Jeremy bukan hanya menemani Eleanor menjalani pemeriksaan sepanjang pagi, sekarang dia bahkan mengantar Eleanor pulang ke rumah. Yoana hampir tidak bisa menyembunyikan rasa iri yang meluap dari hatinya.'Eleanor, wanita hina itu, apa hebatnya dia?' pikir Yoana dengan geram."Menjijikkan," gumamnya dengan penuh kebencian.Namun, Yoana tidak berani bertindak gegabah sekarang. Jeremy sudah cukup marah padanya akhir-akhir ini. Jika dia berani menghadapi mereka langsung atau ketahuan telah mengikuti mereka, dia yakin Jeremy akan semakin murka.Dengan penuh rasa benci, Yoana akhirnya memutuskan untuk pergi lebih dulu.Saat mobil Yoana baru melaju ke jalan raya, matanya menyipit saat menangkap sosok Tarimi yang sedang berdiri di tepi jalan bersama seorang anak kecil. Dia tampaknya sedang mencoba menghentikan taksi.Yoana mengenali Tarimi seketika. Mereka pernah beberapa kali bertemu, dan dia tahu bahwa Tarimi adalah pengasuh di rumah Eleanor.Matanya kemudian tertuju pada anak yang sedang ber
"Ibu, aku mengerti. Aku tahu apa yang harus dilakukan," ujar Yoana dengan mata yang memancarkan kebencian.Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman dingin. Berada dalam kegelapan membuat Yoana lebih mudah dalam melancarkan rencananya.Alicia mengingatkan, "Jangan bertindak sendiri. Cari seseorang untuk melakukannya. Kalau semuanya terbongkar, kamu nggak akan disalahkan."Suasana hati Yoana langsung membaik. "Mudah saja. Tiara bodoh itu adalah pilihan terbaik."....Di rumah Eleanor.Keduanya duduk dalam keheningan yang menegangkan. Jeremy mengamati seisi rumah dengan tatapan santai. "Nggak ada yang mau kamu sampaikan?" tanyanya.Eleanor menatap Jeremy, lalu mengalihkan topik. "Mau minum apa? Di sini cuma ada air."Jeremy membalas, "Ceritakan tentang kejadian dulu."Tangan Eleanor yang sedang menuang air berhenti sejenak. Dia merasakan tatapan Jeremy yang tajam menancap padanya. Eleanor menundukkan pandangannya, kemudian mengangkat gelasnya dan meminum seteguk air."Itu bukan untukku
Jeremy langsung pergi tanpa menoleh lagi.Eleanor menghela napas panjang dan ekspresinya menjadi muram. Dia duduk di ruang tamu untuk waktu yang cukup lama sebelum akhirnya berdiri dan pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan.Tak lama kemudian, Tarimi kembali bersama Daniel. Melihat hari sudah cukup sore, Eleanor memutuskan untuk tidak pergi ke kantor dan memilih menghabiskan waktu di rumah bersama anaknya.Di bandara.Keesokan paginya, Eleanor dibangunkan oleh Vivi yang penuh semangat dan menyeretnya ke bandara.Hari ini Glenn kembali ke negara asal untuk pembicaraan mengenai kontrak endorse. Mereka sudah berusaha keras untuk mendapatkan kesempatan ini. Meskipun sudah mempersiapkan diri, pemandangan di bandara tetap membuat mereka terkejut.Kerumunan penggemar yang memenuhi tempat itu terlalu ramai."Glenn! Ahhh, dia ganteng banget!""Sayang! Sayang! Di sini, lihat ke sini!""Glenn, kamu yang paling tampan! Aku mencintaimu!"Vivi yang awalnya sangat bersemangat untuk bertemu selebrita
"Jeremy! Teganya kamu membunuh anakmu sendiri!" ratap Eleanor Haningrat sambil meringkuk. Rasa sakit yang mengerikan di perutnya hampir membuatnya tidak sadarkan diri. Cairan hangat terus mengalir ke kakinya.Jeremy Adrian baru saja meminumkan obat aborsi pada Eleanor. Kini, sang suami duduk di tepi ranjang. Tangan dingin itu mencengkeram dagu Eleanor, menikmati raut kesakitan di wajahnya."Eleanor, hari ini aku akan membalas semua yang kamu lakukan pada Yoana. Gimana rasanya kehilangan anakmu secara perlahan?" ejek Jeremy.Wajah Eleanor tampak pucat. Rintihan kesakitan terdengar pelan dari bibirnya. Dia menepis tangan Jeremy sambil berkata, "Sudah kubilang, bukan aku yang menyakiti anaknya. Harus berapa kali aku katakan padamu?""Bukan kamu?" ucap Jeremy. Cengkeraman tangannya yang dingin kian mengencang, seolah-olah ingin meremukkan dagu Eleanor.Jeremy melanjutkan dengan marah, "Pelaku yang tertangkap itu mengaku kalau kamulah yang menyuruhnya. Masih mau beralasan apa lagi? Anak Yoa
Lima tahun kemudian, di Rumah Sakit Leroria. Eleanor sedang duduk di kantornya. Dia baru selesai menganalisis sebuah kasus medis dan menyampaikan rencana perawatannya.Eleanor tidak tahu nama pasien itu. Dia hanya mendengar bahwa pasien itu adalah orang penting yang secara khusus meminta perawatannya, membuat rumah sakit memberikan perhatian lebih.Moses, sang direktur rumah sakit, duduk di sebelah dan mendengarkan analisis Eleanor dengan saksama. Dia bertanya, "Astrid, status orang ini sangat tinggi. Dia khusus menunjukmu untuk merawatnya. Apa kamu yakin bisa menyembuhkannya?""Catatan medisnya nggak menunjukkan dia mengidap penyakit lain. Gangguan tidurnya hanya disebabkan oleh emosi berlebihan. Keluhannya nggak terlalu rumit. Saya yakin bisa mengatasinya," sahut Eleanor.Mendengar itu, Moses baru merasa lega. Eleanor direkomendasikan secara pribadi oleh direktur sebelumnya tiga tahun lalu. Kala itu, dia baru berusia 25 tahun. Belum lagi, dia juga memiliki seorang anak berusia 2 tahu
Deg! Suara itu sangat mirip dengan suara Harry. Eleanor mengernyit dan bergegas menghampiri asal suara dengan perasaan cemas.Benar saja, terlihat dua pria mencurigakan yang sedang berusaha menyelundupkan seorang anak kecil ke dalam mobil.Jantung Eleanor berpacu liar. Tanpa ragu, dia menerjang maju dan mencengkeram kerah salah seorang pria, lalu menendangnya hingga terdorong mundur.Begitu mendengar rekannya menjerit kesakitan, pria lain yang sedang menggendong anak itu langsung bereaksi. Dia menurunkan anak itu dan menyerbu Eleanor sambil berseru marah, "Dari mana datangnya wanita pengganggu ini? Jangan suka ikut campur urusan orang lain!""Gimana kalau aku tetap mau ikut campur?" tanya Eleanor sambil mengernyit."Kalau begitu, kami nggak akan segan-segan padamu!" ucap pria itu. Kemudian, dia mengambil senjata dan mengayunkannya ke arah Eleanor dengan segenap tenaga.Eleanor memiringkan tubuh untuk menghindar sembari memukul pergelangan tangan pria itu dengan kuat. Pria itu kesakitan
Harry terbelalak menatap Jeremy. Apa yang terjadi? Mengapa Ayah Jahat ini seperti mengenalinya? Otak Harry yang cerdas mulai bekerja. Dia tiba-tiba teringat pada anak berwajah sama dengannya yang duduk di mobil ibunya.Sebelumnya, Eleanor pernah berkata bahwa Harry memiliki kakak laki-laki. Sayangnya, kakaknya meninggal lebih awal. Hanya anak kembar yang mungkin memiliki rupa yang sama. Artinya, anak kecil itu pasti adalah kakaknya!Namun, mengapa kakaknya itu dikatakan meninggal saat dia jelas-jelas masih hidup? Ayah Jahat ini juga salah mengenali Harry sebagai kakaknya. Dengan kata lain, kakaknya seharusnya tinggal bersama pria itu selama ini.Itu sebabnya Ayah Jahat mengenalinya sebagai sang kakak. Mungkin ibunya juga salah mengenali kakaknya sebagai dirinya. Harry yang pintar segera memahami apa yang terjadi.Melihat bocah kecil ini hanya menatapnya tanpa bicara, Jeremy mulai kehilangan kesabarannya.Pikir Harry, semua orang sudah terlanjur salah paham. Kakaknya juga ikut ibunya, m
Jeremy mengernyit bingung. Bocah kecil itu bersikap sangat aneh hari ini."Kamu baru lima tahun, nggak boleh duduk di depan. Duduk di kursi anak sana," jelas Jeremy, berusaha bersabar."Repot amat," gerutu Harry sambil pindah ke kursi belakang.Yoana yang kini duduk di kursi penumpang depan menoleh dan melempar senyum puas padanya. Harry hanya memutar bola matanya sebagai tanggapan.....Menyadari Eleanor yang kebut-kebutan di jalanan, Daniel pun bertanya dengan raut dingin, "Kenapa kita harus kabur?""Karena mereka mengejar kita," sahut Eleanor.Daniel mengatupkan bibirnya. Dia ingin berkata bahwa orang-orang itu mengejar mereka karena Eleanor membawanya.Namun, Daniel ingin memastikan apakah Eleanor benar-benar ibunya. Jadi, dia tidak mengatakan apa-apa.Eleanor tidak tahu apakah yang mengejar mereka adalah orang-orang suruhan Jeremy yang mengenalinya ataukah para penjahat yang tadi menculik Harry. Tidak peduli yang mana, prioritasnya sekarang adalah memastikan keselamatan putranya.
Jeremy langsung pergi tanpa menoleh lagi.Eleanor menghela napas panjang dan ekspresinya menjadi muram. Dia duduk di ruang tamu untuk waktu yang cukup lama sebelum akhirnya berdiri dan pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan.Tak lama kemudian, Tarimi kembali bersama Daniel. Melihat hari sudah cukup sore, Eleanor memutuskan untuk tidak pergi ke kantor dan memilih menghabiskan waktu di rumah bersama anaknya.Di bandara.Keesokan paginya, Eleanor dibangunkan oleh Vivi yang penuh semangat dan menyeretnya ke bandara.Hari ini Glenn kembali ke negara asal untuk pembicaraan mengenai kontrak endorse. Mereka sudah berusaha keras untuk mendapatkan kesempatan ini. Meskipun sudah mempersiapkan diri, pemandangan di bandara tetap membuat mereka terkejut.Kerumunan penggemar yang memenuhi tempat itu terlalu ramai."Glenn! Ahhh, dia ganteng banget!""Sayang! Sayang! Di sini, lihat ke sini!""Glenn, kamu yang paling tampan! Aku mencintaimu!"Vivi yang awalnya sangat bersemangat untuk bertemu selebrita
"Ibu, aku mengerti. Aku tahu apa yang harus dilakukan," ujar Yoana dengan mata yang memancarkan kebencian.Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman dingin. Berada dalam kegelapan membuat Yoana lebih mudah dalam melancarkan rencananya.Alicia mengingatkan, "Jangan bertindak sendiri. Cari seseorang untuk melakukannya. Kalau semuanya terbongkar, kamu nggak akan disalahkan."Suasana hati Yoana langsung membaik. "Mudah saja. Tiara bodoh itu adalah pilihan terbaik."....Di rumah Eleanor.Keduanya duduk dalam keheningan yang menegangkan. Jeremy mengamati seisi rumah dengan tatapan santai. "Nggak ada yang mau kamu sampaikan?" tanyanya.Eleanor menatap Jeremy, lalu mengalihkan topik. "Mau minum apa? Di sini cuma ada air."Jeremy membalas, "Ceritakan tentang kejadian dulu."Tangan Eleanor yang sedang menuang air berhenti sejenak. Dia merasakan tatapan Jeremy yang tajam menancap padanya. Eleanor menundukkan pandangannya, kemudian mengangkat gelasnya dan meminum seteguk air."Itu bukan untukku
Jeremy bukan hanya menemani Eleanor menjalani pemeriksaan sepanjang pagi, sekarang dia bahkan mengantar Eleanor pulang ke rumah. Yoana hampir tidak bisa menyembunyikan rasa iri yang meluap dari hatinya.'Eleanor, wanita hina itu, apa hebatnya dia?' pikir Yoana dengan geram."Menjijikkan," gumamnya dengan penuh kebencian.Namun, Yoana tidak berani bertindak gegabah sekarang. Jeremy sudah cukup marah padanya akhir-akhir ini. Jika dia berani menghadapi mereka langsung atau ketahuan telah mengikuti mereka, dia yakin Jeremy akan semakin murka.Dengan penuh rasa benci, Yoana akhirnya memutuskan untuk pergi lebih dulu.Saat mobil Yoana baru melaju ke jalan raya, matanya menyipit saat menangkap sosok Tarimi yang sedang berdiri di tepi jalan bersama seorang anak kecil. Dia tampaknya sedang mencoba menghentikan taksi.Yoana mengenali Tarimi seketika. Mereka pernah beberapa kali bertemu, dan dia tahu bahwa Tarimi adalah pengasuh di rumah Eleanor.Matanya kemudian tertuju pada anak yang sedang ber
Dokter itu terdiam sejenak, memahami maksud perkataan Eleanor. "Kamu nggak mau pria di luar itu tahu bahwa kamu cuma punya satu ginjal, ya?""Benar," Eleanor mengangguk. "Dia nggak perlu tahu."Untuk apa dia tahu? Supaya dia merasa bersalah? Lalu hubungan mereka akan terus terjebak dalam pusaran drama yang melibatkan Yoana tanpa akhir? Itu tidak ada gunanya.Semua itu terlalu melelahkan. Eleanor lebih memilih agar Jeremy tidak tahu apa-apa dan membiarkannya hidup dengan tenang.Dokter melihat keteguhannya, lalu mengangguk. "Baik, saya mengerti."Tepat saat itu, Jeremy masuk ke ruang pemeriksaan dengan suara dingin, "Bagaimana kondisi tubuhnya?"Dokter mengikuti instruksi Eleanor dan memberi tahu Jeremy bahwa semua hasil pemeriksaannya normal.Jeremy tampak ragu. "Semua normal?""Benar," jawab dokter tegas.Jika semuanya normal, lalu mengapa dokter semalam mengatakan bahwa tubuhnya tidak seperti orang biasa? Jeremy merasa ada sesuatu yang tidak beres.Melihat Jeremy mengerutkan dahi, El
Eleanor cukup mengenal merek pakaian ini. Pakaian dari merek ini sangat mahal, apalagi yang dia kenakan adalah koleksi terbaru musim ini. Harganya pasti lebih mahal. Kartu yang diberikan Eleanor berisi 600 juta, mungkin tidak cukup untuk membayar pakaian itu, tapi saat ini itulah uang yang dia miliki."Ini ...." Andy merasa canggung. Keringat dingin membasahi dahinya.Wajah Jeremy langsung menggelap dan menatap Eleanor dengan dingin. "Aku yang membayarnya."Eleanor terdiam.Andy buru-buru menyelipkan kembali kartu itu ke tangan Jeremy dan mundur ke samping, lalu mencoba menjelaskan, "Bu Eleanor, pakaian ini juga dipilih langsung sama Bos."Eleanor tertegun sejenak. Tatapan Jeremy tidak berpaling dari wajahnya, seolah menunggu sesuatu darinya. Eleanor mengerutkan bibir, lalu berkata dengan sedikit kaku, "Terima kasih."Namun, tatapan Jeremy tetap dingin, menunjukkan bahwa dia belum puas dengan ucapan itu.Andy yang berdiri di belakang terus memberikan kode dengan pandangan matanya yang
Kalau Jeremy benar-benar ingin Eleanor meminta maaf, sebaiknya dia lupakan saja. Eleanor tidak akan pernah meminta maaf pada Yoana."Nggak, Bu Eleanor nggak usah minta maaf sama aku." Yoana yang sudah lama mendengarkan dari balik pintu, akhirnya menemukan kesempatan untuk masuk dan menyela percakapan.Dengan langkah yang sedikit goyah, Yoana berjalan masuk dan berdiri di depan mereka berdua. Matanya penuh air mata saat berkata, "Ini bukan salah Bu Eleanor. Ini salahku. Aku mabuk waktu itu, emosiku nggak stabil, itulah yang menyebabkan semua ini terjadi. Ini bukan salah Bu Eleanor."Eleanor tersenyum samar, menatap Yoana. Dia benar-benar pintar.Baru saja Eleanor mengatakan bahwa dia sengaja menyenggol Yoana di tepi kolam renang, Yoana langsung menyalahkan semua tindakannya pada emosi yang tak terkendali akibat mabuk. Dengan alasan seperti itu, siapa yang bisa berkata apa-apa lagi?"Jeremy, jangan salahkan Bu Eleanor."Yoana sengaja mengatakan tidak akan menyalahkan Eleanor, seolah-olah
"Malam ini kamu tinggal di sini. Besok aku akan bawa kamu untuk pemeriksaan." Suara Jeremy terdengar tegas dan tidak memberikan kesempatan bagi Eleanor untuk menolak.Eleanor menghela napas, "Kenapa kamu bersikeras aku melakukan pemeriksaan?""Tentu saja aku punya alasan sendiri. Aku cuma memintamu untuk menjalani pemeriksaan, bukan menyuruhmu mati. Apa kamu perlu setegang ini? Atau ada sesuatu yang kamu sembunyikan tentang tubuhmu?"Mata Eleanor bergetar sejenak.Tatapan Jeremy terus tertuju padanya. Sepasang matanya yang kelam menyiratkan kedalaman yang sulit dijangkau. Sorot matanya begitu tajam, membuat Eleanor merasa sulit untuk menghadapi tekanan itu.Eleanor berpura-pura tersenyum santai, "Rahasia apa yang harus aku sembunyikan? Aku cuma nggak suka sama caramu yang selalu memaksakan kehendak.""Ini demi kebaikanmu.""Alasan yang terlalu dibuat-buat." Eleanor mendengus dingin.Dia tahu, alasan itu hanya kedok. Sesungguhnya, Jeremy tidak bisa menolerir ada orang yang berani menyem
"Aku akan menyelidiki kejadian hari ini. Kalau benar dia sengaja ingin mencelakaimu, aku akan memaksanya untuk minta maaf padamu."Setelah mendengar ucapan Jeremy, bulu mata Yoana yang lentik bergetar untuk sesaat. Dia menunjukkan senyuman yang penuh kesedihan. "Remy, kamu nggak percaya padaku?"Jeremy menurunkan pandangannya dan menatap Yoana dalam-dalam. Kemudian, dia menjulurkan tangan untuk mendorong Yoana. "Ini lebih adil untuk kalian berdua."Adil? Yoana tak kuasa terkekeh-kekeh dalam hati. Mungkin Jeremy sendiri tidak menyadari bahwa dirinya lebih berpihak pada Eleanor.Tiba-tiba, Yoana melihat seseorang yang berjalan mendekati pintu. Dia memutar bola matanya. Sebuah rencana jahat terlintas di benaknya.Yoana menggigit bibirnya, lalu berdiri sambil menahan rasa sakit pada tubuhnya. Kemudian, dia sengaja menjatuhkan diri ke tubuh Jeremy dan memeluk pinggang Jeremy dengan kedua tangan.Jeremy memperlihatkan ketidaknyamanan di matanya. Dia menarik tangan Yoana turun. Namun, karena
Seketika, tangan dan kaki Eleanor terasa dingin. Siapa yang menjawab panggilan ini? Apa mungkin Jeremy?Eleanor lagi-lagi merasa gelisah. Dia segera menelepon Daniel. Setelah waktu yang cukup lama, Daniel akhirnya menerima panggilan. Dia seperti ragu untuk menjawab telepon."Daniel!""Mama!" Setelah mendengar suara Eleanor, Daniel baru berani bersuara, "Tadi aku telepon Mama, tapi Papa yang jawab."Seketika, hawa dingin menjalar ke seluruh tubuh Eleanor. Dia menahan kegelisahannya sambil bertanya, "Apa yang dia bilang?""Dia nggak bilang apa-apa."Eleanor merasa situasi ini sangat gawat. Pada dasarnya, Jeremy memang mencurigainya. Takutnya, sekarang Jeremy sudah tahu semuanya.Eleanor mengangkat tangan untuk memijat keningnya, lalu berucap, "Ya sudah, Mama sudah tahu. Kamu tidur saja.""Mama ... maaf .... Apa aku membuat Mama repot?" tanya Daniel dengan takut."Nggak kok. Ini bukan salahmu. Mama akan mengatasi semuanya. Kamu tidur saja." Setelah menghibur Daniel, Eleanor pun mengakhiri