Diva yang tidak tahu, apa yang membuat sang empu menjadi seperti sekarang, terlihat ketakutan, tapi takut apa?
Diva hanya bisa memeluk dan mengusap punggung Raizel.Mahluk kiriman Daweh, masih setia berdiri di balik pintu.
Menatap dengan marah ke dua insan itu. Karena matanya yang bisa melihat tembus pandang, setebal apapun tembok atau benda yang menghalangi. Dengan gampang, dia bisa melihat subyek di balik benda tersebut dengan jelas.Sama halnya Raizel dan Diva, tanpa mereka sadari.
Apa yang mereka lakukan bisa dilihat oleh mahluk itu."Rai!Diva! ... kalian di dalem, kan? Kalian nggak pa-pa?" Terdengar suara yang tak asing lagi, itu adalah suara Egy di balik pintu.
Tok ...! Tok ...! Tok ...!
Egy mengetuk pintunya dengan pelan.
"Rai ... Diva ... ini gue sama Vano, kalian nggak pa-pa, kan?" seru Egy sekali lagi.
Karena tidak ada jawaban dari dalam.Vano dan Egy terbangun k
Di suatu tempat.Di kediaman Saleh, tepatnya di dalam kamar Winda.Nampak Winda yang sedang menggit jempol kanannya, berharap bahwa Diva akan memberikan nomor yang ia minta.Yaitu nomor Raizel.Dddrrrtttt ...! Ddrrrrt ....Bunyi getaran dari ponselnya membuat berdebar.Secepatnya ia membuka pesan dari Diva, dan membacanya.______Kak Diva08************'Ini kontak Raizel, dia bilang boleh dikasihin kekamu🙂🙂'_____Setelah ia membaca pesan tersebut, Winda berlonjak berguling-guling di atas kasur.Sambil berkata girang."Asiikkk ... Winda bisa chatan sama Kak Raizel"Tidak disadari, perkataannya didengar oleh Nita kakaknya.Saat itu Nita baru saja membuka pintu, namun perkataan Winda terdengar jelas olehnya."Jadi ... kamu suka sama Kak Raizel ya?" ujar Nita menutup pintu, dan berjalan menghampiri Adiknya."Iya, Kak" ungkap Wi
Mobil Gunawan berhenti secara mendadak.Membuat ban mobilnya berdecit.Ia keluar mobil dengan cepat, berlari memasuki kantor polisi lalu membuat laporan bahwa ia kehilangan Anaknya.Ia menceritakan sedetail mungkin.Sejelas mungkin.Dan laporannya pun diterima.Polisi segera membuat poster anak hilang dan kronologinya di sana, juga para Polisi serentak mulai melakukan pencarian.Dua hari setelah laporan dibuat, dari pihak kepolisian belum ada kabar Ega ditemukan.Selama dua hari itu juga, Gunawan tidak menghubungi istrinya Fani dan juga tidak mengangkat telfonnya.Egy juga mengirimi pesan WA dan SMS yang berderet.Menanyakan Ega sedang apa, dan kapan pulang?.Gunawan hanya bisa memijat pelipisnya, bagaimana bisa dia menjelaskan bahwa Ega telah hilang karena kelalaiannya?"Ya Tuhan ... kumohon, berikan kabar tentang Ega. Tolong, semoga Polisi cepat menemukan Ega."
Karena itu positif adalah jari telunjuk milik Ega.Mau tak mau, siap tak siap.Gunawan harus tetap memberi tahu kenyataannya.Sembari tangannya gemetaran, Gunawan meraih Ponsel dari saku celananya.Ia mengotak atik kontaknya, dan kemudian berhenti pada nama kontak Fani.Gunawan tidak langsung menekan tombol 'Panggil', ia justru diam sesaat seraya menatap layar ponselnya.Tepatnya ia memandangi foto Fani, Ega dan Egy, yang Fani gunakan untuk Foto Profil 'Whatsapp.'Gunawan bimbang, akankah dia tetap memberi tahu kenyataan pada Istrinya. Atau tetap merahasiakan dan memilih untuk tidak akan pernah kembali pulang menemui Fani dan Egy?Ibunya mengusap bahu Putranya yang lebih tinggi darinya, membuat Gunawan menoleh ke arah wajah sang Ibu.Sambil menangis, Ibunya menganggukan kepala.Memberi isyarat, bahwa Gunawan harus tetap memberi tahu kenyataan tentang Ega.Pada Fani, Istrinya.Gunawan mengikut
Mata Fani mendelik tidak percaya saat melihat baju berwarna putih bertuliskan 'Princces'.Baju itu sudah compang- camping, sobek sana sini seperti terkoyak atau digigiti hewan.Ditambah darah yang basah, tebal telah mengental di rumput, tepatnya di bawah baju itu. Membuat Fani tidak bisa berkata apa-apa lagi.Kedua tangannya menutupi mulutnya yang menganga, hati Fani pegal dan sakit seperti ditusuk oleh ribuan jarum."Mm-Mas, iitt-ttuu baju Ega?" Setelah Fani mengucapkan itu, tubuhnya lemas, kepalanya pusing dan akhirnya dia pingsan."FANI!!" pekik Gunawan menangkap tubuh Fani dengan sigap."Fani ... Fani ... bangun!" Gunawan menepuk-nepuk pipi Istrinya pelan, tapi dia sama sekali tidak membuka mata sedikit pun.Wajah Fani pucat, bibirnya kering. Gunawan mengangkat dan membawanya ke dalam mobil, berniat membawa Fani ke rumah sakit.Gunawan mengendari mobil sangat cepat, panik.Karena ini p
Setelah momen haru karena kejujuran Gunawan pada Egy, tentang kenyataan lima tahun lalu. Yang jadinya, kejujuran itu diketahui oleh Raizel dan teman-temannya juga.Mereka kembali ke kamar masing-masing.Untuk menenangkan Egy."Gy ...," panggil Raizel.Tampak Egy terduduk diam di atas kasur, tepatnya di sampingnya.Egy sama sekali tidak menolehkan kepalanya pada Raizel.Raizel dan Vano saling bertatapan, mereka mengerti betul bagaimana kondisi Egy saat ini."Gy ... tujuan kita sampe ke sini buat nemuin penyebab Ega bisa meninggal, kan?"tanya Raizel dengan tenang, berhasil membuat Egy menoleh dan menatap Raizel."Tapi ... tujuan kita udah tercapai, kita tau, kan. Tadi Papah gue bilang, kalo Ega kemungkinan meninggal diserang binatang buas di hutan" jelas Egy, menahan tangis."Tapi, itu, kan. baru kemungkinan, emang lo nggak penasaran kenapa kemaren gue bisa lihat Ega yang umurnya 12 tahun ...?" balas
"DIVAA ...!!" Remaja bemakai baju berwarna hitam dan di bagian lengan berwarna biru berlari cepat menuju seorang gadis, berambut panjang berwarna hitam.Sekuat dan secepat yang dia bisa, dia berlari ke arah pacarnya.Diva yang tengah berjalan tanpa melihat dan mendengar suara rusuh yang ditimbulkannya, melihat Raizel yang berlari ke arahnya dengan tergopoh-gopoh."Hah ...? Raizel kamu kenap-"Setelah sampai dia memeluk dan mendorong tubuhnya bersama tubuh Diva yang dia peluk ke tepi jalan.Bruuukkk!"Aaaah ... itu ada yang kesrempet mobil!" teriak histeris Ibu-ibu yang melihat kejadian itu.Suara bising keributan memenuhi jalan itu.Cindy, Vano dan Egy, juga Caca berlari ke arah Raizel dan Diva yang sudah dikerumuni banyak orang."Raizel! ... Diva!" pekik Egy dan yang lainnya."Egy ... tolong, tolongin Raizel Gy ... huhuhu ... Hikks!" Diva menangis memeluk Raizel yang tak sadarkan diri, k
Malam yang dingin sudah berubah menjadi pagi yang sejuk.Suara kendaraan yang mulanya sepi pada malam hari, kini kembali terdengar mulai ramai.Isah dan Dijah tengah menjalankan tugasnya, Dijah mencuci piring dan Isah memasak menyiapkan sarapan seperti biasanya."Semoga aja Egy sekarang nggak terlalu sedih" harap Gunawan, sembari duduk di atas kasur dia berbicara sendiri.Sedangkan di sebuah kamar yang lebar dan luas di lantai bawah, tampak keenam remaja cewek dan cowok masih terlelap tidur.Egy tidur dengan kepalanya yang berbantal paha Caca.Cindy tidur di pelukan Vano, mereka tidur dengan posisi duduk.Gadis berambut panjang perlahan membuka matanya yang terpejam, ia terbangun karena mendengar aktifitas Isah dan Dijah di dapur.Lebih tepatnya, karena mendengar sesuatu yang dimasukan kedalam minyak mendidih.Diva mengusap matanya pelan, saat akan bangun ia tersentak karena merasa tubuhnya berat.
Mereka kembali mengayuh sepeda mengikuti Winda dan Reza di depan. Melintasi dan melewati berbagai penjual, dan banyaknya orang. "Kak ... Kakak serius mau ikut ?" tanya seorang anak cowok SMP yang duduk di jok belakang pada Winda. "Iya serius, udah berapa hari ini Kakak nggak ketemu Kak Raizel tau" jawab Winda tersenyum, sembari fokus menyetir sepeda. "Ya udah kalo gitu" jawab Reza pasrah, percuma jika dia berbicara panjang lebar. Winda tidak akan mendengarkannya. Hingga tidak terasa, tibalah mereka di tempat tujuan. "Di sini tempatnya?" tanya Egy sembari melihat rumah makan tempat mereka berhenti. "Iya Kak, tapi tempatnya kecil kaya gini, gimana? Atau mau nyari yang lain aja?" tawar Winda takut pilihannya tidak sesuai. "Jangan pindah! Di sini aja" sahut Cindy. "Ya udah kalo gitu, kita di sini aja" ujar Egy setuju. "Iya, lagian tempatnya nyaman kok" imbuh Caca.
2 jam lagi, acara pernikahan gue sama Cindy dimulai. Gue cuma berharap, semoga acara dan segala urusan hari ini berjalan lancar. Gue emang udah niat lama, pengen cepet-cepet nikah sama Cindy. Karena, gue nggak mau sampai harus jauh dari dia. Awal mula gue suka dia, karena dia minta ditemenin beli baju.Waktu itu, gue belum punya perasaan apa-apa sama dia.Alias masih biasa aja, dan masih nganggep Cindy itu cuma sebatas sahabat nggak lebih. Saat perjalanan pulang, gue mau anterin dia pulang. Karena udah terlalu sore, dan masa iya gue ngebiarin sahabat cewek gue pulang sendiri. Jadi, gue nawarin diri buat anter dia pulang. Namun, malah dia nggak mau gue anter. Alasannya, katanya itu nggak adil. "Gue nggak mau lo anter pulang.Itu nggak adil, masa iya gue pulang bareng elo ....Dan habis itu, lo pulang sendiri ....Mending kita pulang sendiri-sendiri aja." Dia ngomong kaya gitu, gu
Pada saat itu, gue dan Raizel, juga Vano baru aja masuk SMA.Kita masih umur 16 tahun.Kita membuat geng yang cuma 6 orang, gue, Raizel, Vano, Cindy, Caca dan Diva.Awalnya kita ngebuat geng atau persahabatan ini, karena kita sudah merasa cocok aja.Cocok dalam berbagai hal.Hingga sampai gue punya perasaan ke salah satu sahabat gue sendiri, gue bisa suka dia.Karena ... dia itu ....Susah juga gue jelasinnya.Intinya gue suka aja.Gue beraniin diri buat nembak dia jadi pacar gue, dan akhirnya gue diterima. Jadilah persahabatan kita, menjadi sebuah ikatan pacar.Tetapi meskipun begitu, kebersamaan kita masih tetap terjaga. Karena bagi kita semua, pacar bukan alasan buat ninggalin tali persahabatan, dan kenyamanan pertemanan.Banyak masalah, pengalaman dan hal yang udah gue alami selama ini. Sampe, gue harus mati-matian. Nyari tau penyebab, kenapa Ega bisa meninggal.Ega, A
Pov. Reza. Setelah acara 7 hari Ega dan Kak Ajeng. Aku masih tidak tau, siapa yang sudah membunuh Kakakku. Meskipun nanti aku tau, aku cuma ingin menanyakan alasan apa, sampai dia membunuh Kakakku?Hanya ingin bertanya saja. Jikapun dia menjawab, dan menjelaskan apa alasannya.In Sya Allah, aku bisa memaafkannya. Juga, aku baru tau. Ternyata, Kak Ajeng, dan Kak Haikal saling mencintai dulunya. Aku sudah menerima kenyataan, bahwa Kakakku pergi. Aku sudah ikhlas, karena mungkin ini takdir. Meskipun aku sangat menyayangi Kakakku. Tapi jika Allah, saja sudah merindukan dia. Aku bisa apa?selain ikhlas dan menerima. Dia adalah perempuan yang selalu menyayangiku setelah ibu meninggal. Dia adalah Kakakku yang selalu memanjakanku, menghiburku kala aku merindukan Ibu. Dan sekarang, dia juga pergi menyusul Ibu. Awalnya, aku pikir. Aku tidak akan bisa menerima kenyataan pahit ini. Tidak bi
"Uuh ... nyamannya, nggak kerasa gue udah pergi 3 minggu dari rumah ....Padahal cuma 3 minggu, tapi rasanya kaya 3 tahun.Soalnya , banyak banget pengalaman yang udah gue lalui di sana," gumam Raizel, sambil terlentang.Tiba-tiba ....Tok! Tok! Tok!Suara pintu diketuk, tentu Raizel bangun untuk membukanya,"Den ...." Ternyata itu adalah Isum.Ia berdiri dihadapan Raizel dengan keadaan yang sudah berlinangan air mata.Raizel yang melihat Isum berdiri di depan pintu kamarnya seperti itu pun tersenyum, Raizel senang bisa melihat Isum lagi."Bi?"Mareka melepas rindu, Raizel memeluk Isum dan Isum terisak di pelukan Raizel. Isum bahagia, karena Raizel sudah kembali."Den, Bibi ... kangen."****Setelah Isum pergi, ia berjalan ke arah cermin. Raizel memandangi pantulan wajahnya.Kemudian menghembuskan nafas panjang."Huuufh ... sungguh keajaiban gue bisa hidup lagi, kalo gue nggak bisa
Haikal menatap Raizel, yang berbicara tanpa menoleh kepadanya. Ia terkejut, setelah Raizel mengatakan bahwa ia tahu semua alasan mengapa ia melakukan itu."Maksud kamu?" tanya Haikal, tidak sabar mendengar jawaban dari Raizel."Iya ... harusnya, kalo lo beneran cinta sama dia ... lo ngelindungi dia, bukan malah ...." Raizel menggantungkan kata-katanya, membuat Haikal tidak tenang."Bukan malah lo nurutin keinginan Ayah sama Paman elo, yang sebenernya lo tau itu salah," lanjut Raizel masih fokus ke depan, tidak melihat ke arah Haikal yang sedari tadi. Memantapkan padangan padanya.Deg!Jantung Haikal sejenak berhenti berdetak, ternyata tebakannya benar. Raizel sudah tahu, jika dia yang telah membunuh pacarnya sendiri. Haikal menunduk, ia malu, sedih, dan menyesal.Melihat Haikal tertunduk, Raizel melirik dan kemudian menoleh padanya."Ini buat pengalaman, suatu saat nanti ... kalo lo punya seseorang di hati
🌸🌸Pov. Raizel.Ketika tubuh ini merasa lelah ...Ketika gue akan ikhlas untuk pergi, meninggalkan semuanya ....Di saat itu ....Gue pikir itu yang terbaik ....Tetapi, ternyata gue salah.Hati gue ternyata belum siap.Meninggalkan semua orang yang gue sayangi.Meninggalkan seseorang yang gue cintai.Gue bersyukur.Karena Tuhan ngasih gue satu kesempatan lagi.Ketika mata gue bisa lihat dunia lagi.Perasaan bahagia, nggak bisa gue pungkiri.Terimakasih Tuhan ....Terima kasih ....Pov selesai🌸🌸🌸🌸Mata yang terpejam.Kini kembali perlahan mengerjap lagi.Perlahan, Raizel kembali membuka matanya.Raizel terbaring, di atas rumput hijau.Beberapa tetes air mata, menetes jatuh tepat di atas pipinya.Itu adalah air mata Diva.Ia tersenyum, karena Tuhan telah memberikan satu kesempatan lagi.Saat mata Raizel
Pagi yang sejuk, mentari masih belum juga menunjukan cahayanya yang sempurna.Hanya sedikit cahaya pagi yang membuat dunia tidak terlalu gelap saat ini.Musuh telah kalah.Tujuan telah tercapai.Misi hampir selesai.Diva, Caca, Cindy, Hasna, Winda, Egy, Vano, Haikal, Andri, dan Reza juga Gunawan.Masih setia menunggu sang 'Indigo' membuka matanya.Gunawan berjalan pelan, ke arah Raizel yang masih terbaring.Mata Gunawan menatap fokus, pada tubuh remaja yang masih memakai baju pengantinGunawan sudah tau semua yang telah terjadi, termasuk tentang Raizel yang dipaksa menikah.Setelah ia sudah berdiri tepat di samping Raizel, Gunawan berlutut. Mengusap lembut pipi Raizel lalu memeluknya.Memejamkan mata, Gunawan membelai sayang kepala Raizeldan berkata."Terimakasih Raizel, udah cukup kamu tidurnya ....Ayo bangun, kita semua khawatir khawatir sama kamu."Semua pasang mata di
Tap ... Tap ... Tap ...Suara derap langkah kaki, mendekati tubuh Raizel dan Diva yang sudah tak sadarkan diri.Laki- laki itu menyeringai puas, melihat momen yang menurutnya sangat enak untuk ditonton."Hahahaha ...!" Daweh berkacak pinggang dan tertawa puas.Padahal sebentar lagi, gudang akan runtuh karena api sudah kembali membesar dan merambat ke atas atap.Tapi dia seolah tidak memerdulikannya."Ini karena kamu sudah menghancurkan segalanya ....Lebih baik, kalian mati bersama."Daweh mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya, yang memegang benda pusaka sebuah keris berwarna hitam, ukurannya juga lebih besar dari keris perak yang dipegang Raizel sebelumnya.Siap untuk menghunuskan ujung keris yang lancip pada Raizel dan Diva. Namun, saat Daweh meluncurkan ujung keris itu.Tiba-tiba saja, kilatan putih langsung menyambar tubuhnya.Braaakk!!Tubuh Daweh terpent
Di sebuah tempat, tapi tidak jauh dari lokasi rumah Daweh.Tampak dua orang sudah menyusun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mereka.Telah disiapkan beberapa lilin siap untuk dinyalakan, yang berjejer membentuk sebuah bintang, juga ada bunga 7 rupa, kelapa muda yang sudah dibuka, jangan lupakan 2 buah foto seseorang, ditangan Hendrik."Kang ... semuanya sudah siap," kata Hendrik, selesai menyusun semuanya."Iya ... tapi anehnya, kenapa batu mawar kencana ini belum nyala juga, ya? Harusnya, 4 orang tumbal udah cukup buat batu ini menyala" 4 tumbal yang dimaksud adalah, Haikal, Hasna, Raizel dan Diva.Daweh memandangi batu akik kecil, berwarna merah mengkilat.Di dalam batu itu, terukir sebuah bentuk bunga yang persis seperti bunga mawar."Kita harusnya tinggal, menambahkan sisanya, kan? Kang? 3 orang lagi untuk menutup mantranya?" tanya Hendrik, melihat kearah Daweh yang masih menunggu batu merah