“Aku kesel banget sama Mentari itu, Bu. Masak sekarang dia udah pinter ngelawan sampai bikin aku malu di depan semua anak-anak di kampus.” Fania pulang-pulang sudah dalam keadaan marah-marah melempar tasnya kesembarangan arah.Rosa yang semula asik nonton TV terlonjak kaget mendengar ocehan Fania.“Astaga … Fania, kenapa lagi sama kamu? Pulang-pulang bukannya baca salam malah marah-marah kayak orang kesurupan," ucap Rosa sembari menatap heran sang anak.Fania menghempaskan tubuhnya dengan kasar pada sofa tepat di samping sang ibu.“Mentari Bu … Mentari,” pekik Fania dengan amarah yang menggebu-gebu.“Iya, Mentari kenapa? Kenapa bisa dia bikin kamu malu di depan teman-teman kamu?” tanya Rosa, diusapnya dengan lembut lengan anak kesayangannya.“Kan barusan aku bilang, Bu. Dia bikin aku malu depan anak-anak di kampus.” Fania menghentak-hentakkan kakinya sangat kesal.“Bukannya tadi pagi kamu yang rencananya mau nyerang dia lagi, kenapa sekarang jadi kamu yang pulang-pulang langsung marah
“Mau apa kalian kesini?” Gala melempar pertanyaan sarkas kepada dua tamu tak diundang yang datang ke kontrakan Bu Santi, Gala juga langsung pasang badan di depan Mentari untuk melindungi sang istri dari dua ular beracun yang tidak Gala harapkan kehadirannya. Dari raut wajah Gala yang berubah dingin orang akan langsung bisa menebak bahwa pria itu sangat membenci dua orang yang datang itu. “Saya ke sini untuk mencari anak tidak tau diri itu, sudah dibesarkan bukannya balas budi tapi malah menjelek-jelekkan saya di depan umum.” Mendengar jawaban Rosa, kekehan sinis keluar begitu saja dari bibir Gala. “Makasih yang seperti apa yang Anda minta? Makasih atas ketidak adilan yang selama ini kalian semua perbuat kepada istri saya, iya?” Rosa mengepalkan tangannya, keberadaan Gala sungguh membuat rencananya untuk memberi Mentari pelajaran harus terganggu. “Kamu, laki-laki miskin nggak usah ikut campur, ini bukan urusan kamu.” Rosa menatap nyalang Gala yang kini menyeringai kepadanya.
“HEY, TUNGGU! JANGAN LARI KALIAN!” Para emak-emak yang dipanggil Bu Santi terus mengejar Fania dan dan ibunya sambil membawa sapu, ember, bahkan panci untuk menimpuk kepala ibu dan anak yang sudah membuat gaduh di lingkungan mereka. “Gimana dong, Bu? Kita bisa bonyok di tangan emak-emak sekampung.” Fania terus berlari sesekali menoleh ke belakang di mana ada banyak kaum manusia terkuat di dunia yang diberi julukan emak-emak. “Diam dulu kamu, Fan. Kita salah langkah, ternyata anak nggak tau diri itu banyak pelindungnya di sini.” Rosa membuka kasar pintu mobilnya berbarengan dengan Fania masuk. Tidak ada tempat yang lebih aman bagi mereka untuk berlindung selain di dalam mobil. Rosa melirik ke belakang, wanita itu melotot melihat betapa bar-bar nya para tetangga Mentari. “Sialan, merk lempar mobil kita pakai tanah lumpur, Fan.” Rosa mengepalkan tangannya kuat-kuat. Kini mobilnya telah kotor oleh tanah basah akibat perbuatan emak-emak itu. tidak ingin mobilnya semakin kotor, R
Mentari mengayunkan langkah gontai nya keluar dari rumah, ia melirik Fania yang diantar ke sekolah dengan mobil oleh ayahnya.Menatap uang lima ribu dalam genggamannya, bibir pucat Mentari yang menahan lapar mengeluarkan napas kasar.“Apa ayah mengizinkan hari ini aku ikut nebeng ke sekolah?” Mentari Memandang nanar ayahnya yang tengah memberikan selembar uang lima puluh ribu kepada Fania.Senyum getir lagi-lagi terpatri di bibir Mentari, uang lima puluh ribu jelas sangat berbeda jauh dengan jatah jajannya hari ini yang hanya lima ribu.Di sini yang merupakan anak kandung ayahnya sebenarnya dirinya atau Fania, kenapa ayahnya seolah memperlakukannya bak anak tiri.Hanya terkadang saja Mentari mendapat jatah jajan lima belas ribu, itu pun kalau ibu tirinya tengah berbalik hati.Menatap ayahnya ragu-ragu, Mentari mengayunkan langkah secara perlahan hingga sekarang ia sudah berdiri di samping mobil sang ayah.“Ayah, Tari boleh ikut berangkat sekolah bareng, Ayah?” Mentari meremas tali tas
Tok Tok Tok!"Assalamualaikum!"Ini adalah pertama kalinya Galaksi bertamu ke rumah seorang perempuan. Meskipun Galaksi atau kerap kali di sapa dengan Gala itu tampan tiada obat dan jenius, tapi latar belakangnya yang hanya mahasiswa beasiswa dan berasal dari panti asuhan menjadi alasan para gadis tidak mau menyukainya. Hanya Mentari yang berbeda. Kekasih Gala ini begitu tulus."WAALAIKUMSALAM, TUNGGU SEBENTAR!" Tak lama, seorang perempuan keluar dari dalam rumah sederhana itu."Kaka Gala?" Mata sembab gadis itu membulat sempurna menampilkan raut keterkejutan melihat kedatangan kekasihnya secara tiba-tiba.Ditambah lagi sang kekasih datang dengan keadaan basah kuyup. Beberapa saat lalu, memang hujan."Ayo masuk dulu, Kak! Tari pinjemin handuk buat keringin badan Kakak." Mentari menarik pelan tangan Gala untuk masuk kedalam rumahnya.Sebenarnya ada keraguan di hati Mentari mengajak Gala masuk kedalam rumah padahal rumahnya dalam keadaan kosong seperti ini.Bukan takut kalau Gala aka
Mendengar teriakan itu, spontan Mentari mendorong tubuh Gala dari atas tubuhnya agar sang ayah tak melihat kejadian yang tidak disengaja itu.Namun percuma, Fania lebih cerdik dari itu. Dengan liciknya Fania malah memotret bagaimana Gala yang tidak sengaja berciuman dengan Mentari.Marwan dan istrinya sontak berlari cepat ke arah suara teriakan Fania yang berasal dari arah kamar Mentari."Ada apa, Sayang?" Rosa menatap panik anak kesayangannya yang baru saja berteriak.Tanpa ragu Fania menunjuk Gala dan Mentari yang saat ini hanya bisa menunduk tak berani melihat kedatangan Mawan dan juga Rosa."Nia liat mereka lagi berbuat mesum, Ayah," beritahu Fania, ia tentu saja mengerang bebas.Lidah Fania seolah tak bertulang mengatakan kalimat hina itu tentang Mentari."Kamu jangan Fitnah aku, Nia! Itu cuma salah paham, aku cuma mau pinjemin Kak Gala handuk." Mentari mencoba membela dirinya sedangkan Gala hanya diam karena belum saatnya ia bicara."Gue nggak fitnah, gue ada buktinya," sahut Fa
Kini, Mentari menatap tak percaya Gala yang mengatakan ingin menikahi dirinya."Kak---""Sudahlah, Tari. Kakak udah nggak sanggup lagi liat kamu diperlakukan kayak gini. Lebih baik Kakak menikahi kamu daripada kamu diusir dan tinggal seorang diri di luar sana."Mata Gala memerah menahan amarah, Bahkan dirinya dengan mentari tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan yang sebenarnya.Marwan tersenyum sinis. "Punya apa kalau untuk menghidupi anak bodoh ini?" tanyanya membuat tangan Gala semakin terkepal kuat.Untuk kesekian kalinya ia mendengar Mentarinya dihina oleh ayah kandungnya sendiri."Saya memang miskin tapi saya masih bisa memberi tari kehidupan dan bahagia di luar sana daripada di sini bersama kalian, Tari diperlakukan setidak adil ini.""Bahagia?" Marwan tertawa keras mengejek Gala. "kamu kira dengan kamu yang miskin seperti ini bisa membahagiakan Mentari? Ingat, Tari nggak akan kenyang kalau cuma pakai cinta dan cinta sama sekali tidak bisa dimakan."Gala memejamkan mata saat
"Akhirnya si bodoh itu pergi juga dari rumah ini." Fauzia dengan pakaian seksinya tersenyum bahagia menikmati kebahagiaannya."Kamu bahagia karena sudah menjadi tuan putri satu-satunya di rumah ini?" "Ini yang Fania inginkan, Bu. Mengusir lalat kecil itu jauh-jauh dari rumah ini."Adik dan ibu tiri Mentari itu begitu bahagia setelah membuat drama seolah-olah Mentari sudah berbuat hal tak senonoh dan sekarang sudah diusir dari rumah."Ibu yakin anak itu nggak akan bahagia hidup dengan laki-laki miskin itu. Pasti dia akan hidup susah, menderita bahkan buat makan sehari-hari pun pasti akan susah ha ha ha."Sungguh Rosa ini adalah sejenis ibu tiri yang jahat dan tidak punya hati. Dia tertawa keras membayangkan penderitaan Mentari di luar sana."Dan Fania bakal terus nambah penderitaan dia di kampus," balas Fania dengan senyuman nya yang licik."Caranya?" tanya Rosa dengan sebelah alis terangkat."Aku nggak suka liat dia hidup damai, Bu. Meskipun di luar sana dia hidup susah tapi aku yak