Hari – 2.Aku melihat ke arah Ria yang sudah nampak terlelap. Melihatnya tidur dengan nyaman seperti itu membuatku juga ingin tertidur.“Apa kau serius? Apa kau ingin tidur sekarang?”Fiona nampak tidak setuju denganku. Jam hampir menunjukkan pukul 11 malam, jadi kurasa ini sudah waktu yang cocok untuk tidur.“Jika kau ingin terus mengobrol, kau bisa mengambil jam pertama untuk berjaga... Aku sudah lelah untuk hari dan ingin tidur... bangunkan Aku jika kau ingin bergantian!”Setelah mengatakan itu, Bagas merebahkan dirinya di atas lantai dan mulai tertidur. Dia bahkan tak mengambil selimut atau bantal untuk membuat tidurnya lebih nyaman. Seperti yang kuduga, dia sebetulnya adalah orang yang baik. Dia membiarkan selimut dan bantal di ruangan ini digunakan untuk orang lain.“Aku mengerti, Aku akan berjaga... siapa lagi yang ingin tidur?”Aku mengangkat tanganku, lalu mencari posisi untuk tidur.“Aku akan berjaga untuk sementara waktu... karena ada banyak orang di antara kita, kurasa kit
Hari – 3.Pagi ini terasa berbeda dengan pagi sebelumnya. Itulah yang kurasakan saat Aku menginjakan kakiku ke luar ruangan.Aku dan Bagas bertugas untuk mengambil semua smartphone yang kami sebar di lantai 3 ini. Kami sudah memastikan jumlah smartphone dan dimana letaknya dari para pemiliknya, jadi tugas kami sangat mudah.Aku segera mematikan mode merekam dari setiap smartphone yang kutemui. Kami memutuskan untuk menontonnya saat kami selesai sarapan, jadi Aku sama sekali tak melihat isi rekamannya, begitu juga dengan Bagas.Kami sangat beruntung, karena tak satupun smartphone kami yang hilang. Aku sempat berpikir bahwa kami akan kehilangan semua smartphone kami.Setelah selesai mengambil semua smartphone kami, Aku dan Bagas kembali ke kamar kami. Aku mendengar bahwa para gadis ingin mandi sebelum sarapan, jadi Aku dan Bagas memutuskan untuk menunggu mereka di luar pintu.Aku dan Bagas duduk di depan kamar kami, karena kami merasa akan lama untuk menunggu mereka selesai mandi.“Asra
Hari – 3.Kekhawatiranku ternyata terbukti tak perlu saat satu per satu orang memasuki ruang makan. Tapi Aku dibuat terkejut dengan kemunculan Jack di ruang makan ini. Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia tak menerima hukuman apapun? Atau mungkin mereka memutuskan untuk tidak memaksanya menuliskan namanya sendiri? Apa yang terjadi saat kemarin malam?“Nah, Asraf... sepertinya semua orang yang ada kemarin telah berkumpul di sini.”Setelah mendengar hal itu dari Sarah, Aku memperhatikan jika tak ada kursi kosong di ruang makan ini, selain kedua kursi yang terdapat foto Kira dan James. Itu artinya tidak ada yang terbunuh hari ini atau setidaknya belum ada yang terbunuh.Aku sudah mendengar penjelasan mengenai peraturan di menara ini dari Kepala desa, tapi Aku masih belum paham bagaimana cara kerja peraturan itu. Apakah hari ini adalah hari khusus dimana tak ada yang terbunuh atau ada suatu hal yang terjadi hingga pihak menara menunda pembunuhan mereka? Aku ragu bahwa yang pertama adalah
Hari – 3.“Pengumuman penting macam apa yang kau bicarakan?”Adrian bertanya sambil menyenderkan tubuhnya pada kursinya, lalu membetulkan letak kacamatanya. Tatapan matanya mengarah pada tajam pada Kepala desa.“Kau sendiri sudah bisa menebaknya, kan?”Melihat seringainya, Aku mengerti apa yang dia bicarakan. Aku kembali melihat ke arah salah satu kotak di ruangan ini, begitu juga dengan Adrian.“Maksudmu salah satu dari kami ada yang mengisi kotak tersebut?”Si Kepala desa menganggukkan kepalanya.“Aku datang ke sini untuk melihat apa isi dari kotak tersebut! Dari pada membuat kalian menunggu lama, Aku akan segera mengeluarkan isi dari kotak itu.”Tanpa diperintah oleh Kepala desa, Christ segera membawa kotak yang berada di sebelah kiri ruangan ke Kepala desa.“Terima kasih.”“Bukan masalah.”Si Kepala desa kemudian mengeluarkan sebuah kunci dari saku bajunya, lalu membuka kotak tersebut.“Oh, ternyata hanya ada satu kertas di sini.”Dia berkata seolah-olah dia terkejut dengan isi da
Hari – 3.“Bisakah kau menjelaskan bagaimana ini bisa terjadi, Kakek tua?”Adrian bertanya dengan nada kesal. Meski Aku tak yakin alasan kenapa dia kesal, tapi Aku merasakan hal yang sama. Aku ingin menanyakan apa yang baru saja terjadi. Kenapa Lion dibunuh dengan cara ini? Apa seseorang di antara kami memang benar-benar membunuhnya atau itu hanya trik darinya?“Memangnya penjelasan apa lagi yang kau inginkan? Bukankah sudah jelas jika ada salah seorang di antara kalian yang menuliskan namanya, lalu memasukkannya ke dalam kotak itu untuk membunuhnya.”Kakek itu menujuk ke kotak yang baru saja dia buka tadi dengan sangat santai. Dia benar-benar tak terlihat merasa bersalah atau menyesal, karena baru saja menyuruh orang untuk membunuh Lion. Apakah dia tak merasakan rasa iba atau kasihan saat Lion meminta maaf dan ampun?“Jika itu benar... maka siapa dia!?”Kami semua melihat ke arah suara itu berasal. Di sana kami melihat Rock yang ingin berdiri kembali dengan punggung yang nampak sakit
Hari – 3.“Pertama kita akan membahas siapa yang membunuh Lion, apa ada yang keberatan tentang hal tersebut?”Tentu saja Aku tak akan keberatan tentang hal tersebut, malahan itu adalah hal yang kuinginkan.“Sepertinya tak ada yang ingin menentangnya.”Adrian berkata begitu melihat ekspresi semua orang, terutama ekspresi wajahku yang nampak sangat serius.“Asraf, Aku akan langsung bertanya padamu, siapa orang yang kau curigai sebagai pembunuhnya?”Aku menghela napasku dulu, sebelum menjawab pertanyaan tersebut. Tenanglah Asraf, kau pasti bisa menjawab pertanyaannya.“Ada dua kemungkinan, pertama dia adalah orang yang sama dengan si pengkhianat atau mereka adalah dua orang yang berbeda... dalam peraturan tak ada yang melarang si pengkhianat untuk membunuh dengan memasukkan nama targetnya pada kotak itu.”Aku melirik sebentar kotak yang digunakan untuk membunuh kami.&ld
Hari – 3.Aku bisa merasakan tatapan terkejut dari orang-orang di sekitarku.“Maaf, mengecewakanmu Asraf, tapi Aku berpikir kau terlalu banyak menonton film... di dunia nyata, tak akan ada orang yang mau melakukan hal berbahaya seperti itu... kau tahu, Aku bisa saja membuat diriku terbunuh, jika Aku membuat keadaan di sini menjadi semakin buruk.”“Tidak, Aku pikir Asraf benar... kau bisa saja melakukan hal tersebut.”Adrian segera menyangkal bantahan Michael. Michael hanya menatap Adrian, dia tak terlihat kesal dengan ucapannya.Sebastian kemudian mengangkat tangannya.“Anu... mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan ini, tapi apakah Aku boleh meninggalkan ruangan ini? Aku butuh pergi ke toilet.”Adrian dan Aku menatap tajam ke arahnya di saat yang bersamaan.“Bisakah kalian tak menatapku setajam itu?”Ini tak bisa membantu, jika dia benar-benar ingin ke toilet, tapi ada resiko dia melakukan sesuatu yang mencurigakan saat dia sendirian. Aku sebenarnya tak ingin mencurigainy
Hari – 3.“Kali ini kau benar-benar blak-blakan, ya... kalau Aku bilang bahwa Aku tak pernah datang ke tempat ini, selain untuk makan, apa kau akan percaya padaku?”Jawabannya tentu saja tidak. Aku tak senaif itu untuk berpikir bahwa dia akan menjawab pertanyaanku dengan jujur. Aku menanyakan hal itu hanya untuk melihat reaksinya.Dia tetap saja bersikap tenang seperti sebelumnya. Dia sepertinya memang sudah mengantipasi pertanyaan itu sejak awal.Suasana dingin masih terasa di ruangan ini. Bahkan saat Michael menunjukkan senyumannya, kami semua bersikap dingin padanya. Dengan begini, sudah pasti jika semua orang sudah tak percaya dengannya.“Kalian tak perlu menatap dingin padaku.... Aku tahu bahwa kalian tak percaya dengan apapun yang kukatakan pada kalian, tapi apa kalian yakin ingin tetap seperti itu, bisa saja apa yang kukatakan memanglah kebenaran.”Aku tak menyangkal jika ada kemungkinan jika apa yang dia katakan memang jujur, tapi Aku tetap saja merasa tak bisa sepenuhnya perc
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k