"Entah ... ayo kita jalan saja ke rumah." Dimas mengedikkan bahunya.
Laila pun segera membantu Dimas dengan segala barang belanjaannya.
"Ngapain kamu di sini, Hes? Terus bawa pria yang berumur lagi." ejek Dimas.
Hesti mengerenyitkan dahinya saat mendengar suara dari Dimas.
"Ini Pak Andre. Dia calon pembeli rumah ini." tukas Hesti dengan santainya.
Pak Andre pun menganggukkan kepalanya.
"Bagaimana Pak Andre?" tanya Hesti.
"Dari depan sih lumayan suka. Belum cek dari dalam."
"Ah ya, baik ... ayo masuk dulu untuk melihat." ajak Hesti tanpa peduli terhadap Dimas dan Laila.
"Hei ... jangan sembarangan kamu ya! Aku yang membeli rumah ini. Kamu gak berhak menjualnya."
Dimas menaruh semua barangnya di balkon rumahnya dan terdengar menantang Hesti. Ia menghalangi jalannya Hesti dan Pak Andre untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Haha ... sembarangan gimana sih? Jelas-jelas DP rumah ini ada andil aku juga. Bahk
Kring! Telepon berbunyi dengan sangat kencang. Hesti menatap malas ke arah ponselnya. Arga yang mendengar suara bunyi pun Hesti pun mengerenyitkan dahinya. "Kenapa tidak diangkat?""Yang menghubungi aku itu adalah orang yang menyebalkan. Malas untuk bicara dengannya. Lebih baik kerja sama. Menjawab teleponnya itu sama saja menghabiskan tenaga aku.""Apa yang menelepon itu adalah mantan suamimu?" tebak Arga. Hesti menganggukkan kepalanya. "Memangnya ada apa? Jangan-jangan dia ingin membicarakan tentang perceraian kalian?""Tadi pagi aku pergi ke rumah." jelas Hesti dengan santai seperti tak ada masalah apapun. "Untuk apa?""Aku ke sana untuk menawarkan rumah lama agar bisa over kredit. Jadi aku membawa Pak Andra untuk melihat rumahku itu.""Kenapa tiba-tiba kamu mau menjual rumah? Terus bagaimana tanggapan Pak Andra?" Arga penasaran. "Ya kalau tidak dijual dia terlalu enak dong untuk menempati rumah yang juga merupakan hasil jerih payah aku bersama dengan istri keduanya itu. Tid
"Nanti cari rumah kontrakan atau apartemen saja yang murah untuk sementara waktu."Laila tak berani bertanya lagi.Setelahnya, Dimas, Hesti dan Pak Andra pun pergi ke bank untuk menyelesaikan permohonan over kredit."Hes ... transfer uangnya kepadaku. Aku butuh sewa rumah.""Iya ..."Hesti mengeluarkan ponselnya dan dia mengirimkan uang sebanyak dua ratus juta untuk Dimas. "Sudah aku kirim."Dimas langsung mengecek di ponselnya dan tersenyum karena uang di tabungannya sudah bertambah begitu banyak. Ya walaupun pastinya masih ada kerugian karena uang cicilannya selama satu tahun malah jadi diskon untuk Pak Andra membeli rumahnya."Kapan mau jual mobil?""Lagi cari pembeli dengan harga tinggi.""Gak usah lama-lama. Rumah saja yang mahal sudah bisa kamu dapatkan pembeli. Masa mobil yang lebih murah gak dapat? Kebanyakan alasan.""Kamu cari saja yang mau beli mobil. Nanti beritahu kepada aku kalau ada yang
"Terus kamu maunya gimana?""Begini loh, Mas ... kamu kan sudah tak ada pekerjaan. Jadi, uang yang tersisa gak terlalu banyak. Jangan memberikan ibu uang yang banyak sekali." tukas Laila meyakinkan Dimas."Terus ... aku harus kasih ibu berapa? Ratna itu harus sekolah. Tak mungkin aku tak memberikan uang kepada ibu.""Uang sekolah Ratna berapa?""Mungkin dua ratus ribu.""Lah ... empat juta buat apa?" Laila heran sendiri."Ya aku mana tahu. Mungkin untuk kebutuhan hidup. Belanja atau apa gitu.""Aneh banget sih. Di kampung mana ada yang semahal itu? Harus banget dengan empat juta.""Aku mana tahu perjanjian ibu dengan Hesti sih." protes Dimas yang ia sendiri tak mengerti kenapa ibunya harus meminta uang sebanyak itu terhadap dirinya."Sudah. Kita berikan saja ibu uang satu juta. Jadinya sisanya kita yang pegang.""Tapi, nanti ibu bagaimana?""Mas ... ingat kamu tidak kerja loh. Kita benar-benar harus berhema
"Antara menyesal dan tidak menyesal sih. Mau bagaimana lagi? Katanya Mbah Dukun yang terkenal itu, kalau misalkan Dimas menikah sama Laila, maka dia bisa kaya banget. Nah kalau sama Hesti, malah Dimas akan sangat sial. Bisa miskin seumur hidup. Tentu saja ibu lebih memilih kalau Dimas tuh menikah sama Laila daripada Hesti. Kalau mas kamu kaya, kan kita juga kecipratan. Kamu mengerti dong, Rat." tukas Nani begitu percaya diri.Ratna menggelengkan kepalanya. Ia sama sekali tak mengerti dengan pola pikir dari sang ibu yang telah melahirkannya itu."Terus terang saja ya, Bu. Ratna sama sekali gak percaya dengan masalah perdukunan. Yang Ratna mengerti hanya kenyataan saja yang ada di depan mata. Percuma juga bilangnya kalau misalkan Mas Dimas akan sangat kaya. Tapi sekarang saja sudah terasa sangat menderita. Dari punya rumah dan pekerjaan yang ok, tiba-tiba hilang pekerjaan dan tak punya rumah. Jadi darimana ibu bisa bilang mas Dimas bisa kaya sih?""Kamu masa gak ngerti istilah berakit-r
"Mas ... jangan keluar di dalam, nanti aku bisa hamil!" tukas Laila sambil mendesah karena hampir sampai ke puncak kenikmatan bersama Dimas."Kamu ... ah ..." Dimas seperti sudah tak mendengarkan apa yang diminta oleh Laila, bahkan ia mengeluarkan cairan sp*manya di dalam rahim Laila. Pria itu pun luluh lantah di atas tubuh Laila."Ya elah, Mas. Kenapa dikeluarkan di dalam. Bagaimana kalau aku hamil?" protes Laila dengan nafasnya yang tersengal-sengal.Pria itu menaikkan wajahnya dan menatap wajah cantik Laila yang sudah basah dengan keringat. Ia menatap lembut kepada wanita itu."Ya ... kalau kamu hamil gak apa dong. Kamu kan istri aku. Kita ini sudah menikah loh. Kita tuh halal banget," bujuk Dimas.Pria itu pun turun dari tubuh indah Laila dan terlentang, di sebelahnya seolah puas dengan apa yang baru ia lakukan dengan Laila."Mas ..." Lalia memiringkan tubuhnya lalu memeluk erat Dimas yang berada di sebelahnya itu."Mas .. aku mau tanya dong""Apa itu, Sayang?" Dimas mencium lembu
"Dengar koq, Sayang. Tapi buat apa ngontrak rumah? Menghabiskan uang saja. Ini kan juga rumah kita." kilah Dimas yang tak mau mengeluarkan uang tambahan untuk mengontrak rumah."Ih ... mas gitu banget. Mas gak tahu sih rasanya kalau lagi bersama dengan Mbak Hesti. Aku tuh merasa rendah banget loh. Bukan berasa nyonya rumah" tambah Laila merengek kepada Dimas.Dimas menarik nafas dalam-dalam,"Mas buktikan dong cintanya mas kepada Laila. Koq Mas diam saja sih?" Laila menggoyang-goyangkan tubuh Dimas karena pria itu belum menjawab apa yang dia inginkan."Memang kamu mau bukti apa sih, Cantiknya Mas?" Dimas masih mencoba bersabar kepada Laila. Terus terang, ia tak bisa berkonsentrasi kalau sudah membahas tentang uang."Satu, aku minta pindah rumah. Terserah mau kontrak atau tidak. Kedua, aku mau Mas memberitahu ke Mbak Hesti segera tentang pernikahan kita. Sampai kapan mas mau tutupi?" tegas Laila."Iya, kamu sabar dulu. Nanti baru aku ceraikan dia. Please jangan bahas itu dulu! Belum wa
"Aku hari ini tinggal di hotel dan aku sangat butuh konsultasi dengan kamu. Please datang! Aku blank!""Tentang apa?""Perceraian?""Hah! Hesti yang bucin terhadap Dimas malah bicara perceraian? Apa tidak salah?" Arga heran bukan main."Tak perlu banyak bicara, Ar. Datang ke hotel X sekarang ya. Aku butuh bantuan kamu.""Ok. Hmm ... berikan waktu tiga puluh menit. Aku mau mandi dulu. Gerah sekali.""Sip. Thanks, Ar. Sorry merepotkan kamu.""No prob! Kamar nomor berapa?""7801""Ok. Aku siap-siap dulu."Hesti pun menutup sambungan telepon dengan Arga.Sesuai dengan janjinya Arga, pengacara tampan, bos dan juga merupakan teman baik dari Hesti itu sampai di hotel dan di kamar Hesti tepat tiga puluh menit kemudian."Ada apa?" tanya Arga yang baru sampai di depan pintu kamar Hesti."Masuk dulu."Arga menanggukkan kepalanya lalu mengikuti Hesti ke dalam kamar."Duduk, Ar."Arga pun duduk di salah satu ranjang di kamar Hesti."Hmm ... aku ingin bercerai dengan Mas Dimas." tukas Hesti dengan
Keesokan harinya, Hesti pulang ke rumah dengan senyuman mengembang penuh sandiwara. Ia harus bermain sandiwara secantik mungkin agar Dimas tidak mengetahui perubahan perilakunya nanti.Ini hari sabtu. Memang seharusnya Dimas tak pergi ke kantor."Assalamualaikum!" sapa Hesti yang baru saja membuka pintu rumahnya."Wa'alaikumsalam!" balas Dimas yang memang sedang bersantai di ruang tamu sambil menonton siaran televisi kesukaannya itu.Hesti dengan senyuman, langsung berjalan ke arah Dimas dan mencium tangan pria itu. Ya, sandiwara menjadi istri berbakti begitu lah."Mas ..." panggil Hesti manja."Ya, ada apa, Hes?" Tatapan Dimas masih terarah ke televisi. Ia bahkan tak terlalu menggubris kedatangan Hesti."Besok kan hari minggu terus ada libur tahun baru, apakah kamu mau jalan-jalan?" tawar Hesti."Jalan kemana? Apa kamu tak lelah? Ini saja kamu baru pulang dari luar kota loh. Aku rasa lebih baik kamu istirahat saja sih di rumah." Dimas heran dengan ajakan Hesti."Aku kangen banget sam
"Antara menyesal dan tidak menyesal sih. Mau bagaimana lagi? Katanya Mbah Dukun yang terkenal itu, kalau misalkan Dimas menikah sama Laila, maka dia bisa kaya banget. Nah kalau sama Hesti, malah Dimas akan sangat sial. Bisa miskin seumur hidup. Tentu saja ibu lebih memilih kalau Dimas tuh menikah sama Laila daripada Hesti. Kalau mas kamu kaya, kan kita juga kecipratan. Kamu mengerti dong, Rat." tukas Nani begitu percaya diri.Ratna menggelengkan kepalanya. Ia sama sekali tak mengerti dengan pola pikir dari sang ibu yang telah melahirkannya itu."Terus terang saja ya, Bu. Ratna sama sekali gak percaya dengan masalah perdukunan. Yang Ratna mengerti hanya kenyataan saja yang ada di depan mata. Percuma juga bilangnya kalau misalkan Mas Dimas akan sangat kaya. Tapi sekarang saja sudah terasa sangat menderita. Dari punya rumah dan pekerjaan yang ok, tiba-tiba hilang pekerjaan dan tak punya rumah. Jadi darimana ibu bisa bilang mas Dimas bisa kaya sih?""Kamu masa gak ngerti istilah berakit-r
"Terus kamu maunya gimana?""Begini loh, Mas ... kamu kan sudah tak ada pekerjaan. Jadi, uang yang tersisa gak terlalu banyak. Jangan memberikan ibu uang yang banyak sekali." tukas Laila meyakinkan Dimas."Terus ... aku harus kasih ibu berapa? Ratna itu harus sekolah. Tak mungkin aku tak memberikan uang kepada ibu.""Uang sekolah Ratna berapa?""Mungkin dua ratus ribu.""Lah ... empat juta buat apa?" Laila heran sendiri."Ya aku mana tahu. Mungkin untuk kebutuhan hidup. Belanja atau apa gitu.""Aneh banget sih. Di kampung mana ada yang semahal itu? Harus banget dengan empat juta.""Aku mana tahu perjanjian ibu dengan Hesti sih." protes Dimas yang ia sendiri tak mengerti kenapa ibunya harus meminta uang sebanyak itu terhadap dirinya."Sudah. Kita berikan saja ibu uang satu juta. Jadinya sisanya kita yang pegang.""Tapi, nanti ibu bagaimana?""Mas ... ingat kamu tidak kerja loh. Kita benar-benar harus berhema
"Nanti cari rumah kontrakan atau apartemen saja yang murah untuk sementara waktu."Laila tak berani bertanya lagi.Setelahnya, Dimas, Hesti dan Pak Andra pun pergi ke bank untuk menyelesaikan permohonan over kredit."Hes ... transfer uangnya kepadaku. Aku butuh sewa rumah.""Iya ..."Hesti mengeluarkan ponselnya dan dia mengirimkan uang sebanyak dua ratus juta untuk Dimas. "Sudah aku kirim."Dimas langsung mengecek di ponselnya dan tersenyum karena uang di tabungannya sudah bertambah begitu banyak. Ya walaupun pastinya masih ada kerugian karena uang cicilannya selama satu tahun malah jadi diskon untuk Pak Andra membeli rumahnya."Kapan mau jual mobil?""Lagi cari pembeli dengan harga tinggi.""Gak usah lama-lama. Rumah saja yang mahal sudah bisa kamu dapatkan pembeli. Masa mobil yang lebih murah gak dapat? Kebanyakan alasan.""Kamu cari saja yang mau beli mobil. Nanti beritahu kepada aku kalau ada yang
Kring! Telepon berbunyi dengan sangat kencang. Hesti menatap malas ke arah ponselnya. Arga yang mendengar suara bunyi pun Hesti pun mengerenyitkan dahinya. "Kenapa tidak diangkat?""Yang menghubungi aku itu adalah orang yang menyebalkan. Malas untuk bicara dengannya. Lebih baik kerja sama. Menjawab teleponnya itu sama saja menghabiskan tenaga aku.""Apa yang menelepon itu adalah mantan suamimu?" tebak Arga. Hesti menganggukkan kepalanya. "Memangnya ada apa? Jangan-jangan dia ingin membicarakan tentang perceraian kalian?""Tadi pagi aku pergi ke rumah." jelas Hesti dengan santai seperti tak ada masalah apapun. "Untuk apa?""Aku ke sana untuk menawarkan rumah lama agar bisa over kredit. Jadi aku membawa Pak Andra untuk melihat rumahku itu.""Kenapa tiba-tiba kamu mau menjual rumah? Terus bagaimana tanggapan Pak Andra?" Arga penasaran. "Ya kalau tidak dijual dia terlalu enak dong untuk menempati rumah yang juga merupakan hasil jerih payah aku bersama dengan istri keduanya itu. Tid
"Entah ... ayo kita jalan saja ke rumah." Dimas mengedikkan bahunya.Laila pun segera membantu Dimas dengan segala barang belanjaannya."Ngapain kamu di sini, Hes? Terus bawa pria yang berumur lagi." ejek Dimas.Hesti mengerenyitkan dahinya saat mendengar suara dari Dimas."Ini Pak Andre. Dia calon pembeli rumah ini." tukas Hesti dengan santainya.Pak Andre pun menganggukkan kepalanya."Bagaimana Pak Andre?" tanya Hesti."Dari depan sih lumayan suka. Belum cek dari dalam.""Ah ya, baik ... ayo masuk dulu untuk melihat." ajak Hesti tanpa peduli terhadap Dimas dan Laila."Hei ... jangan sembarangan kamu ya! Aku yang membeli rumah ini. Kamu gak berhak menjualnya."Dimas menaruh semua barangnya di balkon rumahnya dan terdengar menantang Hesti. Ia menghalangi jalannya Hesti dan Pak Andre untuk masuk ke dalam rumahnya."Haha ... sembarangan gimana sih? Jelas-jelas DP rumah ini ada andil aku juga. Bahk
"Apa salah saya, Pak? Kenapa saya dipecat begitu? Sa-saya sudah bekerja lama loh, Pak di perusahaan ini." Dimas benar-benar tak mengerti. Semua yang didengar hanya seperti mimpi buruk untuk Dimas saja."Maaf, Pak Dimas. Mungkin anda sudah mendengar adanya pengurangan karyawan yang kurang performance untuk perusahaan ... jadi dengan berat hati, salah satu yang dirumahkan adalah anda.""Pak Beno, tolong saya. Saya masih harus membayar cicilan rumah dan yang lain-lainnya. Kalau saya tidak bekerja di sini. Lalu saya harus bayar dengan apa semua itu?" "Maaf, Pak Dimas. Saya juga tak bisa berbuat banyak untuk membantu anda."Kepala Dimas sungguh sakit saat ini. Kenapa setelah memberikan talak kepada Hesti, kesialannya terus bertambah?"Pak, bisa tolong minta ke atasan untuk mempertimbangkan saya sekali lagi? Atau .. mungkin bisa melihat performa saya di bulan ini. Saya mohon, Pak. Perusahaan ini adalah satu-satunya tempat saya untuk mencari nafkah." pinta Dimas sampai menangis tersedu-sed
Hesti langsung berdiri dan menatap ke arah Dimas."Apa sih yang kamu bicarakan? Gak ngaca?" balas Hesti menghina Dimas. "Apa kamu sedang hilang ingatan, HAH!""Dia ..." tunjuk Dimas ke arah Arga."Dia ARGA! Bos aku! Bukankah kamu sudah tahu?""Bos kamu ... selama ini jadinya kamu itu sering keluar kota sama bos kamu karena kamu selingkuh sama dia kan? Kamu tidur sama dia kan? Makanya kamu dengan mudah untuk cerai sama aku," tuduh Dimas yang sudah seperti kehilangan akal saja.PLAK!Hesti langsung menampar keras pipi dari Dimas."Jaga bicaramu! Hubungan aku dengan ARGA bukan seperti hubungan perselingkuhan kamu dengan Laila! Mengaku sebagai sepupu, dibawa ke rumah dan ternyata istri kedua kamu. Aku bukan tukang main belakang seperti kamu!" balas Hesti menyerang Dimas."Pria itu wajar untuk poligami!" Dimas membela diri. "Sudah ... jangan bertengkar di sini! Ini tempat umum. Jangan membuka aib di sini! Malu ... banyak orang yang melihat kita," tukas Arga yang mencoba melerai pertengkar
"Kamu ini bicara apa sih? Kenapa ibu datang terus kamu main tuduh saja?" Nani sewot terhadap bentakan dari Dimas.Dimas yang kesal pun segera keluar dari rumah. Ia bingung sekarang harus berbuat apa. Tak ada uang, harus menunggu awal bulan.Nani yang masih bingung dengan ocehan dari Dimas pun segera menaruh barang belanjaannya di dapur. Lalu ia berjalan kearah kamar Laila yang terlihat tertutup."La!" panggil Nani ke pintu kamar dari Laila.Tak ada jawaban."Buka, La."Kemudian, pintu kamar pun terbuka. Terlihat wajah Laila yang sendu dan penuh tangisan."Kenapa kamu, La?""Mas Dimas jahat bu ....""Kenapa? Kenapa pas ibu datang, Dimas terlihat sangat emosi?""Aku memintanya untuk mencari pekerjaan tambahan. Kami kekurangan uang dan tentu saja harus ada uang tambahan, Bu.""Lantas?""Mas Dimas malah membandingkan aku dengan Mbak Hesti. Aku tak terima. Aku tak suka dibandingkan begitu dengan Mbak Hesti, Bu!" adu Laila penuh emosi.Nani mengangguk-angguk pelan."Aku bosan terus dibandin
"Kamu aneh-aneh saja." kekeh Hesti sambil memukul pelan bahu Arga."Dih ... siapa yang tahu lagi." Arga mencoba berkelit."Gak lah. Aku butuh menenangkan diri. Menyelesaikan perceraian aku dan ... having fun a little bit." jawab Hesti tanpa ragu. Hatinya masih sakit. Baginya, mencari pria baru bukanlah menyelesaikan masalah. Tapi malah menambah masalahnya saat ini.Wanita itu butuh menyelesaikan masalah dengan dirinya sendiri."Hmm ... terus kalau misalkan nih ... Dimas mau kembali lagi sama kamu, apakah kamu mau kembali sama dia?""Tentu saja tidak, Ferguso! Sudah sangat cukup untuk Dimas dan keluarganya. Ternyata yah ... selama ini mereka begitu tidak tahu terima kasih kepadaku. Padahal aku sudah sangat berusaha membuat mereka semua bahagia.""Dan ... kamu mengorbankan kebahagiaan kamu sendiri." tambah Arga."Dulu sih gak merasa begitu ya. Tapi sekarang, ya aku merasa begitu. Aku menyesal karena terlalu cinta sama Dimas. Bahkan memberikan segalanya untuk Dimas dan keluarganya sampai