Jovan menatap Selena yang berkeringat dingin di sana. Dia mendesah pelan, cukup putus asa atas apa yang terjadi secara tiba-tiba. Perubahan atmosfer yang terlalu cepat membuatnya sulit mengambil keputusan dengan cepat dan memikirkan hal yang mungkin menguntungkan.
Rekannya satu telah tewas dan dia bersama rekannya yang tersisa sekarang terpojok di dalam helikopter yang sudah dihentikan. Dan derap langkah yang terdengar hati-hati dan bersamaan itu mendekat, musuh sekarang berusaha semakin menyudutkan mereka.Karena yang mereka inginkan mungkin Selena, Jovan sekarang hanya bisa menatap Selena beberapa saat. Saat Selena menatapnya juga dengan kebingungan atas situasi yang terjadi saat itu, sekaligus takut akan apa yang dia hadapi. Tak pernah terbersit di pikirannya dia akan menghadapi situasi seperti ini. Sejak diculik dan ditahan Damian, kehidupan normalnya telah lenyap.“Hey...” panggil Jovan pelan.“Mm?” Selena bergumam dan menatap Jovan yangHarvest terkekeh. Dia jelas-jelas menikmati sosok Damian yang kelihatannya sedang terganggu akibat ketidakhadiran Selena. Selena yang ada bersamanya ini malah terlihat seperti kelemahan baru bagi Damian. Damian mudah terpengaruh dengan kehadiran dan ketidakhadirannya. “Bagaimana jika aku tidak mau?” Harvest mengangkat satu alisnya, seolah menantangnya. Damian menatapnya dengan marah. Secepat kilat dia berpindah tempat dan berdiri tepat di hadapan Harvest. Yang mana Damian langsung mencengkeram kerah baju kemeja Harvest dan membuat Harvest harus menengadah karena kerah pakaiannya ditarik dan dia mulai tercekik. Namun, meski sedikit panik, dia berusaha tenang dan menunjukkan seringainya. “Jangan bersikap seperti ini, Damian. Kenapa kau begitu terpengaruh oleh gadis itu? Kau mencintainya? Kau jatuh cinta pada mainan yang kau pungut dari jalanan?” Harvest seolah memanfaatkan kejadian itu untuk mengejek Damian. “Kau tahu dengan pasti jika dia adala
Selena mengerjapkan matanya. Setelah beberapa waktu dia tertidur secara paksa karena efek cairan yang diberikan perawat padanya, akhirnya dia kembali sadar. Selena menatapi ruang rawat yang membuatnya merasa tenang jika memang berada di tempat seperti rumah sakit. Karena tubuhnya terasa pegal, Selena hendak menggerakkan tubuhnya, namun dia menyadari jika tangannya tak bisa bergerak bebas. Satu tangannya menyingkap selimut yang dia gunakan, dan benar saja. Tangan kirinya diborgol ke brankar yang dia tiduri. Pantas saja dia merasa bahunya yang sebelah kiri juga terasa pegal dan rasanya tidak nyaman. Jadi, dia meregangkan tubuhnya terbatas. Seseorang memasuki ruangan dan membuat Selena menoleh ke pintu. Pintu ruangan itu otomatis dan kembali menutup begitu Harvest masuk. Harvest tersenyum sambil menatap Selena, menyapanya dengan baik dan ramah. Sementara Selena mengernyitkan keningnya. “Bagaimana perasaanmu, Nona Selena? Apa kau merasa baikan?” tanya Harve
“Kau terlalu dekat.” Selena terkekeh canggung sambil menarik wajahnya mundur. Sementara Harvest tetap tersenyum sambil menunggu Selena bicara. Dia terkekeh saat Selena mundur, sepertinya Selena juga penuh kehati-hatian saat ini. Tingkat kewaspadaannya meningkat drastis begitu menyadari dunianya yang normal sudah hilang. “Tidak ada yang memanggil namanya seperti itu kecuali orang-orang tertentu. Dan kau... kelihatannya menjadi orang tertentu itu. Kau bahkan masih terlalu muda, setidaknya kau bisa memanggilnya dengan sebutan kakak,” gumam Harvest. “Dia bukan kakakku, kenapa aku harus memanggilnya kakak? Lagi pula, dia tidak pernah protes bagaimana aku memanggilnya. Tidak, lebih tepatnya aku memang tidak pernah memanggil namanya secara langsung.” Selena mengingat-ingat kapan dia pernah memanggil Damian dengan nama. Seingatnya, dia hanya memanggil Damian dengan ‘hey’, ‘kau’, dan kata ganti lainnya. “Ah, aku mengerti sekarang. Jadi, kau c
Harvest tersenyum setelah menghubungi Damian lewat Luca. Dia kemudian menatap sosok yang sekarang duduk di kursi dengan tertunduk itu. Harvest menatap Jovan yang setengah sadar. Jovan sudah kehilangan banyak darah. Meski lukanya diobati, dia belum makan apa pun sejak kemarin dan membuatnya lemas serta kesadarannya antara ada dan tiada saat itu. “Siapa sangka, aku akan bertemu denganmu lagi.” Harvest mendorong-dorong kepala Jovan yang terlihat tak berdaya sama sekali saat itu. Harvest terkekeh, dia kelihatannya sedang senang. Ada banyak keuntungan yang dia dapatkan dari tragedi kemarin itu. Kesepakatan baru dengan Damian, memperbaiki hubungannya yang renggang, bisa menahan Selena selama beberapa waktu di tempatnya, dan sekarang, dia menemukan sebuah fakta baru tentang pria yang ada di depannya ini. “Aku sudah menghubungi Damian, dia sekarang pasti sudah dalam perjalanan ke sini. Oh, aku sangat penasaran dengan reaksinya tentang apa yang aku dapatkan,” gu
“Baiklah, kalau begitu di mana Selena sekarang?” Damian menenangkan dirinya sendiri, menatap ke arah Axel sejenak lalu menatap Harvest yang akan menjawab pertanyaannya itu. “Oh, Selena tidak di sini. Selena berada di rumah sakit yang berada di pusat kota. Dia harus menjalani perawatan yang lebih serius setelah berusaha kabur dan dia mendapatkan luka yang cukup berat,” jelas Harvest. Damian mengernyitkan dahinya. Dia cukup curiga dengan apa yang dikatakan Harvest. Sejauh Selena bersamanya, Selena tak akan berusaha kabur sampai menyakiti dirinya sendiri. Selena mungkin memang akan berusaha, mengikat arti hidupnya selama ini memang mengusahakan keinginannya. Tapi jika sampai melukai dirinya sendiri, sejauh ini Selena tak melakukannya. Harvest sendiri terlihat santai mengatakannya. Seolah itu bukanlah satu hal yang serius. Tentu saja, itu adalah pertimbangan yang telah dilakukan Harvest juga. “Apa kau sedang bermain-main denganku sekarang?” Damian
Selena membuka matanya, dia merasa kepalanya lebih pusing dari sebelumnya. Dan dia mendudukkan dirinya perlahan sambil memegangi kepalanya. Matanya melirik ke penjuru ruangan yang sudah berbeda dari yang dia ingat. Dia mengerjapkan matanya sabil mengernyitkan. “Di mana lagi ini...” Selena mendesis pelan sambil memijat pelan kepalanya. Selena lantas menatap lurus ke depan. Di mana ada cermin. Di pelipisnya terdapat perban yang masih bisa dia ingat. Tapi di sudut keningnya, dia menemukan perban baru. Dia yakin tidak terluka sama sekali sebelumnya, namun dia malah mendapatkan luka baru secara tidak dia sadari. “Eh? Kapan aku terluka? Aku tidak melakukan apa pun padahal,” gumamnya dengan keheranan. Dan lagi-lagi seperti waktu itu, pintu terbuka begitu dia terbangun. Dan dia bisa melihat Harvest lagi-lagi datang tepat saat Selena bangun. Selena menatap Harvest yang sekarang tersenyum sambil mendekatinya. Tentunya bagi Selena ini sangat mencurigakan. Bagaimana Harvest seolah mengawasiny
“Bagaimana perasaanmu? Demammu sudah turun, ya?” Damian terkekeh pelan sambil menatap Selena yang terduduk di lantai dengan kepalanya yang menengadah ke arahnya. Selena menunjukkan keterkejutannya karena kini dia bertemu lagi dengan Damian. Dia ingat bagaimana Harvest sempat menanyakan jika dia memilih antara Damian atau Harvest, dan secara langsung Selena tentu memilih Damian mengingat hal keji yang dilakukan Harvest padanya.Harvest memberikannya luka baru, yang cukup membuatnya sedikit takut dengan perilaku anehnya. Namun dia tidak menyangka jika Harvest benar-benar mengirimnya kembali pada Damian. Walau dia tak tahu di mana dirinya berada sekarang, di sebuah ruangan polos dan hanya terdapat beberapa kursi saja. Ruangan itu terlihat sepi dan sunyi. “Sayang sekali kau sedang dalam keadaan tidak prima saat ini. Tapi tidak apa-apa, aku akan memikirkan baik-baik hiburan apa yang berhak aku dapatkan,” gumam Damian. “Apa maksudmu?” Selena mengerut
“Aku menunggumu. Selalu. Aku selalu menunggumu.” Selena berkata sambil berusaha menahan air matanya agar tidak menangis lagi. “Aku membutuhkan waktu. Aku berusaha mempercepat semuanya,” balas Axel. “Kau seharusnya membalas surel yang kukirimkan. Semuanya akan lebih cepat jika kau membalasnya dan mengatakan akan melakukan penukaran. Kenapa kau menunggu semua ini terjadi? Ah, padahal aku ingin ini berakhir dengan cepat, namun karena sudah sejauh ini, aku tidak bisa mundur juga.” Damian menyilangkan tangannya. Selena mendudukkan dirinya sambil memegangi kepalanya. Dia merasakan kepalanya pusing lagi. Entah bagaimana luka baru itu didapatnya, namun terasa nyeri dan berdenyut. Axel sedikit khawatir dan panik saat melihat Selena mendudukkan dirinya. Kondisinya terlihat tak baik-baik saja saat ini. Belum lagi, Selena terluka. Dia ingat jika dia menjaganya dengan baik sebelum mereka tertangkap oleh Harvest dan tak ada luka sama sekali waktu itu.
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann