Damian melirik ke arah Merry yang membuka pintu dan menatapnya dengan tatapan yang berapi-api. Benar, wanita itu cemburu mendapati Damian meniduri seorang perempuan lain.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Merry menatap Damian dengan marah.Damian tak menanggapinya untuk beberapa saat dan menyesap rokoknya dengan tenang. Damian melirik ke arah Selena yang mengubah posisi tidurnya, mungkin karena merasa tidak nyaman atau terganggu dengan suara nyaring Merry yang memekikkan telinga.“Kau bilang kau tidak akan menidurinya!” bentak Merry, terlihat dia sangat cemburu.“Kapan aku bilang begitu?” Damian menghela nafasnya panjang, suasana hatinya baru saja membaik, namun sekarang suasana hatinya dibuat suram lagi oleh wanita yang sedang marah.Damian mendapati Selena yang agak menggigil karena balkonnya dibuka. Damian bangkit dan mematikan rokoknya, lalu berdiam diri sejenak di balkon yang sengaja dia buka agar asap rokok tidak mengendap di kam“Hey! Kau ini cabul apa bagaimana?! Bagaimana bisa kau menyuruhku untuk melihat tonjolan itu?!” “Kau melihatnya, kan? Kau ini cabul atau bagaimana...” “Jangan membalasku seperti itu!” “Kau lupa siapa aku? Aku yang memberikanmu tempat tidur yang nyaman seperti ini. Aku yang memberimu makan tiga kali sehari beberapa hari ini.” “Dan kau yang memperkosaku beberapa hari ini, itu sebanding benar-benar tidak sebanding dengan apa yang berikan, tahu! Kau tahu apa yang kau rebut dariku yang tidak ada harganya?!” Selena dan Damian cekcok pagi itu. Selena meneriaki Damian, sementara Damian bicara dengan santai dan dingin, dia terdengar malas untuk membalas Selena namun sepertinya menikmati suasana yang terjadi pagi itu. Baginya, Selena seperti mana baru yang menyenangkan.“Oh, ya? Apa itu?” Damian menatapi Selena, melihatnya dari atas ke bawah dengan gaun malam yang dia gunakan itu, satin berwarna peach itu sangat cocok dengan warna kul
“Kau mau berkeliling?” tanya Rose sambil membawa Selena keluar dari kamarnya. Selena keluar dari kamarnya, dia tak seperti tawanan sekarang jika Rose mengajaknya berkeliling. Belum lagi, dia menggunakan pakaian yang sangat nyaman, dan terlihat elegan. Dia benar-benar tak percaya dengan apa yang dipakaikan pelayan untuknya.Begitu keluar kamar, Selena sedikit ragu. Apakah dia diperbolehkan atau tidak untuk berkeliling. Bukankah jika berkeliling, dia akan tahu letak atau denah rumah itu dan membuatnya mudah kabur. Namun, karena Rose yang mengajaknya berjalan-jalan, dia tak bisa menolak. Toh, jika Rose yang memperlakukannya dengan baik, dia tak akan kabur. Karena jika kabur, jelas jika Rose akan mendapatkan masalah. Sebagai orang yang lebih sering diperlakukan dengan buruk, Selena terhanyut dengan mudah atas kebaikan Rose padanya. Mereka berkeliling, layaknya dua sahabat yang akrab. Dan Cassy awalnya tak ingin ikut serta, namun karena ajakan Rose,
“Bagaimana harimu?” “Ya?” Selena menatap Damian dengan bingung karena pertanyaan Damian. “Kau mendengarnya dengan jelas.” “Ah, iya. Hariku... sedikit buruk, tapi bukan masalah besar,” jawab Selena seadanya. Damian menatapi Selena yang duduk di dekat jendela sambil menatap ke luar jendela. Angin malam masuk ke kamar itu dan menghembuskan rambut Selena. Selena menikmati pemandangan malam itu. Dan Damian yang sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya memperhatikannya dari sudut mata. Matanya beralih ke laptop dengan halus saat Selena menoleh ke arahnya. “Bagaimana... denganmu?” Selena bertanya dengan sedikit ragu. Sikap Damian lebih lembut, bahkan hingga bertanya kabarnya. Dan bagi Selena, sosok manusia yang baik selalu membuatnya ingin bersikap baik padanya juga. Selena bahkan lupa kapan terakhir kali seseorang menanyakan bagaimana harinya. Terlepas sikap Damian selama ini padanya, tindakannya, kekejamannya.
“Bagaimana kabarmu?” Damian membuka kamar Merry dan mendapati Merry yang sedang melepaskan pakaiannya saat itu. Merry sedikit terkejut akan kedatangan Damian. Namun, wajahnya terlihat lebih berseri begitu melihat Damian masuk ke kamarnya. Dia tentu senang melihat pria itu sekarang mendekat. “Oh, hai... Aku baik-baik saja. Apa yang membawamu ke sini?” Merry tersenyum lebar. “Hanya ingin memastikan kabarmu. Kau tidak kelelahan? Belakangan ini kau sering pulang telat juga. Apa bebanmu untuk pesta ulang tahun terlalu berat?” Damian mendekatinya. Damian berdiri tepat di belakang Merry. Menaruh kedua tangannya di lengan Merry. Merry menahan pakaiannya yang belum terbuka sepenuhnya agar tidak jatuh. Namun dia tidak melarang Damian menyentuhnya. Dia malah senang dengan bagaimana Damian mendekat dan menyentuhnya. “Tidak, aku hanya ingin agar tahun ini tetap seperti tahun-tahun sebelumnya, atau justru lebih baik. Aku tidak mau mengacaukan sedi
“Mungkin kau harus menaruh Selena di ruang bawah seperti tawananmu atau tahananmu yang lainnya. Aku enggan melihatnya berada di lorong yang sama dan kamarku berdekatan dengannya,” pinta Merry, suaranya terdengar tak memaksa dan justru terlihat memohon. “Kau dan yang lain cemburu?” Damian tertarik. “Siapa yang tak cemburu saat melihat orang yang dicintai menaruh perhatian berlebih pada orang lain dan perhatian pada diri kita sendiri menjadi kurang?” balas Merry. “Lalu, apa kau cemburu jika aku menyentuh salah satu dari selirku itu?” Damian mengangkat alisnya, menggodanya. “Tentu saja aku cemburu juga. Namun, itu lebih baik dari pada Selena. Selena sangat asing di sini. Berbeda dengan yang lain. Yang lain mungkin merasakan hal yang sama denganku.” Damian terdiam sejenak. Dia memikirkan perkataan Merry. Benar adanya, semua orang bisa salah paham tentangnya. Namun, terlepas dari fakta bahwa dia menyenangi Selena sebagai mainan, karena me
Selena menatapi sarapannya, kali ini dia tak lagi berselera memakan makanan itu. Dia membiarkan piringnya penuh hingga pelayan kembali dan menatapi piringnya yang masih utuh. Pelayan tentunya kebingungan, biasanya Selena akan menghabiskannya tanpa tersisa, dan bahkan meminta tambahan untuk dessert. Dia ingat betul jika Selena sangat menghargai makanan. “Anda belum menyentuhnya sama sekali hari ini,” ucapnya. “Aku tidak nafsu makan. Kau bisa memakannya, jika mau. Tapi, itu sudah dingin. Sebenarnya makanan hangat yang sudah ada di suhu ruang bukan masalah. Tapi jika kau terbiasa makan dalam keadaan hangat, kau bisa membiarkannya,” jawab Selena. “Aku sudah makan, aku mendapatkan makanan yang baik juga. Jika memang tidak dimakan, maka akan dibuang,” balas pelayan seraya mendekat dan mengambil piring Selena. Selena menatapi pelayan itu dengan sedikit ragu. Ada banyak yang ingin dia tanyakan, yang sebenarnya bisa dia tanyakan pada Rose. Namun, kelih
Selena dijepit Damian ke kasurnya, dengan hanya setengah tubuhnya yang berada di atas kasur. Kakinya berdiri tegak, diimpit juga oleh kaki Damian. Yang mana membuat Selena melebarkan matanya terkejut akan tindakan yang dilakukan Damian secara tiba-tiba. “A-apa yang kau lakukan?!” pekik Selena seraya berusaha memberontak dari Damian. Damian memegangi kedua tangan Selena tepat di belakang punggung Selena dengan satu tangannya. Tangannya yang lain menahan kepala Selena agar tidak bisa bergerak juga. Dia menatapi Selena sambil tersenyum puas. Entah kenapa dia sangat suka dengan mangsa yang pemberani namun sebenarnya lemah. Dia puas melihat keberaniannya hilang. “Aku akan memberimu makan.” Damian mengambil piring yang masih berada di nakas dekat kasur.“Sudah kubilang aku tidak nafsu makan, aku tidak mau!” bantah Selena. “Sejak awal, kau itu sangat suka membantah, ya? Kau suka melawan dan kau sangat suka memberontak. Apa karena sebelumnya
“Di mana ini...” Selena menatap langit-langit kamar yang terasa sangat familier baginya. Ditatapnya lama dan kemudian dia terperanjat kaget begitu menyadari itu kamarnya sendiri di sebuah rumah sewa. Dia melirik ke kanan dan ke kiri, mendudukkan dirinya dalam keadaan bingung. Dia menghela nafasnya, entah kenapa untuk beberapa saat hatinya terasa senang. “Apa-apaan semua ini? Axel?” Selena mengernyitkan dahinya dan melirik ke arah pintu kamar. Selena buru-buru keluar dari kamarnya yang mungil itu. Dan menatapi rumahnya dalam keadaan berantakan. Dia ingat pasti ini semua terjadi karena dia bertengkar dengan Axel sebelumnya dan berakhir dengan Axel yang memutuskannya. Selena menghela nafasnya.“Dia benar-benar pergi. Apa bersama dengan gadis itu?” pikirnya. Selena hendak keluar dari rumahnya untuk menghirup udara segar. Dia melirik jam dan itu menunjukkan pagi, namun tak diketahui jam berapa itu terjadi. Selena mendekati pintu rumahnya d
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann