Beranda / Rumah Tangga / Mertua Masa Gini? / Jalan keluar kehabisan beras

Share

Jalan keluar kehabisan beras

Penulis: Rianievy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-10 13:00:39

šŸ’

"Cari istri kayak Ibumu, Bang," ucap Agung mencoba membuka pikiran anaknya. Sejak keputusan dibuat Gendis, Daffa langsung murung.

"Nggak bisa, Yah. Jalan hidup kan beda-beda," kilah Daffa.

"Siapa bilang?" jeda Agung terkekeh. "Ada doa. Kamu lupa?" sindirnya. Kursi teras menjadi saksi obrolan ayah dan anak itu hampir larut malam. Daffa masih tak bisa menerima keputusan Gendis, tapi tetap harus dijalankan.

Esok hari. Gendis membahas rencana melamar Aisyah bersama Yuni, Endah dan Soraya. Semua mendukung, tinggal bicara ke Laras saja yang harus tepat waktu.

Namun, setelah sepekan, Laras mendadak tak ada di rumah. Bahkan saat Gendis menemani Adinda operasi, masih menyempatkan diri ke rumah Laras, semua terkunci. Hanya lampu teras menyala.

"Kemana si Laras? Aisyah juga nggak kerja dua hari ini?" gumamnya lantas mengarahkan kemudi ke arah rumah. "Kucing beranak!" lontarnya kaget karena sekuriti RT mendadak muncul sambil menghentikan laju mobilnya.

"Bu Gendis, cari Bu Laras?" kata se
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Batal Minggat

    šŸ’Laras menolak lamaran yang meminta Aisyah menjadi istri Daffa. Alasannya, Laras merasa tak pantas berbesan dengan Gendis, apalagi latar belakang kegagalan rumah tangga yang didera wanita itu pasti akan menjadi masalah suatu saat nanti. Laras lupa, yang ada dihadapannya adalah Gendis, wanita keras kepala yang punya insting tepat layaknya peramal tanpa pernah meleset. "Yang bikin kamu malu apa sebenernya? Kalau masalah tetangga omongin kamu, diemin aja, Ras." Gendis merapatkan duduknya ke arah Laras. "Namanya tinggal bertetangga, mau di gang sempit, komplet elit, komplek kayak kita, pasti akan ada gossip, Ras. Aku yakin Aisyah bisa jadi istri yang memang Daffa mau untuk seumur hidupnya. Anak itu aja masih gendeng, butuh obat dan itu ... Aisyah." Laras menggeleng tak yakin, "Ndis, Agung ... jangan jadikan anakku tersiksa menikah dengan Daffa. Mungkin Daffa butuh waktu untuk obati hatinya, tapi bukan dengan Aisyah." Laras tetap berusaha menolak. "Nggak, Ras. Aisyah paling pas. Aku n

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Apa kata mas daffa aja

    šŸ’"Alasan apapun, terserah kamu bilang ke Ibu apa kita pisah kamar." Daffa melepaskan setelan jas yang dikenakan untuk acara pernikahan. "Oke." Dengan santai Aisyah menjawab sambil duduk di sofa ruang tengah apartemen yang menyambung ke dapur juga meja makan kecil. Namanya diapartemen, apalagi Agung dan Gendis menyewakan yang tipe kecil. Niat hati supaya anak dan menantunya bisa mulai berkomunikasi lancar lalu muncul benih cinta, rupanya tak mudah. Ya ... yang penting sudah usaha. "Kamar kamu itu, karena saya sama Raja jadi yang agak besar," tunjuknya ke kamar yang lebih kecil. "Oke," tukas Aisyah simple. "Udah? Aku mau ganti baju dan mandi. Raja datang sama susternya sebentar lagi, kan?" "Raja datang tiga hari lagi, karena orang tua kita berpikir kita lagi bulan madu." Daffa masuk ke dalam kamar utama. Aisyah menjawab dengan satu kata 'oh.' Lalu masuk ke kamarnya. Detik jam terasa lama. Tak ada kegiatan pengantin baru yang dilakukan mereka. Daffa tidur lepas sholat Isya, sedan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Masa depan anak perempuan

    šŸ’Meja makan diisi Gendis, Agung dan dua anak gadisnya. Makan malam syahdu karena saling bercerita hal-hal ringan yang terjadi hari itu. Ikan bakar masakan Gendis selalu menjadi kesukaan Agung. Makan tak pilih-pilih, apa yang Gendis sajikan dilibas habis masuk ke perut. "Bu, pendapatan Ibu dari usaha macem-macem, udah berapa omset rata-rata sebulan?" tutur Kirana, ia nambah sambal matah yang super seger karena asam pedas. "Mau tau? Kenapa? Incer warisan?" judes Gendis. Kirana hanya menyipitkan kedua matanya ke arah sang ibu. "Nuduh melulu. Kiran punya gaji sendiri, Bu.""Oh, kirain. Ibu mau sumbangin warisan Ibu soalnya, kalian cari duit sendiri, ya," canda Gendis. Nanda dan Kirana hanya menggeleng pelan sambil terkekeh. "Emang kenapa, Kirana?" Gendis menjeda menikmati makan malamnya. Kirana menatap lekat kedua mata ibunya. "Bu, jangan kecapean. Masih ada Kirana dan Nanda yang belum nikah. Kami anak cewek, butuh Ibu untuk ajarin banyak hal. Ya soal anak, rumah tangga." Gendis

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Nggak boleh protes!

    šŸ’Aisyah menyiapkan bekal untuk Raja, walau masih dua tahunan usianya lalu bersekolah, Daffa tetap meminta Raja bawa bekal sendiri. Kotak makan dimasukan ke dalam tas kecil berbentuk pesawat. Raja baru bangun tidur digendong Daffa yang hendak berangkat kerja. "Jumat besok ada kegiatan berkunjung ke sea world, aku cuti jadi bisa temani Daffa. Kamu di sini aja." Raja dipangku duduk di kursi meja makan. Aisyah mengangguk patuh, ia berdiri di dekat bak cuci piring. "Sarapan Raja mana?" Daffa melempar pandangan tajam. Aisyah lupa. Ia menepuk keningnya, lalu mengeluarkan bubur ayam buatannya dari microwave. Raja suka karena rasanya gurih kaldu sapi. Aisyah memasak sejak pukul tiga. "Ini, Mas." Aisyah meletakkan mangkuk bentuk anak singa warna orange. Raja pindah duduk di kursi kusus bayi, Daffa menyuapi Raja sambil menikmati sarapannya yang ia beli sendiri setiap malam. Aisyah bagaimana? Tetap berdiri memperhatikan, belum makan. Hanya minum teh. "Kamu bisa siapin baju Raja untuk hari

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Stalking Henggar

    šŸ’Mobil sedan melaju pelan setelah mendekati satu bangunan ruko di kawasan perumahan kalangan menengah ke atas. Keempat wanita paruh baya saling melempar pandangan ke arah bangunan berlantai dua dengan desain modern minimalis mediterania. "Ini kantornya, Ndis?" celetuk Yunni. "Iya kayaknya," sahut Gendis seraya melongok ke arah luar dari balik kaca mobil. Tangannya masih memegang kemudi, tubuhnya condong ke depan juga. "Terus, kita ngapain? Ndis, kalau suami dan anakku tau, bisa diomelin aku? Pergi lama-lama," keluh Soraya. Gendis menoleh ke belakang. "Nanti aku yang ngomong sama suami dan anak-anakmu," sewotnya. Lain dengan Endah yang oke oke aja, apalagi jika izin perginya dengan Gendis, pasti semua aman terkendali. "Tujuan kamu apa sih, Ndis. Kalau emang Henggar tulus dan sayang sama Kirana, kenapa kamu nggak restuin?" Soraya mau memperjelas tujuan mereka memata-matai Henggar. Gendis menyandarkan tubuh pada jok mobil yang diduduki, jemarinya mengetuk kemudi seraya berpikir

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Dapur darurat

    šŸ’Tengah malam terdengar kegaduhan saat hujan lebat datang melanda. Agung membangunkan Gendis yang pulas tertidur di sampingnya. "Apa, sih, Yahhh," keluh Gendis karena mengantuk luar biasa. Jam menunjukan angka dua dini hari."Ibuuu! Banjirrr!" teriak Nanda. "Ayahhh! Buruan keluar!" sambungnya. Gendis membuka mata lebar, ia lihat-lihatan dengan suaminya. Agung berjalan ke jendela, melihat ke arah luar rumahnya. Jalanan mulai tergenang air. "Beneran banjir, Yah?" Gendis ikut mengintip. Benar saja, warga sudah ramai keluar rumah, air menggenang semata kaki tapi berjalan pelan. Buru-buru keduanya keluar kamar. Nanda dan Kirana sudah berdiri di depan pagar rumah menggunakan payung. Dua jam berlalu, listrik tak padam, hal itu membuat warga tak terlalu panik. Jam empat pagi, hujan juga berhenti, menyisakan dinginnya air juga angin. "RT sebelas sampai tiga belas kerendem, Gung," ujar Samsudin, tetangga sebelah kanan persis. "Pak RW udah info buat kasih tau warga yang bisa bantu evakuas

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Relawan komplek

    šŸ’"Bu, udah, lah, Bu," tegur Kirana dari arah belakang. Sontak Gendis menoleh, ia letakkan ember di bawah dengan raut wajah kesal. Bu Sukun basah kuyup, ia marah-marah dan akan memperkarakan masalah ini. Gendis berkacak pinggang, "apa! Lapor polisi! Lapor! Banyak saksi yang lihat kelakuan kamu dan denger ocehanmu! Lagian polisi kayak nggak ada kerjaan lain urus perkara begini! Kamu berubah Bu Sukun! Udah ditegur Pak RW dan warga, masih wataknya nggak berubah!" Bu Sukun dan Gendis saling lempar tatapan penuh emosi. Kirana menenangkan Gendis lagi, akhirnya Bu RW meminta Bu Sukun pergi saja dengan baik-baik. Setelah biar kerok pergi, Kirana baru memperkenalkan Henggar ke Gendis. Henggar mengernyit, "kayaknya, saya pernah lihat Ibu, belum lama ini?" tukasnya. Ya iyalah, kemarin kan ke kafe yang sama. "Ah, salah lihat kali," kilah Gendis. "Mau makan? Ambil di sana ya, udah disiapin, kok. Ayah sama Nanda udah makan, Kak?" ujar Gendis mengalihkan obrolan. Yuni, Endah dan Soraya berbali

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Kartu keluarga dan CV Henggar

    šŸ’Kejadian banjir selesai. Kegiatan bersih-bersih komplek juga sudah dikerjalan gotong royong. Kehidupan kembali normal, bahkan hati seorang ayah seperti Agung. Saat ia berangkat kerja bersama Kirana, keduanya terlibat percakapan serius di dalam mobil. "Henggar ...," jedanya. Kirana menoleh ke Agung dengan cepat. "Nggak ke rumah? Udah seminggu dari terakhir ketemu." Kirana terkekeh, "kenapa, Yah. Kangen?" ledeknya. Agung menggeleng tapi raut wajahnya menunjukkan ia tak sebal lagi. "Ayah mau minta Henggar ke rumah? Buat apa?" Kirana cukup terkejut dengan pertanyaan ayahnya itu. "Ya, biar makin kenal aja. Kalian udah lama dekat? Apa udah naik ke level selanjutnya?" Kirana lagi-lagi tersenyum. "Apa Ayah percaya kalau Kiran bilang udah jadian?" "Nggak," ujar Agung cepat. "Tuh, tau. Kiran mana mungkin sih, Yah, jalan tanpa ACC orang tua. Nggak mau ambil resiko Ibu ngomel terus sepanjang hari dari senin sampe minggu." Agung membenarkan dengan anggukan kepala. "Dari pada mantan kam

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18

Bab terbaru

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Kesabaran Aisyah

    šŸ’Mengubah sifat manusia itu tidak akan semudah diharapkan. Tiga bulan tinggal bersama mertua, Aisyah dan Daffa masih berada di kondisi yang sama. Ditambah lagi Gendis setiap saat bisa dikatakan selalu bawel tentang banyak hal yang membuat Aisyah mulai tak bisa bergerak bebas. Pagi itu ia bangun lebih awal karena harus mandi besar setelah melayani Daffa malamnya. Daffa tidak kasar atau tergesa-gesa sehingga kandungan Aisyah aman-aman saja. Masih memakai handuk di kepala untuk mengeringkan rambut, Aisyah ingin memasak bekal Daffa kerja. Sedangkan untuk sarapan suaminya terbiasa hanya menikmati bubur gandum, susu dan roti selai kacang karena tak ada waktu jika sarapan berat. Ia harus naik kereta paling pagi sampai ke Bogor. Hal itu sudah dilakukan tiga bulan ini semenjak masa dinas di kota itu entah kepastian berakhirnya kapan. Aisyah menuang air panas ke dalam mangkuk berisi bubuk gandum, diaduk sebentar sebelum ditambah madu dan potongan buah pisang. Setelahnya diletakkan di mej

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Dituduh aji mumpung

    šŸ’Kadar hemoglobin Aisyah rendah, hal itu yang menyebabkan ia jatuh pingsan. Hamil muda memang seringnya banyak yang mendadak darah rendah. Infusan dipasang di punggung tangan sebelah kiri. Aisyah masuk kamar rawat bersebelahan dengan kamar Adinda. Perlahan, ia membuka mata. Didapati Daffa duduk di samping ranjang sedang menatapnya intens. "A-ku, pingsan?" lirihnya parau. Daffa hanya menjawab dengan anggukan kepala. "Oh," sambungnya lirih, lantas membuang pandangan ke arah lain. Ditatap seperti itu oleh Daffa rasanya hati Aisyah ketar ketir. "Hemoglobin kamu rendah, masa sampai enam. Kamu nggak minum vitamin dari dokter?" tegur Daffa. "Minum, kok. Kamu aja yang nggak pernah tau." Aisyah menjawab dengan takut-takut tapi jujur. "Semua marahin aku, Syah." Hela napas panjang terdengar, membuat Aisyah mau tak mau menoleh ke arah suaminya. "Mereka bilang aku nggak becus jadi suami, cuek ke kamu."Emang gitu, kan? Baru sadar kamu! batin Aisyah dongkol. "Ibu Laras tau kamu dirawat. Ibu

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Adinda melahirkan, Aisyah pingsan

    šŸ’Menyambut kelahiran cucu pasti keluarga senang, ya walau ada juga keluarga yang menganggap hal itu biasa saja. Gendis menyuruh suami bibi yang bekerja di rumah memindahkan barang Kirana ke kamar Nanda, lalu mengganti dengan beberapa barang kepunyaan Aisyah dan Daffa yang dibawa dari apartemen. "Bu, hari ini nggak masak, kan?" tukas bibi. "Nggak usah, Bi. Beli aja atau nanti saya minta karyawan rumah makan antar. Bibi lihat Aisyah kemana?" Sedari tadi Gendis memang tak lihat menantunya itu. "Aisyah ke rumah lama, katanya mau lihat aja."Gendis menghela napas panjang, ia tau Aisyah sedih karena rumah itu sudah dibeli orang lain. Laras minta menetap di kota pelajar bersama Nilam, lebih tenang katanya. "Mau saya susulin, Bu?" usul bibi. "Nggak usah. Biarin aja." Gendis memantau suami bibi menggeser meja rias sedangkan bibi merapikan pakaian Daffa dan Aisyah ke dalam lemari. Kirana yang kini tinggal di rumah Henggar bersama kedua mertuanya terlihat disambut dengan baik. Kirana te

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Tak bisa memahami

    šŸ’"Yakin mau ikut pindah?" Saat berjalan kaki dengan menenteng bubur ketan hitam, Daffa kembali memastikan kesiapan Aisyah. "Aku bisa aja lama di sana." Aisyah menoleh sejenak sebelum kembali menatap jalanan sepi di depannya. "Mas Daffa nggak suka aku ikut? Bukannya istri harus setia temani suaminya dinas kemanapun? Ya, kecuali kalau kamunya emang nggak mau karena bisa bebas.""Bebas maksudnya?" Daffa menghentikan langkah kakinya. Aisyah memijat pelipisnya sejenak sebelum berkata-kata. "Gini, Mas. Kita sama-sama tau kalau pernikahan ini karena Ibu. Bukan karena perasaan masing-masing kita. Mas Daffa sikapnya juga aneh, punya istri kayak nggak punya. Oke nggak apa-apa kalau emang kamu belum ada perasaan ke aku, tapi kenapa kamu hamilin aku?" tatap nanar Aisyah. Daffa diam saja. "Nggak bisa jawab apa nggak mau jawab apa emang aku dijadiin pelampiasan aja?" Aisyah lanjut berjalan, meninggalkan Daffa yang masih diam mematung. "Syah, aku juga bingung sama perasaan aku!" ujar Daffa sed

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Ngidam

    šŸ’Pernikahan Kirana dan Henggar tinggal menghitung hari. Keluarga Daffa masih tidak tau jika Aisyah hamil. Rahasia itu tetap tersimpan rapat padahal Kirana gatal ingin membeberkan. "Mas Daffa, besok bisa temenin cek kandungan?" Aisyah menatap penuh kepasrahan. Sorot matanya sayu karena tau jawabannya Daffa apa. "Yah, besok, ya. Aku harus urus cuti dan kerjaan mau nggak mau dikejar. Kamu sendiri aja kayak biasanya bisa, kan? Aku transfer uangnya." Daffa meraih ponsel yang tergeletak di meja makan apartemen, tapi gerakannya ditahan Aisyah dengan tangan. "Nggak usah, Mas. Masih banyak uang dari kamu. Cukup. Mmm, kalau sekarang temenin aku beli makan malam sate padang di depan, mau?" Aisyah mencoba lagi. Daffa menatap sendu lalu menunjuk laptop yang menyala. "Oh, banyak ya kerjaannya. Yaudah nggak apa-apa, aku beli sendiri. Tadi Yasmin telepon, kasih tau kalau Raja nanti langsung ke tempat acara Kirana aja. Nggak bisa kalau nginep karena ada les piano sama renang." Aisyah meraih dom

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Pelantikan ketua PKK

    šŸ’ Agung sampai hampir tersedak saat Gendis cerita keributannya dengan Bu Sukun di tempat penjual bahan brokat dan kain. Sambil membersihkan tetesan kopi yang jatuh di celana pendek santainya dengan tisu, Agung menatap takjub karena istrinya tampak tenang. "Bu, kamu sama Bu Sukun nggak bisa akur sebentar? Ya memang, warga tau siapa dia apalagi banyak yang bilang suka omongin tetangga melulu."Gendis berdecak, "akur sama orang yang lidahnya enteng buat omongin si A, B, C muter lagi begitu-begitu aja nggak bisa dong, Yah. Sesekali kasih pelajaran! " Kalimat penuh penekanan itu dirasa ada benarnya. "Aku udah pernah tegur Pak Sukun, tapi dia nggak bisa apa-apa kecuali pasrah."Gendia tertawa meremehkan. "Itulah, Yah. Kalau suami apa-apa iya aja ke istrinya. Cuma dipake buat jadi sapi perah. Bu Sukun kalau suaminya nggak kasih apa yang dia mau, kan, suka cerita ke Bu Bagiyo sambil melas-melas nangis kayak hidupnya paling menderita sejagad raya. Habis itu, Bu Bagiyo nanti kasih salam tem

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Peraturan Gendis terbaru

    šŸ’Bukannya Aisyah tak suka rumah tangganya diketahui mertua, tapi rasanya ia mulai sedikit risih. Gendis baik, mertua yang sayang tanpa pandang bulu mau itu anak kandung atau menantu. Bahkan, kucing buluk tak terurus aja, Gendis bisa bawa ke petshop, dirawat sampai sehat setelah itu bebas diadopsi pencinta kucing tanpa minta dibayar apapun. Daffa sudah pernah bilang, urusan rumah tangganya biar urusan pribadi, jangan sampai orang tua tau. Maunya begitu, tapi tampaknya sinyal Gendis terlalu kuat. "Kok bengong?!" Kirana melambaikan tangan di depan wajah Aisyah. Aisyah menatap, "Kirana, boleh, ya, aku bener-bener minta ke kamu Ibu jangan tau kalau Mas Daffa begini dan aku hamil." "Iya, tapi kamu juga usaha terus sampai Bang Daffa luluh, Syah. Dia suamimu. Aku yakin Yasmin udah dia lupain, cuma emang Abangku itu lagi kedistraksi entah dengan apa. Bisa aja kerjaan. Dia pingin kejar karir." Kirana mencoba memberi pandangannya. Aisyah tersenyum tipis, ia patenkan untuk bisa membuat suam

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Ketahuan Kirana

    Gendis bukannya ingin ikut campur tangan urusan anak dan menantu, hanya saja memang ia tak suka jika ada permasalahan tapi dirinya tak tau. Pada dasarnya, ia mau keluarganya selalu dalam keadaan baik-baik saja walau ia turut campur. "Bu, Dinda malah jadi repotin Ibu kalau begini," desah Adinda tak enak hati. Gendis menggeleng, ia bersikeras meminjamkan satu mobil miliknya untuk Raffa dan Adinda. "Mama Dinda mau bantu, Dinda tolak, Bu," lanjutnya. "Terserah. Pokoknya Ibu nggak mau menantu dan cucu Ibu kesusahan apalagi karena ulah anak Ibu. Raffa bikin emosi aja." Gendis memangku bantal sofa. Dari arah kamar, Agung keluar membawa kunci mobil dan STNK. "Ini, Raf," ujarnya meletakkan kunci mobil. "Jangan nyusahin istri dan anakmu. Niatmu baik tapi caramu salah. Bikin malu Ayah dan Ibu," ketus Agung tak kalah gregetan. Raffa setengah hati, tapi terpaksa menerima kunci mobil sedan merah milik Gendis, jika mobil Agung dipakai bekerja sehari-hari. "Nah, mumpung lagi kumpul. Kiran mau bah

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Jual asset, mau tak mau.

    "Kamu ngapain?" Raffa mengucek matanya karena baru bangun tidur. Ia mendapati Adinda duduk di meja makan, padahal masih jam empat subuh. Raffa biasa olahraga sebelum sholat, hanya olahraga kecil di teras depan rumah. "Mantau trafic orang-orang yang mau lihat mobilku. Siapa tau ada yang mau beli, Raf." Adinda meneguk susu hamil buatannya. Mug warna merah muda sudah beberapa waktu ini menjadi kesayangannya. "Kamu serius mau jual mobil?" Raffa tak percaya, dengan wajah bantal juga rambut acak-acakkan, ia duduk di kursi bersebelahan dengan istrinya yang lekat menatap laptop. Adinda menjawab dengan anggukan. "Harus cepat laku. Aku pusing sama semua tagihan-tagihan kamu." Raffa mendesah, bersandar lemah pada kursi meja makan yang diduduki. Ia jadi tak enak sendiri dengan istrinya, hadiah mobil itu Raffa berikan begitu ikhlas walau harus mencicil karena memang istrinya butuh dan suka. Akan tetapi baru beberapa bulan digunakan kini harus dijual. "Nggak usah, lah, sampai jual asset, Nda.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status