Jika mata memandang gapura Pameran Pembangunan Kota Medan ini, terkesan sangat megah dengan ornamen gaya Melayu. Kali ini pameran mengusung tema: “Membangun Percaya Diri Bangsa dengan Karya.” Jika dipikir, temanya memang cukup sederhana, namun memiliki makna yang sangat dalam, diharap punya daya magis yang luarbiasa. Bagai bermimpi laksana Kaisar Mutsuhito menggebrak dengan Restorasi Meijinya, belajar keras walau curi ilmu ke negeri seberang demi untuk dapat berkarya menjawab ketertinggalan peradaban bangsa Jepang dibandingkan bangsa Eropa dan Amerika Serikat. Gebrakan semangat Bushido Kaisar Mutsuhito ini dulu memperlihatkan hasil yang fantastis bagi bangsa Jepang. Sebuah negara yang tadinya dipandang sebelah mata oleh bangsa Eropa dan Amerika Serikat, namun dalam waktu singkat bangkit. Berkat karya anak bangsanya mampu mengangkat harga diri bangsa dan mensejajarkan diri dengan negara-negara barat. Tenno Meiji (Mutsuhito) yan
Bapak Walikota Agus Salim Rangkuti merasa heran ketika dia mengunjungi stan Dekranas Kota Medan menemukan karya kerajinan yang sama dengan yang kami pamerkan di stan SMP 9 Medan.“Lukisan-lukisan cangkang kerang-kerangan ini siapa yang buat?” tanya Bapak Walikota pada dara manis salah satu penjaga stan Dekranas Kota Medan.“Oh lukisan itu, karya Sundari ini Pak!” jawabnya, sambil menunjuk Sundari yang berdiri tak jauh darinya.“Sundari, tadi saya juga lihat kerajinan dari cangkang kerang-kerangan seperti ini di stan SMP 9 Medan itu. Apa ada hubungannya?” tanya Bapak Walikota.“Iya Pak! Mereka itu teman-teman saya. Kami bersama-sama mengembangkan kerajinan dari cangkang kerang-kerangan ini,” jawab Sundari polos.“Kamu satu sekolah dengan mereka?”“Tidak Pak! Saat ini saya masih menganggur. Insya Allah tahun ajaran baru nanti, saya sekolah kembali. Itu pun setelah saya men
“Hai, Ronggur! Lagi ngapai kau di sini?” tegur Benhart dengan keras.Ronggur tersentak, sampai surut selangkah ke belakang. Kontan dia menoleh memandang Benhart. Dia tampak terkejut juga lihat kehadiranku dan Yan Utama bersama Benhart. Raut muka Ronggur langsung berubah, semakin tak enak dipandang. Hatinya jadi getir, masalah yang siap menghadangnya tambah rumit urusannya.“Eh, Tuan Muda! Kami gak ngapai-ngapai kok,” jawab Ronggur sedikit gugup.“Kau bohong?!” hardik Benhart. “Kau lagi ngincar Sundari, kan?”“Ah, enggak Tuan! Saya cuma main-main saja,” kilah Ronggur.“Kau bohong?!” Benhart pun mulai mengancam Ronggur, “Mulai detik ini, kau gak boleh ganggu Sundari itu lagi. Jika seujung rambut saja kau sentuh dia, maka kau akan berurusan denganku. Ingat itu!”Ronggur jadi terperangah dengar ucapan Benhart yang terlihat tidak main-main itu. Kini, dia merasa se
Dalam sebuah gedung Gelanggang Remaja Medan yang terletak di Jalan Sutomo Medan, suasananya sungguh mencekam. Wakil regu kami, aku, Yan Utama, Zulbrito dan Daryanto dicecar habis dewan juri.Kali ini buah pikiran kreatif kami diuji untuk mempertaruhkan reputasi. Lomba Karya Tulis Ilmiah. Kami yang baru melek ilmu berhadapan dengan raksasa yang punya nama besar dalam ajang perlombaan bergengsi seperti ini, sebut saja: sekolah Sutomo, Methodist, St. Thomas, Budi Murni maupun SMP 1 Medan. Baru lihat kostum penampilan peserta yang punya nama besar di kota Medan itu saja sudah buat kami berkecil hati. Jantung kami jatuh bangun dibuatnya. Kalau boleh dibilang, kami ini tak ubahnya seperti anak kemarin sore atau anak bawang.Walau dianggap anak bawang, namun sekolah, guru-guru, maupun siswa lainnya menaruh harapan besar di pundak kami. SEBUAH MIMPI. Kami diharapkan dapat membuka sejarah SMP 9 Medan, jadi pemenang lomba Karya Tulis Ilmiah. Kami diharapkan dapat mengangka
Yan Utama pun memperlihatkan gambar sketsa bentuk alat modifikasi energi gelombang laut menjadi penggerak bandul ganda yang membentuk huruf “A” dihubungkan dengan as roda gigi besar. Lalu dari roda gigi besar dihubungkan dengan transmisi putar menggunakan rantai ke double freewheel yang kemudian rantai kedua dihubungkan kembali pada fly wheel (roda gila) untuk memperbanyak putaran (rpm) dan dihubungkan ke dynamo listrik. Yan Utama pun menjelaskan gambar sketsa itu secara detail pada dewan juri maupun hadirin menggunakan slide proyektor (OHP).“…energi gelombang laut itu secara sederhana dapat dimodifikasi menjadi penggerak atau pengayun bandul ganda di atas perahu. Lalu, poros as bandul ganda dapat dihubungkan dengan as yang dapat memutar roda gigi besar. Dari roda gigi besar itu dibangun transmisi putaran yang dihubungkan dengan double preewheel menggunakan rantai. Kemudian rantai kedua dari preewheel dihu
Kami sempat terkejut dengar pertanyaan yang tidak kami duga itu. Dewan juri ingin menelanjangi kami, meruntuhkan moral kami. Bagaimana mungkin kami mau mengungkapkan kelemahan hasil karya ilmiah kami ini di depan dewan juri maupun tim lawan? Bahkan, di hadapan suporter lawan yang sedang menanti-nanti kelemahan tim kami. Aku dan Yan Utama saling pandang. Begitu juga dengan Zulbrito dan Daryanto. Kami langsung mendiskusikan secara kilat pertanyaan itu. Bukan karena kami tak mampu menjawab pertanyaan itu, tapi kami kuatir arah pertanyaan juri keempat itu merupakan pertanyaan jebakan yang dapat meruntuhkan penyajian tim kami.Dewan juri tersenyum-senyum lihat kami jadi kelabakan dengan pertanyaan sederhana itu. Mereka menguji kerja sama tim kami dalam memecahkan pertanyaan sederhana yang mereka ajukan itu dengan memberi ruang waktu sejenak pada kami.“Pertanyaan ini bukan jebakan?” bisik Zulbrito kuatir.Mereka memandangku karena aku yang punya ide awal
Tak terasa, kini kami telah duduk dibangku kelas tiga. Ternyata, perjuangan kami belumlah usai, masih jauh menggapai mimpi. Apalagi, kami harus waspada hukum alam senantiasa mengintai setiap langkah dan banyak orang tidak menyadarinya. Kemenangan kami dalam ajang kontes Karya Ilmiah Remaja itu hanya merupakan bagian kecil, tapi sangat bermakna dalam proses pendewasaan cara berpikir, maupun cara menyusun sebuah proyek kerja yang berdaya guna. Kami menyadari, tidak banyak orang yang beruntung memperoleh kesempatan emas ikut dalam sebuah ajang kompetisi yang bergengsi tersebut. Kesempatan emas untuk mengasah kompetensi diri dan mengangkat kepermukaan kualitas diri yang tanpa kami sadari sangat berguna untuk kemudian hari. Walau demikian, masih banyak tantangan berikutnya dalam pendewasaan kami untuk mengarungi dinamika kehidupan. Tantangan apa lagi yang mungkin akan kami hadapi kemudian?Pagi itu, kata guru kami dari balik meja kerjanya, “kalian harus
Sementara itu, Pak Bambang beranjak ke depan. Dari tengah kelas dia melanjutkan petuahnya.“Hukum alam yang terjadi di tengah-tengah masyarakat itu sangatlah kejam bagi mereka yang tidak menyadarinya. Setiap individu akan terseleksi berdasarkan kemampuannya beradaptasi. Bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan yang memadai, maka akan tersisih.”Aku sempat menoleh memandang Yan Utama sang barometer kelas kami. Aku lihat Yan Utama begitu serius dengar petuah dari Pak Bambang ini. Seolah-olah dia ingin menyibak kunci rahasia kehidupan.“Ingat, hanya orang-orang yang piawai yang mampu untuk mensiasati diri agar dapat eksis di dalam masyarakat,” ujar Pak Bambang dengan lugas. “Kalian harus sadar belajar keras saja belumlah cukup bagi kalian untuk dapat bertahan hidup. Apalagi mendapatkan tempat utama di tengah-tengah masyarakat.”Kami terhenyak dengar perkataan Pak Bambang itu.‘Apa belajar keras saja belum cuk
Bagi anak yang ingin mengubah nasib keluarga, ucapan Pak Bambang tentu mengusik hatiku. Terpikirkan terus olehku. Aku ingin mengungkap makna dari penjelasan Pak Bambang itu. Makanya wahai sahabat, biasanya kalau aku ingin cari pencerahan, aku suka nyepi. Tempat ideal bagiku adalah rumah pohon. Kebetulan di belakang rumahku itu ada pohon jambu monyet. Pohon jambu monyet ini tinggginya ada kali 15 meter. Usia pohon jambu monyet itu sekitar 50 tahun. Lihat saja lingkar pohon sudah mencapai hampir 1 meter. Di atas pohon jambu monyet itulah aku buat rumah pohon dengan ketinggian 10 meter dari tanah. Dari atas rumah pohon, aku dapat memandang seluruh penjuru kampungku. Pemandangan kampungku itu ternyata cukup menawan dilihat dari atas. Aku bisa lihat semua aktivitas warga yang berada di luar ruang. Aku merasa nyaman berada di atas rumah pohon ini dan membuat pikiranku jadi plong. Hatiku pun jadi damai. Nah, ini yang tidak dapat kucegah, pikiranku jadi liar menjelajah entah apa saja yang m