Aku berlari cepat, napasku ngos-ngosan. Aku panik, aku tahu ada yang mengejarku di belakang, tapi siapa yang mengejar tidak tahu wujusnya. Sekarang aku berada di tengah persawahan, tidak ada tempat bersembunyi, karena tanaman padi hanya setinggi lututku. Aku terus berlari di pematang sawah, kutolehkan kepala kebelakang. Di belakang sana, tanaman padi bergoyang dengan sangat kuat, mustahil angin yang menggoyangnya, karena di sekitarnya tidak ikut bergoyang, pasti ada sesuatu yang menggerakkannya. Tanpa pikir panjang aku terus berlari... berlari... sampai kutemukan tempat sembunyi, sebuah gubuk tua berdiding anyaman bambu.Aku masuk ke dalam, kuintip keadaan di luar melalui lobang yang ada di dinding. Seekor harimau putih dengan santai berjalan kearahku, napas beratnya mengeluarkan suara geraman yang membuat tengkukku merinding, aku ketakutan luar biasa. Setelah sampai di gubuk itu, harimau itu berbalik arah, namun sebelum melangkah, kepalanya menoleh ke arahku. Harimau itu tersenyu
Prangg.... Aku terkejut, rupanya nyai Rudiah menatap kami dengan wajah pias, gelas dalam genggamannya terjatuh hingga pecah. Mbak Zarima dengan sigap membersihkan pecahan gelas itu. "Ap .... ap ... Apa yang kau cakap itu Aida?" Nyai Rudiah beringsut memegangi tangan Aida. "Aida ... Aida ...." Nyai Rudiah menangis kencang. Suara tangisnya mungkin terdengar seisi puskesmas, karena Dokter Idhar dan teman-temanku datang menghampiri kami. Mereka menanyakan apa yang terjadi. "Oh ... makasih Lidia ... makasih Lidia, kau selamatkan Aida," kata Nyai Rudiah, tangisnya mulai reda. "Nyai, jam berapa Aida mulai sadar?" tanyaku "Sekitar jam 3 malam tadi," kata nyai Rudiah sambil menyeka sisa-sisa air matanya. "Lidia ... jam 3 malam itu kamu mimpi kan?" Kata Rani sambil berbisik di dekatku. Ya, itulah yang sedang aku pikirkan Rani. Aku mengangguk ke arah Rani **** Jam dua belas siang Dokter kepala mengijinkan Aida pulang. Sepertinya dia sudah pulih seperti sedia kala.Teman-teman sudah pulan
"Maaf yo, Pakdo kemaren belum menyelesaikan ceritanya," kata Pakdo Marlin ketika aku,Rani dan mbak Zarima bertandang ke rumahnya. "Nyai Rudiah dan Datuk Ja'far itu dulu bekerja di rumah Datuk Bagindo Aslan. Ya, semacam pelayanlah, orang kepercayaan," Pakdo Marlin memulai ceritanya. "Datuk Bagindo Aslan orang yang sangat tampan dan kaya, dia anak tunggal keluarga Datuk Aslan Silen, orang paling kaya dulu di kampung ini. Keluarga Aslan juga mempunyai ilmu kanuragan yang tinggi, juga Ilmu pengobatan terutama gangguan santet dan teluh. Tapi anehnya dia tidak menerima pasien atau orang berobat. Datuk Ja'far akan datang membawa orang sakit itu yang di mintanya untuk diobati. Sama macam Pakdo ni, karena orang baru Pakdo tidak tahu, kalau Datuk Ja'far membawa Pakdo untuk menemui Bagindo Aslan. Pakdo dibawa ke rumah panggung di belakang posko kalian. Dulu, tahun 85an, rumah itu, rumah ter-elok di kampung ini. Di sana Pakdo bertemu Bagindo Aslan untuk pertama kalinya. Subhanallah, Bagindo As
Malam minggu ini aku memaksa nginap tempat mbak Zarima, aku belum berani pulang ke posko cewek. Rani juga sama, sehingga mbak Zarima terpaksa menelepon Bang Ikhram untuk tidak berkunjung dan menginap di weekend ini. Sebenarnya kasihan mereka, sudah LDR-an sepekan, pertemuannya disabotase oleh kami. Tapi mohon maaf bae, jiwa-jiwa ketakutan kami adalah hal urgent yang harus didahulukan. Mbak Zarima paham kok, Bang Ikhram juga lelaki soleh dan baik hati, dia tentu tidak keberatan, ini hal sepele bukan cobaan baginya. Sebagai ganti besok pagi dia akan berkunjung sehari pulang pergi, sebagai Ayah sholeh dia tidak kuasa menahan rindu pada dedek Zidan.Malam minggu kami habiskan nobar film India Kal Ho Na Ho yang lagi-lagi diperankan oleh Preity Zinta dan Babang Tampan Shah Rukh Khan di salah satu televisi swasta. Durasi film yang lumayan panjang dari jam 8 sampai jam 12 malam membuat kami begadang. Walau iklannya gak ketulungan lamanya beuudd, tapi kami tetap tegar menanti sampai End. Kalau
Terlihat dari arah sungai Amir dan Nurulia mengangkat satu ember berdua sambil sekali-kali cekikikan. "Ouu, Ummi hampir jatuh ni, Bi "" Hati-hati dong, ummi ...." Merekapun tertawa cekikikan."Woi ... woi ... apa-apaan ni? Ayah-bunda, Papa-Mama, Ummi-Abi, kalian lagi pada ngapain sih?" tanya Rani dengan suara keras."Ha ... ha ... ha ..., makanya jangan kabur terus, ketinggalan info kan jadinya?" kata Murni, mereka semua tertawa."Kami lagi berperan jadi suami istri, cuy! Demi simbiosis mutualisme dan keberlangsungan hidup di pengasingan ini, kami akan mencari cara untuk survive," kata Nurulia, ngomong apa to anak ini?"Maksudnya apa itu?" Akhirnya akupun bertanya, habis kepo sih."Aku sebagai istri akan menyucikan baju Ilham, terus Ilham jadi suami wajib mengangkat air untuk aku mandi," kata Sri menjelaskan."Cuma itu doang? Main rumah-rumahan kalian? terus gak jamin itu bakalan jadi cemceman beneran?" tanya Rani."Ya kalau selanjutnya ya terserah anda ...." kata Dedi tertawa leb
"Lid, Lidia ...." Samar-samar kudengar suara memanggilku, lamat-lamat kubuka mataku.Pandanganku masih samar-samar, namun aku mengenali suara yang memanggil, Rani."Lidia, sudah sadar kau?" tanya Rani lagi. Sudah sadar? Apakah aku tak sadarkan diri? Aku ingat yang terjadi, waktu di acara itu, aku merasa pusing mendengar keramaian. Aku melihat salah seorang siswi duduk di pojok belakang tidak ikut bernyanyi, dia hanya terdiam. Aku bisa dengan jelas melihatnya dari samping. Wajahnya sangat cantik tapi pucat, ekspresinya datar, rambut panjangnya terurai.Ketika sedang mengamatinya, dia menoleh ke arahku, tatapan mata kami berserobok. Matanya sangat tajam dan dingin, kemudian dia menyunggingkan senyum misterius, aku tidak bisa mengartikan senyuman itu, kemudian dia menyerigai sehingga nampak gigi-giginya yang memiliki taring panjang dan tajam, lalu pandanganku gelap ...."Aduh, kepalaku pusing Ran, dimana ini?" Aku memegang kepala dan mengedarkan pandangan yang mulai jelas."Kau di UK
"Lidia, kau sudah punya pacar?" Uhuk ... uhuk ...uhuk ... Aku tersedak es teh mendengar perkataannya. Alamak, to the poin rupanya orang ini. "Eh, maaf...," kataku masih batuk-batuk kecil. "Emm, sudah punya belum?" ulangnya. "Kok, dokter nanyain itu?" yanyaku "Jangan panggil dokter, panggil saja Abang," katanya "Ah, lebih enak Dokter,"kataku sambil menyuap pentol bakso yang maknyus. "Ya sudah Abang Dokter, ya gitu saja. Kalau kau panggil dokter, serasa kau ni pasienku." "Ha ... ha ... kan, aku memang pasien Dokter sekarang." Kubuat senormal mungkin nada bicaraku, tapi orang itu menatapku tanpa berkedip, aku jadi salah tingkah. Segera kuhabiskan Baksoku agar cepat pulang. "Pulang yuk, Dok!" kataku sambil kukemasi barangku. "Baksoku belum habis," katanya santai sambil mengaduk-aduk kuah Bakso, kayaknya sengaja ni orang biar berlama-lama di sini.Sepertinya dia menunggu jawabanku. Gimana ini? "Ayo Dok, pulang. Tiba-tiba kepalaku pusing lagi ini," kataku sambil memegang kepa
Ah, apakah aku mulai terbiasa? Hari ini sudah masuk hari sabtu, anak-anak sekolah sudah terima Rapor. Kulihat siang ini banyak anak-anak dari usia TK, SD, SMP dan SMA kumpul di posko cowok. Rupanya mereka tengah mendaftar untuk kegiatan mengisi libur panjang. Ada yang mendaftar les bahasa inggris, matematika, Fisika, Kimia dan akuntansi. Ada juga yang mendaftar tari dan musik. Aku kebagian mengajar Akuntasi untuk anak SMA. Andre menjadi idola lagi di sini, banyak anak cowok belajar gitar dan harmonika. Andre mendapat sumbangan 4 gitar dari beberapa temannya yang di gunakan untuk melatih. Kudengar Andre banyak memiliki teman anak orang kaya. Malam minggu orang yang datang ke posko kami tambah meriah. Kali ini yang datang pemuda dan pemudi sekitar posko. Para cowok bernyanyi di halaman diiringi petikan gitar Markus dan Andre. Pemuda yang datang selain anak-anak SMA juga pemuda yang tidak sekolah lagi, atau ada beberapa yang pulang liburan kuliah. Aku, Rani, Gina dan Sarah bergab
POV Bayu Arya"Kenapa ngelihatin aku kekgitu? Awas ... aku mau mandi!" teriaknya galak sambil mendorong tubuhku.Duh ... lucunya, kalau lagi malu kayak gitu toh tingkahnya, aku terus menatapnya dengan senyum menggoda. Dia hempaskan pintu kamar mandi dengan kuat. Tenang saja cantik, akan kutaklukan kegalakkanmu nanti.Selagi dia mandi aku keluar kamar, menyuruh pelayan hotel membawa minuman hangat karena yang dingin sudah ada di kulkas, serta menyuruhnya membawa penganan pempek kesukaan istriku, kuberi mereka beberapa lembar uang, aku menyuruhnya mencari di restoran yang terkenal menyediakan makanan tersebut, juga membeli sate madura kesukaanku, dan beberapa makanan ringan. Sesampainya di kamar, kulihat istriku itu sudah selesai mandi, dia masih memakai piyama mandi warna putih, duduk di tepi ranjang sambil memainkan handphonenya. "Darimana?" tanyanya"Pesan makanan. Nanti kalau pesanan datang, terima ya? aku mau mandi," kataku melangkah ke kamar mandi"Aku gak mau, pelayannya cowok
Pov BayuSetelah akad nikah, aku kembali lagi ke hotel, sesuai perjanjian kami, kami tidak akan bermalam pertama jika resepsi belum di gelar.Kenapa aku menyetujui perjanjian konyol yang di ajukan Lidia itu. Ah, sekarang aku yang tersiksa sendiri kan? Wajah cantiknya di akad nikah tadi yang seperti bidadari turun dari kayangan sekarang jadi terbayang-bayang. Apa coba yang akan aku lakukan seharian besok Sabtu? Coba kalau ... jiah, aku benar-benar harus bersabar sekarang.Aku melangkah ke lobby hotel bintang lima di kota ini, menuju resepsionis. Aku pesan kamar presiden suit, sekarang aku tinggal di kamar VVIP. Kupesan agar kamar itu dihiasi dan didekorasi untuk bulan madu. "Untuk minggu Malam, ya!" kataku pada petugas hotel"Baik, pak," jawab petugas hotel ituAku kembali ke kamar dan rebahan, kucek status facebookku di grub relawan yang pernah aku ikuti, ternyata sudah ramai sekali. Ada yang mendoakan pernikahanku, bahkan sebagian mereka akan segera meluncur ke kota ini. Kubalas sa
Pov LidiaPersiapan pesta pernikahan tinggal dua puluh persen, undangan sudah tersebar. Mas Bayu tidak mengundang temannya sama sekali, katanya hanya akan mengabari di grup facebook. Akad nikah akan diadakan hari Jum'at selepas salat Jum'at dan resepsinya hari minggu, sudah menjadi kebiasaan di sini resepsi diadakan hari minggu, mengingat hari libur, bagi yang kerja kantoran bisa menghadiri pesta.Selama persiapan pesta Mas Bayu tinggal di hotel, Mamak bilang pamali bertemu mempelai wanita sebelum hari H. Aku dan dia hanya bisa ngobrol via telpon, rasanya kangen banget tiga hari gak ketemu sama dia. Sebelum tidur, dia pasti selalu menghubungiku dulu. "Sayang, sedang apa?" tanyanya di seberang telpon.Aku masih belum terbiasa dengan panggilannya, rasanya ada yang menggelitik di hati ini, Sayang? Ow, uwu ...."Emm, baru mau tidur Mas," kataku malu-malu meong."Oya, tadi kata Pakdo Marlin Bibi Rudiyah sudah pulang dari Rumah sakit, keadaannya juga sudah membaik, InsyaAllah besok dia ke
Aku tak kuasa menahan tangis melihat kondisi Nyai Rudiyah yang tinggal kulit berbalut tulang. Napasnya tinggal satu, dua tersengal-sengal. Rofita, Afikah dan Aida begitu senang aku datang. Aku sempatkan membeli oleh-oleh jajanan di sebuah warung sebelum ke sini."Nyai, apa kabar? Ini Lidia ... Nyai sakit kenapa tidak ngabari?" kataku tulus sambil menggenggam tangannya."Lidia ... kenapa datang jauh-jauh? terima kasih sudah datang menemuiku." "Nyai, kami akan membawa nyai ke Rumah sakit. Mau ya, nyai dirawat di rumah sakit?" "Ah, tidak usah repot-repot Lidia. Sepertinya kau membawa teman, siapa dia?" kata Nyai Rudiah sambil menoleh ke arah Mas Bayu yang dari tadi berdiri di depan pintu kamar.Aku melambai ke arahnya, Mas Bayu mendekat ke arah kami."Bibi ... Bibi harus segera sembuh," kata lelaki itu mendekat ke arah Nyai Rudiyah.Wanita tua itu tercekat, dia sangat terkejut melihat siapa yang datang. Matanya melotot, bibirnya bergetar, bahkan seluruh tubuhnya gemetaran. Mas Bayu mer
Walau aku sudah mendengar tadi subuh obrolan mereka, namun mendengar langsung dari mulutnya membuatku sedikit berdebar. "Maukah kau menikah denganku?" tanyanya Aku hanya tersenyum simpul, jadi dia sedang melamar nih ceritanya? "Kau melamarku di mobil yang tengah melaju?" "Kenapa? Kurang romantis, ya?" "Lamarlah pada Bapakku, minta baik-baik sama dia." "Oo, itu pasti, sampai rumahmu langsung kuminta anak gadisnya," katanya tersenyum lebar. "Kalau gitu aku sekalian ngundang Pakdo Marlin sama Nyai Rudiyah," kataku "Kenapa? Mereka bisa tahu dong kalau aku masih hidup," katanya. "Sebaiknya mereka tahu, kau tidak perlu memusnahkan rumahmu, biar mereka yang melakukan. Sekalian Mas minta maaf pada nyai Rudiyah, walau bukan diri Mas yang menghabisi anak-anaknya, namun peliharaan Mas yang melakukannya, itu sama saja jadinya. Kalau Pakdo Marlin, diakan sudah tahu juga aku pernah bertemu denganmu," kataku "Ya, baiklah jika menurutmu begitu." ****Kami memasuki lorong kediaman Pakdo M
Pagi ini aku bangun tidur lebih cepat, kulihat di handphone menunjukkan pukul 4 pagi. Aku segera melaksanakan salat Tahajud, kuminta Allah agar segera membebaskan lelakiku itu dari pasungan jin yang menguasainya selama ini.Aku masih terbayang bagaimana Kiyai Amran sangat kesulitan menaklukkannya, hingga Kiyai Amran kuwalahan menangkis serangan dari Mas Bayu. Ah, pria itu benar-benar sakti, dikeroyok beberapa orang saja menang. Semua orang sampai takut-takut menyerangnya. Sehingga dia dilumpuhkan pakai senapan obat bius. Ah, sudah seperti memburu harimau sungguhan.Selepas mengaji aku bergegas ke musola ingin ikut salat subuh berjamaah. Ternyata masih lima belas menit lagi Azan Subuh. Aku segera memasuki masjid yang masih lenggang belum ada jamaah putri yang datang. Aku duduk mengambil tempat paling depan. Rencana mau kusambung tilawahku sambil menanti Azan Subuh. Tiba-tiba beberapa jamaah pria datang, suara sandal dan obrolan jelas terdengar, karena tempat wanita dan pria dibatasi se
Pov LidiaKami akhirnya benar-benar pergi siang ini ke Merangin. Bapak sebenarnya keberatan, karena aku baru sembuh dari sakit, namun lelaki itu meyakinkannya bahwa dia akan menjagaku. Andika kuminta menemaniku, tapi dia menolak beralasan kalau dia sudah banyak tertinggal mata kuliah sewaktu menungguku di rumah sakit.Kami berangkat selepas salat zuhur, sesudah makan siang. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, aku duduk di sebelahnya memandang lurus ke depan."Tidurlah, biar badanmu lebih sehat. Atur kursinya, agar bisa berbaring nyaman," katanya Kutarik besi pengatur kursi, namun posisinya tidak juga berubah."Gimana sih ngaturnya ini?" gerutuku, karena sudah berusaha tetapi belum juga kursi itu rebah.Lelaki itu menepikan mobilnya ke badan jalan, ditariknya besi pengatur itu sehingga kursi itu rebah, jaraknya yang tertalu dekat denganku membuat dada ini mendesir, tercium aroma tubuhnya seperti dulu, aroma yang pernah kucium ketika berboncengan motor dengannya. Ku
Pov. Bayu Arya"Apakah kau sudah mendapat apa yang kau cari dengan keliling dunia, Mas?" tanya gadis itu. Dia menatap air sungai yang tenang, setenang wajahnya yang kini dibalut jilbab, sehingga seluruh tubuhnya tertutup. Aku menyukai cara berpakaian dia sekarang, dia lebih terlihat anggun dan mempesona. "Aku sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya aku cari, aku melakukan semua itu sebenarnya hanya pelarian, mencoba melupakan istriku, namun semakin aku melupakannya, justru luka itu semakin dalam." "Kau sudah menuntut ilmu sampai ke Universitas nomor satu di dunia, bahkan dua Universitas paling top di dunia dengan biaya yang sangat mahal. Namun, pernahkah kau berpikir untuk mencari ilmu agama, bekal untuk menuju kehidupan yang akan kekal abadi di akherat?" Kata-kata gadis itu menohok ke relung hati yang paling dalam. Aku tidak bisa berkata apapun, aku hanya terdiam seribu bahasa."Mas Bayu ... mungkin kegersangan hatimu karena kau belum menemukan petunjuk dan hidayah dari Allah. Car
POV Bayu Arya Gadis itu sekali pandang sudah membuatku jatuh hati, lentik bulu matanya, hidungnya yang bangir, senyumnya yang ... aduh, tidak bisa kujelaskan karena aku benar-benar mabuk dibuatnya. Aku tahu, Aslan yang memilih gadis itu untuk meneruskan keturunan keluarga Aslan. Namun, aku juga mencintainya sedalam-dalamnya.Sudah tiga puluh tahun usiaku, namun baru kali ini aku merasakan jatuh cinta pada wanita, ternyata jatuh cinta itu sangat membuatku bahagia dan bersemangat. Tidak butuh waktu yang lama untuk menyuntingnya jadi pendamping hidupku. Aku tidak lagi hidup sendiri, karena ada belahan jiwa yang bisa kusalurkan rasa kasih sayang dalam jiwaku.Tidak ada yang mengenal namaku Bayu Arya selain paman Ja'far dan Bibi Rudiyah. Mereka semua mengenalku Bagindo Aslan, maka ketika ijab qobul aku memakai nama Bagindo Aslan. Namun, satu yang tidak kusadari, Paman Ja'far menulis nama lengkapku ketika menjadi saksi pernikahan Sumarlin, bocah yang kuselamatkan nyawanya memakai racikan a