Via, yang awalnya tampak bingung dengan kedatangan Raysa dan kedua orang tuanya, berusaha tetap tenang. Diana, yang berdiri di sampingnya, hanya melirik Raysa dengan dingin. Bagaimanapun, Diana masih merasa tidak nyaman dengan sikap Raysa sebelumnya. "Ada apa kalian datang ke sini?" tanya Via lembut, meski hatinya sedikit gelisah. Ia tak ingin memicu masalah baru setelah semua yang terjadi. Raysa menunduk sejenak, menarik napas panjang, lalu menatap Via dengan tatapan penuh penyesalan. "Aku ingin meminta maaf, Via. Atas semua yang telah aku lakukan padamu dan Reza." Via tampak terkejut. Ia menatap ayah dan ibu Raysa yang mengangguk, mendukung langkah putri mereka. Diana, meskipun terlihat enggan, akhirnya berbicara, "Apa kamu benar-benar tulus meminta maaf, Raysa? Atau ini hanya taktik baru?" Raysa menelan ludah, menyadari bahwa ia memang harus membuktikan niatnya. "Aku tulus, Bu Diana. Aku sadar kesalahanku. Aku ingin memperbaiki hubungan ini. Aku tidak ingin lagi hidup deng
Di ruang kerja yang tenang, Reza duduk di sofa sambil memijat pelipisnya. Dani, asistennya, berdiri di dekat meja dengan secangkir kopi untuk Reza. Ekspresi penasaran terlihat jelas di wajah Dani."Pak, Anda kelihatan sangat lelah. Ada masalah?" tanya Dani sambil menyerahkan kopi.Reza mendesah panjang, menatap Dani sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Ini soal Via. Sejak hamil, tingkah lakunya semakin manja. Kadang saya tidak tahu harus tertawa atau menangis."Dani menahan senyum. "Apa yang dilakukan Bu Via, Pak? Hingga membuat Anda seperti ini."Reza menyandarkan tubuhnya ke sofa, seolah mencari dukungan. "Tengah malam, Dani. Dia membangunkan saya karena ingin martabak rasa pandan. Jam dua dini hari, bayangkan itu. Saya harus keliling kota mencari penjual martabak yang masih buka."Dani mengerutkan alis, mencoba serius, tapi sudut bibirnya hampir terangkat. "Dan Bapak menemukannya?""Setelah hampir satu jam berkeliling, akhirnya ketemu. Tapi begitu saya pulang dan menyerahkannya, ta
Reza dan Dani segera keluar dari rumah, masuk ke mobil, dan mulai menyusuri jalanan perumahan. Reza mengemudi dengan wajah tegang, sementara Dani mencoba mencairkan suasana.“Pak, apa Ibu Via pernah cerita tempat favoritnya kalau lagi ingin sendiri?” tanya Dani, mencoba membantu.Reza berpikir sejenak. “Dia suka pergi ke taman kota, tempat dia sering jalan-jalan waktu masih kecil. Tapi...” Reza melirik jam di dashboard. “Jam segini? Aku enggak yakin.”Dani mengangguk. “Kita coba saja, Pak. Siapa tahu benar.”Mereka menuju taman kota. Saat tiba, suasana cukup sepi. Lampu taman redup menerangi jalan setapak, tetapi tidak ada tanda-tanda Via. Reza turun dari mobil, berjalan cepat memeriksa setiap sudut taman. Dani mengikutinya dengan senter di tangan.“Via!” panggil Reza beberapa kali, suaranya menggema di tengah malam.Tiba-tiba, Dani menunjuk ke arah bangku taman di dekat danau kecil. “Pak, itu... seperti ada seseorang.”Reza langsung berlari mendekat, dan benar saja, Via duduk di sana
Pagi itu, Reza duduk di meja makan sambil membaca laporan pekerjaan di tablet-nya. Via, dengan perut yang sudah membesar, tampak sibuk memotong buah di dapur. Meski kehamilannya sudah memasuki trimester terakhir, ia tetap berusaha aktif, meski langkahnya mulai melambat.“Sayang, duduk dulu, istirahat,” kata Reza tanpa menoleh dari tablet.Via menoleh dengan senyum tipis. “Sebentar lagi, Mas. Aku mau siapkan jus dulu.”Reza menurunkan tablet dan menatap Via dengan serius. “Aku bisa bikin jus sendiri. Kamu tuh harus lebih banyak istirahat.”Via mengangkat alis. “Mas, aku masih bisa gerak, kok. Enggak usah khawatir berlebihan.”Reza mendesah, tapi memutuskan untuk tidak memperdebatkannya. Setelah Via selesai dan duduk di depannya, ia membuka pembicaraan yang sejak tadi ada di pikirannya.“Sayang, aku mau ngomong soal Mama,” kata Reza hati-hati.Via menghentikan gerakannya, menatap Reza dengan ekspresi penasaran. “Kenapa dengan Mama?”Reza mengusap dagunya, mencari kata yang tepat. “Aku p
Siang itu, Via melangkah perlahan menuju kamar perawatan ibunya di pusat terapi. Perutnya yang membesar membuat setiap langkah terasa lebih berat, namun ia tetap berusaha tersenyum. Hari itu, ia ingin memastikan ibunya merasa nyaman di tempat baru tersebut. Saat tiba di depan pintu, Via mendengar suara tawa pelan dari dalam ruangan. Ia membuka pintu dengan hati-hati dan menemukan ibunya sedang duduk di kursi, ditemani Lisa, seorang perawat yang bertugas merawat Bu Diana. "Via!" seru Bu Diana begitu melihat putrinya masuk. Wajahnya berseri-seri. "Mama senang kamu datang. Lihat, Lisa tadi membantu Mama memilih baju baru untuk hari ini." Lisa tersenyum hangat ke arah Via. "Bu Diana terlihat sangat cantik hari ini. Kami tadi juga sempat berbincang tentang cucu yang sebentar lagi lahir." Via tersenyum, meskipun ada sedikit rasa canggung setiap melihat Lisa. Bagaimanapun, ia tahu perawat itu tulus menjaga ibunya. "Terima kasih, Mbak Lisa, sudah merawat Mama dengan baik." Lisa menga
Reza menekan tombol jawab pada ponselnya, meski ragu. Suara di ujung sana langsung menyapa dengan nada tenang, namun penuh misteri.“Reza, ini aku, Randi. Lama tidak bertemu,” ucap suara itu.Reza mengernyit. Nama itu membuat pikirannya melayang ke masa lalu, ke hubungan Via dengan Randi yang dulu sempat menjadi masalah di antara mereka. “Randi? Ada apa? Kenapa meneleponku?”“Aku hanya ingin memberi tahu sesuatu yang penting. Ini tentang keluargamu. Bisa kita bicara secara langsung? Ada hal yang lebih baik aku jelaskan secara tatap muka,” kata Randi, nadanya serius.Reza menggenggam ponselnya lebih erat, pandangannya melirik ke arah Via yang sedang menggoda Arya di ruang tamu. “Katakan saja sekarang, Randi. Aku tidak punya waktu untuk permainan.”“Aku pikir kamu tidak akan mau mendengarnya jika aku tidak menjelaskan langsung,” jawab Randi. “Kamu bisa datang ke kafe di dekat taman kota besok sore? Ini soal Via dan masa lalu keluargamu.”Kata-kata itu membuat Reza terdiam. Perasaan geli
Reza menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Via menatapnya dengan tatapan penuh tanya, tapi ia memilih untuk tidak mendesak. “Mas,” ucap Via pelan, nada suaranya penuh kelembutan. “Apa pun itu, aku yakin kita bisa menghadapinya bersama.” Reza duduk di sampingnya, memandang Arya yang tertidur lelap dalam gendongan Via. Senyum kecil terbit di wajahnya, meskipun hatinya masih penuh dengan kebimbangan. “Ada seseorang yang datang menemuiku hari ini,” kata Reza, memulai dengan hati-hati. Via mengangkat alisnya, penasaran. “Siapa?” “Randi.” Via terdiam sejenak, mencoba memahami apa hubungan Randi dengan ekspresi serius Reza. “Dia bilang apa?” Reza mengusap wajahnya dengan kedua tangan, lalu menatap Via dengan mata penuh beban. “Dia bilang... dia mungkin saudara tiriku.” Kata-kata itu membuat Via terdiam. Ia mencoba mencerna informasi yang baru saja ia dengar, tapi sulit baginya untuk langsung percaya. “Apa maksudmu?” tanyanya pelan, suaranya sediki
Di sebuah rumah besar yang dipenuhi nuansa klasik, Eyang Wiryo duduk di kursi favoritnya di ruang tamu. Usianya yang senja tak mengurangi pancaran wibawa dari pria tua itu. Hari itu, tamu yang tak diundang datang mengetuk pintu rumah.“Permisi, Eyang,” sapa seorang pemuda, suaranya terdengar tegas namun sopan.Eyang Wiryo memandang ke arah pintu, mengamati pemuda itu dengan dahi berkerut. “Kamu siapa, Nak? Saya belum pernah melihatmu sebelumnya.”Pemuda itu tersenyum kecil, melangkah masuk tanpa diminta. “Nama saya Randi, Eyang. Saya datang untuk bicara soal sesuatu yang penting.”Eyang Wiryo memandangnya lekat-lekat. “Randi? Apa hubunganmu dengan keluarga ini?”Randi menarik napas panjang. “Saya... saudara tiri Reza.”Perkataan itu membuat Eyang Wiryo terdiam. Sebelum ia sempat merespons, langkah kaki terdengar mendekat. Chandra, cucu kesayangan Eyang Wiryo, masuk ke ruangan dengan wajah bingung.“Eyang, siapa dia?” tanya Chandra sambil melirik ke arah Randi.Eyang Wiryo menghela nap
Beberapa hari setelah pertemuan itu, suasana di rumah Bu Diana mulai terasa lebih tegang. Reza berusaha untuk tetap tenang, namun semakin banyak waktu berlalu, semakin sulit baginya untuk menerima kenyataan bahwa Randi benar-benar ingin menjadi bagian dari keluarga mereka.Suatu malam, setelah makan malam yang canggung bersama, Reza duduk di balkon rumah, menatap kosong ke luar. Via datang, duduk di sampingnya, dan menggenggam tangan suaminya."Mas, kamu masih khawatir soal Randi?" tanya Via lembut.Reza mengangguk, matanya tertuju pada bintang yang tampak bersinar di langit malam. "Aku nggak tahu lagi harus gimana, Via. Aku merasa terjebak di tengah semuanya."Via menghela napas. "Aku tahu ini berat buat kamu. Tapi kita nggak bisa menghindar dari kenyataan. Randi punya hak untuk mencari tahu siapa dirinya, meskipun kehadirannya mungkin mempengaruhi banyak hal."Reza menatap Via. "Tapi apakah kamu siap kalau dia terus ada di sekitar kita, bahkan mungkin mencoba lebih dekat lagi?"Via
Beberapa hari berlalu sejak Reza menceritakan tentang Randi kepada Via. Dalam diam, Reza menyadari bahwa hubungan Randi dengan keluarga ini lebih rumit dari yang ia bayangkan. Sementara itu, Via berusaha menenangkan dirinya, meskipun ia tahu bahwa kehadiran Randi di keluarga mereka akan membawa dinamika baru—terutama karena masa lalu mereka yang tidak sepenuhnya terselesaikan.Via sedang menyiapkan sarapan ketika Diana masuk ke dapur dengan raut wajah penuh pertanyaan. Dua hari ini Diana tinggal di rumah."Via, kamu nggak apa-apa?" tanya Diana, sambil memperhatikan putrinya yang terlihat lebih banyak diam sejak kedatangan Randi.Via menghentikan gerakannya sejenak, lalu menatap ibunya. "Aku nggak tahu, Ma. Aku cuma merasa kehadiran Randi membawa sesuatu yang... aneh."Diana menghela napas panjang, lalu menarik kursi dan duduk. "Mama tahu ini nggak mudah untuk kamu. Apalagi, kalau Mama ingat betapa dekatnya kalian dulu waktu masih kuliah."Via menundukkan kepala, mengingat masa-masa it
Rencana menjebak pria misterius itu hampir berjalan sempurna. Randi, dengan keberaniannya, berhasil mengundang pria tersebut ke sebuah lokasi yang telah disiapkan. Namun, sebelum semuanya mencapai klimaks, sebuah dokumen lain ditemukan oleh Chandra—dokumen itu berasal dari berkas lama perusahaan keluarga yang sempat disita oleh pihak pria tersebut.Chandra mendatangi Reza dengan wajah tegang, dokumen itu di tangannya. “Reza, kamu harus lihat ini. Sepertinya ada sesuatu yang lebih besar dari semua ini.”Reza membaca dokumen itu dengan cermat. Wajahnya berubah serius saat ia menyadari isinya. “Ini nggak mungkin… Ayah terlibat dalam sesuatu yang lebih besar dari sekadar hubungan terlarang.”Dokumen itu menunjukkan adanya transaksi rahasia antara perusahaan keluarga dengan jaringan ilegal yang melibatkan perdagangan properti dan pencucian uang. Salah satu nama yang tercantum dalam dokumen itu adalah nama pria misterius yang selama ini mereka hadapi.“Jadi, dia bukan hanya ingin balas dend
Reza menatap pria itu, sulit mempercayai kata-katanya. “Kamu bohong. Ini hanya upayamu untuk memanipulasi kami.”Pria itu tertawa kecil, suara dinginnya menggema. “Bohong? Kalau begitu, lihat ini.”Ia menyerahkan sebuah dokumen kepada Reza—hasil tes DNA yang menunjukkan hubungan darah antara Randi dan Arman.Reza terdiam, kepalanya terasa berputar. “Jadi, Randi benar-benar anak Papa... dengan Sinta?”Pria itu mengangguk, wajahnya penuh dengan dendam sekaligus kepuasan. “Keluargamu hidup bahagia di atas kehancuran keluarga kami. Arman merebut segalanya dari adikku. Aku hanya ingin memastikan kamu tahu apa yang telah dia lakukan.”Reza menggenggam dokumen itu erat-erat, mencoba mencerna semuanya. Namun, sebelum ia sempat menjawab, Chandra muncul dari belakang, wajahnya penuh emosi.“Jadi ini permainanmu?” Chandra menantang. “Kamu menggunakan Randi untuk menghancurkan kami? Kalau memang dia anak dari Papa, kenapa kamu tidak membawanya sejak dulu?”Pria itu menyipitkan matanya. “Aku tidak
Setelah kebakaran itu, suasana keluarga menjadi semakin mencekam. Kantor pusat perusahaan lumpuh sementara, dan banyak dokumen penting yang hilang. Namun, di balik kehancuran itu, ada satu barang yang selamat—sebuah flashdisk yang ditemukan oleh salah satu petugas kebersihan.Reza menerima flashdisk itu dengan hati-hati. “Ini apa?” tanyanya kepada petugas.“Saya menemukannya di meja bagian direktur sebelum kebakaran terjadi, Pak. Mungkin masih ada informasi di dalamnya,” jawab petugas itu.Reza segera membawa flashdisk itu ke rumah Eyang Wiryo. Bersama Chandra, mereka membuka isinya di laptop.“Ini... email-email lama,” ujar Chandra setelah melihat file yang ada di dalam flashdisk.Salah satu email yang paling mencurigakan adalah percakapan antara seseorang bernama “Bayangan” dan kontak anonim lain. Isinya adalah instruksi untuk mengalihkan dana perusahaan dan menghancurkan dokumen tertentu. Namun, di akhir email, ada satu kalimat yang menarik perhatian mereka:> “Semua ini adalah bal
Setelah kejadian malam itu, suasana di rumah keluarga Eyang Wiryo menjadi lebih tegang dari sebelumnya. Chandra semakin berhati-hati, terus memantau gerak-gerik Randi di setiap kesempatan. Sementara itu, Reza mencoba tetap netral, meskipun di dalam hatinya ia juga merasa bimbang. Apakah Randi benar-benar tulus, atau ia memang bagian dari rencana licik yang diwariskan oleh ibunya.Pagi itu, Chandra mendatangi Reza ke ruang kerjanya. Di sana, ia menunjukkan beberapa dokumen yang baru saja ia temukan.“Reza, lihat ini,” ujar Chandra sambil menyerahkan beberapa berkas. “Ini adalah laporan keuangan perusahaan selama tiga bulan terakhir. Ada transaksi besar yang mencurigakan, dan aku menemukan tanda tangan ini—mirip dengan tanda tangan Randi.”Reza memeriksa dokumen itu dengan cermat. “Tapi, Chandra, tanda tangan ini bisa saja dipalsukan. Kita nggak bisa langsung menyimpulkan bahwa Randi pelakunya.”“Tapi bukti-bukti ini mengarah padanya, Reza,” balas Chandra tegas. “Aku tahu kamu mencoba b
Beberapa minggu setelah insiden di perusahaan keluarga, suasana di rumah Eyang Wiryo mulai membaik. Hubungan antara Chandra dan Randi perlahan mencair, meskipun Chandra masih menyimpan sedikit kewaspadaan. Reza, yang berusaha keras menjadi penengah, merasa lega karena konflik besar berhasil diselesaikan tanpa memecah belah keluarga.Suatu sore, di ruang keluargaChandra duduk di sofa sambil membaca laporan proyek perusahaan. Di depannya, Randi terlihat serius mempelajari dokumen-dokumen lain. Suasana hening, namun tidak lagi tegang seperti sebelumnya.“Randi,” Chandra tiba-tiba membuka suara, membuat Randi menoleh. “Kamu kelihatan serius banget. Ada yang bisa aku bantu?”Randi tersenyum kecil. “Nggak apa-apa, Mas Chandra. Aku cuma mau memastikan semua ini sesuai dengan standar perusahaan. Aku nggak mau kejadian kemarin terulang lagi.”Chandra mengangguk, sedikit terkesan dengan sikap Randi. “Bagus kalau kamu punya niat seperti itu. Aku nggak suka basa-basi, tapi aku akui, aku sempat s
Ketegangan di rumah keluarga Eyang Wiryo semakin terasa. Chandra terus menunjukkan sikap curiga terhadap Randi, sementara Reza mencoba mencari jalan tengah untuk meredakan konflik. Namun, temuan Chandra mengenai dokumen mencurigakan menjadi puncak perdebatan keluarga.---Sore itu, di ruang keluargaSemua anggota keluarga berkumpul atas permintaan Chandra. Suasana terasa tegang. Chandra berdiri di tengah ruangan dengan dokumen di tangannya, sementara Randi duduk di salah satu sudut, terlihat kebingungan dengan situasi ini. Reza berdiri di dekat Randi, mencoba bersikap netral, sementara Eyang Wiryo mengamati semuanya dengan pandangan serius.“Baik, semuanya,” Chandra membuka pembicaraan, nada suaranya dingin. “Aku menemukan dokumen ini di laporan keuangan perusahaan. Ada transfer dana yang mencurigakan, dan tanda tangannya sangat mirip dengan milik Randi.”Randi langsung mengangkat wajahnya, terkejut. “Apa? Maksudmu aku yang melakukannya?”Chandra menatapnya tajam. “Aku nggak menuduh,
Beberapa hari kemudian, Eyang Wiryo memutuskan untuk mengadakan pertemuan keluarga besar di rumahnya. Semua anggota keluarga diundang, termasuk Randi. Chandra, yang sejak awal merasa curiga, terlihat kurang setuju dengan keputusan ini, tetapi ia tetap hadir karena menghormati Eyang.Ketika semua sudah berkumpul, Eyang Wiryo membuka pertemuan itu dengan nada serius.“Kalian semua sudah tahu alasan pertemuan ini. Randi mengaku sebagai anak dari almarhum Arman, dan jika ini benar, dia adalah bagian dari keluarga kita. Namun, aku ingin semuanya transparan. Karena itu, aku telah mengatur tes DNA lanjutan untuk memastikan hubungan ini.”Randi yang duduk di sudut ruangan, menunduk sesaat sebelum menjawab, “Saya siap, Eyang. Saya hanya ingin kebenaran. Apapun hasilnya, saya akan menerima.”Chandra, yang duduk di sebelah Reza, mendengus pelan. “Kamu ngomongnya gampang, tapi tahu nggak, klaim seperti ini bisa bikin keluarga kacau? Kamu datang dengan bukti, tapi itu belum cukup buat saya percaya