Sesampainya di ruang pribadi sang suami, Liora sama sekali tak melihat keberadaan Arka. Dia menghela nafas pelan, lalu melirik arloji kecil yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Mungkin ini bukan waktu istirahat, jadi Arka masih sibuk."Akhirnya Liora memutuskan untuk keluar dari ruangan itu. Tak ada pilihan lain, terpaksa dia mendatangi Erika yang masih ditangani.Belum sempat bertanya pada suster di mana tempat Erika diobati, langkah Liora terhenti di depan sebuah ruang penangan. Dari ruangan tersebut terdengar teriakan yang sangat dia kenali, itu adalah suara cempreng sang kakak. Liora sudah menemukannya."Tapi ini sakit sekali, saya yakin ini pasti cidera parah! Saya tidak mau ditangani dengan anda, tolong panggilkan dokter profesional untuk mengobati saya!"Liora mengernyit, merasa malu sendiri setelah mendengar protestan tak masuk akal dari sang kakak."Maaf Bu, sekali lagi saya katakan. Ini hanya cidera ringan dan nMendengar ucapan Erika, Arka mengernyit bingung. "Selingkuh?"Erika mengangguk meyakinkan. Dia lalu kembali berucap, "kau tau. Aku tadi ke kantor dan ada seorang laki-laki yang menghampiri Liora. Dia sangat dekat dengan Liora. Bahkan saat melihat aku di dorong oleh Liora, dia justru mengkhawatirkan Liora bukan aku. Apapun yang Liora katakan, laki-laki itu juga selalu menurut. Tadi dia juga ikut ke sini, dia mungkin masih di sekitar sini!"Pandangan Arka kini mengarah pada sang istri dengan sorot curiga. Namun Liora tidak panik dengan tuduhan sang kakak. Dia berbisik pelan, "yang dimaksud dia adalah Ervan, sayang. Aku tidak mungkin selingkuh.""Ervan?" Beo Arka yang langsung diangguki sang istri. Walau Liora sudah mengatakan siapa laki-laki yang dimaksud Erika barusan, tetap saja curiga Arka tidak bisa hilang. Dia balas berbisik pada sang istri, "walaupun kalian tidak selingkuh. Secara tidak langsung kak Erika telah mengatakan bagaimana hubunganmu
"Itu mobil Arka." Tunjuk Ervan pada sebuah mobil putih yang tak begitu jauh dari mereka, memberitahu pada Liora. Liora mengangguk, mengiyakan. Sebelum keluar kantor dia sudah mendapat telepon dari sang suami, jika dia akan dijemput. Padahal Liora sudah mengatakan akan diantar pulang oleh Ervan, dan tidak mau merepotkan Arka karena pasti suaminya itu juga lelah karena seharian bekerja. Tapi Arka tetap bersikeras untuk menjemputnya. Sebenarnya tak masalah, justru Liora senang. Dia bisa menduga jika sang suami pasti cemburu melihatnya terlalu dekat dengan Ervan. Hal itu membuat Liora jadi mempunyai niat untuk memanfaatkan kedekatannya dengan Ervan, sampai sang suami mengakui perasaan cemburu tersebut."Baiklah Ervan. Kalau begitu, aku pulang dulu."Ervan mengangguk mengiyakan. Liora kemudian melangkah, menghampiri mobil sang suami. Sesampainya, dia lalu membuka pintu mobil itu tapi tidak langsung masuk ke dalam. Dia bertanya lebih dulu pa
Pagi itu, setelah selesai berpakaian rapi Arka keluar dari kamarnya. Dia kemudian memperhatikan sekelilingnya yang tampak sunyi, Arka lalu menoleh menatap pintu kamar Liora yang masih tertutup. Dia menatanya penasaran, apakah sang istri masih tidur?Tapi, belakangan ini dia tidak pernah lagi membangunkan Liora. Karena perempuan itu sudah terbiasa bangun pagi untuk bersiap berangkat ke kantor. "Apa Liora terlalu lelah sampai bangun kesiangan?" tanya Arka pada dirinya sendiri. Tentu dia masih ingat jika kemarin istrinya itu menyelesaikan pekerjaan sampai larut malam. Arka memaklumi jika hari ini Liora akan bangun siang. Tapi ... "Jika aku berangkat ke rumah sakit lebih dulu tanpa membangunkan Liora, siapa yang akan mengantar Liora ke kantor? Aku tidak mau Ervan menjemputnya lagi."Arka kini mengambil ponselnya yang berada di saku kemeja. Dia melihat isi pesannya pada Ervan beberapa menit lalu, dia telah meminta sang sahabat untuk tak menjemput Liora lagi. T
Setelah melakukan hal itu Liora tertawa pelan, dia puas telah membuat wajah sang suami bersemu merah karena ulahnya. Dia kembali menarik kerah kemeja sang suami pelan, agar dapat memberikan ciuman singkat kedua kalinya pada Arka. Namun dengan cepat kali ini Arka menahan. Membuat Liora menatapnya dengan sorot protes. "Sayang -""Liora aku ingin berangkat bekerja," ucap Arka tegas. Dia berusaha menenangkan jantungnya yang lagi-lagi harus berdegup kencang. Arka berharap kali ini Liora tak akan tahu bahwa dia sudah mulai gugup kembali. Mendengar ucapan Arka, Liora tak marah karena sang suami menolak ciuman darinya. Dia justru tersenyum gemas, saat sebuah pemikiran muncul di kepalanya. "Baiklah, aku paham. Kalau begitu mari lanjutkan setelah kamu pulang kerja, aku akan menunggumu di rumah."Arka mengernyit, ucapan Liora justru membuatnya bingung. "Apa maksudmu?""Kamu tidak mau aku menciummu sebelum berangkat bekerja karena kamu ta
Seperti apa yang telah Liora rencanakan tadi pagi. Kini perempuan itu telah berada di rumah sakit untuk melihat sang suami bekerja. Namun Liora juga tak mau mengganggu pekerjaan sang suami, dia memutuskan untuk datang tepat jam makan siang. Dia yakin saat ini semua petugas medis di rumah sakit itu juga sedang beristirahat, termasuk Arka. Sambil menenteng sebuah rantang kecil berisi makanan untuk sang suami, Liora memasuki rumah sakit tersebut.Walau banyak yang masih belum mengenalnya, namun tak ada yang melarang Liora untuk berkeliaran bebas di sana. Mungkin beberapa orang mengira dirinya adalah wali dari salah satu pasien di sana. Hingga sampai di ruang Arka, Liora tak menemukan keberadaan laki-laki itu. Dia menghela nafas pelan. "Kenapa setiap aku ke sini untuk melihatnya, Arka selalu tidak ada di ruangan? Bahkan saat jam makan siang. Apa dia sangat sibuk?"Liora yang masih berdiri di ambang pintu masuk ruangan tersebut, menoleh ke
Setelah mengetahui tujuan Liora datang ke rumah sakit untuk membawakan makan siang untuknya, Arka memutuskan mengajak sang istri untuk ke ruang pribadinya. Dia sendiri juga tidak mau terlalu lama berada di depan ruang rawat Seyla, takut Liora akan curiga. Untuk sementara ini Arka akan membiarkan Liora salah paham, mengira Seyla adalah sepupunya. Sampai Arka menemukan waktu yang tepat, dia pasti akan mengatakan semuanya pada Liora.Arka mulai membuka rantang kecil yang sudah Liora berikan padanya. Dia kini duduk bersampingan dengan Liora di kursi kerjanya. "Aku tadi membelinya," ucap Liora memberitahu. Arka mengangguk, laki-laki itu juga sudah menduga tidak mungkin Liora yang memasak. Mengingat istrinya memang tidak bisa masak.Satu suap nasi akhirnya masuk ke mulut Arka. Arka mulai menikmati makan siangnya dengan tenang. Sesekali melirik Liora di sampingnya yang terus memperhatikan dirinya. "Kamu tidak makan?"Liora menggelen
Pukul sembilan malam, Arka baru pulang. Kebetulan hari ini rumah sakit kedatangan banyak pasien, membuatnya tidak bisa pulang sore seperti biasanya. Kini dia ingin segera istirahat. Namun saat memasuki rumah, Arka mendadak bingung saat merasa suasana begitu sunyi. Membuatnya teringat pada sang istri. Dimana Liora saat ini?Namun sebuah denting berasal dari ruang makan berhasil menyita perhatian Arka. Dia penasaran, lalu memutuskan untuk menghampiri. Sesampainya, dia melihat sang istri telah menyiapkan hidangan di atas meja makan. Perempuan itu belum menyadari kedatangannya. Arka lalu memanggil, "Liora."Liora menoleh, dan seketika mengukir senyum lebar saat melihat suaminya sudah berada di sana. "Sayang, kamu sudah pulang?"Arka mengangguk, lalu menghampiri perempuan tersebut. Dia melihat di atas meja makan depannya itu sudah terhidang semangkuk sup dan nasi. Ini membuat Arka teringat kembali dengan kejadian malam itu, saat Liora memboh
Setelah berhasil menghabiskan satu mangkuk sup dan sepiring nasi, Arka lalu meneguk minumannya sampai tandas. Dia lalu menatap mangkuk dan piring kosong di hadapannya dengan sorot tak percaya. "Supnya sangat enak, sepertinya Liora benar-benar belajar dengan baik. Aku harap perlahan dia akan berubah menjadi lebih baik seperti apa yang aku harapkan."Arka menghela nafas pelan. Entah kenapa dia sangat berharap Liora berubah menjadi perempuan yang peduli dengan pekerjaan rumah, seperti perempuan pada umumnya. Padahal pada akhirnya dia juga akan menceraikan Liora, tapi kenapa Arka ingin merubah Liora seakan perempuan itu akan menjadi istrinya untuk selamanya?Merasa suasana di sekitar sana mendadak panas, Arka melepas dua kancing kemejanya paling atas lalu mengibaskan kerah kemejanya beberapa kali. Mendadak tubuhnya jadi berkeringat."Kenapa panas sekali?" Arka menyentuh sejenak dada kirinya, saat merasa detak jantungnya mendadak berdebar tidak sepert
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal