Share

Bab 5

Author: BELLA
“Aku membuang surat perjanjian sialan itu ke mesin penghancur,” dia mendesis. “Aku sudah membatalkan rapat penting untukmu, aku tak bisa buang-buang waktu lagi.”

Dia tidak berubah sedikit pun, masih pria pemarah dan tidak sabaran yang kutinggalkan dulu, pria yang berpikir bahwa dunia berputar di sekitarnya. Kalau dia tidak ingin waktunya terbuang, kenapa dia harus mengikutiku sampai ke sini?

Terserah dia mau menghancurkan dokumen itu, membakarnya menjadi abu, atau menyimpannya di suatu tempat, itu bukan urusanku.

Aku mundur dari pintu dan menatap wajahnya dengan marah.

“Keinginanku untuk menceraikanmu serius dan sungguh-sungguh. Kalau kamu tidak mau cerai secara damai, maka aku akan mengajukan gugatan cerai. Itu hanya akan membuang lebih banyak waktu berhargamu!” Aku menegaskan lagi dengan jelas.

Sesaat, pikiranku melayang pada pria yang mungkin masih bersembunyi di suatu tempat di vilaku. Aku juga berdiri di depan pintu dan memastikan agar Mark tidak melihat sesuatu yang seharusnya tidak dia lihat. Situasi ini bisa saja berkembang dari mantan pasangan yang bertengkar soal surat cerai menjadi sesuatu yang lebih berbahaya.

Mark semakin mendekati pintu. Tapi aku tidak bisa mundur lagi karena itu satu-satunya cara agar dia tidak masuk.

Mark menggeretakkan giginya dan berkata, “Aku katakan sekali lagi, kita bercerai atau tidak bukan keputusanmu!”

Dia bahkan berani berkata kalau aku tidak punya hak dalam masalah ini. Bahwa aku tidak punya hak untuk memutuskan masalah ini? Rasa takut yang awalnya kurasakan akibat pria tak dikenal yang menodongkan senjata sebelumnya itu, kini berubah menjadi kekesalan.

Beraninya dia mencoba mengatur pilihanku, merampas kendali atas hidupku? Aku sudah terlalu lama mentolerir sikap dominannya, tapi sekarang aku sudah mencapai batas sabarku.

Namun, aku cepat menyadari kalau tidak ada gunanya berbicara dengannya. Sebenarnya, aku juga tidak punya banyak waktu untuk dibuang-buang dengan berdebat. Mark akan selalu keras kepala seperti itu.

Aku menelan ludah dan menahan kata-kata yang ingin kulontarkan padanya.

Alih-alih, aku menghela napas dan bertanya, “Kamu benar-benar ingin membahas ini?”

“Ya, dan kamu ikut denganku sekarang!” tuntutnya. Nada bicaranya tidak bisa ditawar.

Aku berdiri di sana sejenak, lelah dan menggosok pelipis dengan letih sebelum dengan enggan menyetujui, “Baiklah, kalau kamu benar-benar ingin buang-buang waktu untuk bicara, kenapa tidak.”

Setelah melirik cepat ke dalam vila dan tidak melihat pria itu di mana pun, aku berpikir mungkin ini saat yang tepat untuk pergi. Dia mungkin juga perlu pergi.

Aku melangkah keluar dari pintu depan dan menutup pintu di belakangku.

“Silakan duluan,” kataku pada Mark.

Dia berpaling dariku dengan cemberut dan melangkah turun ke teras, sementara aku mengikutinya dari belakang.

Aku berjalan perlahan di belakang Mark, yang melangkah cepat dengan marah, dan saat dia terus berjalan di depan, mataku menangkap sebuah tongkat besi di taman dekat sana. Itu hanya sebuah tongkat besi sederhana, tapi pada saat itu, itu adalah alat yang sempurna yang aku butuhkan.

Sambil melirik kembali ke arah Mark, yang masih beberapa langkah di depanku, aku menarik napas dalam-dalam dan berjalan ke arah tongkat itu untuk mengambilnya dari tanah.

Benda itu ternyata lebih berat dari yang aku bayangkan, tapi itu bukan masalah besar. Masalah terbesar ada tepat di depanku.

Aku mulai berjalan di belakang Mark, menggenggam tongkat dengan erat. Aku memposisikan diriku tepat di belakangnya dan menunggu saat yang tepat untuk menyerang. Ketika dia berhenti untuk melihat sesuatu di ponselnya, aku melihat kesempatan itu, dan dengan sekuat tenaga, mengayunkan tongkat itu.

Aku memukulnya dengan keras di belakang kepalanya.

Aku tidak menyangka dia akan pingsan secepat itu. Terlepas dari semua keberaniannya, dia terkapar di tanah, tak sadarkan diri setelah satu pukulan di kepalanya. Lihat saja semua kesombongan itu tergeletak di tanah bersamanya.

Setelah menjatuhkan tongkat, aku mendekati asistennya yang menunggu di luar gerbang.

“Bawa bosmu keluar dari tempatku,” kataku.

Asisten itu duduk tegak di kursi pengemudi.

Awalnya, dia tampaknya tidak mengerti apa yang kukatakan. Lalu, dia melihat ke belakangku dan langsung keluar dari mobil saat dia melihat Mark tergeletak di lantai.

“Pak Torres, Pak Torres!” serunya, bergegas mendekati Mark, memeriksa tanda-tanda kesadaran.

Sayangnya, Pak Torres sudah tidak sadar.

Bahkan saat asisten itu mencoba mengangkat Mark, dia terlalu berat. Tapi dia akhirnya dengan usaha kerasnya dia berhasil mengangkat Mark ke pundaknya dan membawanya pergi.

Tangan Mark tergantung konyol di pundak pria itu. Dengan sedikit dorongan asisten itu berhasil mendorong tubuh Mark ke kursi belakang mobil.

Lalu dia kembali padaku setelah menutup pintu.

“Nyonya Torr—”

Aku mengulurkan tangan untuk menyuruhnya diam.

“Nama itu akan segera diwarisi oleh wanita lain, tolong panggil aku Nona Turner. Juga, beri tahu bosmu bahwa aku akan mengirimkan perjanjian cerai lagi, harap tanda tangani secepat mungkin, supaya kita tidak buang waktu satu sama lain.”

Asisten itu mengangguk dengan ekspresi seperti mengatakan, ‘Aku tidak ingin terlibat’. Dia berbalik setelah membungkuk singkat.

“Semoga harimu menyenangkan,” kataku berbisik setelah dia duduk di mobil bersama bosnya dan menyalakan mesin.

Aku menunggu sampai mobil melaju pergi sebelum akhirnya aku pergi berbalik. Dan ketika aku melihat pintu depan vilaku dan mengingat siapa yang masih menunggu di dalam, ketegangan dan ketakutan yang sempat hilang kembali muncul.

Awalnya, aku berpikir untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk kabur.

Tapi ada sesuatu yang menahanku, entah apa. Aku terus berjalan menuju pintu.

Aku membuka pintu setelah menarik napas dalam-dalam dan melangkah masuk. Tapi aku tidak pergi terlalu jauh dari pintu, hanya menggunakan mataku untuk mencari tanda-tanda keberadaannya. Tapi dia tidak ada di mana pun. Aku berjalan lebih jauh ke dalam vila dan melihat lebih teliti.

Dia benar-benar sudah pergi.

Aku tidak bisa menjelaskan rasa lega yang menyelimutiku saat itu, serta kemarahan seketika karena seseorang bisa masuk ke vilaku meski dengan keamanan yang ketat dan mahal.

Dengan marah, aku melangkah ke telepon vila dan menghubungi nomor perusahaan keamanan vila.

“Aku ingin meningkatkan sistem keamanan untuk vilaku,” aku berkata tajam begitu panggilan tersambung, tidak peduli untuk bersikap ramah. “Vila nomor 27, di perbukitan. Sistem keamananmu gagal melindungiku malam ini, dan aku tidak akan mentolerir ini lagi. Nyawaku dalam bahaya beberapa saat yang lalu.”

Operator di ujung sana mengatakan sesuatu tapi aku sudah terlalu kesal untuk mendengarkan penjelasannya.

“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya,” kata operator itu, “Kami akan mengirim tim untuk meningkatkan sistem keamanan secepat mungkin.”

Aku memberikan nomor vilaku sekali lagi. “Aku harap timmu datang di pagi hari besok,” tambahku dan menutup telepon dengan desahan frustrasi. Kejadian malam ini sudah membuatku terguncang. Saat aku berpikir akhirnya bisa beristirahat, ponselku berdering. Aku melirik ID penelepon dan mendesah. Nomor ayahku. Aku mengangkat telepon dengan enggan.

“Kamu harus datang ke pesta ulang tahunku akhir pekan ini bersama Mark!” suara ayah membahana melalui telepon, dan sebelum aku bisa merespons, dia menutup telepon.

Aku memutar mata karena frustrasi yang tak terucapkan. Ayah selalu ngotot agar aku bersama Mark, meskipun aku berkali-kali mencoba menunjukkan betapa aku tidak menyukainya.

Aku mengeluarkan ponselku, membuka log panggilan, dan menemukan nomor ayahku. Dengan sentuhan tegas, aku membuka menu opsi dan memilih “Blokir Nomor.” Sebuah pesan konfirmasi muncul, dan aku menekan “Konfirmasi.” Nomor itu menghilang dari kontakku.

Aku menjatuhkan ponsel di sofa, duduk di lantai, bersandar pada bantalan sofa yang lembut dan menyandarkan kepalaku dengan lelah di lengan sofa.

Meski aku marah dan kesal, aku tahu aku masih harus pulang akhir pekan ini. Ini ulang tahun ayah, dan ini kesempatan sempurna untuk mengumumkan perceraianku dari Mark. Mereka perlu tahu aku benar-benar serius mengakhiri semuanya ini.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
vikana_dee
gitu donk tegas
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 6

    SUDUT PANDANG MARKAku mengerang saat berbalik di tempat tidur. Kepala terasa berdenyut pelan, dan dengan susah payah aku bangkit. Mataku menyapu sekeliling kamar, bertanya-tanya kenapa aku bisa di rumah. Harusnya aku berada di kantor.Aku meletakkan kepalaku di tangan, mencoba mengingat. Dan seketika, ingatan itu menghantamku.Asistenku berhasil menemukan keberadaan Sydney, dan aku langsung meninggalkan semua pekerjaan untuk menyadari bahwa usahanya mencari perhatian tidak berhasil. Aku ingat, aku berhasil memaksanya ikut denganku, lalu… segalanya menjadi hitam.“Si nenek sihir itu! Berani-beraninya dia memukulku?” geramku, bangkit dari tempat tidur dan menatap obat-obatan yang ada di atas laci.Apa yang sebenarnya terjadi dengannya? Apa tujuannya dengan semua ini? Aku membuka setiap pintu kamar dengan kasar, suara pintu yang membentur tembok memenuhi rumah. “Di mana dia?!” bentakku.Para pegawai di rumah hanya terdiam, beberapa dari mereka kaget tiap kali pintu kubanting. Suda

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 7

    SUDUT PANDANG SYDNEY Aku tidak bisa menghentikan tawaku yang meledak saat melihat pesanan spesial nomor empat untuk hari ini. Biasanya, Atelier menerima banyak pesanan setiap harinya, dan karyawan kami mengurus pesanan-pesanan ini. Namun, jika pesanan perhiasan harus dibuat khusus, pesanan itu langsung datang kepadaku. Di layar laptopku ada pesanan untuk dua buah perhiasan dari asisten Mark. Dalam kolom keterangan, tertulis agar perhiasan itu 'menonjol' dari semua perhiasan kami, lalu diakhiri dengan 'sebutkan hargamu'. Hanya Mark yang bisa secara arogan membuat permintaan terdengar menghina. Pesanan itu memang dilakukan oleh asisten Mark, tetapi aku yakin pesanan itu atas nama Mark. Tidak mungkin asistennya mampu membayar desain kustom Atelier untuk dirinya sendiri. Aku memutar kursi, bersiul, "Saatnya menghasilkan jutaan tambahan." Aku kembali menatap layar laptop dan membaca ulang kalimat terakhir. Senyumku semakin lebar, "Oh. Aku pasti akan menyebutkan hargaku."

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 8

    SUDUT PANDANG MARK Ketukan di pintu membuatku tersentak dari fokus pada berkas-berkas di depanku. "Masuk," panggilku tanpa mengalihkan pandangan dari layar. Suara asisten menyapaku, "Luxe Vogue telah memberi tanggapan, Pak." "Hmm," gumamku sambil mengangguk. "Kapan kalung-kalung itu akan siap?" "Ini bukan tentang kalungnya, Pak. Ini tentang tawaran akuisisi yang kita kirimkan kepada mereka." Aku menatapnya dan mendorong kursiku ke belakang. "Oh, benar. Kapan kita akan bertemu untuk menyelesaikan pengalihan situs webnya?" tanyaku. Sebuah kebetulan bahwa Atelier Studio bekerja sama dengan situs online shop yang sudah lama aku incar. Respons mereka belum datang selama berbulan-bulan, tetapi aku tidak pernah berhenti. Aku terus memerintahkan asistennya untuk mengirimkan email tanpa henti. Setelah Bella pergi, aku mencari informasi tentang Atelier Studio sendiri dan sial! Bella benar. Mereka membuat perhiasan yang menakjubkan. Kualitas batu permata mereka luar biasa. Itu

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 9

    Lampu yang berkedip dari satu warna ke warna lain, tubuh-tubuh berkeringat yang terjepit di lantai dansa bar bukanlah apa yang aku harapkan malam ini. Aku hanya menginginkan ketenangan dan malam yang santai bersama teman-temanku. Selama perjalananku ke sini, Joel meneleponku, suaranya hampir tidak terdengar di atas dentuman musik keras di bar. "Will juga di sini." Aku bertanya, "Apa?" Sekitar tiga kali sebelum aku akhirnya mendengarnya. Aku bertemu mereka di area VIP, ruang yang disewa khusus untuk kami bertiga. Satu-satunya tempat di mana kami bisa berbicara sambil merasakan getaran yang bergetar di bar. Aku meminta asistenku mengirimkan berkas yang berisi informasi tentang Grace kepadaku. Sekarang aku membalikkan foto itu menghadap Joel. "Kamu kenal dia, kan? Kalian pernah berkencan." Will yang disebelah Joel ikut campur dan bersiul. "Aku ingat dia; dia itu cewek yang pernah kamu kencani kan." Dia berbalik ke arahku, "Kamu tahu tidak? Aku pernah bertanya pada Joel apakah

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 10

    SUDUT PANDANG SYDNEYAku terus berjuang, menarik-narik tanganku dan mengumpat saat Mark menarikku ke lorong, tepat di samping toilet pria. Aku tersandung mengikuti langkahnya, tidak bisa menyesuaikan dengan kecepatannya dengan sepatu hak tinggiku.Bahkan dalam mimpi terliarku, aku tidak pernah berpikir aku akan bertemu dengannya di sini. Maksudku, dalam tiga tahun pernikahan penuh kepura-puraan kami, aku bisa menghitung dengan jari tanganku berapa kali aku melihatnya di tempat lain selain di rumah. Aku mengira dia selalu bekerja, lalu baru-baru ini, aku menyimpulkan bahwa dia entah di tempat kerja atau di hotel mewah berhubungan intim dengan Bella."Mark, ada apa denganmu?" Aku memukul jari-jarinya yang melingkari pergelangan tangan kiriku dengan tangan kananku yang bebas, "Lepaskan tanganku."Dia tidak mengatakan apa-apa, dia hanya berjalan maju, punggungnya kaku.Sejak aku mengajukan perceraian, dia tampaknya telah menjadi mata-mata yang mengintai dan menghantuiku, muncul dimana

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 11

    Aku merasakan pegangan tangannya mengendor dan aku menarik diri dengan kasar. Aku terhuyung maju dengan sepatu hak tinggiku dan mencoba pergi, tetapi dia terlalu cepat. Jarinya sekali lagi melingkar di pergelangan tanganku, dan dia menarikku kembali. Sekali lagi, dia menghantamkan punggungku ke dinding, tetapi kali ini, dia tidak menahan aku dengan tatapan mautnya, melainkan dengan bibirnya.Napasku tercekat saat bibirnya menempel pada bibirku, hangat dan lembut. Secara refleks, aku menutup mata dan membiarkan bibirnya bermain di bibirku dengan kasar. Sebenarnya, aku menikmati rasa bibirnya di bibirku, indra-indraku menjadi kabur saat aku menyerah pada ciuman hipnotisnya. Tangannya melingkar di pinggangku dan menarikku lebih dekat, panas tubuhnya menciptakan sensasi menggila di tubuhku.Seketika, lidahnya menjelajah, mencari celah. Aku membuka mulutku, dan lidahnya meluncur masuk, basah dan—Mata aku terbuka lebar, tubuhku menjadi kaku, dan gigi-gigiku secara naluriah menggigit lida

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 12

    Aku akan sangat menyukai cara kasar bibirnya yang menguleni bibirku, dan aku akan membalas ciumannya dengan semangat yang sama jika itu adalah orang lain. Tapi ini bukan orang asing atau kekasihku. Ini adalah Mark. Aku berjuang antara menariknya mendekat dan mendorongnya menjauh. Aku ingin menggigit lidahnya atau bibirnya seperti yang aku lakukan pertama kali, tetapi aku tidak bisa mengumpulkan keberanian untuk melakukannya. Perasaan ini membingungkan. Aku ingin dia berhenti dan menjauh dariku, tetapi, aku takut dia benar-benar akan berhenti. Ini gila.Namun aku tetap berjuang, dan saat aku melakukannya, mataku terpejam erat, aku mencoba berbicara meskipun bibirnya ada di bibirku. Entah bagaimana, lidahnya berhasil masuk ke mulutku. Tubuhnya menekan tubuhku, dan aku bisa merasakan tonjolan di celananya melawan pahaku.Usahaku sia-sia dan jeritan itu hanya muncul di dadaku.Jeritanku mati di tenggorokanku karena tiba-tiba, tangannya lepas dariku dan aku tidak bisa merasakan panas

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 13

    Siapa pun yang memiliki akal sehat seharusnya mundur dan membiarkan masalah ini selesai sendirian, tetapi pria ini… Mataku terpaku padanya saat dia melangkah maju dengan ancaman yang sama. Tubuhnya tampak lebih tegang… waspada. "Aku tahu siapa kau, Mark Torres. Presiden GT Group. Dan aku tahu kau bisa membuatku bangkrut, tapi itu tidak akan menghentikanku untuk membela seorang wanita yang tidak berdaya. Kau tidak bisa masuk ke sini dan mengganggu tamuku, entah itu istrimu atau bukan." Kata-katanya memiliki nada yang tersirat; penuh dengan ancaman yang tidak terucapkan. Ada perubahan di udara, dan Mark tampak terkejut dengan respons pria itu, lalu dia tiba-tiba berbalik dan tertawa. "Orang ini lucu." Dia segera menampakkan wajah serius, "Kamu tahu semua itu dan masih berani mencampuri urusanku? Apakah kamu sudah bosan dengan bar mu?" Oh tidak. Aku tidak bisa membiarkan ini berlanjut. Jelas, pemilik bar tidak akan menyerah, dan Mark juga bukan orang yang mudah mundur dari a

Latest chapter

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 270

    Sudut pandang Aiden:Dengan sedikit rasa senang dan juga kehilangan, aku memperhatikan Ana berlari keluar begitu pintu lift terbuka. Dia melesat melewati para pria yang tampak bingung dan naik tangga, suara langkah kakinya bergema di lorong tangga. Kami semua menatap sampai dia menghilang dari pandangan.Seandainya aku tahu dia akan kabur seperti itu, aku pasti sudah menghentikannya. Namun, aku tidak menyangka dia akan melakukannya. Saat aku mencoba menggenggam tangannya, dia sudah terlepas dari jangkauanku.Tanganku tetap mengepal, berusaha keras mempertahankan sensasi sentuhan terakhirnya. Hangatnya kulitnya, lembutnya tangannya.Semua itu sekarang terasa seperti mimpi singkat. Bahkan, kalau saja para pria ini tidak ada di sini, menatapku seperti melihat rusa yang tersorot lampu mobil, aku mungkin sudah menutup mata dan menghirup aromanya, mencoba mengingat setiap detail pertemuan singkat kami.Aku melangkah keluar dari lift dan berhenti di depan para pria itu, pikiranku masih terpus

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 269

    "Aku tahu kamu bisa mencari mereka," desaknya. "Tapi, jangan ragu untuk mencariku kalau kamu butuh bantuan ...." Ada jeda singkat sebelum dia menambahkan, "Atau mau aku membantumu."Entah kenapa, aku merasa terdorong untuk menoleh padanya, dan aku melakukannya. Jantungku langsung serasa tersangkut di tenggorokan. Meski cahaya remang-remang, kelembutan di matanya terlihat begitu jelas, intens.Apa maksudnya "mencariku?" pikirku sambil cepat-cepat mengalihkan pandangan. Apa ada makna tersembunyi di balik kata-katanya?Aku menelan ludah saat pikiran lain muncul di kepalaku. Ya, ini pasti karena situasi kami sekarang. Kalau tidak, aku tidak akan berpikir kalau "mencariku" bisa berarti dia minta aku kembali padanya.Aku menggeleng pelan, menutup mata untuk mengusir semua pikiran konyol yang bermunculan. Dia cuma bersikap baik sebagai atasan. Mungkin dia masih merasa bersalah soal caranya mengambil alih perusahaan dulu.Saat aku masih memikirkannya dan kata-katanya mulai masuk akal, tiba-tib

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 268

    Sudut pandang Anastasia:Tidak.Bibirku bergetar saat aku melangkah mundur dengan pelan dan gemetar sampai punggungku menyentuh dinding lift. Dingin logam di punggungku membuat tubuhku merinding, memperkuat rasa gelisah yang semakin tumbuh.Beberapa saat aku hanya menatap kosong ke depan, menatap ke depan tanpa benar-benar melihat apa pun. Kegelapan seolah menekan dari segala arah, mengancam untuk mencekikku. Dadaku mulai sesak, tetapi aku ingat pelatihan tentang cara menghadapi serangan panik dan klaustrofobia. Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.Pertama, nyalakan cahaya.Aku buru-buru merogoh tas untuk mengambil ponsel, jariku meraba-raba dalam kegelapan. Butuh waktu lama dengan pencarian panik sebelum akhirnya kutemukan benda sialan itu. Saat kutemukan, aku hampir menangis karena ponselnya tidak mau menyala. Jantungku berdetak kencang saat aku menekan tombol power berulang kali, berdoa dalam hati agar bisa berfungsi.Aiden memukul pintu lift, suara tiba-tiba itu

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 267

    "Maaf, aku nggak mengerti maksudmu," koreksiku cepat dengan senyuman kaku lagi."Jumat malam kemarin." Alisnya terangkat. "Keadaan darurat saat kamu di rumah sakit. Gadis kecil itu ... dia kelihatan nggak sehat. Sekarang gimana keadaannya?""Oh," gumamku, agak terkejut. Aku mengalihkan pandangan dari wajahnya. "Umm, ya." Aku berdeham pelan. "Dia, umm, ya ...." Aku menatapnya sambil mengangkat alis, "Anaknya Clara, 'kan? Dia baik-baik saja. Anaknya sudah sehat. Terima kasih."Aku menyelesaikan ocehanku lalu buru-buru menutup mulut. Seandainya saja lift ini bisa langsung mengusirku keluar. Aku bisa merasakan dia masih punya banyak pertanyaan, tetapi caraku mengakhiri percakapan dengan tegas dan menatap lurus ke depan sepertinya cukup efektif untuk menghentikannya.Aku lega karena taktikku berhasil. Hal terakhir yang aku inginkan adalah tahu apa yang ada di pikirannya dan malah jadi cemas tanpa alasan. Aku sudah punya cukup banyak hal untuk dikhawatirkan.Selama aku membuatnya yakin kalau

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 266

    Sudut pandang Anastasia:Setelah beberapa menit sibuk merapikan barang-barangku di dalam tas, aku menutup mata dan menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri."Nggak apa-apa, dia akan baik-baik saja," gumamku pelan sambil memaksakan senyum."Kamu hanya perlu pergi kerja, bertahan beberapa jam, selesaikan pekerjaan, lalu pulang lagi."Bibirku tertarik ke bawah saat aku memikirkan berapa lama aku harus jauh darinya. Ya Tuhan, aku akan jauh darinya selama berjam-jam! Pikiran itu membuat tanganku sedikit gemetar saat aku menggenggam tali tasku.Bagaimana kalau dia butuh sesuatu dan tidak ada orang di sekitarnya?"Tenang, Ana," kataku cepat-cepat pada diri sendiri. "Perawat ada di sini. Dokter sudah memastikan kalau dia akan dirawat dengan baik. Lagi pula, Clara bilang dia akan mampir. Jadi, dia akan baik-baik saja. Dia punya semua bantuan yang dia butuhkan." Aku mengulang-ulang fakta itu, mencoba melawan rasa cemas yang nyaris membuatku kewalahan.Dengan senyum lebar, aku berbalik me

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 265

    "Aku nggak bisa bilang, tolong lepaskan aku. Aku nggak akan kembali lagi.""Akan kubayar dua kali lipat dari yang kamu terima."Matanya melebar, mungkin dia sedang menghitung dalam pikirannya. "Dua kali lipat?""Tiga kali lipat." Aku tidak akan terkejut jika bola matanya benar-benar keluar pada saat itu.Kemudian, dia tiba-tiba terlihat seperti akan menangis. "Aku sangat ingin memberitahumu, tapi aku nggak tahu."Aku mengernyit. "Bagaimana kamu dibayar?""Aku dibayar secara langsung, tapi aku nggak tahu siapa orangnya dan …."Aku menggelengkan kepala, membersihkan kebingungan yang disebabkannya. "Tunggu, di mana kamu ketemu orang ini?"Dia ragu sejenak dan berani melirikku. "Apa kamu tetap akan membayarku?""Kalau nggak?""Kalau begitu, aku nggak akan bilang," rengeknya. "Lalu, aku akan menelepon polisi setelah kamu melepaskanku."Andai aku tidak baru saja kehilangan cinta seumur hidupku, aku mungkin sudah menghabiskan beberapa menit untuk mentertawakan kelakuan kekanak-kanakan anak it

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 264

    Sudut pandang Aiden:Itu sangat jelas, tidak bisa disangkal, bahwa adegan itu sengaja diatur.Aku memeriksa dengan lebih teliti dan melihat hasil pekerjaan amatir yang buruk. Perhatian terhadap detailnya bisa dibilang konyol, bahkan sangat memalukan.Hingga hari ini, aku masih ingat bagaimana lipatan gaun dan pakaian dalam yang tampaknya terlempar asal-asalan itu terlihat sangat disengaja pada pandangan lebih dekat, seolah-olah diatur oleh seseorang yang tidak memiliki konsep tentang kekacauan alami.Sepatu yang tergeletak sembarangan itu bahkan memiliki ukuran yang berbeda dan warna yang mirip, sebuah kesalahan pemula dalam mengatur adegan perselingkuhan.Kemeja-kemeja pria itu bukan milikku, juga bukan ukuran atau gayaku. Kemeja-kemeja itu tergantung lemas, seperti properti dalam sebuah drama yang buruk.Bau menyengat yang sepertinya dimaksudkan sebagai parfum pria itu memenuhi ruangan, menyerang indra penciuman dan baunya sama sekali tidak seperti milikku. Jika parfum itu dimaksudka

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 263

    "Kita juga boleh memasak sendiri. Hari ini, anggap saja aku kokinya. Kamu pelanggan. Jadi, silakan pilih bahan-bahannya, Nona."Aku tidak bisa menahan tawa yang muncul dari tenggorokanku. "Kamu gila." Namun, aku tetap memilih bahan-bahannya."Daging …," gumamku sambil memilih bahan-bahan. "Banyak-banyak. Sayuran, secukupnya ....""Siap, Nona."Aku tersenyum sambil terus memilih bahan pilihanku. "Sausnya .…" Aku menjelaskan seperti apa saus yang aku inginkan. "Dan bumbu!" seruku sambil memilih bumbu dari pilihan yang tersaji dengan gaya prasmanan."Makanan Anda akan siap dalam sepuluh detik!" kata Dennis sambil memindahkan bahan-bahan ke area memasak di mana dia akan memasaknya di atas pemanggang datar besar. Dia mulai bekerja dan membuat pertunjukan dengan melebih-lebihkan setiap gerakannya untuk membuatku terkesan dan tertawa.Aku terkesiap, mataku terbelalak. "Kupikir masakannya akan siap seketika."Dia tertawa. "Kalau aku bisa mewujudkannya hanya untukmu, aku pasti akan melakukannya

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 262

    Sudut pandang Anastasia:Kami berdua menoleh dan melihat Amie berdiri di pintu di belakang kami. Tangannya memegang pintu yang sedikit terbuka sementara matanya yang penasaran menatapku, lebar dan penuh tanya.Dennis segera melepaskanku dan fokus kepada Amie. Gerakannya lembut dan alami saat dia mengangkat dan menggendong Amie di pelukannya.Aku memperhatikan Dennis yang berpindah dari menenangkanku menjadi mengalihkan perhatian Amie dalam hitungan detik."Nggak kok," katanya sambil sedikit menggelitik Amie.Tawa kecil keluar dari Amie saat dia menggeliat dalam pelukan Dennis."Hentikan, Om Dennis," kata Amie setengah hati, kata-katanya tercampur dengan tawa lebih lanjut."Nggak, aku nggak mau," jawab Dennis dengan geraman dibuat-buat yang hanya membuat Amie tertawa lebih keras.Setelah beberapa saat, Dennis berhenti dan menunggu tawa Amie mereda perlahan. Koridor rumah sakit seolah menghilang, meninggalkan kami bertiga dalam sebuah gelembung normalitas sementara."Amie?" Suara Dennis

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status