81. Membujuk
***Hello. Maaf atas kesalahan beberapa hari tidak up. Ada kesalahan sedikit, yes. Semoga ini bisa mengobati kekecewaan kalian
82. Kepulangan Ava ***Kafka meremas tangan Ava lembut. Mencoba menyalurkan ketenangan pada wanita itu. Keduanya saat ini tengah berada di dalam mobil pada perjalanan menuju rumah Kafka. Setelah kemarin ia berhasil membujuk Ava untuk pulang, mereka mendatangi dokter keluarga Resty untuk menanyakan perihal apakah Ava bisa melakukan penerbangan jauh atau tidak. Jawaban iya membuat Kafka semakin merasa bahagia. Tanpa menunggu lama ia langsung memesan tiket untuk kepulangan mereka. Percayalah. Selama seminggu Kafka berada di kota yang menjadi pusat selebriti itu ia tidak melakukan perjalanan yang memanjakan dirinya sama sekali. Fokusnya hanya mencari seseorang yang dicintai. Kini, semua sudah ia dapatkan. Dalam pesawat ia senantiasa memeluk Ava melingkupi diri wanita itu seolah tidak membiarkan Ava lari lagi dari hidupn
83. Menjenguk***"Bagaimana bisa mereka kecelakaan?" Seharian penuh di rumah keluarga Yarendra Ava merasakan hal yang aneh. Seperti ada sesuatu yang kurang di sana. Hingga keberadaan Rasya yang tidak sama sekali ia lihat menjadi jawabannya. Sebuah kenyataan di dengar, penjelasan yang mampu membuat dirinya terkejut. Bagaimana Yarendra menceritakan kecelakaan yang dialami Rasya dan Clara. Kali ini, ia dalam perjalanan ke rumah sakit bersama Kafka.Kafka yang baru saja mendengar pertanyaan Ava mengedikkan bahu. "Kamu bertanya padaku lalu aku harus tanya sama siapa?" Bukannya menjawab pria itu malah memberikan pertanyaan.Sebuah pukulan Ava daratkan di pundak Kafka. "Kamu ini. Aku tanya malah balik nanya," gerutunya. Ia mengubah posisi duduk menjadi menghadap ke depan. Kedua tangan ia lipat di depan dada.Kafka mengelus ba
84. Pinangan***Area kolam renang keluarga Yarendra telah disulap menjadi acara tempat perayaan ulang tahun yang terlihat ... romantis? Dekorasi lampu kecil yang berkelip menghiasi setiap sudut. Lilin-lilin yang menyala berdiri cantik pada kelopak bunga teratai buatan. Disebar di seluruh permukaan kolam.Sebuah meja panjang berisi berbagai menu makanan tertata rapi. Sebuah mini bar dadakan dibuat di dekat pintu penghubung antara lokasi luar ruangan dan rumah. Bisa dilihat jelas beberapa orang duduk di ruang tengah. Satu panggung kecil di sudut lain terlihat elok dengan berbagai alat musik yang sudah tertata rapi. Ava, dengan dress berwarna peach selutut berdiri di sisi kolam. Terlihat pas sekali baju itu di tubuh Ava. Perutnya yang sedikit membuncit tidak membuatnya terlihat aneh. Kehamilannya, malah membuat auranya
85. Rencana pernikahan ***Musik masih mengalun merdu, mengiringi langkah dua insan yang tengah berdansa menikmati momen bersama. Masih dengan memeluk Ava dan membawa kepala wanita itu pada dadanya, Kafka mencoba meresapi kebahagiaan tiada tara yang kini hadir dalam hidupnya."Apa kamu tidak lelah?" tanya Kafka. Pasalnya, masih ingat ia jika seseorang yang hamil akan mengalami mudah kelelahan. Keduanya sudah berdansa lebih dari setengah jam. Ia hanya khawatir Ava akan merasakan sakit pada kakinya."Tidak. Toh kakiku berada di atas kakimu." Ucapan Ava mengundang tawa dari bibirnya.Beberapa waktu kemudian ia mengingat dirinya ketika mendapati gejala morning sicknes beberapa bulan lalu. Sangat menyiksa. "Coba aku tebak. Kamu tidak pernah mengalami Morning sicknes, kan?" Ava mendongak, ia men
86. Pernikahan***Akad baru saja dilakukan. Kebahagiaan terpancar jelas di wajah Kafka. Setelah berapa lama ia menunggu, berkorban, berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan cintanya, kini telah mampu ia gapai.Pagi tadi, Ava telah sah menjadi istrinya. Seutuhnya. Ava, hanya miliknya. Keduanya saat ini tengah berada di hotel tempat resepsi. Perayaan megah pertama bagi Kafka, kedua bagi Ava. Namun, kebahagiaan yang jauh di atas rata-rata. Semua ini terjadi saat cinta yang berbicara.“Selamat, ya. Apa yang kau inginkan tercapai.” Ziqry memberikan pelukan persahabatan pada Kafka. Saat ini mereka hanya berdua saja, sedangkan Ava, ia tengah mengganti gaunnya.“Bukankah tadi kau datang bersama seseorang, Ziq?” tanya Kafka. “Ke mana dia sekarang?”“Sedang ke toilet,” jawabn
87. Tidak Masuk Akal***“Ayo lah, Sayang ...,” rengek Ava sembari menggoyangkan tangan Kafka beberapa waktu lalu. Wajah memelasnya menunjukkan bahwa ibu hamil itu sedang menginginkan sesuatu.Seperti yang kita tahu. Bahwa seorang ibu hamil pasti mengalami fase di mana ia menginginkan sesuatu yang tidak mungkin jika tidak dituruti. Satu hal lagi. Jangan lupakan bahwa permintaan mereka yang terkadang aneh. Lalu, apa yang sedang Ava inginkan dari Kafka saat ini?"Sayang. Boleh, ya?" Wanita yang kecantikannya semakin menguat itu kembali meminta persetujuan sang suami.“Enggak, Sayang. Aku enggak setuju,” tolak Kafka akan permintaan Ava. Pria itu membuang muka tidak ingin menatap wajah memelas Ava yang takutnya nanti bisa saja melemahkan dirinya."Sekali aja, Sayang." Ia meminta kembali, memosis
88. Permintaan tengah malam.***Waktu menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Dua insan tengah berbaring di ranjang ukuran king size pada sebuah kamar. Hanya saja, ada yang membedakan di antara keduanya.Jika salah satu dari mereka tengah terlelap dalam tidur nyenyak, maka salah satu dari mereka masih membuka kelopak matanya dengan lebar. Iris hazzle itu bergerak ke atas, bawah, kanan dan kiri. Memutar beberapa kali. Meneliti setiap apa yang bisa dijangkau pandangan.Baru saja Ava terbangun dari tidur lelap ya. Sesuatu membuat dirinya merasakan rasa ingin yang teramat sangat. Wanita itu menggigit bibir bawah, sesekali melirik keberadaan sang suami yang masih tertidur.Ada keraguan dalam dirinya untuk meminta apa yang diinginkan pada Kafka. Hanya saja, kalau tidak diwujudkan ia merasa gelisah.
89. Sabar*** "Begini?""Potongannya nggak rapi.""Begini?""Matengnya nggak rata.""Begini?""Bentuknya nggak kayak hati.""Begini?""Kuningnya pecah." "Begini?""Sayang. Bentuknya kurang sempurna." Kafka meremas dan mengacak rambutnya kasar, merasa frustrasi dengan apa yang diinginkan sang istri. Ini ke sekian kali ia mencoba tetapi tidak ada satu pun yang pas dengan yang dikehendaki Ava."Yang bagaimana lagi, Sayang?" tanya Kafka dengan wajah yang menunjukkan kekesalan.Tahu apa yang terjadi pada suaminya, bibir Ava mengerucut. Ia melipat tangan di depan dada sembari membuang muka ke samping. "Tapi memang semuanya tidak ada yang sesuai seleraku," ucapnya cemberut."Ini udah pas, Sayang.""Belum." Tahu apa yang diminta Ava pada Kafka pagi ini sebagai menu sarapannya? Telur cep
96. Ending ***Empat tahun kemudian. "Darren. Om datang!" teriak Rasya ketika memasuki rumah besar Tuan Yarendra. "Lihat nih Om bawa apa?" teriaknya lagi dengan mengangkat tangan kanan di mana sebuah paperbag terlihat di sana. Sedang tangan kirinya senantiasa merangkul pinggang Clara di mana keduanya saling melempar senyum. Pasangan pengantin baru ini berjalan memasuki rumah lebih dalam. "Om, Rasya." Seorang bocah dengan kaus berwarna merah bergambar super hero yang katanya selalu diidolakan. Langkah kaki mungilnya mendekati Rasya. Sontak saja Rasya melepaskan rangkulannya pada Clara, berjongkok dan menyambut kedatangan keponakan tercintanya. "Apa kabar jagoan?" "Baik, Om," jawabnya polos dengan senyuman yang menampilkan deretan gigi mungilnya. Pandangan iris hitam legam itu mengarah
95. Menjadi Orang Tua***Suara tangis mungil memecah keheningan malam di mana semilir angin syahdu di luar ruangan memeluk semesta. Cahaya temaram lampu tidur itu tak mampu lagi menenangkan si pemilik daksa kala suara yang menjadi kebanggaan mereka akhir-akhir ini menyapa indra pendengaran.Iris mata hitam legam juga bola mata hazzle itu mengerjap beberapa kali, berusaha menyadarkan diri akan sebuah alarm merdu dari pangeran kecil yang berada pada box kayu yang terletak tidak jauh dari ranjang keduanya.Kafka bangkit lebih dulu, dengan tangan kanan ia mengucek mata. Tangis semakin keras terdengar, bertepatan dengan Ava yang juga mendudukkan diri ia bangkit dari ranjang, menyalakan lampu lalu mendekati box bayi dan melihat putranya menangis."Oh, Sayang. Anak Papa kenapa menangis?" Ia mengulurkan tangan, memegang dagu little
94. Kembali utuh***Suasana aqiqahan putra pertama Kafka diadakan di rumah keluarga besar Yarendra. Ini semua dikarenakan Desi tidak memperbolehkan Kafka dan Ava pulang ke rumah mereka lebih dulu.Selain Desi yang ingin tinggal bersama cucu pertamanya, ia juga ingin membantu merawat anak Ava. Desi tidak ingin menantunya itu merasa kerepotan karena merawat anak mereka seorang diri. Jika Kafka mengatakan dia ingin menyewa seorang pengasuh bayi, Desi selalu mengatakan, “Dirawat keluarga sendiri lebih baik daripada orang lain.” Apa yang diucapkan Desi dibenarkan oleh Kafka dan Ava.Alhasil, Ava dan Kafka pun menuruti keinginan Desi untuk tinggal. Bagaimanapun, mereka juga tahu bagaimana Desi begitu menginginkan hadirnya seorang cucu sejak dulu."Darren sedang apa, Sayang?" tanya Kafka yang baru saja
93. Welcome Darendra***“Sayang, hati-hati!" teriak Kafka saat melihat Ava langsung membuka pintu mobil dan turun begitu saja. Baru saja mobilnya berhenti di depan rumah orang tua Kafka. Namun Ava sudah membuat ia jantungan dengan tingkahnya yang tidak bisa diam. Kehamilan Ava sudah memasuki usia sembilan bulan. Perkiraan Dokter Ava akan melahirkan sekitar seminggu lagi. Bukannya membatasi ruang geraknya, Ava malah semakin menjadi.Jika Kafka melarangnya, Ava akan selalu menjawab, “Sayang, kata orang dulu, saat kehamilan kita menginjak usia tua, atau mendekati hari kelahiran, kita harus banyak gerak. Biar nanti proses kelahirannya lancar dan mudah. Kalau perlu nih, ya, aku harus mengepel rumah sambil jongkok.” Jangan tanyakan wajah Kafka saat Ava mengatakan Ava harus mengepel lantai dengan berjongkok. Kafka segera tu
92. Kedatangan Ava.***Suara pintu diketuk membuat ia membenahi jasnya. "Masuk," ucapnya tegas.Betapa terkejutnya Kafka ketika melihat wanita tadi yang memasuki ruangannya. Oh tidak. Ia lupa tidak memberi pesan pada Rai mengenai wanita ini yang tidak diinginkan kedatangannya."Selamat siang, Pak Kafka," sapanya dengan senyum yang dibuat manis. Percayalah. Bagi Kafka tetap manis senyum Ava.Wanita itu berjalan ke arah meja Kafka dengan berlenggak-lenggok menampilkan bokong sintalnya. Bukannya tergiur, Kafka malah merasa muak."Selamat siang, Ibu Rachel."Wanita bernama Rachel itu bukannya duduk di kursi yang tersedia, melainkan duduk di meja Kafka tepat di samping pria itu. Telunjuknya bergerak pelan di atas meja. "Bagaimana kalau panggil Rachel saja?"Kafka menarik tangannya dari atas meja k
91. Terima kasih, Sayang. ***Kafka memandang horor ibu-ibu berdaster di depan mobilnya. Ia menatap Rani yang menampakkan raut wajah tidak enak hati padanya. Wanita itu mendekati ibunya."Bu. Bukan. Ini atasannya Rani di kantor," ucapnya pelan namun masih bisa didengarkan Kafka.Bola mata ibu Rani semakin terkejut. "Kamu pacaran sama bos kamu?""Wah. Rani dapat pacar bos besar," ucap ibu-ibu yang lain.Rani menepuk keningnya. Sedangkan Kafka melipat tangan di depan dada merasa tidak perlu meladeni mereka. "Bukan ibu-ibu!" teriak Rani.Ia menunjuk keberadaan Kafka. "Dia bos Rani. Sudah punya istri. Dia datang mau beli rujaknya Mbak Wati. Soalnya istrinya lagi ngidam.""Oalah." Terlihat jelas raut kekecewaan di wajah ibu-ibu itu."Mari, Pak saya antar ke warung Mbak Wati." Kafka mengangguk. Ia b
90. Rujak***Kafka baru saja keluar dari ruang meeting bertepatan dengan ponselnya yang berbunyi. Nama Ava yang tertera membuat pria itu segera menggeser tombol hijau ke atas, ditempelkan benda pipih itu ke telinganya."Ya, Sayang," sapanya. Ia sedikit memberikan senyum hangat pada kolega yang baru saja keluar dari ruang rapat bersama dengan Rasya."Sayang. Aku pengen rujak. yang—""Rujak, ya? Siap. Akan aku belikan sekarang juga. Sabar, ya, Sayang," ucap Kafka. Ia melangkah cepat ke ruangannya. Setiap Ava meminta sesuatu untuk kehamilannya Kafka selalu bersemangat."Tapi—""Tenang, Sayang. Aku akan carikan. Apa pun yang kamu mau akan aku belikan. Bahkan kalau aku harus mencarinya ke ujung dunia, akan aku lakukan untukmu. Sudah dulu, ya. Aku akan mencarinya."Ia memasuki ruangan p
89. Sabar*** "Begini?""Potongannya nggak rapi.""Begini?""Matengnya nggak rata.""Begini?""Bentuknya nggak kayak hati.""Begini?""Kuningnya pecah." "Begini?""Sayang. Bentuknya kurang sempurna." Kafka meremas dan mengacak rambutnya kasar, merasa frustrasi dengan apa yang diinginkan sang istri. Ini ke sekian kali ia mencoba tetapi tidak ada satu pun yang pas dengan yang dikehendaki Ava."Yang bagaimana lagi, Sayang?" tanya Kafka dengan wajah yang menunjukkan kekesalan.Tahu apa yang terjadi pada suaminya, bibir Ava mengerucut. Ia melipat tangan di depan dada sembari membuang muka ke samping. "Tapi memang semuanya tidak ada yang sesuai seleraku," ucapnya cemberut."Ini udah pas, Sayang.""Belum." Tahu apa yang diminta Ava pada Kafka pagi ini sebagai menu sarapannya? Telur cep
88. Permintaan tengah malam.***Waktu menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Dua insan tengah berbaring di ranjang ukuran king size pada sebuah kamar. Hanya saja, ada yang membedakan di antara keduanya.Jika salah satu dari mereka tengah terlelap dalam tidur nyenyak, maka salah satu dari mereka masih membuka kelopak matanya dengan lebar. Iris hazzle itu bergerak ke atas, bawah, kanan dan kiri. Memutar beberapa kali. Meneliti setiap apa yang bisa dijangkau pandangan.Baru saja Ava terbangun dari tidur lelap ya. Sesuatu membuat dirinya merasakan rasa ingin yang teramat sangat. Wanita itu menggigit bibir bawah, sesekali melirik keberadaan sang suami yang masih tertidur.Ada keraguan dalam dirinya untuk meminta apa yang diinginkan pada Kafka. Hanya saja, kalau tidak diwujudkan ia merasa gelisah.