Pencarian
Kevin menghentikan langkahnya di saat ia mendengar suara halus tawanannya.Keivan tersenyum lebar sambil memutarkan tubuh menghadap ke arah Kirana. “Aku mau kamu menjadi pemuas nafsuku. Namun, untuk saat ini aku belum bisa melakukannya. Berdoa saja agar lelaki pecundang itu mau menukarkan kamu dengan sesuatu yang sangat berharga bagi dirinya agar kau terbebas.” Setelah berkata demikian Keivan benar-benar keluar dari kamar itu, meninggalkan Kirana seorang diri dengan beribu pertanyaan.Dari ucapan Kevin yang ambigu, Kirana bisa menyimpulkan jika dirinya dijadikan tawanan untuk ditukarkan dengan sesuatu yang berharga.Namun, dia ditawan karena siapa? Setau Kirana orang tuanya tidak memiliki harta yang sebegitu berharga selain dirinya.Otak Kirana terus berputar untuk menemukan jawaban. Namun, gadis cantik itu belum menemukan benang merah yang membawa dirinya berada di kamar raksasa itu.“pasti sekarang Ayah dan Bunda sedang kelimpungan mencari aku, mereka pasti sangat khawatir,” monolog Kirana.Ia tidak bisa terus-terusan duduk diam seperti ini, sementara orang tuanya sedang mengkhawatirkan dirinya di di luar sana.Kirana mengedarkan pandangan untuk mencari celah supaya ia bisa menyelamatkan diri. Jendela kamar Itu semuanya dipasang teralis. Meskipun demikian, Kirana tidak menyerah Ia terus mencari celah agar bisa lari dari tempat terkutuk itu.Kirana berjalan menuju sebuah pintu yang menghubungkan ke balkon kamar. Sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak kepadanya, karena ternyata pintu itu tidak terkunci. Kirana memantau keadaan di bawah sana, Ia tidak bisa melarikan diri di siang hari karena begitu banyaknya penjaga dengan senapan laras panjang di bawah sana.Gadis itu kembali ke kamar mencoba memutarkan otak. Ia begitu yakin jika lewat pintu pasti dirinya tidak bisa kabur karena pintu tersebut terkunci dari luar.Untuk hari ini ia akan bersikap layaknya gadis polos karena nanti malam Ia baru akan beraksi untuk kabur dari sana.Pintu kembali terbuka dari luar menampakkan seorang wanita dengan nampan berisi makanan memasuki ke kamar tempat Kirana di kurung. Kirana yakin jika itu adalah pelayan.Wanita itu hanya melirik ke arah Kirana sekilas, lalu meletakkan baki berisi makanan tersebut di atas nakas.“Jika tidak ingin kelaparan, makanlah! Sepuluh menit lagi aku akan kembali untuk membereskan makanan ini,” ucap wanita itu dengan nada dingin.Kirana hanya bergeming tanpa berniat menjawab. Namun, dari soroy matanya terlihat jelas Jika gadis mungil itu ingin menanyakan sesuatu.Dengan ragu akhirnya Kirana buka suara, “kalau boleh tahu ini di mana?” tanya Kirana hati-hati.“kita berada di Pulau Tornado. Jangan pernah berpikir untuk kabur dari tempat ini,” ucap wanita itu dengan menatap nyalang ke arah Kirana.“Kau hanya bisa lari dari tempat ini dengan berenang mengarungi samudra,” imbuhnya dengan senyuman sinis menghiasi bibirnya.“Kalau boleh aku tahu, kenapa kalian menculikku?” lagi, Kirana memberanikan diri untuk bertanya.“Karena kau calon istri musuh Bos kami,” jawab wanita bernama Ann itu.“Memangnya Bos kalian siapa?” Kirana kembali melontarkan pertanyaan. Sungguh dirinya begitu penasaran dengan sebab musabab ia bisa berada di kamar asing itu.“Ternyata mulutmu itu begitu cerewet. Apa aku harus menyumbat mulutmu supaya tidak banyak bertanya?” hardik Ann tidak suka.“dengar ya gadis kecil, habiskan makananmu atau kau tidak akan dapat makanan sampai nanti malam,” ucap Ann penuh penekanan. Usai berkata demikian wanita dengan rambut bob itu pun berlalu dari sana.Buliran bening kembali membasahi pipi mulus Kirana seiring dengan suapan demi suapan yang masuk ke mulutnya.Awalnya Kirana tidak berselera untuk makan, tapi kabur dari sana butuh energi yang cukup. Setidaknya ia harus bisa bertahan hidup sampai bantuan datang.Memang Kirana sempat kepikiran jika makanan itu bercampur dengan racun, tapi jika mereka ingin membunuh dirinya Kenapa tidak dilakukan saja dari semalam. Bukankah ia sudah diculik dalam jangka waktu yang lumayan lama?Sementara di sisi lain, Gibran dan keluarganya kini sudah berada di kediaman Revan Alisba.Ketika mendapat panggilan dari calon mertuanya, Gibran sempat syok ketika Revan mengabarkan Kirana diculik. Namun, setelah pria bermata sipit itu memberitahu orang tuanya, Gibran merasa sedikit lebih tenang. Mereka mulai menerka musuh dari mana yang begitu pecundang.Almair langsung memerintahkan bawahannya untuk berkumpul dan membentuk tim untuk mencari keberadaan Kirana.Revan juga tadi sempat menyerahkan nomor ponsel yang menghubungi dirinya kepada Gibran. Namun, ketika bawahan Almair mendeteksi nomor tersebut, nomor itu tidak bisa terdeteksi dan juga tidak terdaftar.Rencana ini memang sudah diatur sedemikian rupa sehingga membuat mereka sedikit kesulitan untuk mencari keberadaan Kirana.Tidak ada yang menyangka hal ini akan terjadi mengingat selama ini pekerjaan mereka berjalan dengan lancar.“Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa Kirana diculik?” tanya Gibran menggebu begitu Ia bertatap muka dengan Revan.“Kami juga tidak ada yang tahu, karena ketika kami bangun di pagi hari, kamar Kirana sudah kosong. Kemudian kami semua mencari Kirana hingga penculiknya menghubungiku dan mengatakan hanya kamu yang bisa membawa Kirana kembali,” papar Revan panjang lebar.“Tolong selamatkan Kirana, Gibran. Dia anak kami satu satunya,” mohon Neimara.Wanita paruh baya itu, begitu awut awutan penampilannya saat ini.“Tante yang tenang ya. Aku janji akan membawa pulang Kirana dengan selamat tanpa ada kekurangan apapun,” ucap Gibran penuh keyakinan dalam menenangkan calon ibu mertuanya itu.“Iya, Nak. Tante percaya sama kamu. Tolong jangan kecewakan Tante,” pinta Neimara penuh harap.“Iya, Tante.” Gibran manganggukkan kepalanya mantap. Tatapannya nyalang, menerawang ke depan sana. Pemuda itu paling tidak suka jika ada yang mengusik dirinya dan juga kesenangannya.“Gibran pasti akan menemukan Kirana, kamu yang sabar ya, Jeng,” Mazaya ikut menimpali menyemangati calon besanya itu.“Iya, Jeng. Aku mohon tolong bantu doakan Kirana supaya dia selamat dan baik-baik saja,” timpal Neimara.Almair mendekati putranya, lalu menepuk lembut bahu Gibran agar pemuda itu beralih menetap ke arah dirinya.“Ada apa, Pa?” tanya Gibran begitu mendapati sang Papa di saat ia memutarkan tubuh.“Kamu tolong selidiki siapa dalang dibalik penculikan ini dan Apa motif mereka. Sementara Papa dan Mama akan berada di sini untuk tetap melanjutkan pesta ini. Kita tidak mungkin bisa membatalkan pesta ini, mengingat semua undangan sudah tersebar luaskan dan waktunya sudah tiba. Lagian, Papa tidak mau musuh kita menari bahagia karena sudah berhasil mencoreng nama baik keluarga kita,” ucap lelaki paruh baya itu panjang lebar.Gibran mengerutkan keningnya. “Bagaimana mungkin pesta bisa berlanjut tanpa ada pengantinya?” Selidiki Gibran.“papa sama Om Revan akan mengumumkan jika kamu dan Kirana sudah resmi menikah tadi pagi. Karena kondisi Kirana yang kurang sehat sehingga akad dipercepat dan kamu sedang menjaga dia di rumah sakit,” ujar Almair memberitahu putranya skenario yang sudah ia susun.“Baik, Pa. Papa memang terbaik,” puji Gibran. “aku akan membersih tuntas orang-orang yang berani mengusikku dan mengacaukan semua rencanaku,” ujar Gibran penuh tekad.“baik. Tolong jangan kecewakan Papa. Bawa menentu Papa kembali dengan selamat tanpa kekurangan sesuatu apapun,” ucap Almair. “informasi sekecil apapun akan menjadi celah untuk kita menemukan Kirana. Tolong laporkan jika ada perkembangan sekecil apapun,” tItah Almair.“Baik, Papa,” jawab Gibran.“Sekarang pergilah, papa akan membicarakan hal ini dengan Om Revan. Kerahkankan semua bawahan terbaikmu. Orang itu sudah mengibarkan bendera perang dengan kita,” imbuh lelaki itu.Gibran menggangguk sebagai respon, lalu pemuda itu berlalu dari sana.Bohong jika Kirana mengatakan dirinya baik-baik saja saat ini, buktinya buliran-buliran bening mengalir begitu saja membasahi pipi mulus itu. Meskipun Kirana sudah bersusah payah untuk tidak menangis, tapi hati kecilnya terus menjerit ketakutan.Ini pengalaman pertama dalam hidupnya, dia diculik dan dibawa ke tempat yang asing. Jangankan mengalaminya, membayangkannya saja Kirana tidak pernah.Setengah jam yang lalu Ann sudah menepati janjinya dengan kembali ke kamar Kirana tanpa mengatakan apapun, wanita yang lebih tua dari Kirana itu membawa kembali nampan yang sudah dikosongkan oleh Kirana.Neymara yang sedang terisak di kamarnya terjatuh pingsan karena tidak mampu menahan lagi rasa sesak yang menjalar di sanubari.Athirah yang dari tadi senantiasa menemani Neymara lekas lari keluar untuk memanggil Revan.Namun wanita cantik itu menghentikan langkahnya ketika mendengar perdebatan antara Abang ipar nya dengan calon besan.“bagaimana mungkin aku berpura-pura bahagia di saat aku be
Menguji kesetiaanBegitu sampai di lantai dasar, Kirana disambut oleh Keivan yang sedang duduk di sofa. Pandangan pemuda itu terus meneliti setiap senti tubuh Kirana tanpa berkedip.Kirana yang di tatap sedemikian rupa, merasa risih.Keivan menarik sebelah sudut bibirnya sebelum lelaki itu bangkit dari duduknya.Tanpa berkata, Keivan berjalan keluar. Ann mengikuti langkah majikannya itu. Kirana kembali mengikuti langkah Ann karena gadis cantik itu tidak ingin kembali diperlakukan kasar oleh wanita yang tidak memiliki hati itu.Kirana mengedarkan pandangannya ke sekeliling, lalu gadis cantik itu begindik ngeri ketika ia melihat semua orang yang berada di sana berwajah sangar denga senjata api menghiasi tangan mereka.“Apa aku harus mengikatnya, Tuan?” tanya Ann ketika mereka sudah berada di dalam sebuah kapal. “Tidak perlu. Dia tidak mungkin menjeburkan dirinya ke dalam laut.” Keivan melirik ke arah Kirana sejenak, lalu pemuda itu lanjut berucap, “Jika memang dia sebodoh itu, m
Kirana menjerit histeri. Meskipun goresan yang diberikan oleh Keivan tidaklah dalam, tapi mampu memberikan sensasi perih bagi seorang Kirana yang tidak pernah terluka.Kirana begitu ketakutan. Mungkin sekarang pipinya yang tergores, bagaimana jika nanti belati itu menancap masuk ke tubuhnya? Kirana tidak dapat membayangkan hal itu. Ia menangis, mohon agar Gibran menolongnya.“Gibran, aku mohon. Tolong turuti keinginannya. Aku takut,” rintih Kirana.“Gimana? Apa kau sudah memutuskannya?” Tanya Keivan. Ia menarik sebelah sudah bibirnya. Menyeringai.Gibran bergeming, tidak ada sahutan darinya.“sayang,” panggil Kirana lagi dengan suara lirih. Ia begitu yakin jika Gibra akan melakukan apapun untuknya. Kirana tahu sebucin apa Gibran kepadanya.“Apa mulutmu itu akan berbicara ketika gadis ini kehilangan nyawa?” kembali Keivan melontarkan pertanyaan.“Sorry Kirana. Aku tidak bisa menolongmu,” ucap Gibran pada akhirnya.“Apakah Pulau itu lebih berarti daripada diriku? Bukannya kamu memil
Awalnya Kirana memang mengikuti langkah kaki Ann. Namun, begitu sampai dibelokkan, Kirana berbelok ke arah lain dengan berlari sekencang-kencangnya. Tujuannya satu, yaitu mencari kapal yang akan membawakan Roy. Kirana harus bisa menyusup kesana. Gadis itu merasa Dewi Fortuna sedang berpihak kepadanya ketika ia mendapati Sebuah kapal yang sedang bertengger indah di pinggir pantai tanpa ada yang menjaga. Kapal itu berbeda dengan kapal yang membawa Kirana tadi. Gegas Kirana berlarian kesana. Celah untuk bisa menyusup ke kapal yang membawa Roy pun Kirana dapatkan. Tanpa ada hambatan dan halangan gadis itu sudah menapak di atas kapal. Namun, siapa sangka Kirana yang sudah mendapatkan angin segar seolah kembali ditampar oleh kenyataan. Gadis cantik itu malah bersembunyi tepat di depan kaki Keivan yang sedang berdiri tegap. Kevin menyempitkan matanya ketika ia melihat Kirana yang sedang berlari ke arah kapal mereka. Keivan tidak bersuara begitupun dengan para bawahannya yang disuruh diam
Bukan Keivan namanya Jika ia tidak menyusun rencana secara matang terlebih dahulu. Cukup sekali Keivan dibohongi oleh Gibran. Ia tidak ingin masuk ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.Roy dan bawahan Keivan mulai berjalan untuk melakukan penukaran, Gibran melirik ke beberapa titik, lebih tepatnya ke posisi di mana parah bawahannya yang merupakan para penembak jitu berada.Gibran heran kenapa mereka tidak juga melakukan tugas mereka sesuai perintahnya.“Kau tidak akan pernah menemukan mereka, karena mereka sudah aku kirimkan ke neraka,” ucap Keivan. Lelaki tampan itu menarik kedua sudut bibirnya. Sementara Gibran, ia terpenjara mendengar ucapan sang musuh. Kini ia paham terhadap situasi saat ini.Rencananya sudah gagal total. Kini ia hanya perlu waspada untuk bisa menjaga agar dirinya bisa keluar dari sini dalam keadaan hidup.Tanpa sepengetahuan Gibran ternyata semua orang yang dia utus di beberapa titik sudah tidak bernyawa lagi dari tadi. Sementara senjata mereka diambil al
TamparanKirana diam terpaku. Kedua tangannya mengepal kuat. Manik indahnya menatap nyalang ke arah sosok lelaki yang teramat sangat ia benci. Lelaki yang membuat dirinya berada di tempat asing ini. Meskipun di satu sisi Kirana bersyukur karena dirinya mengetahui jati diri Gibran sebelum ia terjebak semakin jauh bersama pria belok itu. Namun, hal itu tidak serta merta membuat Kirana menyukai pria asing di hadapannya itu.Kehidupan gadis cantik itu bukan hanya untuk seorang Gibran, yang ia sendiri belum yakin jika lelaki itu sudah mengisi seluruh hatinya atau belum. Ada Ayah dan Bunda yang begitu ia Rindukan. Sepasang suami istri yang sudah tidak muda lagi, akan tapi selalu mesra. Sepasang sosok yang teramat sangat menyayangi Kirana dan selalu menjadikan dirinya bak seorang putri raja.Sosok yang begitu menyebalkan itu menyeringai menatap ke arah Kirana. Ia mengganggu kan kepala kepada Ann sebagai pertanda wanita itu sudah tidak dibutuhkan lagi di sana.Badan yang membungkuk sebagai
Kirana Yang MalangTubuh Kirana didorong hingga terhempas ke atas kasur. Wanita itu menjerit histeri.Perlahan Keivan merangkak naik ke tempat tidur. Lelaki itu berada tepat di atas tubuh Kirana, tapi tidak sampai menindihnya. Ia memposisikan tubuhnya seperti sedang push up.“Aku mohon jangan,” ucap Kirana dengan suara bergetar hebat. Tubuhnya gemetaran. Matanya terpejam. Kedua tangannya berada di depan dada menahan tubuh Keivan agar tidak menindihnya. Sungguh wanita itu begitu ketakutan. Ia merutuki dirinya yang menampar Keivan.Bagaimana kalau laki-laki ini akan memperkosanya sekarang? Berbagai macam hal negatif terbayang oleh Kirana.Hening.Keivan bergeming, menatap lekat wajah cantik yang sedang ketakutan. Tanpa sadar ia mengukir senyuman tipis.“Aku minta maaf untuk yang tadi. Aku janji tidak akan menamparmu lagi. Aku tidak sengaja tadi. Aku....” ucapan Kirana tergantung karena Keivan menyala.“Aku sebenarnya menyukai Kau menciumku.” ejek lelaki itu.Mata Kirana langsung meloto
Mengintai“Apa Nona baik-baik saja?” tanya Lucy ketika melihat wajah cemas Kirana.“apa pria itu akan menjualku?” Tanya Kirana ragu.“Maaf Nona. Kami tidak tahu,” jawab Luna.Luna dan Lucy, keduanya kembar tidak identik.Kirana membuang nafas kasar. Percuma bertanya kepada mereka.“Apa kalian sudah lama bekerja di sini?” Tanya Kirana. Gadis cantik itu hanya ingin mengalihkan pikirannya saja.“Dari kecil kami sudah tinggal di rumah Tuan besar, karena kedua orang tua kami bekerja pada Tuan besar,” jawab Lucy.“Tuan besar itu siapa?” tanya Kirana penasaran.“Daddy nya tuan muda,” jawab Luna.“Nona. Kami akan merias wajah anda,” ucap Lucy meminta izin.Kirana hanya menggunakan kepala sebagai jawaban.Wajah Kirana di rias dengan make up tipis. Rambutnya di tata rapi. Kedua pelayan itu memang bisa di andalkan. Wajah Kirana terlihat begitu cantik. Ia sudah seperti boneka berbie yang hidup. Kirana yang tidak pernah menggunakan riasan, sekali di rias memang memberi perubahan yang begitu fan
Galih membuka matanya manakala Arunika menyapa dunia. Ia menyibakkan gorden kamarnya, menikmati keindahan yang disajikan alam dari atas gedung pencakar langit.Galih tersenyum miring, ia menertawakan dirinya. Segitu tidak berartinyakah dirinya bagi putra kesayangannya?Galih masih betah berada di sana hingga mentari sudah menyinari bumi. Ia mengusap setetes embun yang membasahi pipi.Sudah lama matanya tidak berair, tapi setiap kali mengingat anak kesayangannya, matanya pasti kelilipan.Lagi, lelaki sepuh itu menertawakan dirinya.Galih baru beranjak dari sana mana kalah mendengar ketukan dari pintu kamarnya.“Masuk,” ucapnya dengan suara serak khas orang tua.“Tuan, waktunya sarapan,” ucap sang pengawal sambil membawa nampan berisi makanan.Setelah sarapan, Galih beserta pengawalnya kembali melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan.Sebuah kota di tengah pegunungan menjadi tujuan dari seorang Galih kyller pagi ini. Kota dingin tanpa salju itu memang cukup memanjakan mata.“Kita lurus s
PelecehanKirana pucat pasi mendengar percakapan kedua lelaki berbeda usia di hadapannya itu. Meskipun polos, tapi Kirana tidak sebodoh itu. Gadis itu jelas tahu jika yang dimaksud oleh si tua bangka itu adalah dirinya.Belum membayangkannya saja sudah membuat Kirana menggigil ketakutan.Kirana tidak berani membayangkan dirinya yang akan melayani pria tua bangka. Lebih tepatnya diperkosa sama pria yang cocok menjadi kakeknya.Entah keluarga macap apa sebenarnya kedua pria yang berada di hadapannya itu.Ingin rasanya Kirana menjerit. Namun, sebisa mungkin ia menahan diri. Kirana memilih berlari ke kamarnya tanpa pamit kepada Galih maupun Keivan.Melihat hal itu, sontak saja kedua pria beda generasi itu mengalihkan atensi ke punggung yang semakin menjauh itu.“Urus dia. Aku akan pergi sekarang,” Gibran bangkit dari duduknya, lalu melongos begitu saja. Semua pelayan menunduk hormat ke arahnya. Sementara Keivan, pria itu memilih menaiki tangga untuk menemui sang tawanan yang tidak memilik
Kirana memutar bola mata malas. Gadis itu kembali menggunakan sepatunya.‘Aku tidak akan pernah kapok sampai aku bisa lolos dari sini,’ batin Kirana.“Jangan pernah bermimpi menjadi Cinderella hanya karena aku memperlakukanmu dengan baik. Sampai kapan pun kau itu tetaplah tawanan dan setiap pergerakanmu selalu dalam pengawasanku,” ucap Keivan penuh penekanan.Pria itu memutar tubuhnya. “Ikut aku!” titah Keivan.Bagai ayam yang sedang mengikuti induknya, Kirana berjalan dengan patuh di belakang Keivan.Keivan menuntun Kirana ke sebuah meja makan yang sudah tersaji berbagai macam hidangan di atasnya.Para pelayan berbaris rapi. Mereka semua menggunakan pakaian seragam.Sejenak Kirana terpesona pada apa yang terdapat di hadapannya. Ia merasa seperti sedang berada di dalam sebuah serial drama Korea yang sering ia tonton.‘Tumben malam ini terlihat normal,’ batin Kirana. Tiga orang pelayan yang pernah masuk ke kamar Kirana, tidak ada satupun di antara mereka yang menggunakan seragam. Terle
Mengintai“Apa Nona baik-baik saja?” tanya Lucy ketika melihat wajah cemas Kirana.“apa pria itu akan menjualku?” Tanya Kirana ragu.“Maaf Nona. Kami tidak tahu,” jawab Luna.Luna dan Lucy, keduanya kembar tidak identik.Kirana membuang nafas kasar. Percuma bertanya kepada mereka.“Apa kalian sudah lama bekerja di sini?” Tanya Kirana. Gadis cantik itu hanya ingin mengalihkan pikirannya saja.“Dari kecil kami sudah tinggal di rumah Tuan besar, karena kedua orang tua kami bekerja pada Tuan besar,” jawab Lucy.“Tuan besar itu siapa?” tanya Kirana penasaran.“Daddy nya tuan muda,” jawab Luna.“Nona. Kami akan merias wajah anda,” ucap Lucy meminta izin.Kirana hanya menggunakan kepala sebagai jawaban.Wajah Kirana di rias dengan make up tipis. Rambutnya di tata rapi. Kedua pelayan itu memang bisa di andalkan. Wajah Kirana terlihat begitu cantik. Ia sudah seperti boneka berbie yang hidup. Kirana yang tidak pernah menggunakan riasan, sekali di rias memang memberi perubahan yang begitu fan
Kirana Yang MalangTubuh Kirana didorong hingga terhempas ke atas kasur. Wanita itu menjerit histeri.Perlahan Keivan merangkak naik ke tempat tidur. Lelaki itu berada tepat di atas tubuh Kirana, tapi tidak sampai menindihnya. Ia memposisikan tubuhnya seperti sedang push up.“Aku mohon jangan,” ucap Kirana dengan suara bergetar hebat. Tubuhnya gemetaran. Matanya terpejam. Kedua tangannya berada di depan dada menahan tubuh Keivan agar tidak menindihnya. Sungguh wanita itu begitu ketakutan. Ia merutuki dirinya yang menampar Keivan.Bagaimana kalau laki-laki ini akan memperkosanya sekarang? Berbagai macam hal negatif terbayang oleh Kirana.Hening.Keivan bergeming, menatap lekat wajah cantik yang sedang ketakutan. Tanpa sadar ia mengukir senyuman tipis.“Aku minta maaf untuk yang tadi. Aku janji tidak akan menamparmu lagi. Aku tidak sengaja tadi. Aku....” ucapan Kirana tergantung karena Keivan menyala.“Aku sebenarnya menyukai Kau menciumku.” ejek lelaki itu.Mata Kirana langsung meloto
TamparanKirana diam terpaku. Kedua tangannya mengepal kuat. Manik indahnya menatap nyalang ke arah sosok lelaki yang teramat sangat ia benci. Lelaki yang membuat dirinya berada di tempat asing ini. Meskipun di satu sisi Kirana bersyukur karena dirinya mengetahui jati diri Gibran sebelum ia terjebak semakin jauh bersama pria belok itu. Namun, hal itu tidak serta merta membuat Kirana menyukai pria asing di hadapannya itu.Kehidupan gadis cantik itu bukan hanya untuk seorang Gibran, yang ia sendiri belum yakin jika lelaki itu sudah mengisi seluruh hatinya atau belum. Ada Ayah dan Bunda yang begitu ia Rindukan. Sepasang suami istri yang sudah tidak muda lagi, akan tapi selalu mesra. Sepasang sosok yang teramat sangat menyayangi Kirana dan selalu menjadikan dirinya bak seorang putri raja.Sosok yang begitu menyebalkan itu menyeringai menatap ke arah Kirana. Ia mengganggu kan kepala kepada Ann sebagai pertanda wanita itu sudah tidak dibutuhkan lagi di sana.Badan yang membungkuk sebagai
Bukan Keivan namanya Jika ia tidak menyusun rencana secara matang terlebih dahulu. Cukup sekali Keivan dibohongi oleh Gibran. Ia tidak ingin masuk ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.Roy dan bawahan Keivan mulai berjalan untuk melakukan penukaran, Gibran melirik ke beberapa titik, lebih tepatnya ke posisi di mana parah bawahannya yang merupakan para penembak jitu berada.Gibran heran kenapa mereka tidak juga melakukan tugas mereka sesuai perintahnya.“Kau tidak akan pernah menemukan mereka, karena mereka sudah aku kirimkan ke neraka,” ucap Keivan. Lelaki tampan itu menarik kedua sudut bibirnya. Sementara Gibran, ia terpenjara mendengar ucapan sang musuh. Kini ia paham terhadap situasi saat ini.Rencananya sudah gagal total. Kini ia hanya perlu waspada untuk bisa menjaga agar dirinya bisa keluar dari sini dalam keadaan hidup.Tanpa sepengetahuan Gibran ternyata semua orang yang dia utus di beberapa titik sudah tidak bernyawa lagi dari tadi. Sementara senjata mereka diambil al
Awalnya Kirana memang mengikuti langkah kaki Ann. Namun, begitu sampai dibelokkan, Kirana berbelok ke arah lain dengan berlari sekencang-kencangnya. Tujuannya satu, yaitu mencari kapal yang akan membawakan Roy. Kirana harus bisa menyusup kesana. Gadis itu merasa Dewi Fortuna sedang berpihak kepadanya ketika ia mendapati Sebuah kapal yang sedang bertengger indah di pinggir pantai tanpa ada yang menjaga. Kapal itu berbeda dengan kapal yang membawa Kirana tadi. Gegas Kirana berlarian kesana. Celah untuk bisa menyusup ke kapal yang membawa Roy pun Kirana dapatkan. Tanpa ada hambatan dan halangan gadis itu sudah menapak di atas kapal. Namun, siapa sangka Kirana yang sudah mendapatkan angin segar seolah kembali ditampar oleh kenyataan. Gadis cantik itu malah bersembunyi tepat di depan kaki Keivan yang sedang berdiri tegap. Kevin menyempitkan matanya ketika ia melihat Kirana yang sedang berlari ke arah kapal mereka. Keivan tidak bersuara begitupun dengan para bawahannya yang disuruh diam
Kirana menjerit histeri. Meskipun goresan yang diberikan oleh Keivan tidaklah dalam, tapi mampu memberikan sensasi perih bagi seorang Kirana yang tidak pernah terluka.Kirana begitu ketakutan. Mungkin sekarang pipinya yang tergores, bagaimana jika nanti belati itu menancap masuk ke tubuhnya? Kirana tidak dapat membayangkan hal itu. Ia menangis, mohon agar Gibran menolongnya.“Gibran, aku mohon. Tolong turuti keinginannya. Aku takut,” rintih Kirana.“Gimana? Apa kau sudah memutuskannya?” Tanya Keivan. Ia menarik sebelah sudah bibirnya. Menyeringai.Gibran bergeming, tidak ada sahutan darinya.“sayang,” panggil Kirana lagi dengan suara lirih. Ia begitu yakin jika Gibra akan melakukan apapun untuknya. Kirana tahu sebucin apa Gibran kepadanya.“Apa mulutmu itu akan berbicara ketika gadis ini kehilangan nyawa?” kembali Keivan melontarkan pertanyaan.“Sorry Kirana. Aku tidak bisa menolongmu,” ucap Gibran pada akhirnya.“Apakah Pulau itu lebih berarti daripada diriku? Bukannya kamu memil