Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam, namun laki-laki yang sejak tadi Liora tunggu belum juga pulang. Membuat Liora semakin kesal.Sejak tadi perempuan itu terus bolak-balik di dekat pintu utama, sesekali mengintip dari balik tirai jendela untuk memastikan kedatangan sang suami. "Lama sekali." Liora berdecak kesal. Kakinya sudah mulai pegal, dia akhirnya memutuskan untuk duduk di kursi ruang tamu. Padahal malam ini dia sudah menyiapkan rencana baru untuk menjebak Arka. Dia sudah berdandan tipis dan menggerai rambutnya. Dengan balutan lingerie hitam berbentuk kimono di tubuhnya, Liora yakin ini akan membuat laki-laki itu tak tahan untuk tidak menyentuhnya. "Apa kali ini rencanaku akan gagal lagi?" Liora menyandarkan tubuhnya ke punggung sofa, pandangannya menatap langit-langit rumah. Dia mulai putus asa. Jika Arka tak pulang, tentu rencananya akan gagal. "Jika terus seperti ini bagaimana caranya agar aku cepat hamil? Jika aku tidak segera hamil maka batas pernikahan yang di
Setelah selesai mandi, Arka mendengar suara pintu kamarnya di ketuk. Dia menghela nafas pelan, karena sudah bisa menebak pasti yang mengetuk pintu itu adalah Liora. Arka melemparkan handuk yang baru saja dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya, ke atas kasur. Lalu berjalan menghampiri pintu kamar.Setelah pintu terbuka, Arka melihat sang istri tersenyum manis di hadapannya sambil membawa segelas air putih. Dia mengernyit tidak suka saat melihat sang istri masih memakai baju yang sama seperti tadi."Aku ingin istirahat Liora.""Aku tau, tapi sebelum tidur sebaiknya kamu minum dulu. Kamu baru saja pulang bekerja, minum air putih sebelum tidur bukankah itu lebih baik?"Tanpa banyak tanya, Arka menerima segelas air yang Liora berikan. Dia nyaris melangkah memasuki kamarnya kembali, namun Liora menahannya. "Kenapa?" tanya Arka penasaran. "Minumlah di sini, biar gelas kotornya langsung aku letakkan di dapur." Liora tak akan membiarkan Arka membawa minuman itu ke dalam kamar, karena bisa
Arka diam sesaat. Dia masih bingung, kenapa Liora begitu menginginkan dirinya? Jika hanya karena tampan dan kaya, masih banyak laki-laki yang seperti itu bahkan lebih sempurna dari dirinya di luar sana. Kenapa Liora harus mempertahankan dirinya?Perempuan itu tak pernah bermain perasaan, tapi sekali jatuh cinta justru dengan Arka yang sama sekali tidak bisa menerima cintanya. "Sekali lagi ku katakan, aku tidak mencintaimu. Jadi, aku tidak bisa selamanya bertahan bersamamu. Dan ... aku tidak bisa menuruti keinginanmu untuk mendapatkan seorang anak. Aku tidak mau kamu sampai melahirkan darah dagingku, agar aku nantinya bisa menceraikanmu."Tangan Liora perlahan mengepal, tak terima mendengar semua pernyataan Arka yang begitu menyakitkan. Dia mengukir senyum perih. "Tidak ada perempuan yang kamu cintai saat ini. Apa salahnya jika kamu membuka hati untukku? Aku juga bisa menjadi perempuan seperti apa yang kamu inginkan!"Arka membuka mulutnya, nyaris menjelaskan kembali pada perempuan it
Setelah mendengar bel rumah berbunyi, seorang wanita paruh baya berambut sebahu berjalan menghampiri pintu utama. "Ibu Ana. Biarkan saya saja yang membukakan pintunya," ijin dengan sopan seorang pembantu rumah tangga, menghentikan langkah sang majikan. Ana tersenyum manis, lalu mengangguk menurut. "Baiklah."Pembantu rumah tangga itu bergegas berjalan menuju pintu utama, sedangkan Ana memutuskan untuk menunggu tamunya di ruang tengah. Tak lama, pembantu rumah tangga itu kembali dengan diikuti seorang perempuan cantik yang sangat Ana kenal. Senyum di wajah Ana seketika pudar, berganti raut khawatir. Dia lalu menghampiri."Liora."Tentu Ana cukup terkejut dengan kedatangan menantunya itu. Dia lalu menatap ke belakang Liora, dan tak mendapati siapapun lagi di sana selain mereka dan pembantunya yang masih berdiri di dekat Liora. "Apa kamu datang ke sini sendiri? Kemana Arka? Kenapa malam-malam seperti ini kamu datang ke rumah mama sendiri?"Liora tak langsung menjawab. Dia memasang rau
Ana terdiam, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja Liora katakan. "Liora, mama."Liora dan Ana serempak menoleh, menatap ke arah suara yang baru saja memanggilnya. Seorang laki-laki baru saja memasuki rumah itu, dan langsung menghampiri mereka. Dia tidak tau apa yang telah Liora katakan pada Ana, namun dia harap Liora tak mengatakan hal macam-macam. "Arka!" Ana berdiri, menatap putranya dengan sorot marah. "Kemana saja kamu? Kenapa kamu membiarkan Liora datang sendiri ke sini malam-malam? Bagaimana jika hal buruk sampai terjadi padanya saat di perjalanan tadi?"Arka menghela nafas berat. Dia sudah menduga jika akan terkena amarah sang mama. "Maaf ma, itu sebabnya Arka menyusul Liora ke sini." Pandangan Arka mengarah pada sang istri yang masih duduk di sofa, sedikitpun tak mau menatapnya. Arka tidak bisa menebak, Liora marah sungguhan atau hanya berpura-pura. Dia kembali melanjutkan kalimatnya, "Arka ingin memastikan jika tidak ada hal buruk yang terjadi pada Liora. Dan syuku
Raditiya dan Ana menghentikan langkahnya tidak terlalu jauh dari tempat Arka dan Liora berada. Keduanya tidak menyadari jika Raditiya dan Ana memperhatikan mereka dari kejauhan.Arka kini yang sudah duduk di samping Liora menghela nahas pelan. Sang istri masih meluruskan pandangannya, tak mau menatap Arka."Liora, tolong pikirkan ini baik-baik dengan kepala dingin. Aku tau apa alasanmu ingin memiliki anak, dan menurutku itu bukan alasan yang baik. Jika alasannya karena aku, lalu apa kamu yakin sudah siap menjadi seorang ibu untuk anak kita nanti?""Aku bisa menjadi seorang ibu. Aku bisa menjaganya dengan baik," jawab Liora penuh percaya diri tanpa berpikir panjang.Mendengar hal itu, Arka kembali menghela nafas berat. "Liora, bukankah kamu akan menjabat sebagai CEO di perusahaan ayahmu? Lalu bagaimana jika anak kita nanti memasuki usia sekolah? Kamu juga tau aku adalah dokter. Jika kita berdua bekerja, siapa yang akan menjaganya dan mengantarkannya ke sekolah?"Liora terdiam sesaat. D
"Arka, Liora," panggil Ana membuat pasangan suami istri muda yang tadinya berdebat itu kini menoleh ke arahnya. Ana menghampiri, lalu menatap ke arah sang menantunya lebih dulu."Kamu terlihat lelah Liora. Bagaimana jika kamu ke kamar lebih dulu, sepertinya mbak tadi sudah selesai membersihkan kamar untuk kalian berdua."Liora menghela nafas pelan. Sebenarnya walau sudah lelah, tapi Liora masih tetap ingin berdebat dengan Arka. Dia tak mau menyudahi semua ini sebelum Arka menyetujui permintaanya.Namun sepertinya Ana sudah bisa menebak apa yang saat ini ada di pikiran Liora. Wanita itu lalu berbisik pada menantunya, "mama tau apa yang kamu inginkan. Tunggu saja di kamar, mama dan papa akan berbicara pada Arka."Liora berkedip takjub, nyaris tak percaya dengan apa yang Ana bisikan padanya barusan. Kedua sudut bibir Liora nyaris terangkat, dia menahan senyum senang. Ternyata mertuanya itu berpihak padanya juga. Liora kemudian mengangguk menurut, lal
Sesampainya di depan kamar, Ana menghentikan langkahnya. Pintu kamar itu sejak tadi dibiarkan terbuka, membuat Liora di dalam sana menyadari kedatangan Ana dan Arka. Dia lalu menghampiri."Mama.""Liora, kamu dan Arka sebaiknya segera istirahat. Jangan bertengkar lagi ya setelah ini."Arka maupun Liora diam, tak mengiyakan permintaan sang mama. Membuat Ana menghela nafas pelan.Pandangan Liora kini menatap ke arah sang suami. Dia sejak tadi sudah penasaran, memangnya apa yang telah dibicarakan Ana dan Raditiya kepada Arka tadi?"Arka, masuklah!" pinta Ana yang langsung dituruti oleh sang anak. Arka mulai melangkah memasuki kamar, sedangkan Liora masih berdiri di hadapan Ana tak segera menyusul sang suami masuk ke dalam."Liora," panggil Ana menyadarkan Liora yang tengah berpikir keras. Menantunya itu kini menatanya bertanya. Ana hanya tersenyum sambil berbisik pelan, "papa baru saja memberi minuman khusus untuk Arka. Mi
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal