Bab 30Diiringi oleh tatapan orang-orang yang kebetulan berada di tempat ini, aku terus berjalan mengiringi dokter Aariz. Sepagi ini suasana rumah sakit sudah ramai. Meskipun rumah sakit ini tidak menerima pasien BPJS, tetapi rumah sakit ini tetap ramai oleh pengunjung dan pasien, tentunya. RSIA Hermina berhasil meningkatkan branding sebagai rumah sakit Ibu Dan Anak terbaik di kota ini dengan konsisten menjaga mutu pelayanan. "Papa praktek dulu ya, Nak. Kamu sama Mama Alifa dulu. Di belakang rumah sakit ini ada taman kecil. Gibran dan Mama Alifa bisa bermain di sana," beritahu pria itu sembari mencium pipi gembul putranya yang berada dalam gendonganku.Jarak yang teramat dekat membuatku bisa mencium dengan jelas aroma maskulin yang menguar dari tubuh pria bertubuh tinggi besar itu. Tubuhku seketika meremang."Iya, Papa. Lancar dan sukses ya, Pa." Aku menirukan suara anak kecil, sementara Gibran hanya mengangguk-angguk, entah mengerti atau tidak apa yang diucapkan oleh papanya.Pria
Bab 31Ingin rasanya aku tertawa sekeras-kerasnya. Setelah apa yang ia lakukan selama ini kepadaku, menyakitiku dengan begitu dalam, sampai membuatku enggan bergaul dengan banyak orang. Bahkan aku tidak berani pulang ke rumah keluargaku, karena mbak Rosa dan mbak Yuna membeberkan bukti-bukti palsu itu ke hadapan mereka. Aku sudah mendapatkan citra buruk di mata keluarga besarku. Memang aku tidak pernah berzina, tetapi apa aku kuasa untuk membuktikan bahwa semua itu tidak benar?Tidak ada bukti ataupun saksi yang menyatakan jika aku tidak pernah berbuat asusila. Aku terpojok dan lemah.Lalu sekarang setelah setahun berlalu, ia ingin rujuk kembali? Hei....Apakah pria ini tidak berkaca? Apakah di rumahnya tidak ada cermin? Bukannya dia sudah membuangku, seharusnya pantang baginya untuk memungut sesuatu yang sudah ia buang? Bener nggak, pemirsa?"Aku sudah punya kehidupan sendiri, Mas. Dan itu nggak ada sangkut pautnya denganmu. Aku lebih bahagia sekarang meski tanpa kamu. Aku beb
Bab 32Keenan tidak pernah menyangka akan bisa bertemu lagi dengan Alifa setelah lelah ia mencari, bahkan ia sempat datang ke rumah pribadi dokter Aariz, tapi hasilnya nihil. Keenan melupakan jika rumah sakit ini merupakan milik dokter Aariz, jadi wajar saja jika Alifa ada disini.Rika melahirkan di RSIA Hermina. Sebagai seorang atasan, dia merasa perlu menjenguk. Tidak ada masalah dengan Rika. Dia baik-baik saja dan terlihat bahagia. Kunjungan Keenan hari ini sekaligus menerima pernyataan resign dari Rika.Keenan bisa memahami, apalagi saat suami Rika mengatakan jika mereka akan segera pindah ke luar negeri, karena suami Rika di mutasikan perusahaan ke Dubai.Tak ada yang bisa memaksakan pilihan, apalagi sekarang sudah ada Donita yang akan menggantikan Rika sebagai sekretaris. Hubungan mereka sangat baik seperti sahabat, dengan suaminya pun Keenan kenal baik dan mereka saling percaya."Semua orang yang aku temui menutupi informasi di mana tempat tinggal Alifa, tapi ternyata aku malah
Bab 33"Jangan halangi aku! Lepas, El." Keenan mengibaskan tangan Eliana dengan kasar. Dia langsung masuk ke dalam mobilnya dan menutup pintu mobilnya itu."Mas, jangan pergi! Kita masih bisa bicara baik-baik!"Keenan membuka kaca jendela mobil dan melongokkan kepalanya. "Memangnya kamu bisa diajak diajak bicara baik-baik? Bukannya tadi kamu sudah bilang jika kamu nggak bisa diajak diskusi soal perusahaan?""Aku butuh tempat untuk menampung semua bebanku. Aku butuh partner diskusi yang baik, yang bukannya cuma bisa menyalahkan. Kalau kamu nggak bisa, biar malam ini aku menginap di apartemen Donita. Setidaknya dia lebih pintar daripada kamu!""Asal kamu tahu, El. Aku sedang pusing. Aku panik. Kalau proyek ini sampai gagal, aku akan kehilangan uang miliaran." Pria itu mengepalkan tangannya ke atas. Geram sekali dengan sikap istrinya yang tak juga mau mengerti situasi yang tengah ia alami saat ini."Dan kamu tahu, itu uang miliaran berasal dari mana?!" Mata pria itu berkilat-kilat. "Aku
Bab 34"Nggak percaya dengan cinta?" Keenan langsung ternganga. Dia baru dengar, ada orang yang tidak percaya dengan adanya cinta. Dia mencintai Alifa dan tak pernah bisa melupakan wanita itu, meski Alifa sudah berkhianat."Entahlah, Pak. Di luar negeri sana, saya banyak melihat hubungan yang konon katanya berlandaskan dengan cinta, tapi ternyata akhirnya sangat mengenaskan. Banyak pasangan yang tidak terikat dengan pernikahan. Mereka hidup bersama dan mendewakan cinta, tapi banyak yang mengakhiri hubungan tidak dengan cara baik-baik, bahkan tidak jarang harus menghilangkan nyawa salah satu diantara mereka. Ini mengerikan. Saya berpikir apa yang bisa diharapkan dari sebuah cinta?""Saya pun tidak suka dengan pernikahan. Apa yang diharapkan dari seorang perempuan yang menukar tubuhnya dengan biaya hidup dari seorang lelaki, walaupun katanya ini nafkah. Toh pada kenyataannya, terkadang wanita harus membiayai dirinya sendiri dan juga anak-anak, padahal katanya urusan uang adalah urusan
Bab 35 Rencana? Apa yang sudah mereka rencanakan untukku dan dokter Aariz? Kepalaku sontak berdenyut-denyut Hanya sepenggal yang bisa kudengar, karena setelah itu suara mereka terdengar sangat pelan, seperti berbisik-bisik. Aku tidak lagi bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Mereka hanya menyebutkan jika aku tidak menyadari jika Gibran itu mirip denganku. Ini adalah orang yang kedua yang menyatakan hal yang serupa sebelumnya. Naira sudah mengatakan itu, tapi jika aku lihat lagi, Gibran sepertinya malah lebih mirip dengan dokter Aariz. Atau mungkin karena mereka sama-sama laki-laki? Lagi pula memang wajar jika Gibran mirip dengan dokter Aariz, karena dia adalah ayah kandungnya. Aku menunda niatku untuk pergi ke kantin, dan memilih duduk di bangku di depan sebuah ruang perawatan, yang mana ruangan itu kosong, sehingga tidak ada aktivitas sama sekali di ruangan itu. "Tidak mungkin. Tidak mungkin Gibran itu mirip denganku. Dia hanya anak susuan dan aku bukanlah anak
Bab 36Sejak malam itu, Keenan selalu menginap di apartemen Donita. Dia nyaris tidak pernah pulang, apalagi selama ini dia merasa hambar setiap kali memeluk dan menggendong Sherina, putrinya. Bukan maksud ia mengabaikan Sherina, tapi Keenan mementingkan menyelesaikan urusan di perusahaan terlebih dahulu, dan orang yang bisa diajak bicara hanya Donita.Malam itu mereka benar-benar tidur. Tidur satu ranjang, tapi tidak melakukan apapun. Keenan hanya menggenggam tangan Donita, tidak ada yang lain. Bahkan mereka memberi pembatas berupa sebuah guling.Keenan tidak perduli dengan pandangan Donita yang mungkin menganggap dia sebagai bos yang mesum, tapi Keenan benar-benar butuh Donita yang bisa dan mau mendengar semua ceritanya.Dia sudah angkat tangan dengan Eliana.Selama beberapa hari ini, hubungan mereka tak lagi seperti bawahan dengan atasan, tetapi lebih seperti seorang sahabat. Malam sudah semakin larut, tetapi Donita masih sibuk dengan pekerjaannya."Daripada Bapak hanya fokus denga
Bab 37"Bagus ya, sekarang kamu sudah pintar cari selingan...""Kalau iya, memangnya kenapa?" Kepalanya tegak lurus menatap istrinya. "Kamu pikir, hanya kamu wanita yang paling cantik, hah? Aku bisa beli sepuluh orang cewek kayak kamu!" Keenan sudah sangat muak. Perilaku istrinya sudah tak bisa lagi di tolerir. Eliana memang tak selingkuh, tapi sikapnya sangat buruk, bukan cuma pada dirinya, tapi terlebih pada darah daging mereka. Benar kata Donita, sebaiknya dia bercerai saja dari Eliana. Dia masih sanggup mengurus Sherina sendirian. Lagi pula, ada Eliana atau tidak, tetap saja Eliana tidak menjalankan perannya sebagai seorang ibu. Sherina tetap kekurangan kasih sayang seorang ibu.Lalu apalagi yang harus ia pertimbangkan?Nafkah batin pun tak ia dapatkan. Bukan karena Eliana tak mau, tapi dia yang sudah tidak lagi bernafsu dengan wanita itu."Katakan kepadaku, siapa wanita itu?!" Perempuan itu langsung meradang. Ini membuatnya terkejut. Apa jangan-jangan wanita selingkuhan Keenan
Bab 48"Ke rumah utama?" Aku sangat terkejut. Ini memang sudah lewat seminggu dari momen hari ibu, dan ini adalah hari terakhir tugas dokter Aariz sebelum menjalani masa cuti tahun baru.Di benakku langsung terbayang sosok ibu Wardah. Wanita baik hati itu pasti kini tengah menunggu jawabanku. Tapi apa yang harus kujawab? Terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan, termasuk ketidaktahuan dokter Aariz kalau ibunya sudah melamarku untuknya.Aku tidak bisa memprediksi bagaimana sikap dokter Aariz selanjutnya. Apakah ia memarahi ibunya, atau justru memarahiku yang tidak tahu apa-apa?Heran, kenapa bu Wardah bersikap begini? Wanita itu terlihat bijaksana, tapi kenapa malah memperlakukan putranya seperti anak kecil yang harus dipilihkan mainan?Aku benar-benar tidak habis pikir.Aku tidak bisa membayangkan bagaimana terkejutnya dokter Aariz ketika mengetahui jika ibunya sudah menjodohkannya dengan seorang perempuan."Iya, Alifa. Mama meminta kita semua untuk makan malam bersama. Kangen cu
Bab 47[Selamat hari ibu, wanita yang hebat!Teriring doa, semoga tetap menjadi seperti ini, memberikan cinta yang besar kepada putramu.Alifa, bolehkah saya minta sesuatu? Saya ingin agar kamu menjadi Ibu yang sebenarnya untuk cucu saya, Gibran dan calon adik-adiknya nanti. Menikahlah dengan Aariz. Saya mohon....]Tubuhku lemas seketika. Bahkan secarik kertas itu terlepas dari peganganku, jatuh ke lantai.Isi kotak itu memang benar sebuah boneka beruang yang cantik dan berukuran mungil. Namun bukan itu saja. Ada sebuah kotak yang ternyata isinya adalah satu set perhiasan bertahtakan berlian. Sepertinya satu set perhiasan ini dipesan khusus, karena kotak perhiasannya tertera logo merek perhiasan itu."Mbak dilamar?" cicit Naira."Aku tidak mengerti, Naira. Ini membingungkan. Aku nggak tahu." Menggunakan tanganku yang gemetar, aku segera membungkus kembali barang-barang itu, berikut dengan kertas yang berisi tulisan tangan bu Wardah. Aku membungkusnya seperti semula, lengkap dengan p
Bab 46"Ibu, apa kabar?" Aku mencium tangan yang mulai agak keriput itu. Hari ini RSIA Hermina kedatangan tamu istimewa. Dialah Ibu Wardah Aurora, ibunda dari dokter Aariz El Fata, yang merupakan pemilik rumah sakit ini."Saya sangat sehat dan bahagia, apalagi hari ini bisa berjumpa sama kamu, Alifa. Kenapa jarang sekali main ke rumah utama, hmm...? Saya sangat merindukan cucu saya," ujarnya ramah."Aduh... maaf sekali, Bu. Kebetulan Dokter Aariz maupun Mas Atta belum sempat mengantar. Karena kalau bersama dengan adek Gibran, biasanya saya diantar langsung oleh salah satu dari mereka," jelasku. Sebenarnya agak sungkan juga. Aku melihat jelas dari sorot matanya seperti menahan kerinduan."Wanita yang penurut." Perempuan tua itu mengusap kepalaku, sentuhan yang hangat. "Saya merasa sangat senang, karena di bawah asuhanmu cucu saya tumbuh menjadi anak yang sehat dan bahagia.""Saya senang sekali bisa menyusui dan mengasuh Adek Gibran. Dia menganggap saya seperti ibunya sendiri, Bu." Aku
Bab 45Keenan membuka mata dan terlonjak dari tempat duduk. Seketika ia merenggangkan tubuhnya dari wanita yang juga tak kalah kaget, karena ternyata Donita juga memejamkan mata sembari bersandar di bahu pria itu."Bu Eli," tegur wanita itu."Ternyata benar ya, rumor yang beredar jika seorang bos itu biasanya selingkuh sama sekretarisnya. Dan ternyata memang benar sih!" Tangan wanita itu sudah terulur bermaksud menarik Donita, namun Keenan lebih dulu membuat Eliana tidak berkutik. Dia malah menarik Eliana, lalu mengunci sepasang tangan wanita itu di belakang tubuhnya."Lepas, Mas. Kamu apa-apaan sih? Niat banget melindungi pelakor ini?!""Kamu pikir, aku diam saja melihat kamu mau berlaku seenaknya sama karyawan terbaik di perusahaan ini?!" Keenan balas membentak."Tapi dia pelakor, Mas. Aku dengar percakapan kalian barusan. Dia mengompori kamu supaya menceraikan aku!""Saya nggak mengompori Pak Keenan untuk menceraikan Ibu. Cuma yang bener aja sih, logikanya mana ada pria yang tahan
Bab 44"Oh... maaf, saya nggak nyadar." Pria itu mengangguk, lalu mendekati ranjang, menatap putranya yang tertidur. Dua buah guling yang berbentuk boneka Keroppi dan Doraemon berada di sisi kanan dan kirinya."Nggak apa-apa, Dok. Kalau Dokter mau istirahat, kami bisa keluar kok. Nanti kalau Adek Gibran bangun, Dokter bisa dipanggil lagi kami," ujarku."Iya benar, saya memang mau istirahat sebentar. Nanti jam 13.30 siang akan ada operasi lagi. Mudah-mudahan tidak ada lagi pasien dadakan.""Oh, kalau begitu baiklah, Dok. Saya dan Naira akan keluar dulu sekalian mau shalat zuhur." Aku menarik Naira dan berjalan menuju pintu, keluar dari ruang peristirahatan itu. Masih ada waktu hampir satu jam, cukup untuk kami shalat zuhur dan makan siang. "Sekarang mbak Alifa seperti nyonya saja. Semua orang di rumah sakit ini hormat sama mbak Alifa," ujar Naira. Saat ini mereka tengah berada di salah satu lorong dan berpapasan dengan para petugas medis yang terlihat tersenyum dan mengangguk hormat k
Bab 43"Berasa jadi pengemis kalau begini caranya," gerutu Yuna. Dia terus mengeluh sambil mengamati barang-barang yang dipajang di rak dan mulai memilih barang yang sesuai dengan kebutuhannya."Kamu pakai sabun mandi dan shampo ini saja. Harganya lebih murah," tegur Yunita. Dia mengambil shampo dan sabun mandi cair kemasan reffil yang sudah diletakkan Yuna ke dalam troli, lalu menukarnya dengan shampo dan sabun mandi yang harganya lebih murah. Bukan cuma itu. Dia mengambil odol, sikat gigi, detergen, pelembut pakaian dari dalam troli, lalu menggantinya dengan produk serupa yang harganya lebih murah."Aduh, Ma. Masa Mama hitung-hitungan sama harga. Biasanya juga nggak," keluh Yuna lagi. Tapi dia memilih pasrah saja dan terus mendorong troli mengiringi ibunya."Mika jangan dibiasain lagi makan makanan cepat saji. Itu nggak sehat. Kamu bikin aja sendiri." Lagi-lagi Yunita menegur saat Yuna akan membuka freezer yang berisi dengan nugget, sosis, dan kawan-kawannya."Mana aku bisa bikin ya
Bab 42"Kenapa tidak?! Tuhan itu maha baik. Selama ini kalian terobsesi dengan keturunan, sampai melakukan segala cara untuk menyingkirkanku yang dianggap mandul." Tatapanku beralih pada dua orang perawat yang masih sibuk berbelanja. Troli yang mereka dorong sudah hampir penuh. Di samping boneka, pihak rumah sakit juga memberikan hadiah berupa satu set alat makan yang cantik. Harganya memang tidak seberapa, hanya sekedar tanda kecil bahwa pihak ke rumah sakit begitu menghargai setiap pasien yang mempercayakan perawatan diri dan buah hatinya ke rumah sakit Ibu Dan Anak Hermina"Alah... paling-paling juga anak dari pria lain!" seru mbak Yuna."Kalau begitu, kalian menganggap jika Mas Keenan itu mandul?" Aku mengerjapkan mata berkali-kali, sedikit menjahili dua orang yang pernah menyakitiku ini. Rasanya puas juga melihat mereka sepertinya kelimpungan."Tidak mungkin anak saya mandul. Saya saja punya tiga anak kok. Baik dari papanya maupun saya, tidak ada riwayat mandul. Kami sekeluarga
Bab 41Sistem penanggalan sudah menunjukkan penghujung tahun, tepatnya pertengahan Desember. Tak terasa aku sudah 7 bulan menjadi ibu susu Gibran. Sang pewaris keluarga El Fata itu tumbuh sehat dan bahagia, tidak kekurangan suatu apapun, meski tanpa sentuhan ibu kandungnya.Sekarang Gibran sudah boleh memakan makanan pendamping ASI. Aku sendiri yang membuat MPASI untuknya. Sedapat mungkin aku tidak membiarkan Gibran memakan bubur instan, meski pengawetnya aman bagi bayi sekalipun.Papanya Gibran itu dokter, dan pastinya akan terus mengawasi apa yang dimakan dan diminum oleh putranya. Jika sedang berada di rumah sakit, aku selalu membuat MPASI di kantin. Pihak kantin memberiku izin untuk membuat MPASI di dapur mereka, tentu karena mengingat Gibran adalah anak pemilik rumah sakit ini.Hasilnya, apa yang dimakan oleh Gibran selalu fresh, sehat dan bergizi.Hari ini aku sengaja membawa Naira ke rumah sakit, karena aku akan berbelanja pernak-pernik untuk peringatan Hari Ibu. Tepat tanggal
Bab 40"Ah, tidak. Lupakanlah. Aku juga sedang bercanda. Mengapa kalian terlihat begitu ramai, sampai melupakan ada yang sedang cemberut di sana, tuh?!" Pria itu menunjuk sang kakak yang duduk bersandar di sofa. Pria itu sudah melepas jas putih miliknya dan menyandarkan di sofa pula."Siapa yang cemberut? Aku hanya sedikit lelah. Kamu pikir menghadapi pasien dengan segala macam wataknya itu urusan gampang?!""Resiko pekerjaan itu, Mas. Mas sendiri kan yang memilih menjadi seorang dokter? Gara-gara Mas memilih menjadi seorang dokter, akibatnya akulah yang kebagian tugas mengelola perusahaan Papa...." Atta mulai mengoceh, seperti biasanya ia menjahili sang kakak."Sok sibuk kamu! Kamu hanya kebagian mengurus Hotel Permata, sementara perusahaan yang lain, sudah ada orang kepercayaan Papa yang mengurus. Gitu saja kok mengeluh?!""Habis Mas duluan yang mengeluh....""Saya bukan mengeluh, wahai Attalarich El Fata." Pria itu memanggil nama panjang adiknya lantaran sedikit kesal. "Aku hanya i