Share

Mertua Cerdas VS Menantu Licik
Mertua Cerdas VS Menantu Licik
Author: Intan Resa

Satu

Author: Intan Resa
last update Last Updated: 2023-04-10 14:36:46

"Aku mau ikut arisan nanti siang, Bang. Minta uang tambahan, ya, lima ratus ribu," ujar Santi, menggelayut manja di lengan suaminya yang sedang bersiap ke kantor.

 

Aku tersenyum melihat anakku Akmal dengan senang hati memberikan uang untuk Santi. Pengantin baru itu tidak pernah ada masalah tentang kebutuhan rumah tangga karena jabatan Akmal lumayan tinggi dengan gaji lebih dari cukup. Aku mendidik anakku agar royal pada istri asal tujuannya jelas, maka rejeki pun akan mengalir deras. 

 

"Ini untuk pegangan Ibu. Mana tahu mau belanja ke mall," ujar Akmal, memberikan lembaran uang yang lebih banyak dari istrinya. Santi mendelik, mungkin merasa lebih berhak atas uang suaminya. Tapi, ia tidak pernah diberi kepercayaan mengelola semua uang suaminya. Itu yang sering aku dengar tanpa sengaja saat ia membicarakanku dan Akmal melalui sambungan telepon dengan temannya. 

 

Namaku Khadijah, istri satu-satunya suamiku sepanjang hidupnya. Kesederhanaan dan juga kegigihan kami bekerja bisa mengantarkan Akmal jadi manusia yang berpendidikan dan juga berbudi luhur. Dia bisa kuliah dengan beasiswa dan jadi lulusan terbaik di universitas ternama di kota ini. 

 

Orang tua biasanya menyekolahkan anak-anak langsung menanamkan dalam pikiran agar dapat pekerjaan bagus, kaya dan juga dihormati orang lain. Tapi, aku dan Bang Ande lebih menanamkan agar ia berilmu dan juga punya modal untuk lebih banyak bersedekah. Kami tidak kaya dan juga ahli ibadah. Semoga dengan amal jariyah dari anakku Akmal bisa membantu kami di akhirat kelak. 

 

"Bu! Kita sama-sama saja ke mall ya! Soalnya Santi juga arisannya di mall," ujar Santi, tersenyum terpaksa. Aku  tahu sejak awal kalau dia tak tulus menyayangiku. Sikapnya yang manis hari ini ada sebabnya. Dia memang bukan menantu idamanku, tapi karena melihat binar cinta di mata anakku, aku menerima ajakan Akmal untuk melamar Santi waktu itu. 

 

"Nah! Gitu dong, Sayang. Yang akur sama Ibu. Kalau kalian sering mengobrol bareng, abang yakin kamu akan menyukai Ibu," tutur Akmal, mencubit pipi menantuku dengan gemas. 

 

"Iya, Bang. Hati-hati di di jalan ya!" balas Santi, mencium tangan anakku. Akmal beralih mencium punggung tanganku dan juga pipi yang mulai keriput ini. 

***

 

"Ya ampun! Ini mertua kamu, San? Dia tak seseram yang kamu ceritakan! Gak malu-maluin juga," cerocos temannya Santi yang baru kutahu bernama Sindi. Dia memerhatikanku dari atas sampai bawah. 

 

Di rumah aku memang lebih nyaman memakai baju daster lengan panjang. Tapi aku tetap tahu memakai pakaian sesuai dengan tempatnya. Polesan bedak dan gincu tipis juga aku padu padankan dengan gamis motif bunga-bunga warna biru. 

 

"Udah ah, kita pesen makanan yuk!" balas Santi, memesan ayam kriuk-kriuk yang terkenal di negeri ini. 

 

"Bu! Ambilkan sausnya dong! Di situ tuh. Minta tolong ya, Bu. Aku lapar banget," pinta Santi, tersenyum ke arahku dan mengedipkan mata ke arah tiga temannya yang sedang mengulum senyum.

 

Aku berdiri agak lama di dekat tempat saus berbentuk kran itu. Sengaja agar bisa mendengar ejekan Santi. Dia saja yang belum tahu, aku dan Bang Ande sering mengajak Akmal makan ke tempat seperti ini saat anakku masih kuliah. 

 

"Kamu tega banget sih, San? Mertuamu bisa diledekin orang loh. Dikiranya nanti itu untuk tempat cuci tangan, eh belepotan saus," bisik temannya, tapi masih bisa kudengar. Mungkin mereka mengira kalau aku sedang bingung, makanya aku lama berdiri di sini. 

 

Aku sudah menekan tombol perekam di ponsel mahal yang kubeli dari hasil menulis di platform. Mungkin aku butuh rekaman itu suatu saat nanti. Akmal dan Santi tidak tahu pekerjaanku itu karena aku ingin anakku merasa kalau ibunya ini membutuhkannya. Rasanya juga lebih bahagia saat menerima uang pemberian anakku dari pada penghasilan sendiri. Lagian, kalau aku terus terang, Akmal akan menyuruhku berhenti menulis dan fokus ibadah. Bukankah aku bisa berdakwah lewat tulisan? Itu juga bisa jadi sarana hiburan bagiku karena tidak bisa jadi guru lagi, pekerjaanku saat masih gadis. Aku terpaksa meninggalkan profesi itu agar bisa fokus bertani dengan suami, demi anak semata wayang kami. Tahu kan betapa sedikitnya imbalan yang diberikan untuk tenaga pendidik di Negeri ini? 

 

"Biar ibu mertuaku malu dan besok langsung minta pulang ke kampung. Aku sebel tahu, masa uang suamiku dia yang kuasai. Sekarang anaknya sudah punya istri, harusnya aku yang berkuasa. Tahu kan banyaknya keperluan wanita?" cerocos Santi. Mungkin sengaja ia kuatkan agar aku mendengarnya. 

 

Aku sudah pernah bicarakan hal ini dengan Akmal,  tapi anakku itu tidak mau kalau Santi menghambur-hamburkan uang. Istrinya termasuk orang yang boros. Entahlah, aku belum terlalu mengenal Santi. 

 

"Ini sausnya, San" ujarku, memberikan wadah kecil berisi saus cabe untuk Santi. Belum sampai tanganku ke atas meja, kakiku tersangkut kursi dan saus itu mengenai mulut menantuku. Ups, sengaja. 

 

"Ibuuu!" teriak Santi dan berlari mencuci mulutnya yang pedas dan juga kepedasan. Aku tidak akan membentakmu, Nak. Kamu itu istri dari anakku. Tapi, jangan pernah berniat untuk pisahkan aku dengan anakku satu-satunya. 

 

Related chapters

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   Dua

    "Kita pulang saja, yuk! Duh, bajuku kena saus juga. Ini sungguh memalukan. Aku menyesal telah membawa mertuaku ke sini. Aku yang jadi malu karena dikira orang tak bisa makan dengan bener," cerocos Santi dengan wajah kesal. "Maafkan ibu, San. Tapi, kita makan dulu baru pulang. Mubazir kalau gak dimakan," tuturku, memasang wajah bersalah. "Gimana mau makan, Bu? Badan sama mulut udah panas gini," cetus Santi, mengipas bibirnya dengan tangan. Apakah mertuamu ini keterlaluan, Nak? Semoga kamu tidak menganggapku musuh, menantuku! Sama sepertiku yang mengharapkan kamu segera menyayangiku. Teman-teman Santi berdiri dan mengikuti menantuku itu ke parkiran. Kami tadi ke sini menggunakan jasa taxi online dan mall ini cukup jauh dari rumah. Mereka pergi meninggalkan wanita tua ini sendirian.Segera kutelpon Santi menggunakan ponsel jadulku, yang cuma bisa sms dan juga menelpon. Setelah tiga kali mencoba, Santi mengangkat teleponnya. "Kamu kok tinggalin ibu, San? Ibu pulang naik apa?" tanyaku

    Last Updated : 2023-04-10
  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   Tiga

    "Kamu makin cantik kalau baju kayak gini, San! Kapan belinya?" ujar Akmal, masih dengan pakaian kerjanya. Aku memilih berdiri di teras memandang bunga-bunga yang bermekaran. Mereka masih muda, biarlah saling memuji agar cinta mereka makin erat."Tadi dibelikan Ibu. Ish, tapi kata teman-temanku, bajuku kelihatan jelek lah. Gak cocok sama aku yang modern. Selera Ibu payah," cibir menantuku.Dari tadi dia tak bilang apa-apa dengan bajunya, sekarang mengeluh dan mulai mencemooh seleraku pada suaminya. Kamu maunya apa sih, menantuku? Apa kamu mau mengubahku jadi nenek sihir agar kamu takut padaku? Aku ingin disayangi dan juga disegani, bukan ditakuti. Tapi kalau begini keadaanya, mungkin aku memang harus menakutinya."Ini bagus kok, Sayang. Abang saja sampai mengira kalau kamu bidadari, tapi kok gak ada sayapnya ya?" balas Akmal."Ish, aku lagi sebel, tahu. Ibu tadi ….""Akmal! Tahu gak tadi kalau Santi…?" ujarku memotong ucapan menantuku yang sepertinya mau menjelek-jelekkanku lagi."Ih I

    Last Updated : 2023-04-10
  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   Empat

    Aku tertawa sekilas membayangkan betapa hebohnya mereka di rumah sekarang. Rumah mungkin lebih berantakan dari tadi, karena tidak ada satupun temannya Santi yang bisa melakukan pekerjaan rumah. Apalagi memunguti sampah kuaci yang kecil-kecil pakai tangan, pastinya sangat melelahkan.Duh, kasihan sekali. Besok-besok tidak usah bertamu ke rumah anak menantuku lagi jika dalam membuang sampah pada tempatnya saja mereka tidak lulus. Ngakunya lulusan universitas, tapi adabnya tidak ada. Bukankah orang yang beradab itu lebih tinggi derajatnya dari orang yang berilmu?Aku duduk di balai bambu yang sengaja minta dibuatkan pada Akmal saat pertama datang ke rumah ini. Lumayan bisa mengobati rinduku pada kampung halaman. Tempat ini sangat sejuk dan jadi favoritku karena letaknya di bawah pohon mangga dan rambutan cangkokan. Cukuplah untuk mengademkan hati saat melihat kelakuan menantuku yang menguras emosi."Ibuu! Bantuin!" seru Santi, meletakkan tangannya di atas balai bambu. Dia ngos-ngosan den

    Last Updated : 2023-04-10
  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   Lima

    "Aku balik ke kantor dulu ya, Bu!" pamit anakku. Tak lupa dia selalu mencium pipi keriput ini. Sejak kecil, ini jadi kebiasaan kami, layaknya seperti kecanduan. Mungkin karena aku cuma punya satu anak, kami jadi sangat dekat. Mencukupi kebutuhannya itu prioritas, tapi kedekatan kami juga tak kalah penting.Ia pamit pada teman-teman Santi dan kami membiarkan menantuku mengantarkan Akmal sampai masuk ke mobil. Sejoli itu nampak bergurau sebentar sebelum akhirnya saling melambaikan tangan."Bu! Apa benar baju ini gak usah dibalikin? Ini masih baru loh," ujar Sindi. Mungkin mereka mulai menyukai baju itu karena beberapa kali kulihat para wanita muda itu mengambil foto bersama dengan berbagai gaya."Iya. Rejeki kalian. Kalian harusnya memakai pakaian seperti ini. Aura cantiknya keluar," pujiku. Wanita suka sekali dipuji dan ini memang benar bukan gombalan semata. Mataku lebih adem melihat pakaian mereka yang sopan seperti ini, apalagi saat bertamu ke rumah ini.Mereka kadang memakai baju u

    Last Updated : 2023-04-10
  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   Enam

    "Hallo putri mama yang syantik. Gimana kabarnya, Sayang? Kamu enggak sakit hati kan tinggal sama mertuamu? Atau … dia pernah bicara kasar? Ih, kamu kok pake baju kayak gini? Gak modis tahu," cerocos besanku. Suaranya yang khas langsung kukenali dari dapur. Aku menghentikan langkah melihat Bu Lilis membolak-balik badan menantuku.Tidak ada salahnya perhatian pada anak sendiri? Apakah perlu sampai seperti itu? Selalu mertua yang jadi tersangka. Apa aku kelihatan seperti orang yang kasar?"Aku baik-baik saja, Ma. Gak usah berlebihan deh. Ada apa datang ke sini?" Santi balik nanya. Sepertinya Santi sudah terbiasa berkata kurang sopan sejak masih gadis. Anehnya, besanku malah tertawa."Belakangan ini kamu jarang nelpon sama Mama. Wajar dong kalau khawatir. Kamu itu putri ibu satu-satunya," balas besanku. Tak enak melihat mereka masih berdiri di teras, aku menghampiri dengan senyum terkembang.Aku dan Bu Lilis bisa dikatakan bernasib sama. Dia dan suaminya hanya memiliki Santi, sedangkan ak

    Last Updated : 2023-04-10
  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   Kelakuan Besanku

    "Kami keluar dulu ya, Ma, Bu. Mau cari makanan untuk kita," ujar Akmal, menggandeng tangan Santi. "Yang mama bilang tadi gimana, Akmal? Ada, kan?" tanya besanku, melirik sekilas padaku. "Ada, Bu. Kami sekalian mau beli makanan untuk Papa mertua," ujar anakku. "Eng-enggak usah, Nak Akmal. Tentu akan merepotkanmu. Kamu sudah capek pulang kerja, mama gak mau kalau kamu terlambat kerja besok," elak besanku. Harusnya dia senang kalau menantunya mau menjenguk, ini kok tidak diperbolehkan."Enggak apa-apa, Bu Besan. Akmal ini kan sudah tak punya Ayah. Dia sudah menganggap mertuanya sebagai ayahnya. Santi juga pasti khawatir dengan papanya yang sedang sakit. Walau niat kita agar tidak merepotkan mereka, tapi kita tak boleh menghalangi anak-anak untuk berbakti, Bu," ujarku menimpali."Iya, betul kata mertua Santi, Ma. Santi mau jenguk Papa. Masa karena aku sudah menikah, gak boleh lagi menjenguk Papa yang sakit," ujar menantuku. Bu Lilis tersenyum hambar dan melepas kepergian anak menantu k

    Last Updated : 2023-05-26
  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   Pulang Kampung

    "Sejak kapan Ibu punya ponsel kayak gini? Kok Akmal gak pernah lihat, Bu?" cecar anakku, membolak-balik ponsel dengan wallaper fotoku dan Bang Ande berdiri di kiri dan kanan Akmal saat wisuda. "Jangan dibuka, Bang! Itu kan privasi Ibu," larang Santi saat suaminya mulai mengutak-ngatik ponselku. Ah iya, aku baru ingat. Rekaman percakapan Santi saat berniat membuatku pulang kampung itu belum kuhapus. Santiku sudah mulai berubah dan aku tak mau kalau Akmal membenci istrinya. "Loh, kamu sudah tahu, San?" tanya Akmal. Menantuku mengangguk pelan. "Ini sudah lama, Nak. Maaf tidak memberi tahumu. Untuk komunikasi saja dengan teman-teman seangkatan ibu yang kebanyakan sudah PNS. Mereka ditugaskan di berbagai kota dan desa yang jauh. Kami tak bisa reunian lagi. Bisanya ya cuma melalui WA group. Bisalah mengobati kerinduan dengan teman-teman seperjuangan. Mereka kebanyakan sudah punya banyak cucu. Repot kalau mau reunian," jelasku seraya tersenyum.Akmal meletakkan ponsel itu dan memeluk ibu

    Last Updated : 2023-05-26
  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   Berbaikan

    "Santi? Kenapa kamu masuk kamar, Nak? Jangan takut, San! Om Arman itu orangnya baik. Dia tak akan melukaimu. Ibu juga akan melindungi kamu kok. Tidak akan terjadi apa-apa," ujarku, mengusap kepala menantuku yang meringkuk di atas ranjang. Dia masuk ke kamarnya dan Akmal saat mereka kupestakan di kampung ini. Kamar yang penataannya tak berubah sejak kami tinggalkan. Tidak ada debu yang menempel di sana, pasti karena Lita rajin membersihkan ruangan ini juga. "A-aku takut, Bu. Aku mengaku pernah salah. Ta-tapi aku menyesal, Bu," ujar Santi tergagap. Kesalahan apa yang dilakukan menantuku sampai Arman mengatakan kalau Santi tak punya adab? Kenapa menantuku ini begitu ketakutan? Kupeluk Santi dan mengusap kepalanya dengan penuh kasih sayang. Aku siap memasang badan agar pasangan hati anakku tidak terluka. Arman memang adikku. Kami memiliki pertalian darah. Tapi, Santi itu istri dari anakku. Aku harus bisa berdiri di tengah agar perselisihan mereka tidak menimbulkan kecemburuan. "Santi t

    Last Updated : 2023-05-26

Latest chapter

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   Selesai

    "Maaf, Bu! Kali ini jangan larang Akmal, Bu. Aku akan mengantar Santi pulang ke rumah orang tuanya dulu. Dia harus merenung apakah masih ingin membagi suka duka denganku atau mau bahagia sendiri dengan hidup barunya!" ujar anakku. Wajahnya terlihat tenang yang menandakan di mengambil keputusan ini dalam keadaan sadar dan sudah dipikirkan secara jernih."Aku pergi dulu, Bu. Santi sayang sama Ibu dan Noval, tapi Santi tidak siap kalau Bang Akmal keluar dari perusahaan. Orang-orang berlomba agar bisa masuk perusahaan bergengsi, Bang Akmal malah memilih pekerjaan yang gak jelas untung ruginya. Santi gak mau ambil resiko kalau harus bangkrut di kemudian hari. Santi mau nenangin diri dulu," ujar menantuku dengan mantap. Ia ciumi pipi Noval tanpa berniat membawa buah hatinya itu ikut dengannya.Aku membuang nafas perlahan. Mereka sudah dewasa dan bisa memikirkan apa yang terbaik untuk rumah tangga mereka. Semoga mereka hanya menjauh sementara untuk mengikat hubungan yang lebih erat. Aku tah

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   28

    "Noval! Ayo makan, Nak! Sini, mama kasih hape deh," seru Santi, menantuku yang semakin sibuk sekarang. Cucuku sudah lincah berjalan, bahkan berlari-lari. Wajahnya mirip seperti Akmal waktu kecil.Mendengar kata hape, Noval langsung mendekati Santi. Satu suapan masuk ke mulut mungilnya, lantas dia mengambil ponsel itu, lalu duduk dengan mata fokus memandang benda dengan radiasi tinggi itu."Jangan sogok pake hape, San! Sekarang aja dia terlihat mudah diatur dan tidak menyusahkan kalau dia sedang fokus menatap layar ponsel. Kalau dia semakin besar, kita juga yang susah mengaturnya karena efek kecanduan. Kamu juga gak mau kan kalau mata dan syarafnya rusak gara-gara memberikan ponsel sejak dini. Ibu sudah sering peringatin ini loh," tegurku hati-hati. Santi nyengir dan langsung mengambil benda pipih itu dari tangan Noval, lalu menyimpan ponselnya. Noval langsung menjerit melihat benda yang ia sukai itu telah diambil. Gegas kupeluk Noval dan memberikan mainannya yang lain.Aku yang lebih

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   27

    Semua mendadak hening karena mendengar suara ibu mertuaku. Mungkin karena kami sibuk cerita sampai tidak menyadari kalau ibu sudah berdiri di bibir pintu kamar.Sindi pun berjalan mendekati ibu sambil cengengesan."Eh, Bu Kahdijah yang baik hati. Baru bangun, Bu?" ujarnya masih cengegesan sambil menyentuh lengan mertuaku."Apa maksud omonganmu tadi, Sindi? Cepat jelaskan!" hardik ibu."Maafkan sikap Sindi hari itu ya, Bu. Itu cuma prank agar Santi mau memperhatikan badannya. Maaf ya, Bu! Hari itu saat kami datang, rambut Santi bau banget. Belum lagi ketiaknya, ih, gak banget. Kami aja sesama teman duduk sebentar dengannya sudah mau megap-megap. Apalagi Bang Akmal yang harus seranjang dengan Santi. Bisa pingsan dia," kekeh Sindi, nyengir ke arah mertuaku. Mungkin benar kata orang kalau bau badan kita, orang lain yang lebih tahu dari pada kita sendiri. Kebetulan juga mereka datang saat itu, aku memang belum mandi karena cuaca dingin. Ditambah mereka datang tidak mengabari sebelumnya. J

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   26

    "Ini minumnya, Bang. Gimana kerjaannya tadi? Semuanya lancar kan?" ujarku. Suamiku mengambil gelas di tangan seraya tersenyum."Alhamdulillah, lancar, Dek. Makasih ya," balas suamiku. Gelasnya menempel di bibir, tapi pandangannya tak berkedip melihatku. Begitu besar pengaruh merawat penampilan seperti yang mertuaku katakan. Satu hal yang kuabaikan semenjak melahirkan. Ini sudah hari ke dua puluh delapan setelah aku melahirkan anak kami, Noval. Akhir-akhir ini bang Akmal sedikit menjaga jarak dariku, mungkin karena aku malas menjaga penampilan. Ya walaupun sikapnya tetap manis, aku jadi yakin kalau suamiku kurang nyaman lama di dekatku.Soal Noval, sebagai ibu baru, aku tidak terlalu diberatkan olehnya karena mertuaku sangat telaten mengurus cucunya. Namun rasa malas mendera menjaga penampilan karena aku tidak kemana-mana. Hanya di rumah bersantai sambil memulihkan bekas sayatan yang membentang di perut.Bang Akmal juga tidak pernah protes ataupun mencerca. Namun setelah mendengar pe

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   25 B

    "Kamu hanya salah faham, San. Sindi dan Akmal itu cuma bicara tentang bisnis di sana. Kebetulan perusahaan milik keluarga Sindi bekerja sama dengan tempat suamimu bekerja. Kamu percaya kan dengan kesetiaan suami kamu?""Iya, Bu. Santi percaya kalau Bang Akmal hanya mencintaiku. Dia pasti akan menjaga pernikahan ini. Tapi sejak kapan Sindi mau kerja kantoran? Sedangkan tadi pagi dia ke sini dan berencana mau shoping dengan Laura" balas menantuku.Aku tersenyum sambil membingkai wajahnya dengan kedua tangan. "Mungkin jin malas yang menempel ditubuhnya jadi hilang setelah ibu siram. Akmal itu suami yang setia. Jadi kamu jagan menuduhnya lagi ya! Doakan saja. Ibu akan membantu untuk mengawal Akmal agar terbebas dari Sindi yang keganjenan itu. Kamu juga bebersih sana, dandan yang cantik. Jangan sampai Akmal membandingkanmu dengan wanita lain di luaran sana. Walaupun kamu masih nifas, tetap pastikan suamimu merasa betah dekat denganmu. Sana! Biar ibu yang jaga Noval," titahku.Santi mengang

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   25 A

    "Astaghfirulloh, Bu. Ibu kok sampai segitunya menanggapi ocehan Sindi. Dia itu sering bercanda. Masa' Ibu tidak bisa bedakan mana yang serius atau cuma sekadar candaan?" gelak Akmal setelah Santi menceritakan kejadian tadi pagi begitu suaminya pulang kerja. Akmal tidak percaya, malah terbahak-bahak hingga sudut matanya berair. Aku juga berharap kalau Sindi cuma bercanda, tapi melihat ekspresi dan jawabannya saat kusiram, Sindi memang memiliki perangai yang kurang baik. Selama ini dia baik padaku dan selalu berkata lemah lembut. Kalau tadi memang cuma gurauannya, Sindi tentu tertawa. Ah, aku pusing memikirkan pola pikiran anak zaman sekarang. Kalau memang ingin bahagia, kenapa harus merenggut kebahagian wanita lain, apalagi itu sahabatnya sendiri. "Tuh, Bu, Bang Akmal gak percaya. Aku jadi takut, Bu. Bagaimana nasib kita nantinya, Nak?" ujar Santi sambil mengamati bayinya. Cucuku menggeliat pelan, lalu tertidur lagi. "Udah, kamu tenang saja, San. Nanti ibu yang bicara sama A

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   24

    "Ibuuuuu!" seru Akmal begitu melihatku datang. Kulihal lelaki dewasa itu menangis, lalu menghambur ke pelukanku. Ya Allah, ada apa ini? Kenapa Akmalku menangis? Perasaanku tak enak, tapi tidak baik mendahului takdir dengan berburuk sangka sebelum tahu apa yang terjadi."Ada apa, Mal? Kenapa kamu menangis? Santi dan anak kalian baik-baik saja kan?" seruku panik. Kuusap kepalanya dengan harapan bisa mentrasfer kekuatan.Kulihat kedua besanku juga menangis sambil berpelukan. Hatiku semakin bergemuruh. Santi memang bukan anak kandungku, tapi aku berdoa untuk keselamatannya. Ya Allah, dosa apa yang kulakukan hingga menghalangi doaku dikabulkan? Ada apa dengan menantu dan cucuku?"Akmal! Jangan menakuti ibu. Ada apa ini?" ujarku lagi sambil mengguncang bahunya."Ibu sudah jadi nenek dan Akmal jadi ayah. Mereka berdua sehat wal afiat, Bu. Kami menangis karena terharu. Tadi sempat ada masalah, tapi semuanya sudah baik-baik saja. Akmal yakin kalau ini juga tidak terlepas dari doa Ibuku yang tu

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   23 B

    "Ibu ingat sama mendiang ayah mertua lagi, Bu?" cecar Santi saat menyadari aku menyusut bulir bening di pipi. Aku tersenyum dan mengangguk. Aku lebih suka menangis haru daripada karena kesedihan sehingga ingatanku melambung ke almarhum suami karena ingin membagi bahagia, bukan duka lara."Ibu memang pecinta sejati. Sudah berbeda alam saja terus di kenang. Santi sering melihat pasangan yang suka membicarakan keburukan almarhum suaminya. Sedangkan Ibu sering menangis karena terkenang akan kebaikan ayah mertua. Bahkan aku belum pernah dengar dari Ibu ataupun Bang Akmal tentang kekurangan mendiang ayah mertua," ujar Santi, mengusap bahuku sembari mengambil ponselku yang tergeletak di atas meja. Foto wisuda Akmal yang didampingi olehku dan suami selalu jadi pengobat rindu.Selain karena ada pendapat ulama yang melarang, aku memang tidak suka memajang foto siapa pun di dinding. Kalaupun banyak momen bahagia yang diabadikan dan dicetak dalam bentuk foto, aku menyimpannya dalam album. Itu se

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   23 A

    "Maaf ya, Pa, Akmal cuma bisa ngasih motor yang bekas," tutur Akmal, merasa bersalah. Padahal kalau melihat sikap mama mertuanya Akmal, memberikan motor itu harusnya ditunda dulu. Tapi itulah Akmalku, kami jadi pelengkap. Saat dia marah, aku berusaha meredam emosinya. Ketika aku jengkel tadi, Akmal menyentuh hati mertuanya dengan membeli motor itu sekarang. Kami belum merencanakan hal ini sebelum berangkat. Ah, Akmalku sayang, kamu memang sudah semakin dewasa. Kamu pantas jadi kepala keluarga dan akan segera bergelar ayah."Begini aja sudah alhamdulillah, Nak Akmal. Sebenarnya papa malu menerima pemberianmu ini. Kami masih mampu bekerja dan berusaha menabung agar membeli sendiri. Ini sih masih bagus luar dalam. Kami benar-benar mengucapkan terima kasih banyak buat Nak Akmal sama Bu Khadijah," ungkap Pak Wiro. Wajahnya ceria sekali sebagai ungkapan bahagia mendapat motor itu. Dia benar-benar berubah menjadi prubadi yang lebih baik.Motornya memang bekas, tapi masih layak dibawa jalan-

DMCA.com Protection Status