"Aku tahu selama ini kamu dekat dengan Melani. Kamu mau menyampaikan maafku kepadanya?" Vina berbicara dengan Desy di ruang jenguk tahanan.Desy tidak tahu harus menjawab apa. Dia hanya diam dan menatap iba Vina yang memakai baju tahanan. Vina meletakkan jemarinya di atas jemari Desy. Dia berkata, "Aku meneleponmu untuk meminta bantuanmu. Aku benar-benar membutuhkan bantuanmu saat ini. Kamu tahu, sangat berat hidup di tahanan ini. Aku takut, Desy. Aku sangat takut. Aku meminta bantuanmu untuk bicara pada Melani. Tolong bujuk dia agar mau mencabut kasus ini dan mengambil jalan damai. Aku bersedia membayar berapa pun asalkan mereka tidak mengurungku di sini." Netranya berkaca-kaca. Desy tidak tega melihat Vina yang mengiba. Terpaksa dia menganggukkan kepala. "Baiklah, Kak. Aku akan membujuk Melani. Tapi aku juga minta tolong pada Kakak. Bisakah Kakak berjanji untuk tidak mengganggu kehidupan Melani lagi?" mohonnya."Kak Evan mungkin menyukai Melani. Tapi Melani tidak pernah sekali pun
"Bagaimana ceritanya wanita itu dibebaskan? Aku tidak ingin dia membahayakan istri dan anakku lagi jika sampai dia berkeliaran di luar," ujar Deon pada polisi yang sedang bertugas. Dia pergi ke kantor polisi begitu mendengar pelaku penculikan dan percobaan pembunuhan terhadap Nafisa telah dibebaskan."Aku tidak bisa menerima ini, Pak. Dia bisa membahayakan anak dan istriku lagi. Bagaimana pelaku kejahatan akan jera jika dia dibebaskan dengan mudah? Dia bisa mengulangi kejahatannya kapan saja," protes Deon."Tapi, Pak. Istri Bapak sendiri yang meminta agar tersangka dibebaskan." Salah seorang polisi memberi penjelasan. "Kami tidak bisa berbuat apa-apa jika korban sudah mencabut laporannya," ujarnya."Apa? Istriku melakukannya?" Deon merasa frustasi. Dia meninggalkan kantor kepolisian dan pergi menuju rumah Nenek Karmila. Bagaimanapun, Melani harus menjelaskan semua ini.Melani sedang berada di sebuah cafe bersama Desy dan Vina. Mereka pergi ke cafe tersebut begitu Vina keluar dari taha
Seorang lelaki setengah baya yang memakai setelan jas rapi dan peci warna hitam datang bersama dua orang lelaki berpakaian batik. Mereka bertugas untuk menikahkan mempelai laki-laki dan mempelai wanita. Mereka segera duduk di meja pelaminan. Di sana sudah ramai beberapa tamu dari keluarga dan teman dekat Bonita dan Namira."Di mana mempelai laki-laki?" tanya lelaki berpeci pada orang-orang yang duduk di sekitar pelaminan.Semua mata tertuju pada Namira dan Bonita. Mereka seakan meminta penjelasan. Mengapa sampai jam segini mempelai laki-laki belum datang? Bagaimana bisa bapak penghulu yang lebih dulu datang, sementara mempelai laki-laki tidak jelas keberadaannya?Bonita berkali-kali menghubungi Johan, tapi tidak ada jawaban. Dia mulai panik dan menangis. Maskara dan eye liner yang dia kenakan mulai luntur, menciptakan noda hitam di sekitar pipinya yang membentuk aliran air.Tidak hanya Bonita, para tamu yang datang juga merasa panik. Mereka sudah merasa tidak sabar untuk menyaksikan j
"Nafisa tahu Papa Johan ada di mana?" Melani bertanya lembut pada Nafisa. Nafisa terdiam. Dia menatap Melani ragu-ragu. Jangan sampai nenekmu dan mamamu tahu jika Papa ada di sini, Nafisa. Jika tidak, Papa akan dihukum. Terngiang-ngiang ucapan Johan di telinga Nafisa di malam setelah Johan kabur dari rumah dan menyusup ke rumah Nenek Karmila. Nafisa menundukkan kepala. Dia ingat saat semalam Johan tidur di kamarnya. "Mama, malam ini aku mau tidur sendirian. Boleh?" Ingatan Nafisa dan ingatan Melani berada pada kejadian tadi malam di rumah Nenek Karmila. Malam itu, Melani merasa heran dengan sikap Nafisa yang tidak biasa. Namun akhirnya dia menyetujui permintaan Nafisa. Dia meninggalkan Nafisa sendirian di kamar, sementara dia memilih tidur di kamar lainnya. "Mama harus pergi dulu, Nafisa." Melani mengusap lembut rambut ikal Nafisa. Tanpa menunggu jawaban Nafisa, dia memutuskan untuk pergi meninggalkan gedung pernikahan Bonita. Dia mengubah tempat yang ingin dia tuju. Da
Satu per satu tamu undangan di gedung pernikahan Bonita berdatangan, tetapi mempelai laki-laki belum juga datang.Bonita berdiri di pelaminan, hanya ditemani oleh Namira. Saat para tamu undangan memberi selamat padanya, dia hanya bisa memaksakan senyum. Di balik senyum itu, dia sedang menyembunyikan kekecewaan karena mempelai laki-lakinya belum juga memberi kabar.Para tamu undangan tidak ada yang tahu jika Bonita dan Johan belum melakukan janji suci. Hanya sebagian kecil yang mengetahuinya. Bonita dan keluarga sengaja menyembunyikan fakta itu agar tidak membuat malu nama keluarga.Pesta resepsi pernikahan hampir selesai, tetapi Johan belum juga datang. Nafisa mulai merengek mencari keberadaan mamanya, dan itu malah membuat Bonita curiga. Mengapa Johan dan Melani tidak ada pada saat yang bersamaan?“Kita akan mengantarmu ke rumah nenekmu, Nafisa.” Bonita memutuskan untuk mengantar Nafisa pulang. Tidak sendirian, melainkan mengajak Namira dan beberapa anggota keluarga.Saat Nenek Karm
"Kamu tidak apa-apa, Melani? Mantan suamimu itu tidak melukaimu, 'kan?" Nenek Karmila memeriksa seluruh tubuh Melani. Dia bernapas lega saat meyakini tidak ada luka di tubuh Melani. "Tidak apa-apa, Nek." Melani memaksakan senyum. Sejujurnya, hatinya yang sakit. Dia tidak suka semua orang menuduhnya macam-macam. Saat ini, semua orang menganggap dia berusaha menggagalkan pernikahan Bonita. Nenek Karmila dan Melani menghampiri Nafisa yang sedang bermain bersama pelayan. Tiba-tiba, mereka mendengar suara bel rumah berbunyi. Nenek karmila dan Melani saling berpandangan. Jangan-jangan, Bonita dan rombongannya kembali ke rumah ini lagi? "Biar Nenek yang membuka pintu. Kamu di sini saja. Temani Nafisa," ujar Nenek Karmila. Dia segera membuka pintu untuk melihat tamu yang datang. Nenek Karmila melotot melihat tamu yang datang. Seorang laki-laki setengah baya dan istrinya dengan sebuah bingkisan cantik di tangan mereka. Mereka adalah musuh bebuyutan keluarga Atmajaya. "Untuk apa kalian ke
Bonita ke luar kamar menghampiri Johan. Dia berkacak pinggang seraya melotot menatap Johan. Dia berharap, Johan akan berlari kepadanya dan memohon maaf. Namun, yang dilakukan Johan justru pergi ke luar rumah, meninggalkan pengantin baru itu.Johan mengendarai mobil membelah jalanan kota yang tidak terlalu ramai. Dia berada di area rumah Nenek Karmila dan menatap rumah megah itu dari kejauhan. Karena tidak mungkin masuk ke dalam rumah itu lagi, dia memutuskan untuk menyewa penginapan di depan rumah itu.Johan menempati kamar di sebelah kamar Evan. Tepatnya, kamar bekas ditempati Deon dan Aldo. Seperti yang sedang dilakukan Evan, dia sedang mengawasi rumah Nenek Karmila dari jendela. Dua laki-laki itu tampak terus mengawasi rumah Nenek Karmila hingga lampu di beberapa ruangan rumah Nenek Karmila padam yang menandakan bahwa malam sudah sangat larut.Esok harinya, seperti biasa, Evan menunggu kiriman makanan dari Desy. Saat seseorang mengetuk pintu kamarnya, dia bergegas melompat dan bers
“Tolong biarkan aku bertemu dengan Nafisa, Melani.” Johan terus memohon. “’Sebenarnya aku ke sini untuk memberi kabar kepadamu. Aku akan mengambil hak asuh Nafisa,” ujarnya.“Apa?” Nenek Karmila yang baru masuk ke dalam rumah mendengar pembicaraan Johan pada Melani. Dia melebarkan mata menatap Johan.“Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku tidak setuju jika cucuku Nafisa harus hidup dengan seorang laki-laki pengkhianat dan plin-palan sepertimu.” Nenek Karmila berjalan mendekati Johan dan menunjuk tepat ke depan wajah Johan.“Jangan ikut campur, Nek. Bagaimanapun, aku ayahnya. Aku juga mempunyai hak untuk mengasuh anakku. Aku akan menuntut hak pengasuhan Nafisa agar jatuh kepadaku. Lihat saja, aku akan mengurus semuanya di pengadilan.” ujar Johan.Nenek Janet mencebik. “Silakan saja kamu urus semua sampai kamu keluar banyak uang dan kehabisan waktu. Kamu tidak akan menang. Hak asuh Nafisa akan tetap jatuh ke tangan Melani,” ujar Nenek Karmila percaya diri.“Selesaikan urusanmu deng
“Kamu ada waktu dalam minggu-minggu ini, Sayang? Aku ingin pergi berdua denganmu. Sejak pernikahan kita, aku belum sempat mengajakmu berbulan madu.” Deon menyempatkan menelepon Melani di sela-sela kesibukannya bekerja.Di seberang telepon, Melani sibuk mempelajari berkas-berkas perusahaan. “Maafkan aku, Sayang. Kamu tahu akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Aku harus mengurus butik dan juga mengurus perusahaan Ayah.” Melani berkata dengan penuh penyesalan.“Tapi kamu mempunyai banyak karyawan. Kamu bisa mendelegasikan semua pekerjaanmu pada mereka,” bujuk Deon. Dia sangat berharap bisa menikmati waktu berdua dengan istrinya.“Lain kali saja ya? Kamu tahu, aku baru saja membuat kebijakan baru untuk perusahaan ayahku. Aku membuat mereka menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol. Karena kebijakanku itu, perusahaan mengalami penurunan laba yang signifikan. Aku harus memperbaiki semua ini, Sayang.”“Apa? Apa yang kamu lakukan, Melani?” Tiba-tiba Nenek Karmila masuk ke ruang
Melani tampak sangat cantik mengenakan pakaian pengantin warna putih. Pesta pernikahan kali ini diadakan di Ballroom Hotel Alvarendra. Jika biasanya para pengantin akan menyewa gedung pernikahan selama dua atau empat jam saja, rencananya mereka akan memakai ballroom itu seharian penuh, dari pagi hingga malam hari.Banyak sekali tamu undangan yang menghadiri acara pesta pernikahan itu, mulai dari rakyat biasa hingga para pejabat dan rekan kerja Deon. Bahkan, para tamu undangan yang datang dari luar kota bisa menginap di hotel setempat dengan gratis.Tiba saat acara lempar bunga, para pasangan maupun para jomlo berebut buket bunga yang dilempar pengantin.Buket bunga yang dilempar Melani jatuh ke tangan Aldo dan Desy secara serempak. Mereka berdua berebut buket bunga itu dan tidak ada yang mau mengalah.“Kenapa kalian harus berebutan seperti anak kecil? Bukankah kalian akan menikah pada hari yang sama?” sindir Vina yang tia-tiba datang dengan gaun merahnya yang indah. Dia berhasil mereb
“Syarat lagi? Apa itu?” Deon bertanya pada mamanya. Dia akan melakukan apa pun, asalkan kedua orangtuanya mau merestui hubungan pernikahan dia dan Melani.“Papa dan Mama tidak hadir di pesta pernikahan kalian dulu. Jadi, Mama mau kalian mengadakan pesta pernikahan lagi. Kali ini harus meriah. Aku mau seluruh teman Mama dan rekan bisnismu diundang di pesta itu.” Mama Deon berkata panjang lebar.Deon dan Melani saling berpandangan. Mereka mengangguk pasti. Keduanya tersenyum bahagia setelah mendapatkan restu dari kedua orangtua Deon. Rasanya, satu beban yang mengganjal di hati mereka telah terbebas dan lepas.“Sekarang, kita tinggal meminta restu pada ayahmu, Melani,” gumam Deon. Melani mengangguk setuju.“Deon, Mela, bolehkah kami meminta bantuan kalian?” ujar Papa Deon memohon. “Aku ingin bertemu dengan Brian Atmajaya, ayah Melani. Bisakah kalian membawaku ke sana?” lanjutnya.Deon dan kedua orangtuanya pergi untuk menjenguk Brian Atmajaya di Lapas. Sementara, Melani akan menyusul set
“Apa kamu tidak bercanda, Deon? Mela, istrimu?” Mama dan Pap Deon bertanya serempak. Mereka saling berpandangan untuk sejenak. Tidak percaya dengan pengakuan Deon barusan.“Kamu pasti berbohong, Deon! Kamu berbohong agar kami merestui hubungan kalian. Sejak kapan kamu mulai berani berbohong?” Papa Deon menatap tajam anaknya.“Aku setuju! Aku juga menyangsikan ucapanmu, Deon. Mana mungkin Mela adalah istrimu? Jelas-jelas mereka adalah orang yang berbeda. Istrimu berasal dari keluarga kaya raya, sedangkan Mela hanya gadis sederhana yang berasal dari kelas menengah. Mereka sangat berbeda, Deon.” Mama Melani menyangkal.“Pa, Ma, tapi Mela benar-benar telah menjadi istriku istriku. Mela dan Melani adalah orang yang sama. Nama lengkapnya Melani Atmajaya, saat di sekolah dulu, teman-teman kami memanggilnya Mela.” Deon menjelaskan panjang lebar. Dia menghentikan kalimatnya sejenak untuk mengambil napas, kemudian kembali me
“Bagaimana Anda akan mengeluarkan Brian Atmajaya dari penjara?” Aldo bertanya pada Deon. “Apa itu tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku?” lanjutnya.“Itu bukan hal yang sulit.” Deon tersenyum miring. “Kamu tahu, hukum di negara kita bisa dibeli dengan uang dan kekuasaan. Sebenarnya aku tidak ingin membeli hukum, tapi jika itu demi kebaikan, kenapa tidak? Lagi pula aku bukan membela orang yang salah. Bukankah Brian Atmajaya tidak bersalah? Dia hanya dijebak,” ujarnya panjang lebar.“Lalu, apakah menurut Anda Brian Atmajaya akan menepati janjinya? Apa dia berani mengambil tindakan menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol di perusahaannya, sementara tindakan itu mendapatkan pertentangan dari banyak pihak?” Aldo bertanya penasaran. Dia khawatir Brian Atmajaya akan mengingkari janjinya.“Jangan khawatir, Aldo. Aku tidak peduli dengan langkah apa yang akan diambil ayah mertuaku s
Maaf semuanya, dua bab terakhir yang berjudul Direktur Baru dan Ayah Mertua terbalik karena kesalahan teknis saat posting. Seharusnya baca bab Ayah Mertua lebih dulu baru kemudian baca bab Direktur Baru. Sekali lagi mohon maaf ya. Akan segera diperbaiki.Oh ya, kalian juga bisa membaca karya aku lainnya di Good Novel yang berjudul "Dicerai Setelah Malam Pertama" (Nama pena Norasetyana), hanya 40 bab yaFollow juga sosmed-ku juga yaF* Norasetya (Mommykhaa)I* NuurahmaaSelamat malam. Selamat berakhir pekan. Semoga cerita-ceritaku ini bisa menghibur bagi kalian. Semoga kita semua dilancarkan rejekinya dan diberi kesehatan, aamiin.Menjadi Janda Tajir Melintir akan segera tamat di bab 130-an. Selamat membaca. Ikuti terus ceritaku ya.
“Ayah tenang saja. Aku akan mengusahakan Ayah agar segera keluar dari penjara ini,” ujar Deon pasti. “Ayah tidak akan mengingkari janji, ‘kan? Ayah akan menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol?” Dia bertanya memastikan. Brian hendak mengangguk pasti, tapi Nenek Karmila memelototinya. “Itu tidak akan terjadi. Apa kamu pikir aku tidak tahu, mengapa kamu meminta kami menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol di perusahaan kami?” Nenek Karmila menghentikan kalimatnya sejenak. “Itu karena perusahaan kalian sedang merencanakan untuk membangun bidang usaha yang sama. Kalian ingin menyingkirkan pesaing berat yang akan mengganggu penjualan perusahaan kalian,” lanjutnya. Deon hendak membela diri, tetapi tiba-tiba dua orang sipir datang menghampiri mereka. “Waktu jenguk sudah habis. Sekarang, sebaiknya kalian pulang. Kami akan mengantar narapidana kembali ke tahanan.” Mereka menangkap kedua tangan Brian dan membawanya masuk ke sel tahanan. Sementara itu
“Siapa kalian?” Brian Atmajaya bicara dengan terbata-bata. Dia terus menatap dua orang laki-laki di depannya. Laki-laki yang berusia jauh lebih muda darinya. “Apakah kalian datang ke sini untuk membahas pekerjaan? Pasti orang perusahaan yang menyuruh kalian menemuiku. Pulanglah! Aku tidak ingin membahas pekerjaan selama di sini,” ujarnya seraya memalingkan muka. “Kami tidak ingin membahas pekerjaan, Pak. Kami ke sini karena ingin membantu Anda keluar dari tempat ini,” ujar Deon meyakinkan. Dia tidak mengungkapkan identitas dia yang sebenarnya kepada laki-laki yang mengenakan baju tahanan. “Sungguh?” Brian melebarkan mata tidak percaya. Dia tertawa keras. “Bagaimana kamu bisa membebaskan aku dari sini? Sementara keluargaku yang kaya saja tidak bisa melakukannya?” Dia turus tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Aku tahu, Anda masih harus menjalani masa tahanan selama tiga tahun. Aku mau membantu Anda untuk mengurangi masa tahanan Anda. Bukankah lebih baik jika Anda lebih cepat
“Papa janji akan menjemput Mama dan Nafisa secepatnya, ‘kan?” Nafisa memelas. “Jangan sampai Papa Johan yang menjemput kami lebih dulu,” ujarnya dengan melengkungkan bibir ke bawah.“Papa Johan?” Deon mengerutkan keningnya. “Kenapa Papa Johan menjemput kalian? Itu tidak mungkin terjadi.” Dia tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala. Dia pikir, Nafisa hanya bercanda.“Papa Johan menginap di sini kemarin malam,” ujar Nafisa polos.“Apa? Papa Johan menginap di sini? Kamu, Mama, dan Papa Johan tidur di kamar ini bertiga?” Deon melebarkan mata. Tiba-tiba terasa panas di dadanya.Nafisa menggelengkan kepala. “Hanya Nafisa dan Papa Johan. Mama tidur di kamar Nenek.” Nafisa menjelaskan. Dia sama sekali tidak menyadari jika papa sambungnya itu mulai cemburu.“Kenapa nenekmu dan mamamu mengizinkan Papa Johan menginap di sini?” Deon meminta penjelasan. Dia masih belum bisa menerima kenyataan jika mantan suami Melani bisa tinggal d rumah ini dan bertemu Melani, sementara dia tidak bisa. Bagaim