Aku menatap kedua putraku silih berganti, menanti jawaban apa yang akan mereka berikan untukku.“Mama tidak perlu khawatir soal itu, karena Aldo tahu bagaimana sakitnya Mama,” jawab Aldo. “Kakak tidak sebodoh Papa,” imbuhnya.Sementara Aris, bocah itu hanya menganggukkan kepalanya sebagai respon. Mungkin otak polosnya belum sampai ke tahap itu.“makasih Sayang, kalian sudah selalu ada untuk Mama,” ucapku. Kembali kurengkuh kedua putraku ke dalam pelukan ini.Lama kami saling berpelukan.Aku menarik diri, kembali menatap mereka silih berganti.“Kalian tidak boleh benci sama papa ya! Kalian juga tidak boleh benci sama Mama baru kalian,” nasehatku.“Kami tidak mau punya Mama tiri. Kami hanya memiliki satu Mama dan akan selamanya hanya satu,” sargah Aldo cepat.“Tapi sebentar lagi kalian akan punya adik baru lho! Yakin enggak mau punya mama tiri ?” godaku. Aku tahu ke dua putraku memang sangat menyukai anak kecil.Meskipun hati ini hancur berkeping, Aku tidak ingin anak-anakku tumb
“Sialan,” ucap Diah sambil menggebrak meja.“Lo pikir gue ini apaan? Lo meremehkan gue? Lo pikir gue enggak laku sampai harus menikahi suami orang?” Murka Diah.“Aku nggak pernah berpikiran seperti itu tentang kamu. Aku masih mencintaimu sama seperti dulu. Aku menikahi Sheila hanya karena perjodohan. Tidak ada cinta di antara kami. Tidak bisakah kamu mengerti akan hatiku?” Ungkap Herman lembut. “Kamu satu-satunya wanita yang aku cintai, dulu, sekarang, dan selamanya hanya kamu satu-satunya wanita yang bertahta di hatiku, Diah,” imbuh lelaki itu. Tatapannya begitu sayu menatap Diah.“Apa? Cinta? Lu masih berani mengatakan cinta sama gua setelah lu campakkan gua di saat lagi sayang-sayangnya? Lu bilang enggak ada cinta di antara lu dan Sheila? Lalu anak yang berada di kandungan Sheila itu bukan anak Lo, atau anak yang hadir karena kecelakaan gitu?” tanya Diah sinis. Ia menarik sebelah sudut bibirnya.Herman bungkam mendengar penuturan sang mantan.“Berapa kali lagi harus aku katakan
Asmara Melihat Nurdin yang belum sadar, Diah kembali berucap. Iya, kamu lho, sayang!” seru Diah. geram. Amar menyenggol lengan Nurdin. “Buruan sana, Din!” seru lelaki itu. Ema langsung mendorong tubuh Nurdin yang masih mematung di tempatnya. Dengan penuh keraguan Nurdin menyeret langkahnya menghampiri Diah. Diah langsung menggandeng lengan Nurdin ketika sang lelaki sudah berada di sampingnya. “Kenali, ini pacar aku,” ucap dia sambil bergelayut manja di lengan Nurdin . “Dia juga yang merekomendasikan aku untuk bekerja di sini,” tambah wanita itu. “Aku enggak percaya! Pasti kamu menyogoknya kan?” tuduh Herman. “Gue tidak memiliki banyak uang hanya untuk melakukan sebuah pembuktian kepada lo. Nurdin lelaki yang selalu ada di setiap waktuku. Dia yang menghapuskan air mataku ketika kau menggoreskan luka di hati ini!” Diah semakin menyosor tubuh Nurdin. “Cup” Diah mengecup singkat pipi Nurdin. Bukan hanya Nurdin yang membolakan matanya, kami semua melakukan hal yang sama. Terlebi
Jadian.“Aku bukan bisa aja, tapi bisa apa saja asal bisa hidup bersamamu,” timpal Nurdin.Diah hanya menampakkan senyuman manisnya sebagai respon.“Din!” lirih Diah. “Maaf juga soal aku yang sudah melecehkan kamu,” semakin dalam saja kepala Diah tertunduk. Semburat merah menghiasi pipinya. Pasti gadis cantik itu sedang malu setengah mati.“santai aja lagi. Aku malahan senang kamu lecehkan. Dilecehkan setiap hari pun sama kamu, aku ikhlas-ikhlas aja,” jawab Nurdin.“Kamu mesum ih.” Dia menampol lengan Nurdin.“Aku hanya mengungkapkan fakta,” jawab Nurdin sambil mengelus lengannya.“Aku benaran minta maaf lhoh!” seru Diah, kakinya di hentakkan ke lantai. “aku merasa bersalah sama kamu. Aku sudah merendahkan kamu secara tidak langsung,” imbuh gadis itu penuh sesal.Nurdin terus saja menatap Diah penuh cinta. Kedua bibirnya mengukir senyuman tertahan.“Aku punya ide, biar kamu nggak terus merasa bersalah,” ucap Nurdin setelah sekian detik terdiam. “gimana kalau aku balas melecehkan kamu
Aku menegur kedua gadis yang masih sibuk bergosip ria.“Sudah, jangan asik ngerumpi, lihat tuh pelanggan mulai berdatangan,” tegurku sambil berlalu melewati keduanya.Mereka pun langsung bubar seketika dan kembali baku hantam dengan pekerjaan masing-masing.Hari beranjak semakin sore, aku memutuskan untuk pulang lebih awal hari ini, karena aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama kedua buah hatiku. Terlebih setelah pengakuanku semalam, aku tidak melihat senyuman bahagia dari bibir keduanya.Aku berniat untuk mengajak kedua putraku makan di luar malam ini.“Jangan pernah tinggalkan Nurdin dan Diah berduaan, takutnya nanti mereka ter-makan bujuk rayu setan,” candaku sebelum pergi meninggalkan warungku.“Siap komandan, kami akan selalu memantau keadaan!” Jawab Ema dan Amar kompak. Keduanya meletakkan tangan di kening memberi hormat ke arahku Aku memilih mampir ke minimarket terlebih dahulu untuk membeli kesukaan kedua putraku. Es krim rasa coklat menjadi pilihanku, karena mema
Canggung Sesekali aku ikut menimpali ocehan keduanya. Terkadang mereka juga bersenda gurau hingga membuat aku sedikit kewalahan Karena posisinya di atas motor.Salah satu warung bakmi menjadi pilihan kedua buah hatiku.Suasana yang begitu ramai membuat kami agak sedikit kesulitan untuk mendapatkan tempat. Bakmi di sini memang terkenal cukup lezat sehingga orang berbondong-bondong mendatanginya terlebih mereka belum bekerja sama dengan layanan.Orang-orang rela mengantri hanya untuk bisa menikmati semangkuk bakmi yang begitu menggugah selera. Begitu pula dengan kedua buah hatiku yang tidak ingin makan di tempat lain selain di sini.Ketika kami sedang celingukan mencari tempat, Aldo menarik bajuku dan menunjuk ke arah sebuah meja sambil bertanya, “Ma, itu siapa?”Aku mengalihkan pandangan ke arah yang ditunjuki oleh Aldo.Netraku melihat sosok yang begitu familiar denganku sedang melambaikan tangan ke arah kami.Rezeki memang tidak akan kemana. Di saat warung sedang penuh-penuhn
Aku begitu penasaran dengan jawaban apa yang akan diberikan oleh Putra bungsuku itu.“Papa udah nggak sayang lagi sama kami. Papa lebih memilih hidup dengan tante jahat daripada dengan kami. Lagian, sebentar lagi Papa juga bakalan punya anak lain dari Tante jahat,” jawab Aris, kepalanya tertunduk, ia terlihat begitu sedih dan terluka.Mas Farid mengukir senyum, “Papa Kalian pasti sayang kok sama kalian,” ucapnya sambil membelai lembut kepala Aris.“Papa nggak sayang lagi sama kami. Semenjak Papa kenal tante jahat, Papa enggak pernah lagi ajak kami jalan-jalan, nggak pernah lagi bermain dengan kami, apalagi makan bersama di luar seperti ini,” sangkal Aris cepat.“Iya benar apa kata adik. Mama juga selalu nangis di buat Papa, selama Papa mengenal tante jahat,” Aldo menimpali.Ingin rasanya aku menghilang saat ini juga atau berubah menjadi palu-palu.“Enggak boleh ngomong kayak gitu. Walau bagaimanapun Papa itu tetap papa kalian,” nasehat mas Farid.Jujur Aku kagum kepada mas Farid. D
Alfi POV Aku begitu syok ketika Mutia mengakui bahwa dirinya selama ini sengaja menunda kehamilan hanya karena statusnya yang masih istri siri.Aku yang begitu menginginkan anak perempuan jelas naik hitam mendengar pengakuannya.Dari dulu aku memang sangat menyukai anak perempuan. Jika ada yang bertanya alasannya maka jawabannya karena anak perempuan itu unik, lebih imut dan juga lebih manja.Anak perempuan akan lebih banyak berceloteh tentang banyak hal, apa saja yang ia lakukan pasti akan ia ceritakan. Begitu berbanding terbalik dengan anak laki-laki.Terlebih anak perempuan akan mengajakku bermain boneka, mainan yang tidak pernah aku mainkan sedari kecil.Random memang. Namun, itulah kenyataannya mengapa aku begitu menginginkan anak perempuan.Selain mendengar omelan istri, setidaknya ada anakku yang akan menghibur diri ini dengan celotehannya yang akan mencer apapun.Konon katanya anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya ketimbang anak laki-laki.Sudah lama aku membayangk
Kegilaan Sang Mantan“Ketahuilah wahai mantan, memaafkan itu bukan berarti melupakan. Aku memang sudah memaafkanmu, tapi bukan berarti aku melupakan semua perlakuan yang pernah kau lakukan kepadaku. Pengkhianatanmu itu tidak akan pernah terlupakan, bahkan hingga nyawa berpisah dengan raga sekalipun. Tidak ada hal yang paling menyakitkan di dunia ini melebihi sebuah penghianatan,” sarkasku.Mata ini memancarkan gejolak amarah di dalam kalbu.“Tidak semuanya salahku, Put. Andai Kau mau sedikit berbaik hati dan sikap lembutmu itu benar adanya tanpa dibuat-buat, aku pasti tidak akan meninggalkanmu. Namun, kamu tak sebaik yang aku kira, Kau sengaja mencampurkan obat perangsang dan obat tidur ke dalam minumanku dan menyuruhku menandatangani semua berkas itu disaat aku hilang kendali dengan dalih berkas milik anak-anak yang membutuhkan tanda tanganku.” Ujarnya. Raut kecewa tercetak jelas di wajahnya.Pastilah dia sadar setelah semua yang terjadi, tapi tidak apa-apa karena tetap akulah yang
Diluar prediksi BMKG Ternyata semua tak sesuai ekspektasiku yang terlalu berlebihan. Lelaki yang sudah menjadi mantan suamiku itu, kini berlutut di hadapanku dengan wajah memelas.Syok, itulah yang saat ini kurasakan. Kira-kira apalagi yang ia inginkan dari diri ini?Aku melongo di tempat tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Tidak menghentikan aksinya tidak boleh membenarkan apa yang ia lakukan. Dalam sekejap perbendaharaan kosa kata ku hilang tak bersisa.Mas Alfi mencoba meraih tanganku, tapi secepat kilat aku menarik tanganku dan menjauh dari jangkauan tangan laknat Sang mantanku itu.Dia menunduk sejenak, memasang wajah penuh penyesalan. Dengan gerakan slow motion Ia mengangkat kepalanya, menatap ke arahku, tatapan yang sulit untuk di artikan.“Maafkan aku Put! Bisakah kita memulai semua dari awal? Aku tahu aku salah, aku tahu aku sudah begitu menyakitimu, melukai perasaanmu dan juga anak-anak. Namun, setiap manusia pasti memiliki kesalahan, karena no body is perfect. Di setiap k
Hari yang terus bergulir dari waktu ke waktu. Banyak cerita yang kita lalui, ada luka dan juga bahagia di dalamnya.Beberapa hari belakangan ini hidupku cukup damai karena tidak ada yang menerorku dan tidak ada pula yang membuntutiku seperti beberapa hari yang lalu.Aku menjalani rutinitasku sebagaimana biasa. Pagi hari mengantar kedua buah hati menuntut ilmu, dan setelah itu lanjut ke kantin untuk mengumpulkan kepingan-kepingan rupiah.Mas Farid dan Lucas juga sering bertukar kabar denganku. Malam minggu ini aku mendapat undangan makan malam bersama Lucas. Entah mimpi apa bocah itu hingga mengajakku makan malam berdua saja, dan lebih anehnya lagi, katanya Mas Farid akan mengajak Aldo dan Aris ke fun game.Membinggokan tingkah dua serangkai itu. Entah kejutan apa yang mereka rencanakan?Alasan mas Farid mengajak Aldo dan abis main, karena dia tidak bisa ikut kami healing weekend ini, cukup masuk akal.Sementara alasan Lucas mengajakku makan malam berdua karena ada hal penting yang i
HebohAku terperangan mendengar jawaban dari Putra sulungku itu. Dia memang selalu membuat aku Culture shock. Belum hilang syok yang semalam, sekarang ia kembali membakit adrenalin dalam diri ini.Aku sudah tidak lagi menimpali Aldo karena berdebat dengannya yang ada hanya akan menguras energiku saja. Pasti akan ada saja alasan darinya. Aku memilih masuk ke dalam mobil dan menunggu mereka di sana.Anakku Memang sudah benar-benar gede sekarang. Anak seusia Aldo memang usia yang lagi gila-gilanya anak mencari jati diri. Mereka selalu penasaran dengan semua hal dan selalu ingin mencoba semua hal baru.Berawalnya kenakalan remaja itulah ketika anak-anak seusia Putra sulungku. Aku memijat pelipis, membuang nafas kasar, aku harus semakin memperbanyak stok kesabaranku dalam menghadapi tingkah anak yang mulai menginjaki usia remaja ini.Tidak boleh terlalu dikekang dan juga tidak boleh terlalu dibebaskan karena kedua hal itu akan berakibat fatal bagi anak-anak seusianya.‘Ya Allah, bimbing a
Tingkah Aldo Setiap sebulan sekali aku memang selalu mengadakan jalan-jalan bersama dengan para karyawanku. Tujuanku untuk mempererat hubungan emosional diantara kami, selain partner kerja. Mereka selalu antusias setiap kali kami melakukan trip. Aku bangga karena Kami selalu bisa bekerja sama dalam tim. Mereka sering curhat denganku. Mereka juga selalu berdiri di gardan terdepan setiap kali ada orang yang mengusikku. Karena adanya mereka Reno tidak pernah menemuiku di rumah sakit. Lelaki itu trauma karena pernah diulti oleh para karyawanku. “Put, aku ikut,” ucap Lucas. “Oke. Jam 08.00 harus sudah stand by di sini,” jawabku. “Om baik nggak ikut?” tanya Aris penuh harap. Aku melihat mas Farid hanya diam saja ketika Lucas sibuk berceloteh tentang rencana healing kami minggu depan. ”Om baik enggak bisa ikut, ya?” Tanya Aris penuh perhatian. Mas Farid mengulas senyuman tipis sebe
Reno kena ulti“Ada apa sayang? Apa tamunya mencari Om?” Tanya Mas Farid yang sudah berdiri di belakang Aldo.Aku tersadar dari lamunan ketika bariton seksi itu masuk ke dalam indra pendengaranku.Reflek tanganku terulur ke dada, merasakan detak jantung yang tidak seperti biasanya.“Paman ini menanyakan Om,” jawab Aldo.Iris hitamnya menatap tajam ke arah Reno, mengintimidasi, lalu dagunya terangkat seolah bertanya ada keperluan apa lelaki itu mencari dirinya.Reno meneliti penampilan Mas Farid dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Reno menelan salivanya secara paksa. Pasti setelah ini ia akan mundur alon-alon karena tidak mungkin bersaing dengan pria yang memiliki kharisma awut-awutan seperti Mas Farid.“Selamat malam,” ucap Reno kiku. “Malam! Ada keperluan apa anda mencari saya?” tanya mas Farid to the point. Aku yakin pemilik mata hitam legam itu sengaja memojoki Reno.“kenalkan aku Reno, pamannya Aldo.”“Oh, paman Aldo? Ada keperluan apa mencari saya? bukannya Aldo ada di dep
Absurd Mas Farid berdecak sebal ketika melihat siapa gerangan tamu yang datang. Sementara aku, aku hanya bisa tertawa melihat tingkah keduanya. “Jadi Lo begitu susah dihubungi karena sedang ngantem di sini? Feeling ku memang tidak pernah salah,” ucap laki-laki yang baru sampai itu. “katanya lu mau keluar kota, tapi kenapa malah ke sini?” jawab Mas Farid, menatap sinis ke arah rivalnya itu. “Feeling gua mengatakan kalau gue harus melindungi calon bidadari surga gua dari seorang pria lapuk,” jawab Lucas. “Lu tahu, Putri sendiri yang meminta gua ke sini untuk barbeque. Lo itu tidak diundang dan tidak diharapkan karena hanya akan menjadi pengganggu,” ujar Mas Farid sadis. Tatapan permusuhan Lucas layangkan untukku. Aku tergelak melihat Lucas misuh misuh. “Katanya kamu mau ke luar kota, makanya aku enggak ngehubungi kamu,” ucapku. “Udahlah Put jujur aja kalau kamu sengaja mengadakan barbeque di saat enggak ada Lucas supaya tidak ada penggagu diantara kita,” Mas Farid masih betah me
Putri POVSepertinya mulai hari ini, hari-hari tenang dan damaiku akan kembali terusik oleh seseorang yang sudah memberi trauma yang mendalam bagiku. Kembali bertemu dengannya bagaikan mimpi buruk untukku.Di weekend yang berbahagia ini ia sudah merusak mood ku pagi pagi sekali. Feeling ku memang tepat sasaran.Entah apa salahku kepadanya hingga ia tidak pernah membiarkan aku hidup tenang dan bahagia.Gangguan dari orang lain mungkin mudah aku atasi karena mereka memang tidak pernah memiliki hubungan apapun denganku. Namun, berbeda dengan mas Alfi yang notabenenya mantan suamiku, terlebih diantara kami memiliki dua putra yang membuat kami pasti akan selalu berhubungan.Cinta untuknya memang sudah tidak lagi kumiliki, tapi goresan luka yang pernah ia berikan akan selalu terbayang setiap kali melihat wajahnya.Selama ini begitu sulit aku berjuang seorang diri untuk menyembuhkan luka itu dan terlihat baik-baik saja. Namun, ia datang dengan mudah dan membangkitkan kembali luka yang sudah
Kembali ke nolAku tersenyum sinis, menatap jijik ke arah wanita yang masih berstatus istriku.Kepingan-kepingan ingatan masa lalu masuk ke dalam memoriku. Beberapa kali aku pernah mendapati motor Deni berada di depan rumahku. Setiap kali motor itu terparkir di sana pasti jendela kamar kami terbuka lebar. Tidak lama setelah kepulanganku pasti motor itu sudah tidak ada lagi di sana.Kenapa selama ini aku tidak sadar ya? Aku memang terlalu bodoh dan dibutakan oleh cinta kepada Mutia. Padahal jelas-jelas sebelum aku di penjara aku begitu mencurigai motor yang terparkir sesaat itu. Setiap kali aku ingin bertanya kepada Mutia itu motor siapa? Pasti motor itu sudah tidak ada lagi setelah aku masuk ke dalam sebentar.Oh, bodohnya diriku. Entah mereka yang begitu pandai menyembunyikan semuanya atau aku yang memang bodoh dan ceroboh?Aku berderap, mengikis jarak di antara diriku dan Mutia.“Membalas Budi katamu?” Lagi aku menarik sebuah sudut bibirku ke samping.“Harusnya aku membunuhnya tad