Share

Ulah kakak ipar

Penulis: Miss aLone
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

( Ibal berulah )

******

Setelah perasaanku sedikit membaik, aku mengguyur kepalaku dengan air cucuran dari kran. Rasa dinginnya menjalar dari ubun-ubun hingga tulang. Aku sedikit bahagia, setidaknya masih ada Azam di sampingku. Apakah aku begitu egois? Kurasa tidak.

Ketika keluar dari kamar mandi, Azam telah berdiri di depan pintu. Aku terkejut, mengira si Ibal yang menunggu.

"Eh. Kamu ini, ngagetin aja. Sudah bangun, ya?" tanyaku berbasa-basi.

"Kalau belum bangun, gak mungkin aku di sini. Kamu ini. Maaf, ya. Aku bangun kesiangan," cerocosnya.

"Gak apa-apa, Ibu sudah masak sayur. Mau makan gak?" Aku seperti orang yang sedang kasmaran, salah tingkah jika di dekatnya.

Tak lama, Kak Okta mendekati kami. Perutnya yang semakin membesar, membuatnya ngos-ngosan.

"Bawa apa itu, Kak?" tanyaku melirik plastik yang dia pegang.

"Dikasih beras sama Mak Lia," jawabnya.

"Loh, memangnya beras di sini abis? Kenapa gak bilang?" todongku.

"Masih ada satu karung lagi," jawab Ibu. "Kakakmu itu, kan, abis
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Msusanto
Boeing sama ibal tu secepatnyad bantailh jg lma
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mertua Rasa Pelakor   Penolakan

    ( Penolakan Azam )"Rinai hujan kembali menyapa senja hari ini, dinginnya menentramkan jiwa yang rapuh. Aku tak menyukai rembulan. Karena kemunculannya, membuat senja memudar termakan pekatnya malam.Aku masih berharap, mentari tak bersinar lagi selamanya. Namun, semua itu tak akan mungkin terjadi. Sama seperti halnya aku yang masih mengharap cinta dari Azam."*****Setelah kami sampai di rumah sakit, perawat langsung segera menangani Kak Okta. Aku dan Azam mendaftarkan Kak Okta untuk dirawat inap. Sementara ibuku berada bersamanya di ruang UGD, sambil menunggu pendataan selesai.Dering telepon Azam berkali-kali berbunyi, ia hanya meliriknya sekilas lalu memasukkannya kembali ke dalam saku celana. Panggilan telepon berdering kembali, akhirnya ia mengalah dan mengangkatnya."Cumi, bentar, ya. Aku terima telepon dulu," ucap Azam seraya meninggalkan aku, berjalan keluar ruangan. Hanya anggukan kepala yang kuberikan.Aku sibuk mengisi data, untung saja ibuku membawa KTP Kak Okta. Setelah

  • Mertua Rasa Pelakor   Terpaksa Kembali

    ( Kembali ke Kontrakan )*****Kak Okta harus dioperasi cesar segera, karena air ketuban sudah keluar bersamaan dengan rembesan darah. Hingga sore menjelang, Ibal tak juga menampakkan batang hidungnya di rumah sakit ini. Malam ini, ibuku yang menjaga Kak Okta. Sedangkan aku dan Azam harus segera pulang ke Tangerang. Aku sendiri pun memikirkan mobil Ambar yang dipakai oleh Mas Bo'eng.Sebelum pulang, aku memberikan sejumlah uang pada ibuku. Untuk biaya perawatan aku sudah membayar deposit untuk rumah sakit tersebut. Berjaga-jaga, jika uang ditangan ibuku, pasti akan diambil paksa sama si Ibal!"Bu, kami pamit pulang dulu, ya. Kalau ada apa-apa, telepon July aja, ya.""Iya, kalian hati-hati di jalan, ya."*****Sepanjang perjalanan, hanya keheningan yang menemani. Fito tertidur di kursi tengah, aku duduk di samping kemudi. Tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang, sejak kejadian tadi aku jadi merasa menyesal.Berkali-kali Azam membuang napas secara kasar, hatiku menjadi gundah gulana.

  • Mertua Rasa Pelakor   Tersiksa Batin

    ( Siksaan )****Kami sampai di kontrakanku, di sana sudah ada Mas Bo'eng, mertuaku, Risa, Rian, dan Lisa. Mereka seperti sedang menunggu mangsa. Azam masuk duluan ke dalam rumah, pintu pagar sengaja tidak dikunci oleh mereka.Degup jantung sudah tak dapat terkendali. Wajah Lisa sudah tak bersahabat, baru juga kaki ini mau melangkah masuk, jeritan mertuaku dari dalam terdengar begitu menggema. Sontak, kakiku mundur kembali ke tempat semula."Jangan masuk! Perempuan sialan! Beraninya merayu adik iparnya sendiri!" teriak mertuaku.Aku hanya diam menahan malu, tetangga yang lalu lalang seperti berhenti melangkah, seperti sedang mencari tahu ada apa di rumah ini. Terdengar dari derap langkah yang terhenti, tepat di belakangku."Mami! Cukup! Siapa yang merayu? July gak salah apa-apa!" sentak Azam."Lu hebat, ya! Ngapain pergi berduaan sama bini gue?" Mas Bo'eng menimpali."Kamu keterlaluan, Mas! Ke mana kamu membawa mobilku, hah????!!!" Emosi meluap begitu saja saat mendengar suara Mas Bo'e

  • Mertua Rasa Pelakor   Keluarga Benalu

    ( Keluarga Benalu )"Banyak dari kegagalan hidup adalah orang-orang yang tidak menyadari, seberapa dekat mereka dengan kesuksesan ketika mereka menyerah."~ Thomas A. Edison ~*****Siapa pun ingin mendapatkan keluarga yang harmonis, suami bertanggung jawab, dan lain sebagainya. Dulu, sebelum menikah dengan Mas Bo'eng, aku pernah memimpikan membangun rumah tangga dengan orang yang kucintai. Bukan seperti saat ini, penuh luka dan air mata.Darah telah mengering membentuk kerak, wajahku penuh dengan luka cakar dan lebam di mana-mana. Kurasakan di bagian mata, terasa membengkak.Malam ini, mereka tidak terlihat entah ke mana. Dua hari ditinggal pulang kampung, keadaan rumah sudah tak berbentuk lagi. Aku membuatkan Fito susu, lalu membereskan rumah meski tubuh terasa sakit."Ma ... aku lapar," ucap Fito.Seketika, aku teringat kunci mobil dan juga dompet yang ada di tasku. Aku menjerit sekuat tenaga!"Aaaaaaahhhh!!!" teriakku sepuasnya.Mereka membawa kunci mobil dan juga dompetku! Aku se

  • Mertua Rasa Pelakor   Bertemu dengan Azam

    ( Bertemu dengan Andrian )"Jika ada seseorang yang membuatmu merasa bahwa jika bersamanya surga lebih dekat, maka perjuangkan!"*****Pukul delapan kurang, ibu mertuaku mengantarkan Risa ke stasiun kereta. Rian sudah berangkat ke sekolah sejak tadi, Mas Bo'eng jangan ditanya lagi, dia masih terlelap hingga siang nanti. Bahkan, bisa juga bangun ketika hari mulai gelap."Ayo, Fito. Ikut mama," ucapku. Tanpa banyak tanya, anak itu menyambut uluran tanganku.Rumah sudah rapih, tak lupa mengunci pintu. Lalu, berjalan ke depan gang. Ada Atun di rumah Lilis, masih sepagi ini mereka sudah bergosip. Aku melewati mereka tanpa menyapa."Duh, enak, ya. Kakaknya dapet, adiknya juga dapet," sindir Atun.Lilis langsung menjawab, ia pun tak mau kalah. "Iya, hebat. Dukunnya paten, jadi mau aku juga, Tun."Aku mencoba untuk menahan emosi, biarlah mereka mau bicara apa tentangku."Jangan-jangan, mobil itu juga dari si Azam, ya." Atun menyeletuk kembali.Aku mempercepat langkah kaki menuju lapangan koso

  • Mertua Rasa Pelakor   Luka hati seorang anak

    ( Luka hati Fito )"Orang yang sukses adalah orang yang mampu bertahan, melewati kegagalan demi kegagalan sampai dia mencapai pintu kesuksesan."*****Aku memandang punggung Andrian yang semakin menjauh, lalu membaca kartu nama pemberian darinya. Aku tersenyum sendiri dan memasukkannya ke dalam tasku."Fito, sudah selesai makannya?" tanyaku pada anak laki-laki itu."Sudah, Ma.""Mau lagi?""Udah kenyang.""Ya, sudah. Ayo, kita jalan-jalan lagi."Aku dan Fito berjalan meninggalkan tempat makan tersebut, tujuanku masih sama seperti tadi. Semoga saja, hari ini mendapatkan tempat yang cocok. Sebelum ke tempat parkir, aku sengaja berhenti sejenak di emperan toko. Membeli sebuah kaset lagu-lagu lama, tersenyum saat kenangan melintas begitu saja."Ayo, Fito. Kita jalan lagi," ujarku."Iya, Ma. Kita mau ke tempat Om Azam, ya?" Tiba-tiba Fito bertanya seperti itu."Enggak, Sayang. Kita cari tempat untuk usaha mama nanti," jawabku."Ajak Om Azam aja, Ma. Fito kangen sama Om Azam," pintanya."Na

  • Mertua Rasa Pelakor   Penagih hutang

    ( Penagih Hutang )"Jangan pernah berharap dengan manusia, karena suatu saat manusia akan menjatuhkan dan membuat kita terpuruk. Jangan sekali pun mempercayai ucapan manusia, sebab mereka akan menipu kita hingga jatuh dalam lubang kepahitan."~ Amoy Shanghai ~*****Aku dan Fito, akhirnya tertidur dalam kelelahan. Bangun-bangun ketika hari sudah gelap. Terdengar suara gaduh dari ruang tamu, teriakan balas teriakan. Aku mencoba untuk membuka mata dengan perlahan. Tubuhku lelah tak bertenaga, aku menoleh ke samping, Fito masih terlelap.Bugh! Debuuuk!Suara pukulan terdengar menghantam tubuh seseorang."Siapa itu?" tanyaku dalam hati. Tubuhku gemetar mendengar pukulan-pukulan yang bertubi-tubi itu."Cepat! Bayar hutang-hutang lu!" Teriakan seseorang kembali terdengar.Tak lama, terdengar suara tangis mertuaku. Tumben, baru kali ini mendengar dia menangis. Aku kira, selama ini dia tidak punya air mata?"Tolong, jangan pukul si Bo'eng lagi, kasian. Nanti kami usahakan lagi," pinta mertuak

  • Mertua Rasa Pelakor   Andrian sebagai penolong

    ( Andrian sebagai pahlawan )***Selang satu jam, Andrian datang sambil meneriakkan nama Naya. Dari dalam kamar, aku mendengar samar-samar. Mas Bo'eng dan ibunya, keluar dan membuka pagar—terdengar suara pagar dibuka."Nayaaa!" jerit Andrian."Cari siapa, Mas? Berisik tau!" hardik Mas Bo'eng."Maaf, ini rumahnya Naya, ya?" tanya Andrian.Aku gegas membuka pintu kamar dan menghampiri mereka."Bukan. Salah alamat kali!" cetus mertuaku."Ini alamatnya, tadi Na—" Aku segera memotong ucapan Andrian."Andrian!" ucapku. Mereka menoleh."Kamu gak apa-apa, kan?" tanya Andrian begitu panik."Iya, silahkan masuk dulu." Aku masuk kembali ke dalam kamar untuk mengajak Fito pergi dari sini.Andrian menatap ruangan ini, benar-benar seperti kapal pecah. Berantakan sana sini."Maaf, ya, berantakan. Tadi ada yang mengobrak-abrik.""Siapa dia?!" Mertuaku dan Mas Bo'eng bertanya hampir bersamaan."Saya Andrian, teman Naya." Andrian menyela."Naya? Sudah dibilang dari tadi, di sini gak ada namanya Naya!"

Bab terbaru

  • Mertua Rasa Pelakor   Sakit hati

    ( SAKIT HATI )*****"Besok, dateng sama siapa si mami Mas?" aku berbasa-basi sedikit, membuka obrolan. Padahal sebenarnya, aku males bertanya. Dan berdoa dalam hati, agar besok mertuaku tidak jadi datang."Sama Bianca, yank". Jawabnya tanpa menoleh, karena mata terfokus di cacingnya. Aku pun mendapatkan sebuah ide."Aaagggghhhhh, tuh kan MATI!!!" Teriaknya penuh kekesalan menoleh kearahku dan menatap tajam, seakan-akan aku adalah mangsanya.Aku terkekeh, bagaimana dia tidak kesal? aku menutup layar ponselnya dengan tanganku."Makanya, kalau lagi diajak ngomong itu lihat kearahku dong!" aku pun membalas dengan suara tinggi dan melotot tajam kearahnya."Cacingku sudah sembilan juta beratnya, ahhh kamu ini!" persis seperti anak bocah umuran lima tahun, yang ketika mainan nya dirampas. Merengek tidak jelas."Lagian laki-laki kok mainnya game cacing. Ga gentle banget." Ledekku."Main game itu yang seperti ini, daripada main game yang nguras emosi." Timpalnya lagi."Pantes saja gak dewasa!

  • Mertua Rasa Pelakor   kenangan masa lalu

    ( KENANGAN MASA LALU )****Suster jaga datang untuk melihat air infusan, memberikan obat, lalu bertanya padaku. "Maaf, Bu. Apa keluarga pasien?" tanyanya dengan ramah.Aku mengangguk, "Iya, Sus. Saya anaknya.""Bisa ke ruang administrasi? Sejak kemarin kami menunggu, nanti malam tolong ditemani, ya. Jangan biarkan seperti semalam, tidak ada yang menjaga!" titahnya."Baik." Aku menjawab dengan menahan malu yang besar. "Bu, July ke ruang administrasi dulu, ya.""Iya, Nak. Terima kasih, ya."Aku segera menuju ruang yang diperintahkan, mengurus semua berkas-berkas ibuku. Aku masih tidak habis pikir, kenapa kakakku tidak mengurusnya terlebih dahulu!Setelah semuanya beres, aku mencari Azam untuk memberitahu padanya. Salahku tidak meminta nomer ponselnya.Perutku tiba-tiba berbunyi, baiklah aku melangkahkan kaki menuju kantin. Memesan nasi goreng seafood, teh manis hangat, dan kerupuk. Tak lupa, memesan makanan untuk Azam dan Fito nanti.Pesanan datang 10 menit kemudian. Perut semakin meli

  • Mertua Rasa Pelakor   ibu masuk RS

    ( Ibu masuk rumah sakit )******Azam menitipkan kendaraan roda empat miliknya di sebuah bengkel ternama, gak jauh dari kafe Andrian. Setelah mempersiapkan semuanya, aku dan Fito membeli cemilan dan minuman terlebih dahulu untuk diperjalanan nanti. Meskipun sebenarnya, Azam bisa berhenti jika aku meminta, alangkah baiknya bersiap saja.Aku pun pamit kepada Andrian, lelaki itu memberikan sebuah amplop kecil padaku. Aku menolaknya karena tahu itu pasti uang. Akan tetapi, Andrian bersikeras menyuruhku untuk menerima. Katanya, untuk keperluan selama di kampung nanti.Azam mengecek kondisi mobil milik Ambar, mengisi angin pada ban kendaraan itu, lalu bersiap untuk menempuh perjalanan."Kalian lapar gak?" tanya Azam setelah memakai sabuk pengaman."Nggak. Kamu uda sarapan?" tanyaku balik."Belum.""Lisa gak nyiapin?" selidikku."Fito, kalau capek bilang, ya." Azam mengalihkan pembicaraan."Iya, Om. Fito seneng bisa jalan-jalan sama Om laagiiii.""Hehehe, Om juga." Azam menjawab sambil menge

  • Mertua Rasa Pelakor   bertemu kembali

    ( Bertemu dengan Azam kembali )****Aku meluapkan emosi pada Fito. Sudah sekian lama menyimpan kekesalan terhadap Mas Bo'eng dan ibunya. Tanpa berpikir ulang, aku telah memutuskan untuk membawanya Fito ke kampung halaman."Fito, nanti kamu tinggal di rumah Nenek, ya." Aku bersiap pulang ke kampung halaman bersama dengan Fito. Kali ini, aku tidak akan membawanya kembali lagi ke Jakarta."Gak mau, Fito mau sama mama aja." Fito menepis tanganku. Spontan saja membuat emosiku meluap."Tau diri sedikit kamu itu! Gara-gara kamu lahir, hidupku jadi hancur! Masa depan jadi suram!" teriakku.Sengaja aku berkata seperti itu, agar mereka mendengar apa yang aku rasakan selama ini. Bahkan, menjelang hari lahir Fito pun Mas Bo'eng acuh. Mengingat hari lahir anaknya pun, kurasa tidak ingat."Heh! Bisa kecilin suara lu gak, sih?!!" bentak mertuaku."Makanya, Fito! Jangan lahir dari rahim perempuan itu!" sergahnya lagi.Mas Bo'eng masih terlelap meskipun berisik. Dari ruang tamu, nyonya besar itu mele

  • Mertua Rasa Pelakor   Depresi

    ( DEPRESI )*****Luka lama kembali mengangaBeribu perih tersimpan indahBersemayam tanpa paksaanMenikmati setiap kesakitan yang terciptaMerawat dendam merangkai benci*****Sudah satu bulan berlalu, Azam belum juga menghubungiku. Nomor WA milikku pun masih diblokir. Aku mencoba untuk menata hatiku, agar tidak terlalu memikirkannya.Hari ini, rencananya aku akan menjemput ibuku. Ponselku berganti kembali, ini adalah ketiga kalinya dihadiahkan oleh seseorang. Kali ini adalah pemberian dari Andrian."Mau ke mana lagi?" tanya Mas Bo'eng.Laki-laki itu sedang menikmati rokoknya. Luka lebam di tubuhnya masih terlihat membiru. Kadang kasihan, tetapi jika mengingat kembali kelakuannya, membuatku benci setengah mati!"Mau menjemput ibuku.""Ngapain?? Mau tidur di mana nanti??!" bentak Mas Bo'eng."Aku mau kerja, Fito biar dipantau sama Ibu nanti.""Gak bisa! Lagian, lu mau kerja di mana? Hahaha. Tamatan SMP mana ada yang mau terima kerja!" cibirnya merendahkan diriku."Tenang aja, Mas. Aku

  • Mertua Rasa Pelakor   pulang

    (Pulang)" Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada dikecewakan oleh seseorang, yang kau pikir tak akan pernah menyakitimu."~ ANONIM ~****Kami memasuki kawasan elit, perumahan yang terdiri hanya beberapa rumah megah saja. Pintu pagar terbuka lebar saat mobil Andrian membunyikan klakson mobil."Kita mau ke tempat siapa?" tanyaku takjub dengan apa yang kulihat.Bangunan-bangunan megah berjejer begitu indah. Ada yang rumah bergaya Eropa, Mediterania, ada juga yang bergaya seperti istana pada film kartun. Pilar-pilar kokoh itu, berdiri menambah kesan elegan pada rumah-rumah mewah di depan mataku.Ah, andaikan aku memiliki satu rumah seperti itu, gimana ya rasanya? Aku terkekeh dalam hati."Ayo, kita sudah sampai." Andrian membukakan pintu mobil, aku dan Fito turun.Andrian menggenggam tanganku, lalu kami berjalan bersama masuk ke dalam rumah mewah itu. Tak lama, pintu terbuka setelah Andrian mengetuknya."Ayo," ucapnya.Aku hanya tersenyum kepada wanita itu."Permisi," ucapku kepada a

  • Mertua Rasa Pelakor   kasus bunuh diri

    ( Kasus Bunuh Diri )" LUKA ... ada, BUKAN untuk dipendam. Namun, untuk disembuhkan. "*****Perempuan itu melompat! Siapa? Siapa dia? Kenapa bisa masuk ke kamar ini? Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada Andrian ataupun Fito! Di mana aku? Ke mana perginya mereka?Aku menyibak selimut dan melemparkannya ke sembarang arah, beranjak menuju jendela, dan ...."Nay! Nayaaa! Tungguuu! Jangaaann!" Suara seseorang yang aku kenal.Tangan Andrian mencengkeram erat pundakku, lalu ia pun mendorong tubuhku ke atas kasur. Aku masih belum mampu menguasai diri.Tubuhku terasa kaku, aku hanya menatap Andrian yang meracau. Aneh. Kenapa aku tidak bisa mendengar suaranya? Aku hanya melihat raut kepanikan dari wajah tampan itu, sambil memperhatikan gerak bibirnya.Tangan Andrian menampar pelan pipiku, tetap saja aku hanya mampu menatapnya. Beberapa menit kemudian, Andrian memercikkan air ke wajahku."Akh!" pekikku. Aku langsung mencari perempuan itu. Mendorong tubuh Andrian, lalu beranjak ke jendela

  • Mertua Rasa Pelakor   Perempuan berbaju putih

    ( Perempuan Berbaju Putih )____Alat-alat berwarna hijau menghinggapi tubuh-tubuh kaku itu. Perlahan, ulat-ulat belatung menjalar dan berjatuhan. Andrian kecil hanya menatapnya tanpa rasa jijik.Braaaakk!Pintu dibuka paksa oleh Aldo. Ia menendang dengan kasar, membuat pintu yang terbuat dari kayu itu roboh seketika. Pandangan orang-orang yang datang bersama Aldo dan istrinya itu, seketika menjerit menyebut nama Sang pemberi hidup.Secara bersamaan, mereka menutup hidung dengan kedua tangan. Ada yang memuntahkan seluruh isi perut mereka, karena tidak kuat mencium aroma busuknya.Aldo menelepon pihak berwajib, sedangkan Pak RT membubarkan para warga. Agar tidak mengganggu proses evakuasi nanti. Sementara itu, Andrian kecil hanya memperhatikan gerak-gerik orang dewasa sambil memegangi piring nasi yang telah berdebu."Hey! Cepat minggir, bodoh!" hardik Aldo kepada Andrian."Pa, sudah. Kasian anak itu," ucap Hanum, istrinya."Gimana ini, Ma? Si Danu sudah mati, siapa yang akan membayar h

  • Mertua Rasa Pelakor   Masa lalu

    (Ingatan Masa Lalu Andrian )~~~Cinta datang tanpa kita sadariPerlahan tumbuh begitu sajaHati saling mengikat meski tanpa ucapRasa saling memiliki lekat begitu nyataApakah semua itu hanya sebuah ilusi bagiku?Mencintaimu melebihi apa punRasaku begitu membuncah kala teringat akan dirimuSenyummu, suaramu, napasmu, semua tentangmu~ Amoy Shanghai ~****Ah, aku amat merindukan Azam. Berdekatan dengan Andrian, membuatku semakin terluka menahan rinduku pada Azam. Perlakuan, perhatian, dan senyum mereka nyaris serupa.Aku mengikuti saran Andrian, menginap di salah satu kamar apartemen di tower C. Memang, bangunan ini dikhususkan untuk para pelancong atau siapa pun yang hendak menginap harian melepas penat bersama orang terkasih.Lantai 53, adalah kamar aku dan Fito. Sementara Andrian, menginap di lantai 50. Sebenarnya, aku masih trauma dengan ruangan hotel, takut jika melihat penampakan lagi seperti waktu itu. Akan tetapi, aku juga tidak mungkin berada di dalam satu kamar yang sama d

DMCA.com Protection Status