Lisa dapat melihat raut wajah Roy yang sangat terkejut karena kedatangannya di kantor itu. Padahal, Lisa sudah mengirimkan chat dan berkata bahwa dirinya sudah berada di kantor Roy sejak setengah jam yang lalu. “Kok kamu kaget gitu liat aku, Roy?” tanya Lisa dan langsung masuk menghampiri Roy. Roy pun tidak tinggal diam, ia berdiri dan berjalan menghampiri Lisa yang sedang menuju ke arahnya. Roy merasa ada yang berbeda dengan sikap Lisa saat ini. Ia teringat pada kejadian satu bulan yang lalu, tepat saat Lisa memergoki hubungannya dengan Miranda melalui video panas yang sampai sekarang Roy tidak pernah tahu dari mana Lisa mendapatkannya. Saat itu Lisa juga bersikap biasa dan sedikit aneh padanya. Jadi, untuk sekarang Roy sudah mulai sedikit waspada dan tidak ingin salah langkah lagi. Meski Roy memang sangat mencintai Lisa, akan tetapi pesona ranjang Miranda tidak bisa ia abaikan begitu saja. Roy sudah terlanjur jatuh hati pada permainan panas yang selalu disuguhkan Miranda untuknya
Jantung Roy masih berdetak kencang saat Lisa selesai membisikkan pertanyaan yang menurutnya tidak akan mungkin hal itu bisa diketahui oleh Lisa. Namun, pada kenyataannya Lisa tetap bisa tahu dan entah dari mana semua informasi itu Lisa dapatkan. Roy sudah menyelidiki orang-orang di samping Lisa dan tidak ada yang tampak mencurigakan.Lisa yang dulunya terlalu cuek pada aktifitas Roy, mendadak bisa tahu apa saja yang menurut Roy adalah hal yang sangat sepele dan tidak mungkin diketahuinya. Sepertinya, Lisa sudah banyak berubah sekarang dan Roy tertinggal banyak tentang hal itu. Apa lagi alasannya kalau bukan karena semenjak Roy terlalu sibuk dengan ranjang hangat yang diberikan oleh Miranda.“Siapa yang duduk di kursi penumpangmu tadi pagi, Roy?”Itu lah pertanyaan yang dibisikkan oleh Lisa di gendang telinga Roy tadi. Dan sampai saat ini Lisa masih belum mendapatkan jawaban atas pertanyaannya itu.“Kenapa kamu diam aja, Roy? Apa sesulit itu untuk menjawab pertanyaanku?” tanya Lisa sed
“Gimana keadaan Lisa, Dok?” tanya Roy pada dokter Lukman yang baru saja selesai memeriksa keadaan Lisa.“Baru sebulan yang lalu aku beritahu agar tidak membuatnya stress dan lelah. Sekarang udah terjadi lagi! Kamu bisa nggak jaga istrimu dengan baik?” ucap dokter Lukman dengan nada yang sedikit tinggi.Roy yang heran mendengar jawaban dokter Lukman langsung mengernyit tak mengerti. Sebagai seorang pria, tentu Roy merasakan ada gelagat aneh dari dokter itu setiap kali memeriksa dan bicara tentang kesehatan Lisa. Roy menduga, dokter Lukman tertarik pada istrinya yang memang sangat cantik dan ideal untuk diincar oleh kaum adam.“Kenapa Dokter malah marah dan menghardik padaku?” tanya Roy tidak terima dengan sikap dokter Lukman padanya.Dokter Lukman yang baru saja menyadari kekeliruannya menjadi salah tingkah. Memang tidak seharusnya dia bersikap seperti pada keluarga pasiennya. Namun, dokter Lukman tidak mengerti kenapa dia bisa semarah itu pada Roy yang dinilainya tidak bisa menjaga di
“Aku nggak mau, Roy! Asal kau tau, aku dan dokter Lukman sudah berhubungan cukup lama dan serius. Aku akan menikah dengannya, setelah gugatan perceraian kita disetujui,” ucap Lisa yang tidak pernah diduga oleh Roy, maupun oleh dokter Lukman sendiri.Dengan sekali tarikan napas, Lisa berhasil mengatakan semua itu dan setelahnya napas Lisa terdengar memburu dan terengah-engah.“Kamu baik-baik aja?” tanya dokter Lukman penuh perhatian dan mendekati Lisa.Ia segera memasang selang oksigen yang tadi dilepaskan oleh Lisa. Kembali pada posisi awalnya di hidung, untuk membantu pernapasan Lisa agar bisa tetap stabil. Roy hanya diam mematung menyaksikan semua yang terjadi di depan matanya saat ini. Otaknya masih berusaha mencerna semua yang baru saja didengarnya dari mulut Lisa.Sementara Lisa seperti tidak pernah mengatakan apa-apa pada lelaki yang masih berstatus sebagai suaminya itu. Lisa bahkan seperti tidak menganggap keberadaan Roy di depan matanya. Ia berusaha untuk bisa bersikap acuh pa
“Terserah kamu aja mulai sekarang. Kalau memang itu yang kamu mau! Tapi, aku nggak akan membuat semua ini menjadi mudah untukmu, Sa.” Roy berkata dengan nada tegas dan kemudian berlalu dari ruangan itu.Setelah kepergian Roy, tangis Lisa pun pecah karena sudah tak mampu lagi membendungnya. Tubuhnya berguncang hebat, bergetar dalam kepiluan hati yang tersakiti. Kata-kata Roy padanya sungguh tidak berperasaan.Dokter Lukman masuk lagi ke dalam ruangan Lisa setelah melihat kepergian Roy. Akhirnya, ia punya kesempatan untuk bicara berdua saja dengan wanita yang sudah memasuki tahun ketiga menjadi pasien tetapnya itu.Memang, Lisa sudah menyembunyikan segalanya dari Roy selama dua tahun belakangan. Ia takut Roy akan meninggalkannya jika tahu semua rahasia besar itu. Cinta Lisa pada Roy sangat besar dan sepertinya tak akan pernah tergantikan. Namun, Lisa tidak pernah menduga bahwa Roy akan dengan teganya mengkhianati pernikahan yang sudah genap empat tahun itu.Lisa merasakan kecewa yang te
“Gimana semua bisa jadi gini sih?” gerutu Roy yang merasa tidak terima dengan keadaan yang baru saja terjadi.Saat ini Roy sudah kembali ke kantor tempat ia mengelola bisnisnya. Ia masih tidak menyangka atas pengakuan yang dibuat oleh Lisa saat di rumah sakit tadi.“Nggak mungkin! Mana mungkin Lisa seperti itu!” gumam Roy lagi dan menatap frustasi pada foto pernikahan mereka yang terparkir indah di atas meja kerjanya.“Aku nggak akan biarin kamu sama dokter Lukman itu benar-benar bersama. Kamu hanya milikku, dan akan selamanya akan tetap menjadi istriku!” tekad Roy kuat.Ia bahkan belum sempat menelpon kembali pada Miranda. Untuk bertanya tentang kebenaran informasi yang diberikannya. Informasi yang secara tidak sengaja didengar langsung oleh Lisa dan membuat dirinya kembali pingsan dan sakit.Roy sama sekali tidak mengerti apa maksud Miranda melakukan semua ini. Padahal ia sudah sering memperingati Miranda untuk tidak sering-sering menghubunginya. Apalagi langsung pada permasalahan s
Roy mengemudikan kendaraan roda empat itu dengan kecepatan penuh. Ia sudah tidak sabar lagi untuk menemui Lisa dan mengatakan segalanya pada Lisa. Meski Roy tahu bahwa nanti awalnya Lisa akan merasa terluka dan menolak, akan tetapi Roy begitu yakin Lisa akan setuju dan mendukung keputusannya di akhir. “Sayang, kita akan segera punya anak. Kamu nggak usah sedih lagi, ya.” Roy berkata dengan nada lirih sambil terus menyetir mobilnya menuju rumah sakit. Sementara di dalam ruangan tempat Lisa dirawat, tampak dokter Lukman baru saja selesai dengan pemeriksaannya pada wanita itu. Seorang pasiet yang datang bersama dokter Lukman sudah mencatat dengan sangat terperinci semua keadaan Lisa berdasarkan hasil pemeriksaan dokter Lukman tadi. “Kalau gitu, aku akan membuatkan resep lagi untuk kamu.” Dokter Lukman berkata sambil menurunkan tetoskop dari telinganya. “Luk, aku ingin bicara sama kamu,” pinta Lisa pada dokter Lukman dengan wajah memelas. “Sus, silahkan kembali terlebih dahulu. Nanti
Bug … bug ….Tiba-tiba, terdengar suara pukulan beruntun sebanyak dua kali dan seorang dari kedua lelaki itu tersungkur ke lantai. Sementara Lisa terperanjat dan berteriak sambil menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang sedang terjadi di depan mata kepalanya saat ini.Lisa sama sekali tidak menyangka jika ternyata dokter Lukman akan memberikan pukulan itu pada Roy. Lelaki yang sudah mengkhianatinya dan masih bicara soal menjaga anak dari selingkuhannya itu dengan enteng. Ia sama sekali tidak mengira jika pikiran Roy terlalu sempit atau bahkan bisa dikatakan dia sudah berubah menjadi pria yang tidak mempunyai hati dan perasaan. Lelaki yang dulu selalu menjaga hati dan perasaannya dengan baik, ternyata kita terang-terangan menambah luka dan rasa kecewa padanya. Luka yang ia torehkan kemarin masih ternganga dengan jelas, sekarang ia sengaju menabur asam di atas luka itu.Tak ada lagi yang bisa Lisa pertahankan dengan semua keadaan ini. Bahkan, Lisa sendiri sudah tidak sabar menangga
“Mami ….”Suara igauan dari Ane menyadarakan Lukman pada khayalannya tentang Lisa. Ia tidak tahu apakah Lita marah dan tersinggung pada ucapannya tadi atau tidak.“Maaf. Aku … aku tiba-tiba teringat istriku,” ucap Lukman penuh nada sesal.“I-iya. Nggak apa-apa. Makasih udah anterin aku sampai depan hotel. Kalau gitu aku permisi.” Lita menjawab dengan sedikit gugup juga.“Sama-sama. Btw, apa kamu jadi test DNA besok?” tanya Lukman sebelum Lita benar-benar turun dari dalam mobilnya.“Jadi. Aku juga penasaran dengan kebenarang itu. Setidaknya, dengan hasil test DNA itu nanti semuanya akan sangat jelas. Iya atau tidaknya informasi yang aku kantongi saat ini.”“Kamu benar. Yang penting semuanya diperiksa dulu, kan?”“Iya. Tapi ….”“Tapi apa?”“Aku kan baru di kota ini. Jadi … aku nggak tau ke mana harus pergi untuk melakukan test itu nanti. Eh, bukannya kamu dokter? Tadi, anak kembarmu itu bilang gitu. Gimana kalau di rumah sakit tempat kamu kerja aja?” tanya Lita kemudian dengan suara yan
Lita masih tertegun tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut anak seusia Ane. Anak itu terdengar sangat dewasa dan pembawannya juga tenang ketika mengatakan semua itu. Bahkan, Lita menjadi ragu bahwa ia adalah anak yang baru berusia sekita enam atau tujuh tahunan.“Maafkan anakku, Nona. Dia masih anak-anak dan nggak ngerti dengan apa yang baru aja dia katakan,” ucap Lukman segera ketika melihat perubahan pada raut wajah Lita.Ia mengira mungkin saja Lita tersinggung dengan ucapan bocah itu. Karena tentu saja, itu adalah hal yang seharusnya diucapkan oleh orang dewasa dan makna dari kalimat itu tentu sangat besar. Tidak main-main tentunya.“Nggak masalah. Aku nggak apa-apa dengan hal itu. Tapi … apa yang membuat Lisa bisa meninggal secepat ini? Aku nggak memiliki Riwayat penyakit dalam yang parah, seharusnya Lisa juga gitu. Karena dia adalah kembaranku. Setidaknya, itu yang aku dengar dan ketahui tentang hubungan kami yang bahkan belum pernah bertemu satu sama yang
Lukman tidak dapat mempercayai penglihatannya saat ini. Di depannya jelas ada wanita yang tampak sangat mirip dengan Lisa – istri tercinta yang sudah tiada dan bahkan sekarang ia dan ketiga anaknya sedang berada di makam Lisa.“Papi … itu bukannya Mami?” tanya Ane dengan suara nyaring pada Lukman dan tak lupa telunjuknya menunjuk kepada wanita itu.“Sayang … jangan asal bicara. Nanti tantenya tersinggung,” gumam Lukman dengan suara yang sedikit ia keraskan agar Ane bisa mendengarnya dengan jelas.“Iya. Meski pun memang mirip, aku rasa dia bukan Mami. Mami jelas udah ada di syurga saat ini,” sela Andi pula dengan pemikirannya yang bak orang dewasa.“Aku setuju dengan Andi. Mereka hanya mirip dan memang di dunia ada tujuh orang yang saling mirip satu sama yang lainnya bukan?” Ana pun ikut menimpali percakapan itu.Sementara, wanita yang sedang mereka bicarakan sudah berada di depan makam Lisa dan menatap ketiga anak Lukman itu dengan senyum yang mengambang. Ia tampak menyukai anak-anak
Lukman membawa ketiga bayi besarnya itu menuju ke sebuah pemakaman elite yang terlihat sangat indah dan rapi tentunya. Di sana adalah makam Lisa yang sudah meninggalkan dirinya lima tahun yang lalu. Lukman tidak pernah merasa kesepian karena Lisa sudah meninggalkan ketiga anak bayi besar itu untuk ia rawat, jaga, dan sayangi sepanjang hidupnya.Ana, Ane, dan Andi tampak sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Andi duduk di kursi penumpang di sebelah kemudi Lukman. Sementara Ana dan Ane duduk di kursi belakang yang sedang asik dengan tablet mereka masing-masing.“Apa yang sedang kalian lakukan? Main game?” tanya Lukman dan melirik kedua gadisnya itu melalui kaca tengah.“Bukan, Pi. Aku sedang melihat style penyanyi luar negeri ini, yang terbaru. Aku mau melukisnya nanti." Ana menyahut dan menampilkan layar tabletnya ke arah Lukman dan tentu saja tidak dapat diliat dengan jelas oleh lelaki itu.“Bagus banget, Sayang. Kamu mau jadi desaigner, ya?” tanya Lukman lagi kepada Ana dengan nad
Lima tahun setelah kepergian Lisa ….“Papi … Ane mana?” Sebuah suara bocah terdengar memanggil ke arah Lukman.“Papi nggak tau, Sayang. Tadi ada di sini. Kenapa?” sahut Lukman pada gadis kecil berusia enam tahun itu.“Dia pinjam buku cerita aku, tapi robek. Liat nih!” jawab gadis bernama Ana itu dengan menunjukkan sebuah buku dongeng yang sampulnya sudah robek setengah kepada Lukman.Lukman menghela napasnya dengan berat. Ia tahu bahwa Ane tidak akan pernah bisa menjaga barangnya dengan baik. Berbeda memang dengan Ana yang selalu perfect dalam segala hal. Meski pun mereka masih terbilang sangat kecil, Ana sudah memperlihatkan sisi kedewasaannya pada saudaranya yang lain.Ia selalu menjadi yang paling unggul di antara kedua saudara kembarnya yang lain. Ana selalu sempurna dalam segala hal dan tidak suka ada kesalahan atau kekurangan sedikit pun pada benda-benda yang dimilikinya. Namun, Ane yang selalu menjadi biang rusuh akan selalu merusak segalanya dan membuat Ana marah.“Nanti Papi
Dua tahun sudah berlalu sejak pernikahan Lisa dan Lukman. Kini mereka sudah tinggal di sebuah rumah yang sederhana tetapi punya lahan yang cukup luas. Ketika membuka jendela kamar, maka hamparan laut biru membentang di pelupuk mata. Lisa selalu suka memandang ke luar jendelanya baik di pagi hari, siang, sore, apalagi malam hari. Sementara Lukman membuka sebuah klinik Kesehatan yang selalu ramai dikunjungi pasien. Meski pun ia tidak pernah menetapkan harga untuk biaya pengobatannya, Lukman sudah cukup merasa bahagia dengan kehidupannya sekarang. Baginya, asalkan Lisa bisa bahagia maka dia juga akan merasa bahagia untuk hal itu. Siang ini, tumben sekali tidak ada pasien yang datang berkunjung ke kliniknya itu. Jadi, Lukman memutuskan untuk segera pulang dan makan masakan istri tercinta. Sudah lama sejak mereka makan siang bersama di rumah bersama tiga orang anak yang berusia sama. Mereka seperti kembar tiga yang selalu ada di mana pun Lisa berada. “Sayang … di mana Ane, Ana, dan Andi?
“Aku tau kalau kamu terlalu banyak pikiran akhir-akhir ini, sampai kamu lupa kalau hari ini ulang tahunmu. Iya kan?” tanya Lukman dengan serius.“Hmm … sepertinya gitu. Aku benar-benar lupa kalau hari ini ulang tahunku. Kamu malah ingat dan kasih aku kejutan seperti ini. Makasih banyak, Sayang. Aku percaya kamu selalu memberikan aku kebahagiaan tak terbatas,” jawab Lisa dengan mata berkaca-kaca dan memandang lekat pada bola mata Lukman.“Aku nggak bisa menjanjikan apa pun untuk kamu. Tapi … aku bisa pastikan selama aku bisa maka aku akan memberikan segala yang terbaik untuk kamu dan kebahagiaan kamu,” ungkap Lukman sekali lagi dan membuat hati Lisa merasa tenang.“Makasih, Sayang. Akhirnya aku benar-benar bisa hidup dengan bahagia.”“Memangnya, siapa yang bilang kalau kamu nggak bisa hidup bahagia?”“Nggak ada. Itu cuma ketakutan yang sempat mengisi hati dan pikiranku dulu,” jawab Lisa dan tersenyum tipis.“Sekarang, nggak ada lagi yang harus kamu takutkan. Selama ada aku, semuanya ak
“Siapa yang datang jam segini?” tanya Lukman dan merasa heran.“Mana aku tau, Sayang. Kamu yang buka atau aku?” Lisa menaikkan bahunya lalu bertanya juga pada Lukman.“Aku aja. Kamu di sini aja, ya. Siapa tau itu mantan mertua kamu yang dalam incaran polisi,” jawab Lukman dan mulai waspada.“Apa aku telpon 116 aja sekarang?”“Jangan dulu. Kita nggak tau siapa yang berdiri di depan pintu saat ini. Jangan gegabah, Sayang.”Lukman berkata kepada Lisa karena sebenarnya sejak tadi dia juga merasa tidak nyaman dan seperti ada hal besar yang akan terjadi. Namun, karena tidak ingin membuat Lisa merasa khawatir, tentu saja Lukman tidak menyampaikan hal itu kepada sang istrinya. Apalagi Lisa sedang dalam masa pemulihannya. Hal-hal tidak penting seperti itu hanya akan memperburuk kesehatannya lagi.Lisa memperhatikan Lukman yang berjalah keluar dari kamar dan berharap semoga yang datang bukan lah orang jahat. Ia mengikuti perintah Lukman dan tetap berdiri di dalam kamar mereka dengan menahan ras
Tiga hari lamanya Lisa dirawat secara insentif di rumah sakit hingga akhirnya diperbolehkan untuk pulang dan bisa melakukan pengobatan dengan rawat jalan saja. Hal itu dikarenakan kondisi Lisa yang memang benar-benar sudah memungkinkan dan mengalami kemajuan yang sangat pesat pasca perawatan di rumah sakit besar itu.Lukman membawa Lisa pulang ke apartemennya dan mereka merasa sangat lega karena akhirnya bisa kembali pulang. Hal itu juga membuat keluarga Lukman yang sudah pulang ke negaranya menjadi sangat senang. Mereka mengatakan sangat menyesal tidak bisa menemani Lisa sampai Lisa diperbolehkan untuk pulang.“Sayang … makasih kamu udah rawat aku selama aku sakit,” ucap Lisa sungguh-sungguh dengan menggenggam tangan Lukman dengan erat.“Jangan bilang makasih, dong Sayang. Itu memang udah jadi tanggung jawab aku sebagai suami kamu,” balas Lukman dengan tatapan mesra dan juga melempar senyum pada Lisa.“Kamu adalah pria terhebat dan juga suami terbaik di dunia,” ungkap Lisa dan langsu