"Aura, akhirnya pihak Alatas Heir menyetujui proyeknya. Urusan kita ini akhirnya beres juga. Selanjutnya tinggal eksekusi langsung," ujar Lulu sambil bersandar di meja kerja Aura dengan lega.Aura bahkan belum sempat duduk. Mendengar hal itu, dia pun tertegun sejenak."Kapan itu dikonfirmasi?""Tadi pagi," jawab Lulu sambil menyerahkan berkas ke arahnya. "Nih, ini versi finalnya. Kalau nggak ada masalah, aku suruh tim langsung lanjut ke tahap pelaksanaan, ya?"Aura diam sebentar, lalu tersenyum sambil berkata, "Oke."Sejak kejadian malam itu di klub, sudah sekitar sepuluh hari berlalu. Jose benar-benar menghilang dari hidupnya. Dia tidak lagi muncul atau menghubunginya, seolah-olah tak pernah ada apa-apa di antara mereka.Jose memang orang yang benar-benar bisa melepas sesuatu tanpa beban.Aura menggigit pelan bibir bawahnya. Padahal ini kabar baik, tapi entah kenapa, ada perasaan aneh di hatinya.Lulu yang tidak mengetahui isi pikiran atasannya, langsung mendekat dan bertanya, "Bu Aur
Aura menenggak lagi satu tegukan besar. "Nggak ada komentar."Akhirnya, saat mabuk mulai menyerang dan kepalanya terasa melayang-layang, Efendi pun mengantarnya pulang.Begitu sampai di gerbang vila, Aura sempat goyah dan hampir terjatuh. Efendi dengan sigap langsung menahan tubuhnya.Setelah berdiri tegak kembali, dia mendorong Efendi pelan dan mengucapkan terima kasih, "Sudah, aku bisa naik sendiri. Sudah malam, kamu pulang aja."Efendi mendecakkan lidahnya dan menggoda sambil bercanda, "Wah, habis dipakai langsung dibuang? Nggak diajak naik buat duduk sebentar?" Efendi memang selalu suka bercanda. Namun, karena Aura sudah mabuk berat, dia pun masuk ke rumah tanpa menoleh dan menutup pintu dengan suara keras.Efendi pun akhirnya kembali ke mobil dan pergi.Yang tidak mereka ketahui adalah, dari kejauhan, sebuah kamera diam-diam merekam momen ketika Efendi memegangi Aura.Keesokan paginya, tepat di hari Sabtu.Aura bangun kesiangan. Namun bukan karena alarm, melainkan karena satu embe
Menatap punggung Anrez yang menjauh, Aura mendecakkan lidahnya perlahan.Sudah menjual anak demi kehormatan, sekarang sikapnya malah sok benar? Kalau ada kompetisi untuk muka tembok, Anrez pasti juara satu. Dia bahkan ingin bertepuk tangan untuk ketebalan muka ayahnya itu.Setelah diam sejenak di tempat tidur, Aura akhirnya bangkit perlahan. Sambil melirik ke arah pembantu, dia berkata, "Ganti semua seprai dan perlengkapan tempat tidur ini."Sang pembantu mengangguk cepat dan segera berlalu. Sementara itu, Aura masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan bersih-bersih. Setelah mengeringkan rambut dan mengenakan pakaian kasual seadanya, dia turun ke lantai bawah.Begitu sampai di ruang tamu, dia langsung melihat Daffa duduk di sofa dengan ekspresi dingin. Sementara itu, Anrez berdiri di sampingnya sambil tersenyum menyanjung. Ekspresinya bahkan lebih rendah hati daripada masa-masa saat dulu Aura masih mengagung-agungkan Daffa.Aura hanya bisa berpikir dalam hati. Mungkin akhir-akhir ini
Aura tersenyum padanya. "Satu-satunya penjelasan dariku adalah aku dan Efendi nggak punya hubungan apa-apa."Kalau dengan pria lain, ya ... belum tentu.Dia berpikir sejenak, lalu meneruskan, "Coba pikir baik-baik dulu, mungkin belakangan ini kamu menyinggung seseorang?""Kamu manfaatin aku dan Efendi buat bikin isu, bukankah itu malah membuatmu malu sendiri?" Aura tersenyum lagi, berusaha terlihat polos saat menatap Daffa. "Jangan-jangan ini ulah pesaing kalian?""Masalahnya sih nggak besar, tapi kok bisa viral banget? Jelas-jelas ada yang main belakang."Padahal tanpa berpikir panjang pun, Aura tahu ini pasti ada hubungannya dengan Ghea. Wanita ini hanya ingin menyingkirkannya supaya bisa naik posisi.Ya sudah, biar Daffa saja yang mencari tahu. Nanti setelah ketahuan pelakunya adalah Ghea, Aura ingin melihat seseru apa drama yang ada.Bagaimanapun, tindakan Ghea ini tidak ada bedanya dengan menginjak-injak martabat Daffa dan Keluarga Santosa. Setelah memikirkan itu, suasana hati Aur
Hari ini adalah hari ibunya Lulu menjalani operasi, jadi dia harus hadir.Di jalan, Aura membeli satu keranjang buah dan satu keranjang bunga. Saat tiba di rumah sakit, Lulu tampak berdiri sendirian di depan ruang operasi, wajahnya terlihat panik dan cemas.Begitu melihat Aura, Lulu seperti menemukan pegangan hidupnya."Aura, aku takut," kata Lulu yang menggenggam tangan Aura erat-erat. Ini adalah momen penentu segalanya.Aura mencoba menenangkan, "Tenang, ibumu orang baik, Tuhan pasti melindunginya. Operasinya pasti berhasil, jangan khawatir."Walaupun berkata seperti itu, Aura tahu bahwa operasi ini bukan operasi kecil. Untuk mengalihkan perhatian Lulu, dia mengajak Lulu duduk dan mulai mengobrol soal pekerjaan.Untungnya tidak lama kemudian, pintu ruang operasi terbuka dan dokter pun keluar. "Operasinya berjalan sangat baik. Tapi, kondisi pasien harus sangat diperhatikan. Jangan sampai kecapekan lagi."Lulu langsung menghela napas lega. Dengan mata memerah, dia terus mengucapkan ter
Saat Aura pulang ke rumah, Anrez sedang duduk di taman.Begitu melihatnya, alis Anrez langsung berkerut. "Kenapa pulang secepat ini? Nggak jalan-jalan lebih lama sama Daffa?"Aura ingin sekali membungkam mulutnya itu. Dia berhenti sejenak, lalu akhirnya tetap menyindir. "Ayah, akhir-akhir ini perusahaan lagi ada masalah ya?"Tangan Anrez yang memegang cangkir teh langsung membeku. Dia menoleh dan melotot pada Aura. "Kamu nggak bisa harapin yang lebih baik ya?"Aura hanya tersenyum tipis. "Bukan begitu, aku cuma lihat Ayah semangat banget dalam menjual anak demi kehormatan. Aku kira perusahaan kita sudah mau bangkrut."Mulutnya memang pedas dari dulu.Begitu ucapan itu dilontarkan, Anrez langsung marah besar dan melemparkan cangkir teh ke arah Aura.Namun, bagi Aura, tindakan itu seperti reaksi orang yang kepergok dan merasa malu. Dia pun tetap tenang, membungkuk untuk mengambil cangkir yang jatuh, lalu meletakkannya kembali di atas meja.Senyumannya sangat manis saat berujar, "Satu set
Begitu bicara sampai di situ, Aura tidak melanjutkan. Dia hanya mengangkat cangkir teh di depan dan meneguknya sampai habis.Dia bukan orang bodoh. Anrez sangat mementingkan harga diri. Dia ingin tampil sebagai ayah yang berwibawa dan berkuasa.Sekarang Anrez sudah minta tolong padanya, jadi atau tidak itu urusan belakangan. Yang jelas, Aura harus mendapat keuntungan dulu darinya.Benar saja, setelah mendengar perkataan Aura, wajah Anrez langsung terlihat penuh harapan. Dia buru-buru bertanya, "Hanya saja apa?"Gaya Anrez ini sama sekali tidak terlihat seperti pemimpin perusahaan besar. Pantas saja setelah kepergian ibunya, Grup Tanjung hampir hancur di tangan Anrez. Kalau bukan karena fondasi kuat yang ibunya bangun dulu, perusahaan itu mungkin sudah bangkrut sejak lama.Aura merasa agak sedih, tetapi juga geli. Ibunya jelas-jelas adalah wanita yang cerdas dan luar biasa. Dia benar-benar tak habis pikir, kenapa ibunya bisa jatuh ke tangan pria seperti Anrez, yang hanya tahu menghancur
"Kak Daffa, aku datang hari ini karena ingin kasih kamu hadiah." Ghea mengeluarkan sebuah kotak yang dibungkus dengan rapi, lalu menyerahkannya ke Daffa. "Buka dan lihatlah."Daffa sempat mengernyit, menatap kotak itu selama beberapa detik. Pada akhirnya, rasa penasaran mengalahkan rasa enggannya. Dia pun membuka kotak tersebut.Begitu melihat isi di dalamnya, wajah tampannya langsung berubah suram."Apa maksudnya ini?" Daffa mengangkat selembar hasil laporan dari dalam kotak itu dan menggoyangkannya di hadapan Ghea. Tak ada sedikit pun ekspresi terkejut atau bahagia di wajahnya.Ghea menggigit bibirnya. "Kak Daffa ... aku hamil. Ini anak kita. Lihat, sudah mulai terbentuk ....""Cukup!" Daffa langsung menyelanya dengan dahi berkerut. "Langsung saja, kamu mau berapa?"Ghea menatapnya dengan mata membelalak, tak percaya. "A ... apa?"Daffa mengeluarkan sebatang rokok, menyalakannya, lalu mengisapnya perlahan. Dengan nada malas, dia berkata, "Sebut saja angkanya, lalu lakukan aborsi."Gh
"Lepasin." Aura sedikit kesal. Apalagi dia sangat lelah karena Jose tadi. Sekarang, yang dia inginkan hanya beristirahat dengan tenang."Aku ini tetap lebih tua darimu, apa perlu marah-marah begitu?" Lantaran Anrez sedang tidak berada di rumah, Serra pun tidak bersikap lembut dan manis seperti saat di hadapan Anrez.Aura menoleh dan menatapnya dingin. "Kamu merasa pantas jadi seniorku?"Serra membelalak. "Kamu ...."Dia mengangkat tangan dan menunjuk Aura. Ketika dia hendak memaki, terdengar suara langkah kaki Anrez dari belakang.Ekspresi Serra langsung berubah, suaranya pun terisak-isak. "Aura, aku cuma mau ngobrol baik-baik. Jangan marah ya?""Aku lihat akhir-akhir ini ayahmu stres banget pikirin perusahaan. Aku pikir kalau kamu punya uang, kamu bisa bantu dia sedikit. Jadi, dia nggak usah sampai capek begitu ....""Nggak usah minta bantuan darinya!" Sebelum Serra selesai bicara, suara berat dan tegas terdengar dari belakangnya.Anrez perlahan naik tangga dan menghampiri mereka. Tat
Aura bukanlah tipe orang yang suka bersikap manja atau sok suci. Apalagi dengan apa yang sudah terjadi sebelumnya, berpura-pura lugu di hadapan Jose hanya akan menjadi bahan tertawaan.Lagi pula, dia sendiri pun merasa jijik. Maka dari itu, dia gesek saja kartunya sampai puas.Jose orang yang terlalu berbahaya. Cukup mencoba. Kalau sampai keterusan dan ketergantungan, itu bisa berbahaya. Aura mungkin bisa terjerat. Daffa saja bukan pria baik-baik, apalagi Jose.Toh Jose sendiri yang bilang tidak suka berutang budi. Jadi, lebih baik segala urusan diselesaikan dengan uang dan selesai sampai di situ. Dengan demikian, tak ada yang saling berutang apa-apa."Simpan baik-baik kartu ini. Anggap saja semua urusan kita sudah lunas," ucap Aura.Jose menengadah menatapnya, tak berkata sepatah kata pun. Tatapan itu membuat Aura sedikit merinding. Dia terdiam sejenak, lalu berdiri dengan membawa semua barang belanjaannya. "Kalau nggak ada yang perlu dibicarakan lagi, aku permisi dulu. Dah!"Setelah
Aura diam saja, memilih menutup mulut.Saat mobil melewati sebuah apotek, Aura menoleh ke Jose. "Berhenti sebentar."Jose menatapnya. "Kenapa?" Meskipun bertanya, kakinya tetap refleks menginjak rem.Aura mengenakan kembali sepatu hak tingginya dan turun dari mobil. Begitu kakinya menyentuh tanah, lututnya lemas sampai dia nyaris terjatuh.Dia berpegangan pada pintu mobil agar tetap berdiri, lalu mengedarkan tatapan tajam pada Jose. Melihat pria itu tetap bersikap tenang seperti tak terjadi apa-apa, Aura menggigit bibir menahan kekesalannya.Pria ini benar-benar pintar berpura-pura. Tadi begitu liar, sekarang malah pasang tampang kalem seperti petapa yang telah terlepas dari hal-hal duniawi.Kalau bukan karena rasa nyeri di pinggangnya yang masih jelas terasa, Aura mungkin akan benar-benar tertipu.Dia mendengus pelan sebelum berjalan masuk ke apotek. Saat kembali ke mobil, tangannya sudah memegang sekotak pil kontrasepsi darurat.Jose menoleh menatapnya. "Beli apa?"Aura menatap balik
Jose terlihat puas. Tangan panjangnya menyentuh bagian bawah jok mobil dan kursi yang tadinya tegak langsung terjatuh ke belakang. Aura yang tanpa persiapan langsung terbaring di bawah tubuh Jose.Posisi ini sangat intim dan menggoda.Wajah Jose memang tampan. Saat Aura menatap wajah itu dari bawah, bahkan kata-kata kasar pun tidak bisa keluar dari mulutnya.Yang bisa dia lakukan hanya melotot dengan geram. "Pak Jose, kamu nggak merasa tindakanmu ini terlalu lancang? Nggak seperti seorang gentleman?"Jose terkekeh-kekeh. "Gentleman? Aku gentleman kok."Suaranya dalam dan berat, seperti ada daya pikat yang menyihir. Aura masih terpaku oleh keseksian suara itu saat Jose kembali membungkukkan badannya.Jose menarik sedikit dasinya, memperlihatkan jakun yang mencolok di lehernya. Aroma tubuh Jose yang harum memenuhi hidung Aura. Dia tahu jelas apa yang akan terjadi selanjutnya.Namun, ini bukan pertama kalinya. Dengan situasi yang sudah sejauh ini, kalau menolak, dia malah akan terkesan so
Aura sungguh kehabisan kata-kata. Dia ... dijadikan sopir oleh Jose?Namun, melihat wajah Jose yang jelas-jelas lagi patah hati karena diselingkuhi, Aura akhirnya tetap menyalakan mobil. Toh tadi Jose juga membantunya.Begitu mobil keluar dari garasi, Aura baru teringat sesuatu. Dia menoleh dan bertanya kepada Jose, "Kita mau ke mana?"Jose menjawab, "Vila."Aura mengangguk pelan, paham maksudnya pasti vila yang waktu itu pernah dia datangi juga. Jadi, dia tidak bertanya lebih lanjut.Suasana di dalam mobil langsung sunyi. Yang terdengar hanya suara napas mereka masing-masing.Saat sudah sampai di garasi vila, Aura menoleh karena melihat Jose belum turun dari mobil. Dia melirik sekilas wajah pria itu.Wajah Jose memang luar biasa. Hidung mancung, garis rahang tegas, mata yang dalam. Bahkan dari samping, wajah ini tetap bisa membuat para wanita langsung jatuh hati.Namun, bibir yang terkatup rapat itu memperlihatkan dengan jelas bahwa suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja.Aura me
Tak jauh dari mobil Aura, dua orang sedang saling tarik-menarik. Aura langsung mengenali mereka. Bukankah itu Kaley dan Ferdy? Dari cara mereka berinteraksi, sepertinya hubungan mereka tidak biasa?Tangan Aura yang sedang menjentikkan abu rokoknya pun berhenti, bahkan dia sampai lupa dengan masalahnya sendiri dan membelalakkan mata menonton drama."Apa maksudmu? Kamu mau lihat aku nikah sama Jose ya?" Suara wanita itu cukup nyaring, langsung menusuk telinga Aura.Ferdy mengangkat tangan, menekan pelipisnya dengan lelah. "Kaley, jangan buat keributan.""Buat keributan?" Kaley tertawa sinis. "Ferdy, kalau kamu benaran laki-laki, sekarang juga masuk dan bilang ke ayahku kalau kamu mau nikahin aku!"Aura benar-benar tercengang! Astaga, ini gosip hangat! Kaley itu tunangan Jose, 'kan? Jadi, sekarang Kaley selingkuh dengan Ferdy?Seketika, Aura langsung teringat kejadian kemarin malam saat dirinya terkena lemparan barang dan kalimat yang keluar dari mulut Jose saat menariknya pergi.Demi men
Melihat Aura yang tampak tenang dan seolah-olah tidak peduli, Anrez nyaris meledak karena kemarahannya.Aura tetap santai, duduk diam sambil menikmati tehnya.Anrez terdiam cukup lama, lalu mendongak menatapnya. "Apa kamu baru akan senang kalau Grup Tanjung benar-benar hancur, ya?"Aura menjawab, "Masih sama seperti tadi. Saham Grup Tanjung nggak boleh dijual!""Hmph, ini bukan sesuatu yang bisa kamu tentukan. Saham itu tetap akan kujual. Kalau kamu benar-benar nggak mau, bujuk saja Keluarga Santosa supaya suntik dana. Begitu uang masuk, aku tentu nggak akan jual saham lagi."Mendengar itu, Aura menunduk sedikit. Jemarinya yang putih pucat memegang cangkir teh dengan lembut. Suhu tehnya pas, tidak panas."Aku bisa saja meyakinkan Keluarga Santosa."Mendengar Aura melunak, Anrez tampak lega. "Nah, begitu dong. Kamu 'kan anakku. Semua ini aku lakukan demi kebaikan keluarga."Keluarga? Aura memalingkan wajah dengan sinis. Mungkin Anrez memang melakukannya demi keluarga. Namun, apa masih a
Aura tiba-tiba terpeleset. Jika tidak segera ditopang oleh pelayan, dia pasti terjatuh."Hati-hati, Bu."Aura menggigit bibir dan tersenyum penuh terima kasih. "Terima kasih ya. Eee ... barusan aku keluar sebentar dan malah nyasar. Boleh tanya, Pak Steven dan Pak Anrez ada di ruangan nomor berapa?"Pelayan itu tersenyum ramah dan sopan. "Oh, Pak Anrez ada di ruang 308. Biar aku antar."Bagaimanapun, gadis secantik Aura tidak terlihat seperti pembohong.Aura mengikuti pelayan itu sampai ke ruang privat Anrez. Saat itu, Anrez sedang duduk minum teh bersama Steven, ayah Efendi.Begitu melihat Aura masuk, ekspresi keduanya langsung berubah. Anrez langsung memasang wajah dingin, jelas-jelas tidak menyambut kedatangannya.Di sisi lain, Steven yang sudah lama berkecimpung di dunia bisnis, hanya menunjukkan keterkejutan sesaat dan langsung tersenyum hangat. "Aura datang juga. Sudah lama nggak ketemu. Kamu nggak pernah main ke rumahku lagi, sini duduk dulu.""Aku baru saja mau ajak Efendi mampi
"Temanku di dalam," kata Aura, hendak menerobos masuk. Namun, dia tetap ditahan oleh petugas yang menjaga pintu."Maaf, Bu, siapa nama temanmu? Dia pesan ruang nomor berapa? Atau kamu bisa telepon dia dan minta dia jemput di depan?"Aura mengernyit. Dia belum pernah ke restoran ini sebelumnya, tidak menyangka sistemnya seribet ini. Padahal cuma restoran, tetapi rasanya seperti masuk kantor intelijen.Aura juga lupa meminta nomor ruangan dari Efendi. Parahnya saat ingin menelepon, dia baru sadar ponselnya kehabisan baterai. Ini benar-benar sial.Saat dia masih memikirkan cara untuk menyelinap masuk, pandangannya menangkap sesosok yang tinggi dan familier sedang berjalan dari arah parkiran.Pria itu mengenakan setelan jas hitam, bahunya lebar dan pinggang ramping. Dia tampak gagah dan berkelas. Siapa lagi kalau bukan Jose?Jose hanya meliriknya sekilas, lalu mengalihkan pandangan dan berjalan tanpa henti. Aura termangu sejenak, lalu akhirnya melangkah maju dan mengadangnya."Ada apa?" Jo