salah satu bangku yang ada, sebelum akhirn
Hari – 6.Kami memanggil kembali Sebastian dan Kevin yang menunggu di luar ruangan.“Cepat sekali, kupikir kalian akan mengobrol lebih lama.”Kurasa pembicaraanku dan Rina memang berjalan terlalu cepat. Bahkan Sebastian masih belum menghabiskan minumannya, meski nampaknya Kevin sudah menghabiskan miliknya.“Kami hanya berbicara sebentar... lebih penting lagi, ada hal yang ingin kutanyakan padamu!”Sebastian nampak menaikan alisnya.“Apa yang ingin kau tanyakan?”“Ini soal keberadaan Asraf.”Kami kembali duduk di tempat kami duduk sebelumnya. Aku memandangnya dengan tatapan serius.“Kau mengetahui keberadaan Asraf berada saat ini, kan?”Sebastian hanya tersenyum sedikit, begitu mendengar pertanyaanku. Orang yang nampak paling terkejut adalah Rina.“Eh!? Benarkah itu?!”“Ya, bahkan sepertinya dia sudah mengetahuinya sebelum dirimu!”“Ti-tidak mungkin! Bagaimana bisa?!”Aku menatap Rina sebentar, sebelum kembali melihat ke arah Sebastian.“Kurasa dia bisa langsung menjawab pertanyaan itu
Hari – 6.Semua orang tak bisa menutupi keterkejutan mereka, begitu mendengar pertanyaanku. Aku pun tersenyum melihat hal tersebut.“A-apa yang kau bicarakan?! Mana mungkin dia bisa melakukan hal tersebut!?”Rina adalah yang pertama mengeluarkan pendapatnya.“Apa kau benar-benar berpikir begitu?”Balasku dengan cepat.Mereka menatap tak percaya pada diriku. Aku kemudian mengabaikan tatapan mereka dan melanjutkan perkataanku.“Kau sendiri tahu bahwa saat ini Ria mengalami guncangan mental yang berat, setelah masa lalunya terungkap, bukan?”Cinta menganggukkan kepalanya.“Itu memang benar, tapi apa dia bisa melakukan pembunuhan hanya karena hal tersebut?”“Entahlah, Aku sendiri tak bisa mengatakannya dengan pasti... tapi ada kemungkinan dia dengan spontan membunuh orang yang berad di dekatnya, jika dia merasa sedang terancam... lagi pula, masa lalunya memang melibatkan kekerasan.”Kekerasan seksual, apalagi jika dilakukan oleh orang terdekat dan terpecaya, jelas akan meninggalkan bekas
Hari – 6.“Kali ini apa lagi yang kau bicarakan? Memangnya kapan itu terjadi?”Rina nampaknya tak ingat dengan hal tersebut. Aku tak bisa menyalahkannya, karena banyak hal yang terjadi, jadi hal seperti itu pasti terlupakan olehnya.“Tidak, tunggu dulu, Rina! Aku yakin Crona membicarakan tentang kejadian waktu itu!”“Waktu itu?”“Kau tahu, saat Adrian menyuruh kita untuk memilih salah satu orang yang paling mencurigakan?”“Ah! Waktu itu, ya! Waktu kita mencari siapa pengkhianat di antara kita, lalu banyak orang yang memilih Jack!”Cinta menganggukkan kepalanya untuk membenarkan apa yang dikatakan oleh Rina.“Ya, tapi sejujurnya Aku tak begitu ingat dengan detail hasilnya... hal yang kuingat hanyalah Jack mendapatkan hasil terbanyak, lalu ada 3 orang yang mendapatkan 3 suara.... Ah, Aku juga ingat saat Crona memilih Bagas!”Gadis itu menyebutkan bagian yang tak penting di akhir.“Aku hanya bercanda saat memilih Bagas waktu itu, jadi jangan berpikir bahwa Aku benar-benar ingin membunuhn
Hari – 6.Kami semua berdiri di depan kamar 401 alias kamar Ria. Sarah melihat ke arahku sebentar, sebelum memberanikan dirinya untuk mengetuk pintu kamar tersebut.Tok! Tok! Tok!“Ria, apa kau berada di dalam sana?”Tak ada jawaban apapun dari balik pintu. Sarah kembali melihat ke arahku dengan ekspresi khawatir.Aku kemudian menekan gagang pintu untuk memastikan apakah pintu itu terkunci atau tidak. Akan tetapi gagang pintu itu sama sekali tak bergerak yang menandakan bahwa pintu itu terkunci.“Sepertinya kita tak bisa masuk ke dalam sini.”Jika Aku tak salah, kami dilarang masuk ke dalam ruangan yang dikunci, jika kita melanggarnya, kita bisa mendapatkan hukuman.“Kenapa kau tak mendobraknya saja? Kurasa dengan begitu, pintu itu tak akan lagi terkunci!”Aku menatap tajam Adrian sebentar, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengabaikan perkataannya.“Apa yang ingin kau lakukan? Berdiam diri di sini atau kita mencari di tempat lain?”Sarah nampak berpikir sebentar, sebelum menjawab per
Hari – 6.“Dimana kau menemukan buku ini?”Tanya Aurora sambil mengambil buku harian itu dari tangan Fiona.“Aku menemukannya di laci kecil yang berada di samping tempat tidur.”Fiona menunjuk ke arah sebuah laci.“Buku harian ini digembok, apa kau menemukan kuncinya?”Aurora kemudian memperlihatkan gembok kecil yang terdapat pada buku harian tersebut.Fiona menggelengkan kepalanya.“Aku tak melihat kuncinya dimanapun! Kemungkinan Ria membawanya bersamanya.”Aku kemudian mengambil buku harian itu dari tangan Fiona, lalu memeriksa gembok tersebut.“Tenang saja... Aku bisa dengan mudah menghancurkan gembok ini, jika kita memiliki palu atau semacamnya.”Gembok itu bukanlah gembok yang kokoh. Gembok tidak terbuat dari besi atau baja, melainkan hanya terbuat dari aluminium dengan body plastik.“Tapi apa kita boleh melihat isinya?”Tanya Sarah sambil mengambil buku harian itu dari tanganku. Dia menatap buku harian itu dengan pandangan sedih.“Buku ini pasti berisi masa lalu Ria, kan?”Meski
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k