Bab 145"Papa berangkat dulu ya, Sayang." Pria itu menggendong baby Arga, lalu mendaratkan kecupan di wajah mungil itu sekilas, dan menyerahkan kembali kepada Donita."Mas jadi menengok bu Eli?""Buat apa?" Pria itu merotasi malas kedua bola matanya, lalu menatap wanita itu tanpa kedip. "Apa untungnya buatku? Dia hanya ingin meminta perhatianku dan aku tidak akan pernah memberikan perhatianku lagi kepadanya.""Dengan alasan kemanusiaan....""Jika kamu pikir selama ini aku bukan manusia, rasanya kamu sudah salah paham. Aku sudah memanusiakan Eliana, memberinya kesempatan untuk hidup, dan memberinya kesempatan untuk kembali dekat dengan anaknya. Apa itu bukan manusia namanya?! Padahal untuk kesalahan sebesar yang sudah ia perbuat, dia sebenarnya lebih pantas untuk mati.""Dendam itu tidak baik, Mas."Aku sedang tidak membalas, tetapi membiarkan tangan Tuhan bekerja. Mungkin ini karma buat dia.""Mas." Perempuan itu memegang tangan Keenan setelah ia kembali merebahkan baby Arga di pembar
Bab 146"Aku yang membuat mereka bercerai, dan aku pula yang harus membuat mereka rujuk. Ini sama sekali tidak lucu, Winda.""Tapi aku menginginkan mereka bisa rujuk," ucapnya berapi-api. Perempuan itu sangat cantik, dengan tubuh semampai, dengan kulit wajah yang begitu glowing. Namun kecantikan tubuhnya tidak lantas membuat hatinya juga cantik. Winda salah langkah. Dia berpikir Aariz tetap mencintai setelah mereka di cerai paksa, dan ia menikah lagi. Tak pernah disangka jika ternyata mantan ibu mertuanya menghadirkan perempuan baru yang bisa mengalihkan dunia Aariz.Kini terpaksa ia mati-matian mengembalikan cintanya. Segala cara harus ia lakukan."Atau kamu ingin jika aku menyingkirkan Alifa dengan cara kasar?!""Apa urusannya denganku? Tapi sekedar mengingatkan, sebaiknya kamu berpikir ulang untuk menyingkirkan Alifa. Status Alifa saat ini cukup kuat. Dia mendapatkan kasih sayang dan perlindungan dari keluarga El Fata, beda jauh saat kamu masih menjadi istrinya dokter Aariz. Kamu
Bab 147"Kamu masih belum nyerah juga buat bujukin saya untuk menengok Eliana, Ina?" tukas pria itu. Kesal juga rasanya, dua perempuan di apartemennya ini kompak, dua-duanya memintanya untuk menjenguk Eliana di rumah sakit."Memangnya apa salahnya? Bapak nggak perlu ngasih uang kok, yang penting datang sebentar. Cuman itu aja. Kita datang bukan buat Bu Eli, tetapi buat kita sendiri. Kita menunjukkan bahwa kita lebih baik dari Bu Eli, bukan menganggap dia nggak punya salah sama kita.""Kalian itu nggak bosan-bosannya," keluh pria itu sembari membantu mendorong troli yang penuh dengan barang belanjaan. Keduanya tengah berada di supermarket untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Acara belanja bulanan yang dimanfaatkan Ina untuk kembali membujuk pria itu agar mau menengok Eliana."Kamu mau tahu alasan lain, kenapa saya nggak mau menengok perempuan itu?" dengusnya gemas. "Kamu harus tahu, In. Dia itu semakin diberi hati, malah minta jantung.""Ya, jangan dikasih jantung dong, Pak. Cukup
Bab 148Lily melangkah lunglai keluar dari ruangan direktur rumah sakit ini. Pikirannya berkecamuk hebat. Berkali-kali ia menarik nafas dan menghembuskannya dengan kasar, apalagi saat kakinya melangkah semakin mendekati Keenan dan Ina, yang tengah duduk di salah satu bangku panjang rumah sakit ini.Tangannya memegang sebuah map, pegangan yang sangat erat, demi berusaha menyembunyikan gelisah yang menderanya."Aku minta maaf atas pernyataanku tadi, Om. Ternyata memang terjadi salah paham di sini. Data-data yang aku lihat di laptop itu adalah data yang belum update, jadi yang benar itu adalah data yang ada di ponsel Om. Om bisa lihat sendiri di map ini dan bandingkan, apakah sama rincian biayanya dengan rincian biaya yang dikirimkan oleh pihak rumah sakit ke ponsel Om." Lily menjelaskan dengan suara bergetar.Lily menyodorkan map itu kepada Keenan yang dengan segera dibuka oleh pria itu, lalu Keenan pun membuka ponselnya, berusaha membandingkan angka-angka yang tertera di lembaran kerta
Bab 149 Seharusnya kedatangan Keenan membuat Eliana merasa senang, tapi melihat raut kecewa di wajah pria itu, nyalinya seketika menciut. Dia berharap perhatian Keenan menjadi titik awal bagi mereka, tapi ternyata tidak. Keenan datang cuma untuk memarahinya. Eliana tak habis pikir. Ada apa dengan rumah sakit ini? Kenapa mereka sampai menagih biaya pengobatannya kepada Keenan? Sementara dia tidak pernah membuat pernyataan, apalagi menunjuk Keenan sebagai penanggung jawab. Dia bertanggung jawab untuk dirinya sendiri. Dialah yang bertanggung jawab atas biaya pengobatan dirinya. Sekalipun ada selisih biaya yang harus ia bayar, rumah sakit harusnya memberitahu kepadanya. Sementara ini enggak. Biaya langsung dibebankan kepada Keenan. Apa yang sebenarnya terjadi? Namun untuk menanyakan hal itu, Eliana tidak kuasa. Dia bukan siapa-siapa sekarang. Dia sempat ingin bertemu dengan direktur rumah sakit ini, tapi menurut asisten pribadinya, dokter Dodi tengah sibuk. Bukan cuma itu. T
Bab 150"Mau apa kamu kemari?" Aku menatap curiga perempuan ini. Penampilan Eliana sungguh sangat berbeda dibandingkan terakhir kali kami bertemu. Sekarang ia nampak lebih kurus dan wajahnya agak pucat. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya sampai dia seperti ini. Padahal dulu dia sangat mementingkan penampilan. Gaya hidupnya pun sangat hedon.Aku bahkan dibuat takjub dengan perempuan pilihan mama Yunita ini. Entah apa yang dilihatnya dari Eliana, selain konon berpendidikan tinggi di luar negeri dan anak dari sahabatnya.Sebenarnya aku sangat terkejut tatkala mendapatkan informasi dari security bahwa ada seseorang bernama Eliana meminta bertemu denganku. Oleh karena itulah, aku meminta security untuk membiarkan Eliana masuk, dengan syarat berada dalam pengawasan, karena aku tidak mau perempuan ini mengacau di rumah mertuaku."Aku ingin berbicara sama kamu. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan.""Katakan saja....""Aku menderita tumor payudara dan harus mendapatkan tindakan penga
Bab 151 "Ini hanya naluri seorang istri. Meski pernikahan kita atas dasar perjodohan, tapi aku adalah istrimu. Hera ataupun Winda, mereka semua terobsesi kepadamu dan mereka tidak akan pernah menyerah dengan mudah." Bibir Alifa bergetar saat menyadari kini ia sudah berada dalam pangkuan suaminya, yang sedang menumpukan tangan pada perutnya. Aariz membelai perut yang mulai terlihat menonjol itu. Aariz menghela nafas. Dia memang terbuka soal Hera, tapi tidak demikian soal Winda. Banyak hal yang ia pertimbangkan termasuk dampak psikologis Alifa yang tengah hamil muda. Tidak mungkin ia membuat Alifa cemas yang berlebihan lantaran para perempuan yang tengah mengejar-ngejarnya. Tidak mungkin semua tentang para perempuan yang terobsesi padanya bisa ia ceritakan kepada Alifa. "Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu soal Winda? Apa Winda mengganggumu?" selidik pria itu. Nada bicaranya amat lembut. "Beberapa hari yang lalu Eliana datang dan mengatakan jika aku harus waspada dengan W
Bab 152Konsentrasi Keenan benar-benar pecah. Dia tak lagi fokus saat pertemuan dengan klien. Beruntung Lolita bisa mengisi kekurangan itu. Dia dengan tangkas melakukan presentasi di hadapan klien, hal yang seharusnya dilakukan oleh Keenan. Perjalanan mereka kini menuju kantor. Keenan diam seribu bahasa. Jika biasanya ia begitu antusias membahas pekerjaan dengan Lolita, tetapi sekarang tidak. Pria itu hanya diam sembari menimang ponselnya.Apa benar Alifa hanyalah obat untuk dokter Aariz yang tengah terpuruk lantaran perpisahan dengan istri pertamanya?Kepala pria itu berdenyut. Tanpa sadar ia memejamkan mata. Dia tahu ini salah, tapi cintanya pada perempuan itu membuatnya harus peduli. Dia memang sudah kalah. Aariz lah pemenang segalanya. Aariz lah yang kini memiliki Alifa. Tapi apa benar Alifa tidak bahagia bersama Aariz? Dia tidak melihat kesan itu saat bertemu dengan Alifa tempo hari. Ataukah itu karena Alifa terlalu pandai menyembunyikan perasaannya?Alifa terlihat ceria da
Bab 169Atta memang sungguh tidak terduga. Dia cerdik melebihi ekspektasi, walaupun terkadang sikapnya rada menyebalkan. Tapi Aariz tidak menampik, Atta memang memiliki kepekaan tinggi jika ada bahaya disekitar mereka.Dia dan Atta memang jarang akur, jarang satu pemikiran dan pendapat, tapi mereka tetaplah saudara. Di dalam diri mereka mengalir darah yang sama, darah El Fata.Di sela-sela kesibukannya yang berkali-kali lipat meningkat sejak Hotel Permata bekerjasama dengan perusahaan milik Keenan, Atta tetap meluangkan waktunya untuk mengamati perkembangan yang terjadi di rumah utama, terutama Alifa dan orang-orang yang berada di sekitar perempuan itu. Bahkan Naira dan Maya pun tidak luput dari perhatian Atta, walaupun sebenarnya kedua gadis itu bisa dipercaya.Aariz dan Alifa bahkan tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Meski Alifa selalu berusaha menutupi kehamilan dengan pakaian longgar, tetapi memakai pakaian yang sangat longgar bukan merupakan style Alifa. Alifa memang menyuk
Bab 168"Sudah berapa bulan, Mbak?" tunjuk Atta pada perut Alifa."Berapa bulan?!" Perempuan itu sangat terkejut. Selama ini tidak ada yang tahu tentang kehamilannya selain mereka berdua."Mbak bisa menyembunyikan kehamilan pada semua orang, tetapi tidak padaku." Pria itu tersenyum, tapi senyumnya terasa amat misterius."Berapa bulan apanya? Kamu jangan macam-macam deh!" sergah Aariz. Tentu saja ia panik. Dia tidak menyangka ternyata ada orang yang mengetahui kehamilan Alifa, padahal mereka sudah berusaha maksimal untuk menutupi fakta itu."Aku hanya menginginkan kejujuran kalian. Mbak Alifa sudah hamil berapa bulan?" tegas pria itu. "Jangan coba-coba mengelak. Aku sudah tahu semuanya. Aku hanya ingin menguji kejujuran kalian."Alifa terlihat menghela nafas, sebelum akhirnya mendesah. "Sudah hampir 5 bulan, Ta. Dari mana kamu tahu jika aku hamil?""Akhir-akhir ini Mbak Alifa terlalu tertutup sama aku. Di awal aku malah berpikir jika Mbak ingin menghindariku setelah menikah dengan Mas
Bab 167"Masa Mas bohong sih?"Setelah memberikan penjelasan panjang lebar kepada keluarga pasien, termasuk menahan kekesalannya terhadap keluarga pasien yang terlihat sama sekali tidak khawatir dengan keadaan anggota keluarganya, bahkan malah lebih khawatir kehilangan sawah ketimbang nyawa istri sendiri, Aariz langsung kembali ke ruangan pribadinya di rumah sakit umum ini. Tentu dia mencemaskan Alifa yang harus ia tinggalkan sendirian di ruangan ini, apalagi proses operasi pengangkatan rahim itu memakan waktu berjam-jam karena penuh dengan pendarahan dan prosedurnya jauh dari kata mudah.Sebagai seorang dokter kandungan, satu hal yang paling ia hindari adalah operasi pengangkatan rahim, karena ini yang paling krusial. Bukan cuma tingkat kesulitannya yang tinggi, tapi juga tingkat emosional, karena diangkatnya rahim dari tubuh seorang perempuan, berarti mematikan harapan perempuan itu beserta keluarganya untuk mendapatkan keturunan.Terbukti, dia harus berjuang mati-matian untuk meya
Bab 166 "Mana suaminya? Panggil kemari ya." perintah Aariz kepada Nia, yang dengan segera dituruti gadis itu. Dia beranjak meninggalkan ruangan. Hanya berselang 5 menit, Nia sudah datang diiringi dengan dua orang laki-laki. Seorang laki-laki separuh baya, dan satu lagi merupakan laki-laki yang sudah tua renta. "Silahkan duduk." Pria itu mendengus kasar sebelum akhirnya ia berhasil menguasai dirinya. Sebenarnya dia ingin sekali marah, tapi dia tetap harus menjaga sikap. Ini adalah kedua kalinya dia bertemu dengan suami dari pasien yang mengalami pendarahan pasca operasi caesar ini. Dua tahun yang lalu dia juga menangani kasus yang sama. Jejak rekam medik pasien bernama Rusmina ini membuat Aariz rasanya ingin angkat tangan saja. "Mohon maaf, dua tahun yang lalu saya lah yang menangani persalinan ibu Rusmina, persalinan anak ketiga yang waktu itu pun juga mengalami kasus yang sama. Persalinan lewat operasi caesar dengan kasus plasenta akreta dan obesitas. Saat itu saya sudah m
Bab 165"Aku ikut, Mas!" Perempuan itu mengambil tasnya, lalu memegang tangan sang suami, membuat Aariz menghela nafas berat. Dia tentu paham maksud sang istri."Kamu yakin? Mas tidak tahu kapan kita bisa pulang. Mungkin malam....""Tidak apa-apa. Aku bisa menunggu di ruang pribadi Mas seperti biasa.""Baiklah." Pria itu berjongkok, lalu mencium pipi anak sambungnya sekilas. "Papa dan Mama berangkat dulu ya. Gibran baik-baik sama tante Naira."Beruntungnya tidak ada drama yang menghambat kepergian mereka. Gibran anak yang anteng dan jarang rewel. Dia sudah biasa hanya bersama pengasuhnya. Aariz mengendarai mobilnya dengan terburu-buru, meski tidak ugal-ugalan. Dia tetap memperhatikan keselamatan berlalu lintas, apalagi ada istri di sampingnya.Alifa hanya terdiam. Dia tidak berminat untuk berbicara dengan sang suami, dan justru tenggelam dalam pikirannya sendiri. Frasatnya sudah tidak enak saat dokter Halimah menelpon. Alifa tahu dokter Halimah adalah orang yang loyal kepada suaminy
Bab 164 "Program masih berjalan, walaupun tidak terlalu efektif. Ada orang yang dikhususkan untuk mengurusi itu," jelas Aariz. "Kok bisa? Bukannya kemarin banyak yang menyambut antusias program itu? Terutama para ibu hamil atau pasangan suami istri yang merencanakan kehamilan dan punya anak." Alifa menyerngitkan kening. Dia baru ingat, karena terlibat secara langsung saat launching program itu. Dan dia melihat sendiri bagaimana antusiasme para undangan yang memenuhi tempat acara itu, terutama ibu-ibu hamil yang memang pernah memeriksakan kandungan ke RSIA Hermina, atau yang sedang menjalani promil. "Mas juga kurang tahu apa sebabnya, tetapi Mas bersyukur masih banyak juga orang yang percaya dengan RSIA Hermina, dan masih banyak orang yang mau menitipkan uangnya agar nantinya mereka bisa merencanakan persalinan yang aman dan selamat." "Itu tujuan kita, bukan?" tukas Alifa. "Itu tujuan utama, di samping pihak rumah sakit pastinya akan mendapatkan dana segar yang bisa digunakan
Bab 163Membayangkannya saja sudah membuat Alifa merasa ngilu, apalagi jika ia sendiri yang mengalaminya. Jangankan riwayat SC 3 kali, riwayat SC 1 kali pun pasien tidak boleh melahirkan di rumah, apalagi tanpa ada bantuan dari tenaga medis. Seharusnya ketika pasien akan melahirkan, harus dirujuk ke rumah sakit yang lengkap peralatan dan tenaga medisnya, karena melahirkan normal dengan riwayat SC sebelumnya rentan terjadi robekan rahim yang bisa mengancam jiwa, baik ibu maupun bayi.VBAC ( Vaginal Birth After Cesarean) atau persalinan normal setelah operasi caesar tidak bisa dilakukan sembarangan, harus di awasi ketat oleh dokter kandungan. Bukan cuma itu. Fasilitas operasi harus disiapkan untuk berjaga-jaga bila terjadi komplikasi di dalam persalinan, semisal robekan di rahim.Aariz benar-benar mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan sangat tinggi. Dia bahkan memijat pelipisnya berkali-kali dengan keringat dingin yang membasahi dahi. Bukan sekedar nyawa pasien yang menjadi taruhan
Bab 162Keenan benar-benar membawa Naira keluar dari apartemen pagi ini setelah mereka selesai sarapan. Namun ternyata dia tidak membawanya langsung pulang ke rumah utama keluarga El Fata, tetapi justru jalan-jalan keliling kota dan berakhir dengan mampir di sebuah mall yang memiliki wahana permainan anak."Santai saja, Nai. Aariz dan Alifa tidak akan pulang pagi-pagi. Mereka itu pergi ke villa dan kamu tahu tempatnya di mana, bukan?" bujuk Keenan sembari mengingatkan. Dia menyadari ekspresi Naira yang muram. Dia berusaha menjelaskan bahwa tidak mungkin Aariz dan Alifa akan pulang cepat, mengingat lokasi villa keluarga yang terletak di desa, suatu daerah di luar kota."Aku cuma ingin cepat sampai di rumah, Mas. Aku capek.""Capek dengan tingkah Mas?" Pria itu tersenyum kecut. "Maaf ya." Namun lagi-lagi tangannya lancang mengacak rambut gadis itu. "Percayalah, Mas tidak pernah bermaksud macam-macam, melainkan hanya menuruti keinginan hati saja.""Bermain drama, ngaku-ngaku aku adalah
Bab 161"Mas akui, Mas bukan pria yang baik, tetapi tidak seberengsek seperti yang kamu duga. Hubungan Mas dengan Donita tidak seperti yang kamu pikirkan. Mas sekamar dengan Donita, karena ingin menjaga perempuan itu. Dia adalah karyawan terbaik Mas. Dia itu aset perusahaan yang harus Mas jaga. Dia adalah pahlawan bagi Mas. Disaat perusahaan mengalami krisis, Donita berdiri dengan tegar bersama dengan tim kami menyelamatkan perusahaan. Menurutmu apa yang harus Mas lakukan untuk membalas jasanya?" Keenan berkata dengan suara perlahan memberi pengertian pada gadis itu. Cara bicaranya sudah seperti seorang lelaki yang memberi pengertian pada pacar yang tengah cemburu karena dia dekat dengan wanita lain."Aku nggak ada kaitannya sama hubungan Mas dengan Mbak Donita. Apa urusannya denganku?" rajuk gadis itu seraya melengos ke samping."Jelas ada urusannya dengan kamu, karena kamu mengira Mas itu kumpul kebo dengan Donita. Kamu pasti mengira Mas sedang menjalin hubungan tanpa status! Kamu s