Share

31. Penyiksaan

Author: Evie Edha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

31. Penyiksaan

***

Suara ketukan pintu terdengar. Fokus Ava yang sebelumnya pada laptop di hadapannya teralihkan. "Masuk!" Teriaknya pada seseorang di luar pintu.

Tanpa menunggu mengetahui siapa yang mengetuk pintu, Ava kembali mengalihkan pandangan pada layar persegi di hadapannya. Jari lentik bergerak lincah di atas keyboard.

Merasa seseorang berdiri di depan mejanya, Ava mendongak. Ia melempar senyum tipis pada perempuan berambut cokelat yang merupakan salah satu pegawai barunya. "Ada apa?" tanyanya kemudian.

"Ada seorang wanita yang ingin bertemu dengan Mbak Ava," jelasnya pada Ava.

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Menjadikanmu Milikku   32. Maaf

    32. Maaf *** Setelah beberapa saat menangis dalam pelukannya, suara isakkan tidak lagi terdengar dari Clara. Sepertinya perempuan itu sudah merasa baikan. "Sudah tenang?" tanya Ava yang dijawab sebuah anggukan. Pelukan mereka terlepas. Ava memandang wajah sahabatnya yang tampak kacau Ajibata tangis. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan sang sahabat. "Jadi, Andi sudah pindah ke Jepang sejak sebulan lalu?" Ava membuka percakapan. Clara mengangguk. Tangan kanannya terangkat untuk membersihkan jejak air mata di pipi. "Kurang lebih segitu." "Sejak saat itu apa kalian tidak pernah lagi berkomunikasi?" Clara menggeleng. Ava hanya bisa menghela napas dalam. "Lalu bagaimana bisa kamu secepat itu menemukan pengganti Andi?" "Waktu itu aku sedang sendirian di cafe. Tiba-tiba seorang pria lewat dan tidak sengaja menumpahkan minumannya pad

  • Menjadikanmu Milikku   33. Kekesalan Kafka

    33. Kekesalan Kafka *** Seperti biasa, Kafka selalu memasuki apartemen Ziqry tanpa permisi. Apalagi kali ini ia datang dengan membanting pintu secara kasar, membuat si empunya terkejut dan berjingkat di sofa. Tidak memedulikan tatapan Ziqry yang penuh kebingungan ia membanting tubuh pada sofa tepat di samping sang sahabat. Ziqry berkomentar, "Kau kenapa? Datang-datang membuat orang jantungan saja. Bisa tidak kalau datang dengan cara yang biasa saja?" maki pria dengan celana tanpa kaus itu pada Kafka. Kafka melirik tajam pada keberadaan Ziqry, ia mengembuskan napas dalam sebelum bercerita, "Aku kira Ava dan kakakku akan bercerai karena masalah kemarin. Tapi hari ini, aku melihat Rasya meminta maaf pada Ava yang berakhir mereka di atas ranjang," jelasnya. "Sialan," umpatnya, "bahkan aku harus meliha

  • Menjadikanmu Milikku   34. Rencana Liburan

    34. Rencana Liburan *** Kafka menatap Ava yang menangis di bawahnya. Ia menarik napas dalam dan bangkit dari atas tubuh ringkih itu. Duduk di ranjang pada kamar ruangan Ava di toko. Niat hati ingin menyatukan tubuh mereka kini hilang sudah akibat rasa tidak tega. Kafka meraup kasar wajahnya, menyesali apa yang ia lakukan. Hampir saja dirinya melecehkan Ava. Hal ini pernah ia lakukan beberapa waktu lalu. Sebesar ini cintanya pada perempuan itu yang membuat dirinya buta. Beruntung ia kali ini disadarkan kembali. "Maafkan aku, Va. Aku hanya terlalu mencintai kamu sampai aku lepas kontrol seperti ini. Aku sudah merasa frustrasi untuk mendapatkan kamu." Tidak ada jawaban dari Ava, hanya ada suara Isak tangis yang terdengar. Menghela napas dalam kembali, ia menoleh, menatap Ava yang masih meringkuk d

  • Menjadikanmu Milikku   35. Ajakan Desi

    35. Ajakan Desi *** Berdiri di balkon kamar, Tasya memandang ke arah depan. Tangan kanan terlipat memeluk perut sebagai penyangga tangan kiri yang kini sedang menerima panggilan. Terkadang, ia harus berjalan ke sana kemari saat mendengar serentetan perkataan seseorang di seberang sana. "Pokoknya kamu besok harus ikut, ya?" Ingatkah kalian dengan acara keluarga Yarendra yang akan pergi berlibur? Di seberang sana Desi tengah membujuk Tasya agar mau untuk ikut. "Tapi, Tan? Apa boleh Tasya ikut acara keluarga Tante. Itu, kan acara keluarga? Tasya hanya orang luar." "E. Kata siapa kamu orang luar. Kamu itu Tante jodohkan dengan Rasya. Dengan kata lain calon istri Rasya. Bukan orang luar, Sayang." Desi memotong ucapannya. "Tante. Tante serius soal itu? Rasya masih mempunyai

  • Menjadikanmu Milikku   36. Puncak

    36. Puncak *** Dua mobil Audy dan satu mini kooper telah terparkir rapi di depan sebuah villa yang terlihat megah. Dua sosok pria dewasa mengait pinggang wanita di sampingnya mesra setelah mengeluarkan barang bawaannya dari bagasi mobil. Akan tetapi, seorang pria tampan dengan wajah datar menatap bangunan di hadapannya. Ia menoleh ke arah sang papa lalu bertanya, "Kenapa musti di sini. Di Malang, kan juga banyak tempat seperti ini?' Yarendra terkekeh mendengar pertanyaan putra bungsunya. "Sekali-kali Papa ingin keluar dari tempat tinggal Papa." Kening Kafka terlipat, satu alisnya menukik tajam. "Kenapa tidak sekalian pergi ke luar negri?" dengusnya. Tanpa memedulikan sekitar ia melenggang begitu saja memasuki villa dengan menarik koper menggunakan tangan kanan. Tidak menghiraukan seorang wanita yang sedari

  • Menjadikanmu Milikku   37. Kebun Teh

    37. Kebun Teh *** Menggunakan celana selutut dan tubuh dalam keadaan topless, Kafka menggosok rambut basah setelah mandi dengan handuknya. Berjalan kearah jendela guna melihat pemandangan dari dalam kamar. "Indah," ucapnya dengan wajah datar. Sesaat kemudian wajah itu berubah menjadi mimik sendu. "Andai saja Ava menjadi milikku, mungkin saat ini kami tengah bahagia menikmati pemandangan ini," ucapnya dengan penuh harapan. Ya. Kafka membayangkan seandainya saat ini Ava menjadi istrinya. Duduk pada sofa menikmati pemandangan perkebunan melalui jendela kamar. Dengan Ava yang duduk mesra di atas pangkuan, tidak lupa juga pelukan posesif yang ia daratkan pada perut perempuan itu. Juga dagu yang ia tumpukan pada pundak mulusnya. "Hufffh." Kafka mengembuskan napas secara kasar setelah ia menghirupnya dalam. P

  • Menjadikanmu Milikku   38. Pengakuan

    38. Pengakuan *** "Aa." Gerakan tidak terduga dari Kafka yang menyeretnya begitu saja membuat Ava terkejut. Dengan langkah susah ia menggerakkan kakinya, mencoba untuk menendang pria itu. Namun, cengkeraman tangan Kafka begitu kuat, cukup membuat Ava merasakan nyeri pada tangannya. "Sakit. Kafka lepas." Ava memukul tangan kekar yang menggenggam tangannya. Berharap pria itu mau melepaskan cengkeramannya. Hanya saja apa yang dilakukannya tentu saja tidak akan membuahkan hasil sama sekali melihat betapa kuatnya cengkeraman itu. Ava semakin dilanda ketakutan, sekelebat bayangan beberapa waktu lalu kembali melintas. Bagaimana jika kali ini Kafka benar-benar melakukannya? Ah. Siapa yang bisa menebak pria di depannya saat ini, karena Kafka yang sekarang bukanlah sosok yang dulu ia kenal. Setidaknya itulah yang Ava rasa saat ini. "Kafka le

  • Menjadikanmu Milikku   39. Takut

    39. Takut *** Tasya memijit keningnya setelah ia keluar dari ruangan pemeriksaan, pusing masih sedikit melanda meski tidak separah sebelumnya. Tadi pagi, entah kenapa kepalanya mendadak sakit tidak tertahankan, sehingga bangkit rasanya susah. Itu pula yang membuat dirinya urung menuruti permintaan Tante Desi. Entah apa yang terjadi, pusing membuat dirinya seperti diputar-putar. Beruntunglah Revan yang berkunjung sebelum berangkat tadi pagi, dan lebih bersyukur lagi pria itu mau membawanya ke rumah sakit. "Coba batasi dulu aktifitas kamu, ganti dengan olahraga atau yoga. Biar fit tubuhnya," ucap Revan yang kini menuntun dirinya dari samping. Tasya tidak dapat membatah perkataan itu karena apa yang diucapkan Revan ada benarnya. Ya, dokter mengatakan kalau dirinya kelelahan dan terlalu banyak pikiran. Mungkin benar dia butuh istirahat.

Latest chapter

  • Menjadikanmu Milikku   96. Ending

    96. Ending ***Empat tahun kemudian. "Darren. Om datang!" teriak Rasya ketika memasuki rumah besar Tuan Yarendra. "Lihat nih Om bawa apa?" teriaknya lagi dengan mengangkat tangan kanan di mana sebuah paperbag terlihat di sana. Sedang tangan kirinya senantiasa merangkul pinggang Clara di mana keduanya saling melempar senyum. Pasangan pengantin baru ini berjalan memasuki rumah lebih dalam. "Om, Rasya." Seorang bocah dengan kaus berwarna merah bergambar super hero yang katanya selalu diidolakan. Langkah kaki mungilnya mendekati Rasya. Sontak saja Rasya melepaskan rangkulannya pada Clara, berjongkok dan menyambut kedatangan keponakan tercintanya. "Apa kabar jagoan?" "Baik, Om," jawabnya polos dengan senyuman yang menampilkan deretan gigi mungilnya. Pandangan iris hitam legam itu mengarah

  • Menjadikanmu Milikku   95. Menjadi Orang Tua

    95. Menjadi Orang Tua***Suara tangis mungil memecah keheningan malam di mana semilir angin syahdu di luar ruangan memeluk semesta. Cahaya temaram lampu tidur itu tak mampu lagi menenangkan si pemilik daksa kala suara yang menjadi kebanggaan mereka akhir-akhir ini menyapa indra pendengaran.Iris mata hitam legam juga bola mata hazzle itu mengerjap beberapa kali, berusaha menyadarkan diri akan sebuah alarm merdu dari pangeran kecil yang berada pada box kayu yang terletak tidak jauh dari ranjang keduanya.Kafka bangkit lebih dulu, dengan tangan kanan ia mengucek mata. Tangis semakin keras terdengar, bertepatan dengan Ava yang juga mendudukkan diri ia bangkit dari ranjang, menyalakan lampu lalu mendekati box bayi dan melihat putranya menangis."Oh, Sayang. Anak Papa kenapa menangis?" Ia mengulurkan tangan, memegang dagu little

  • Menjadikanmu Milikku   94. Kembali Utuh

    94. Kembali utuh***Suasana aqiqahan putra pertama Kafka diadakan di rumah keluarga besar Yarendra. Ini semua dikarenakan Desi tidak memperbolehkan Kafka dan Ava pulang ke rumah mereka lebih dulu.Selain Desi yang ingin tinggal bersama cucu pertamanya, ia juga ingin membantu merawat anak Ava. Desi tidak ingin menantunya itu merasa kerepotan karena merawat anak mereka seorang diri. Jika Kafka mengatakan dia ingin menyewa seorang pengasuh bayi, Desi selalu mengatakan, “Dirawat keluarga sendiri lebih baik daripada orang lain.” Apa yang diucapkan Desi dibenarkan oleh Kafka dan Ava.Alhasil, Ava dan Kafka pun menuruti keinginan Desi untuk tinggal. Bagaimanapun, mereka juga tahu bagaimana Desi begitu menginginkan hadirnya seorang cucu sejak dulu."Darren sedang apa, Sayang?" tanya Kafka yang baru saja

  • Menjadikanmu Milikku   93. Welcome Darendra

    93. Welcome Darendra***“Sayang, hati-hati!" teriak Kafka saat melihat Ava langsung membuka pintu mobil dan turun begitu saja. Baru saja mobilnya berhenti di depan rumah orang tua Kafka. Namun Ava sudah membuat ia jantungan dengan tingkahnya yang tidak bisa diam. Kehamilan Ava sudah memasuki usia sembilan bulan. Perkiraan Dokter Ava akan melahirkan sekitar seminggu lagi. Bukannya membatasi ruang geraknya, Ava malah semakin menjadi.Jika Kafka melarangnya, Ava akan selalu menjawab, “Sayang, kata orang dulu, saat kehamilan kita menginjak usia tua, atau mendekati hari kelahiran, kita harus banyak gerak. Biar nanti proses kelahirannya lancar dan mudah. Kalau perlu nih, ya, aku harus mengepel rumah sambil jongkok.” Jangan tanyakan wajah Kafka saat Ava mengatakan Ava harus mengepel lantai dengan berjongkok. Kafka segera tu

  • Menjadikanmu Milikku   92. Kedatangan Ava

    92. Kedatangan Ava.***Suara pintu diketuk membuat ia membenahi jasnya. "Masuk," ucapnya tegas.Betapa terkejutnya Kafka ketika melihat wanita tadi yang memasuki ruangannya. Oh tidak. Ia lupa tidak memberi pesan pada Rai mengenai wanita ini yang tidak diinginkan kedatangannya."Selamat siang, Pak Kafka," sapanya dengan senyum yang dibuat manis. Percayalah. Bagi Kafka tetap manis senyum Ava.Wanita itu berjalan ke arah meja Kafka dengan berlenggak-lenggok menampilkan bokong sintalnya. Bukannya tergiur, Kafka malah merasa muak."Selamat siang, Ibu Rachel."Wanita bernama Rachel itu bukannya duduk di kursi yang tersedia, melainkan duduk di meja Kafka tepat di samping pria itu. Telunjuknya bergerak pelan di atas meja. "Bagaimana kalau panggil Rachel saja?"Kafka menarik tangannya dari atas meja k

  • Menjadikanmu Milikku   91. Terima kasih, Sayang.

    91. Terima kasih, Sayang. ***Kafka memandang horor ibu-ibu berdaster di depan mobilnya. Ia menatap Rani yang menampakkan raut wajah tidak enak hati padanya. Wanita itu mendekati ibunya."Bu. Bukan. Ini atasannya Rani di kantor," ucapnya pelan namun masih bisa didengarkan Kafka.Bola mata ibu Rani semakin terkejut. "Kamu pacaran sama bos kamu?""Wah. Rani dapat pacar bos besar," ucap ibu-ibu yang lain.Rani menepuk keningnya. Sedangkan Kafka melipat tangan di depan dada merasa tidak perlu meladeni mereka. "Bukan ibu-ibu!" teriak Rani.Ia menunjuk keberadaan Kafka. "Dia bos Rani. Sudah punya istri. Dia datang mau beli rujaknya Mbak Wati. Soalnya istrinya lagi ngidam.""Oalah." Terlihat jelas raut kekecewaan di wajah ibu-ibu itu."Mari, Pak saya antar ke warung Mbak Wati." Kafka mengangguk. Ia b

  • Menjadikanmu Milikku   90. Rujak

    90. Rujak***Kafka baru saja keluar dari ruang meeting bertepatan dengan ponselnya yang berbunyi. Nama Ava yang tertera membuat pria itu segera menggeser tombol hijau ke atas, ditempelkan benda pipih itu ke telinganya."Ya, Sayang," sapanya. Ia sedikit memberikan senyum hangat pada kolega yang baru saja keluar dari ruang rapat bersama dengan Rasya."Sayang. Aku pengen rujak. yang—""Rujak, ya? Siap. Akan aku belikan sekarang juga. Sabar, ya, Sayang," ucap Kafka. Ia melangkah cepat ke ruangannya. Setiap Ava meminta sesuatu untuk kehamilannya Kafka selalu bersemangat."Tapi—""Tenang, Sayang. Aku akan carikan. Apa pun yang kamu mau akan aku belikan. Bahkan kalau aku harus mencarinya ke ujung dunia, akan aku lakukan untukmu. Sudah dulu, ya. Aku akan mencarinya."Ia memasuki ruangan p

  • Menjadikanmu Milikku   89. Sabar

    89. Sabar*** "Begini?""Potongannya nggak rapi.""Begini?""Matengnya nggak rata.""Begini?""Bentuknya nggak kayak hati.""Begini?""Kuningnya pecah." "Begini?""Sayang. Bentuknya kurang sempurna." Kafka meremas dan mengacak rambutnya kasar, merasa frustrasi dengan apa yang diinginkan sang istri. Ini ke sekian kali ia mencoba tetapi tidak ada satu pun yang pas dengan yang dikehendaki Ava."Yang bagaimana lagi, Sayang?" tanya Kafka dengan wajah yang menunjukkan kekesalan.Tahu apa yang terjadi pada suaminya, bibir Ava mengerucut. Ia melipat tangan di depan dada sembari membuang muka ke samping. "Tapi memang semuanya tidak ada yang sesuai seleraku," ucapnya cemberut."Ini udah pas, Sayang.""Belum." Tahu apa yang diminta Ava pada Kafka pagi ini sebagai menu sarapannya? Telur cep

  • Menjadikanmu Milikku   88. Permintaan Tengah Malam

    88. Permintaan tengah malam.***Waktu menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Dua insan tengah berbaring di ranjang ukuran king size pada sebuah kamar. Hanya saja, ada yang membedakan di antara keduanya.Jika salah satu dari mereka tengah terlelap dalam tidur nyenyak, maka salah satu dari mereka masih membuka kelopak matanya dengan lebar. Iris hazzle itu bergerak ke atas, bawah, kanan dan kiri. Memutar beberapa kali. Meneliti setiap apa yang bisa dijangkau pandangan.Baru saja Ava terbangun dari tidur lelap ya. Sesuatu membuat dirinya merasakan rasa ingin yang teramat sangat. Wanita itu menggigit bibir bawah, sesekali melirik keberadaan sang suami yang masih tertidur.Ada keraguan dalam dirinya untuk meminta apa yang diinginkan pada Kafka. Hanya saja, kalau tidak diwujudkan ia merasa gelisah.

DMCA.com Protection Status