Ronggur kecewa berat saat dia tahu Sundari benar-benar menghilang, tak tahu jejak rimbanya. Perawan ting-ting itu telah begitu menggoda hasrat pejantan yang berkobar-kobar tak terkendali yang satu ini. Dia sangat berhasrat ingin jadikan Sundari gundiknya. Dia tidak peduli kalau cewek yang satu ini hanya badannya saja yang bongsor. Sebenarnya, usia Sundari masih tergolong anak-anak akhir dan masih mau akan beralih beranjak remaja. Namun, libido adrenalin Ronggur berkata lain, membuat matanya gelap laksana singa Afrika sang penguasa rimba yang sedang kelaparan dan haus darah dan siap menerkam hewan buruan yang dia suka tanpa berbelas kasihan.
Kini dia lagi terduduk. Makin dia pikir makin menambah gusar, Sundari luput dari rengkuhannya. Juga, dia belum bisa menghilangkan perasaan gusarnya, saat niatnya menghajar Enda Kiebo dalang di balik lenyapnya Sundari digagalkan oleh Kopral Suryadi tempo hari. Sebagai lelaki pejantan, dia merasa sangat dilecehkan dan terhina hingga dia mena
“Tadi pagi Ronggur datang lagi ke rumah cari Sundari. Tapi tau Sundari gak ada di rumah, dia malah coba ancam Bibi agar kasih tau di mana Sundari sembunyi,” tutur Bibi Sumirah setengah kuatir. Lalu lanjutnya, “Terutama dia masih menaruh dendam padamu. Makanya Bibi kemari untuk mengingatkanmu agar hati-hati jika ketemu Ronggur.”Aku merasa kasihan pada Bibi Sumirah ini, hidup saja sudah susah, tapi masih saja diteror terus oleh Ronggur. Tega amat orang seperti Ronggur itu, tidak punya hati nurani. Mungkin tidak sedikit orang yang macam Ronggur ini, selalu memperdayai orang-orang kecil untuk memuaskan nafsu serakahnya.“Sudahlah Bik Sum, enggak usah takut. Pasrahkan aja dan mohon perlindungan Allah Swt!” Aku berusaha membesarkan hati Bibi Sumirah. “Sundari aman kok di sini. Ronggur gak bakalan tau kalau Sundari berada di sini, kecuali ada yang membocori Sundari ada di sini.”“Iya Enda!”Bibi Sumira
Senin pagi. Yan Utama sudah tak sabar lagi untuk menyampaikan kabar gembira ini padaku. Makanya, pagi-pagi banget dia sudah berangkat dari rumahnya. Kali ini dia mengeluarkan kereta angin bmx-nya. Begitu dia keluar rumah sudah disambut dengan suasana pagi yang begitu cerah. Sinar mentari pagi begitu nyaman dirasa dan membuat bunga-bunga bermekaran secara sempurna. Apalagi dipadu dengan angin sepoi-sepoi yang banyak mengandung uap air terasa sejuk di badan, seiring dengan sejuknya hati Yan Utama yang lagi berbunga-bunga. Dia pun menelusuri Jalan Sidorukun. Di tengah jalan dia bertemu dengan anak-anak lainnya, juga berkereta angin. Sampai di Jalan Jumadi, bermunculan anak-anak pekereta angin dari gang-gang hingga jumlahnya bertambah banyak membentuk barisan pelajar pekereta angin. Lantas walau tanpa kesepakatan, mereka bergabung menuju tujuan yang sama.Di tengah jalan, tiba-tiba Yan Utama terlihat terkejut laksana jantungnya mau copot saja karena dia sempat berpapasan
Kini di depan kelas sudah berdiri Pak AM Manurung, guru kesenian kami. Sudah tentu kami menyambut kehadiran Pak AM Manurung ini dengan senang. Pelajaran kesenian yang membuat kami semua menggelora gembira karena kami di sini dirangsang bebas mengekspresikan jiwa kami melalui seni, baik itu seni suara, seni musik, seni lukis, seni drama, seni sastra, seni tari maupun seni yang lainnya. Pemahaman akan seni memicu kreativitas dan berperan memberi nafas pada bidang ilmu-ilmu lainnya untuk berkembang, terutama tentang kreatif-penciptaan.“Anak-anak, hari ini Bapak bawa kabar gembira buat kalian. Dalam rangka menyambut hari jadi Kota Medan akan diadakan Pameran Pembangunan Kota Medan. Nah, setelah diseleksi, ternyata sekolah kalian ini terpilih untuk mengisi salah satu stand pameran. Makanya, Bapak akan memberi tugas kelompok pada kalian untuk mengisi stan pameran. Juga, tugas kelompok ini jadi tugas akhir kenaikan kelas kalian nanti.”Wow! Kami dengarnya gembira
Sementara aku tahu apa yang dipikirkan Yan Utama ini. Tapi aku juga bingung, cara mengatakannya pada Ratna Sari dan Elfi Zahara, apa mereka setuju dengan rencana kami berdua. Sebab, mereka berdua begitu alergi jika kami menyebutkan sebuah nama.“Sabar kawan! Aku sedang menunggu kesediaan seseorang untuk memberi petunjuk pada kita. Makanya, besok baru bisa aku kabari kalian.”“Kenapa kita harus membuang waktu sih Yan?” protes Elfi Zahara, penasaran. Lalu lanjutnya, “Lihatlah kelompok Indra Kesuma itu sudah punya ide, Kelompoknya Daryanto pun sudah tuh. Gimana dengan kita nih?”“Kalian jangan kuatirlah. Aku hanya butuh satu hari, tak lebih,” ucap Yan Utama memohon pengertian teman-temanku ini. Tapi, terlihat wajah-wajah penasaran menghiasi mukanya Zulbrito, Purwanto, Ratna Sari dan Elfi Zahara. “Tenanglah kawan, gambaran ide yang akan kita buat itu sudah ada dalam benakku maupun dalam bayangan pikiran End
Waktu jam istirahat, datang anak kelas tiga E, Rudi mencari diriku dan Yan Utama. Lalu dia menyampaikan surat panggilan yang ditujukan pada Enda Kiebo dan Yan Utama untuk segera menghadap Pak Beresman di kantor Wakil Kepala Sekolah. Kontan, aku dan Yan Utama jadi bingung dan bercampur penasaran.“Ada apa lagi ini Yan?” tanyaku padanya. Pikirku, kali dia tahu sesuatu.“Aku gak tau, Enda!” jawab Yan Utama, sama bingungnya.“Apa lagi maunya Pak Beresman ini?” gerutuku. Aku merasa tak berbuat salah. Mengapa ada panggilan lagi untukku? Apa ini pertanda buruk bagiku lagi? Berbagai pertanyaan berseliweran di benakku.“Sudahlah, ayo kita temui dia! Kalau kita terlambat, malah dia bisa marah-marah lagi. Bisa tambah runyam urusannya,” tukas Yan Utama, sambil menarik tanganku.“Hei Yan, mau kemana kau?” tegur Ratna Sari cemas, sambil berusaha mencegah saat dilihatnya kami bergegas keluar kelas.
Aku dan Yan Utama setengah berlari, ingin segera berbagi kabar gembira ini pada teman-temanku. Ketika kami hampir sampai di depan kelas langsung disambut Ratna Sari yang sudah menanti dari tadi.“Hai Enda, Yan ada masalah apa kalian dipanggil Pak Beresman itu?” tegur Ratna Sari tak sabar, sambil menghadang kami.“Rat, ada kabar gembira untuk kita,” ujar Yan Utama dengan sukacita.“Kabar apa Yan?” tanya Ratna Sari penasaran.“Hukuman berkebun dibatalkan,” jawab Yan Utama.“Ah, yang benar Yan?!” seru Ratna Sari tak percaya.“Benar Rat, Kepala Sekolah yang membatalkan hukuman kita,” selaku.“Asyikkk!” teriak Ratna Sari gembira, sambil mengajakku tos tangan.“Hai, kawan-kawan! Hukuman kita sudah dibatalkan oleh Kepala Sekolah,” teriak Yan Utama dari depan pintu kelas.“Yang benar Yan?” teriak Indra Kesuma menyambut ber
Minggu pagi. Kebetulan Minggu pagi itu begitu cerah, seolah-olah Sang Khalik dengan senyumnya merestui kami yang hendak melakukan perjalanan kurang lebih 40 km pulang-pergi. Jam tujuh lewat lima belas menit, kami semua ada 62 orang sudah berkumpul di depan Balai Desa Pulo Brayan Darat lengkap dengan kereta angin masing-masing. Wajah kami pun begitu ceria dan bahagia menyambut kegiatan perjalanan pagi ini walau hanya berkereta angin, layaknya kami melakukan olahraga sepeda santai pagi, plus berpiknik. Kami semua sepakat, Yan Utama jadi komandan rombongan kami. Tepat jam tujuh tigapuluh, Yan Utama memberi aba-aba. Dia begitu gembira, sembari berteriak.“Okey, Let’go my friends!”Komando Yan Utama langsung kami sambut dengan teriakan juga.“Siap Komandan!”“Let’go to Bagan Percut!”Kami pun bersemangat menelusuri Jalan Bilal Ujung menuju arah Sampali beriring-iringan membentuk dua konvoi barisan ke
Aku dan Yan Utama saling pandang, cari kata sepakat. Tidak ada pilihan, mau tidak mau dengan bahasa isyarat kami terpaksa menuruti kehendak Ronggur itu. Kami ingin coba berdiplomasi untuk menghindari bentrok fisik. Lalu, aku dan Yan Utama mencagakkan kereta angin kami, lalu hendak mendekati Ronggur. Tapi, gerak langkah kami ditahan oleh Indra Kesuma dan Suheng.“Enda, Yan jangan kalian turuti kemauan bajingan itu!” ucap Suheng setengah berbisik, sambil mencekal lenganku.“Benar Enda, Yan! Kita harus hadapi mereka bersama-sama,” sambung Indra Kesuma memberi support pada kami berdua.“Jangan takut kalian!” support Zulhernan, sambil turut mencagakkan kereta angin dan mendampingi diriku dan Yan Utama.Begitu juga teman-temanku yang lain pun turut mencagakkan kereta angin. Mereka langsung membentuk formasi bela diri hingga terbentuk dua kelompok besar yang saling berhadap-hadapan satu sama lain.Namun, belum sem
Hari ini merupakan hari akhir bagi kami untuk tuntaskan hasil investigasi pemahaman dan cara pengembangan networking. Hari akhir pengumpulan hasil investigasi ini kami laksanakan di bawah pohon Delonix regia (Plamboyan) yang ada di halaman sekolah. Kami pun membentuk lingkaran, agar satu sama lain dapat saling pandang. Semua temanku sekelas turut hadir, baik yang jadi penyampai hasil investigasi maupun yang jadi pengamat.Sebelas. Pada poin kesebelas ini disajikan tentang percaya diri. Daryanto didaulat untuk menyampaikan pandangannya. Dia pun dengan penuh percaya diri menyampaikan pendapatnya, “Aspek kepercayaan diri juga sangat diperlukan dalam membina relasi. Ketika kamu mulai memasuki suatu perkumpulan di mana banyak orang yang berbeda sifat, berbeda status ekonomi sosialnya, kamu harus siapkan diri. Jauhkan sifat minder dalam diri kamu dan yakinkan diri kamu bahwa kamu sebenarnya sama saja dengan orang lain. Kamu harus memiliki kepercayaan diri untuk mula
Kali ini aku tidak sendiri dalam merangkum investigasi pemahaman tentang networking. Aku ditemani oleh Yan Utama, Zulbrito, Syamsul Bahri dan Indra Kesuma. Rumah pohonku pun sedikit berayun diisi lima orang sekaligus. Namun, batang pohon jambu monyet sebagai penyangga dan pelindung, aku rasa masih kuat dan amanlah untuk kami berlima. Kami pun sudah siapkan hasil investigasi masing-masing.Kedelapan. Syamsul Bahri membuka pembicaraan. Dia ulas tentang kemampuan untuk mendengarkan. Katanya, “Kemampuan untuk mendengarkan sangat diperlukan dalam membina suatu hubungan. Dalam hal ini kamu dituntut untuk menjadi seorang pendengar yang baik terhadap lawan bicara kamu. Pada awal hubungan biarkan lawan bicara kamu bicara dan bebas utarakan isi pikirannya. Kamu hanya bertugas untuk memasang telinga baik-baik dan perhatikan isi pembicaraannya. Kamu bisa berikan tanggapan terhadap isi pembicaraan lawan bicara kamu, namun kamu harus perhatikan jedanya. Pemb
Kini aku berada di rumah pohonku kembali. Aku ingin merangkum pengetahuan yang dijabarkan oleh Pak Bambang, Ibu Nursyiah dan teman-temanku tentang networking ini berdasarkan investigasiku.Pertama, Pak Bambang pernah menyatakan pada kami, “Seseorang dikatakan baru sukses belajar, tentunya apabila dirinya mampu membuktikan atau mengimplementasikan hasil belajarnya di tengah-tengah masyarakat atau dunia kerja. Sementara, kesuksesan di tengah-tengah masyarakat atau dunia kerja sangat ditentukan oleh kemampuan membangun relasi (networking). Begitu juga, keberhasilan dalam mengimplementasikan hasil belajar tentu harus didukung oleh bagaimana kemampuan dirinya membangun relasi yang berkualitas dengan orang atau sekelompok orang.“Kedua, kata Pak Bambang berikutnya, “Makanya, kamu harus ingat dan tak boleh meremehkan atau mengabaikan keterampilan membangun relasi, terutama sangat dibutuhkan di saat kamu tel
Bagi anak yang ingin mengubah nasib keluarga, ucapan Pak Bambang tentu mengusik hatiku. Terpikirkan terus olehku. Aku ingin mengungkap makna dari penjelasan Pak Bambang itu. Makanya wahai sahabat, biasanya kalau aku ingin cari pencerahan, aku suka nyepi. Tempat ideal bagiku adalah rumah pohon. Kebetulan di belakang rumahku itu ada pohon jambu monyet. Pohon jambu monyet ini tinggginya ada kali 15 meter. Usia pohon jambu monyet itu sekitar 50 tahun. Lihat saja lingkar pohon sudah mencapai hampir 1 meter. Di atas pohon jambu monyet itulah aku buat rumah pohon dengan ketinggian 10 meter dari tanah. Dari atas rumah pohon, aku dapat memandang seluruh penjuru kampungku. Pemandangan kampungku itu ternyata cukup menawan dilihat dari atas. Aku bisa lihat semua aktivitas warga yang berada di luar ruang. Aku merasa nyaman berada di atas rumah pohon ini dan membuat pikiranku jadi plong. Hatiku pun jadi damai. Nah, ini yang tidak dapat kucegah, pikiranku jadi liar menjelajah entah apa saja yang m
Sementara itu, Pak Bambang beranjak ke depan. Dari tengah kelas dia melanjutkan petuahnya.“Hukum alam yang terjadi di tengah-tengah masyarakat itu sangatlah kejam bagi mereka yang tidak menyadarinya. Setiap individu akan terseleksi berdasarkan kemampuannya beradaptasi. Bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan yang memadai, maka akan tersisih.”Aku sempat menoleh memandang Yan Utama sang barometer kelas kami. Aku lihat Yan Utama begitu serius dengar petuah dari Pak Bambang ini. Seolah-olah dia ingin menyibak kunci rahasia kehidupan.“Ingat, hanya orang-orang yang piawai yang mampu untuk mensiasati diri agar dapat eksis di dalam masyarakat,” ujar Pak Bambang dengan lugas. “Kalian harus sadar belajar keras saja belumlah cukup bagi kalian untuk dapat bertahan hidup. Apalagi mendapatkan tempat utama di tengah-tengah masyarakat.”Kami terhenyak dengar perkataan Pak Bambang itu.‘Apa belajar keras saja belum cuk
Tak terasa, kini kami telah duduk dibangku kelas tiga. Ternyata, perjuangan kami belumlah usai, masih jauh menggapai mimpi. Apalagi, kami harus waspada hukum alam senantiasa mengintai setiap langkah dan banyak orang tidak menyadarinya. Kemenangan kami dalam ajang kontes Karya Ilmiah Remaja itu hanya merupakan bagian kecil, tapi sangat bermakna dalam proses pendewasaan cara berpikir, maupun cara menyusun sebuah proyek kerja yang berdaya guna. Kami menyadari, tidak banyak orang yang beruntung memperoleh kesempatan emas ikut dalam sebuah ajang kompetisi yang bergengsi tersebut. Kesempatan emas untuk mengasah kompetensi diri dan mengangkat kepermukaan kualitas diri yang tanpa kami sadari sangat berguna untuk kemudian hari. Walau demikian, masih banyak tantangan berikutnya dalam pendewasaan kami untuk mengarungi dinamika kehidupan. Tantangan apa lagi yang mungkin akan kami hadapi kemudian?Pagi itu, kata guru kami dari balik meja kerjanya, “kalian harus
Kami sempat terkejut dengar pertanyaan yang tidak kami duga itu. Dewan juri ingin menelanjangi kami, meruntuhkan moral kami. Bagaimana mungkin kami mau mengungkapkan kelemahan hasil karya ilmiah kami ini di depan dewan juri maupun tim lawan? Bahkan, di hadapan suporter lawan yang sedang menanti-nanti kelemahan tim kami. Aku dan Yan Utama saling pandang. Begitu juga dengan Zulbrito dan Daryanto. Kami langsung mendiskusikan secara kilat pertanyaan itu. Bukan karena kami tak mampu menjawab pertanyaan itu, tapi kami kuatir arah pertanyaan juri keempat itu merupakan pertanyaan jebakan yang dapat meruntuhkan penyajian tim kami.Dewan juri tersenyum-senyum lihat kami jadi kelabakan dengan pertanyaan sederhana itu. Mereka menguji kerja sama tim kami dalam memecahkan pertanyaan sederhana yang mereka ajukan itu dengan memberi ruang waktu sejenak pada kami.“Pertanyaan ini bukan jebakan?” bisik Zulbrito kuatir.Mereka memandangku karena aku yang punya ide awal
Yan Utama pun memperlihatkan gambar sketsa bentuk alat modifikasi energi gelombang laut menjadi penggerak bandul ganda yang membentuk huruf “A” dihubungkan dengan as roda gigi besar. Lalu dari roda gigi besar dihubungkan dengan transmisi putar menggunakan rantai ke double freewheel yang kemudian rantai kedua dihubungkan kembali pada fly wheel (roda gila) untuk memperbanyak putaran (rpm) dan dihubungkan ke dynamo listrik. Yan Utama pun menjelaskan gambar sketsa itu secara detail pada dewan juri maupun hadirin menggunakan slide proyektor (OHP).“…energi gelombang laut itu secara sederhana dapat dimodifikasi menjadi penggerak atau pengayun bandul ganda di atas perahu. Lalu, poros as bandul ganda dapat dihubungkan dengan as yang dapat memutar roda gigi besar. Dari roda gigi besar itu dibangun transmisi putaran yang dihubungkan dengan double preewheel menggunakan rantai. Kemudian rantai kedua dari preewheel dihu
Dalam sebuah gedung Gelanggang Remaja Medan yang terletak di Jalan Sutomo Medan, suasananya sungguh mencekam. Wakil regu kami, aku, Yan Utama, Zulbrito dan Daryanto dicecar habis dewan juri.Kali ini buah pikiran kreatif kami diuji untuk mempertaruhkan reputasi. Lomba Karya Tulis Ilmiah. Kami yang baru melek ilmu berhadapan dengan raksasa yang punya nama besar dalam ajang perlombaan bergengsi seperti ini, sebut saja: sekolah Sutomo, Methodist, St. Thomas, Budi Murni maupun SMP 1 Medan. Baru lihat kostum penampilan peserta yang punya nama besar di kota Medan itu saja sudah buat kami berkecil hati. Jantung kami jatuh bangun dibuatnya. Kalau boleh dibilang, kami ini tak ubahnya seperti anak kemarin sore atau anak bawang.Walau dianggap anak bawang, namun sekolah, guru-guru, maupun siswa lainnya menaruh harapan besar di pundak kami. SEBUAH MIMPI. Kami diharapkan dapat membuka sejarah SMP 9 Medan, jadi pemenang lomba Karya Tulis Ilmiah. Kami diharapkan dapat mengangka