"Jadi Ibu sudah merestui hubunganku dengan Kak Johan?" Bonita tersenyum ceria, diikuti dengan anggukan Namira. "Tapi, Bu! Bonita berbohong. Dia tidak ha...." Johan hendak menjelaskan yang sebenarnya, tetapi Bonita memotong pembicaraannya. "Ibu bisakah meninggalkan kami berdua? Aku ingin bicara empat mata dengan Kak Johan," pinta Bonita. Dia menangkupkan kedua tangan di depan dada. "Duduklah di teras. Ibu akan menyiapkan minuman untuk kalian," ujar Namira tanpa menjawab pertanyaan Bonita. Dia bergegas pergi masuk ke dalam rumah, meninggalkan Bonita dan Johan yang masih berdiri mematung. "Bukankah Kak Johan bilang akan menikahiku jika aku tidak hamil? Apa Kak Johan mau ingkar janji?" Bonita segera menodong Johan dengan pertanyaan begitu Namira sudah tidak terlihat dari pintu rumah. "Iya, aku memang mengatakan seperti itu. Tapi bukan begini juga caranya," jawab Johan lugas. Dia mengambil napas panjang, lalu melepaskannya kembali. "Aku tidak ingin hubungan yang diawali dengan kebohong
Melani melebarkan mata karena terkejut. Hanya beberapa detik, kemudian dia menutupi tangannya dengan telapak tangan dan membalikkan badan menghadap ke pintu. Dia baru saja melihat apa yang seharusnya dilihat. "Kamu kenapa, Melani?" Deon berjalan mendekati Melani. Dia merasa heran dengan sikap Melani yang seperti baru saja melihat hantu. Apakah dirinya begitu menyeramkan bagi Melani? "Seharusnya Anda berpakaian terlebih dahulu sebelum keluar dari kamar mandi," ucap Melani terbata-bata. Dia mash memejamkan mata menghadap pintu kamar yang telah tertutup. Deon melebarkan mata, lalu menundukkan kepala melihat tubuhnya yang hanya terlilit handuk kecil. "Apa Anda sengaja memamerkan roti sobek?" tanya Melani membuat Deon semakin melebarkan mata. "Tetaplah di situ. Aku akan memakai bajuku." Deon segera berbalik hendak pergi ke ruang ganti. Namun, saat dia mulai melangkah, tiba-tiba lilitan handuk di pinggangnya terlepas. Pada saat yang sama, Melani melihatnya dan berteriak. Deon segera m
"Baju kurang bahan? Apa maksudnya? Aku tadi hanya asal mengambil baju di lemari." Deon bergumam bingung. Dia kembali mengambil baju dari dalam lemari dan memberikannya pada Melani. Kali ini piyama longgar yang lebih sopan untuk dipakai. Melani keluar kamar mandi dengan bibir ditekuk ke bawah. Dia menatap Deon dengan menyipitkan mata, lalu bertanya, "Jadi Anda sengaja ingin menggoda saya?" "Sengaja? Itu tidak mungkin. Aku hanya asal mengambil pakaian yang ada di sana," ucap Deon seraya menunjuk ke sebuah lemari yang sangat besar. Melani terkesima menatap lemari yang besar dan luas. Dia berjalan mendekati lemari yang telah terisi penuh oleh pakaian wanita dewasa. Deon telah meminta pelayan menyiapkan pakaian-pakaian itu untuk Melani. "Apa semua pakaian ini milikku?" tanya Melani yang dijawab Deon dengan anggukan kepala. Mata Melani tertuju pada beberapa pakaian kurang bahan. Melani melirik sinis Deon. "Apa pria itu sengaja membeli pakaian kurang bahan ini untukku? Aku tidak akan m
“Aku akan menepati janjiku. Karena kamu bersedia menikah denganku. Seluruh aset milikku akan kuubah menjadi namamu,” ucap Deon pasti. Melani melebarkan mata tidak percaya. Apa lelaki di depannya ini sudah gila? Atau jangan-jangan lelaki yang telah menjadi suaminya itu sedang terlibat pencucian uang dan ingin menyembunyikan kekayaannya di balik nama istri? Melani menggelengkan kepala. “Aku tidak menginginkan semua aset itu,” ujarnya. “Baiklah, jika kamu tidak menginginkannya, lalu apa yang bisa aku berikan sebagai hadiah untukmu? Katakan kepadaku. Apa yang kamu inginkan saat ini?” Deon menatap lekat Melani. Dia tidak menyangka, Melani akan menolak pemberiannya yang berharga. Sebenarnya apa yang diinginkan wanita itu? Apa ada yang lebih berharga dari aset-aset bernilai miliaran miliknya? “Tidak perlu memberikan apa pun. Saya tidak menginginkan apa pun dari Anda. Lagi pula, kita tidak pernah tau, apakah pernikahan ini akan bertahan lama?” ujar Melani ragu. Perceraiannya dengan Johan b
“Desy, apa kamu benar-benar tidak mengenal siapa orang yang membeli semua pakaian di butik kita?” Melani merasa penasaran. Jangan-jangan Deon memang membeli di butiknya? Sejak bercerai dengan mantan suami, diam-diam Melani mendirikan butik kecil bekerja sama dengan Desy. Pada hari pernikahannya dengan Deon, dia meminta tolong Desy untuk mengurus semua keperluan di butik karena dia tidak bisa datang ke butik. “Aku benar-benar tidak tahu. Dia tidak menjawab saat aku menanyakan namanya. Ah, tunggu dulu.” Desy membuka daftar riwayat transaksi dan membuka mata lebar-lebar saat membaca nama si pemilik rekening yang melakukan transaksi virtual sejumlah satu miliar rupiah. “Deon Alvarendra. Bukankah dia pria kejam itu? “Bukan pria kejam, dia lelaki yang baik, Desy,” ujar Melani tegas. “Jadi benar Tuan Deon yang membeli semua pakaian di butik kita?” Melani melebarkan mata tidak percaya. Pantas saja dia merasa tidak asing dengan pakaian-pakaian yang di lemari besar pemberian Deon. “Kamu sela
“Sentuhlah aku, Istriku!” Deon mendekatkan wajahnya pada Melani. Melani memundurkan tubuhnya, menghindari Deon. Jantungnya berdegup kencang. “Aku akan memeriksa Nafisa,” ucapnya mengalihkan pembicaraan. Dia bergegas pergi menuju kamar Nafisa. Melani tersenyum lembut melihat Nafisa yang telah terlelap. Dia menggeleng-gelengkan kepala melihat selimut Nafisa yang berantakan. Bergegas dia merapikan selimut Nafisa, lalu mengecup kening bocah kecil itu dengan lembut. Saat kembali ke kamar, Melani melihat Deon telah terlelap di tempat tidur. Dia menghembuskan napas lega. Menutup pintu pelan-pelan, lalu berjalan menuju sofa. Dia membaringkan tubuh di atas sofa dan menyelimuti tubuhnya. “Jangan membuatku merasa menjadi suami tidak berguna dengan tidur di sana.” Tiba-tiba Deon berbalik dan menatapnya. “Ke sinilah. Kamu bisa tidur di sebelahku,” ucapnya sambil menepuk-nepuk tempat tidur yang luas di sebelahnya. “Tidak apa-apa, aku tidur di sini saja,” ucap Melani singkat. Dia bersiap memeja
Melani memejamkan mata hanya untuk menutupi kecanggungannya. Ini bukan kali pertama dia tidur bersama laki-laki, tetapi tetap saja dia merasa canggung ketika harus tidur satu kamar dengan laki-laki yang baru saja dikenalnya. Dia membuka mata untuk melirik suaminya, tetapi buru-buru memejamkan mata kembali ketika melihat Deon sedang memandanginya. “Kamu tidak bisa tidur?” tanya Deon saat memergoki Melani baru saja meliriknya. Bibirnya tidak berhenti mengembangkan senyum. “Apa kamu mau mengatakan sesuatu?” tanyanya lagi. Dia tahu Melani tidak tidur. “Aku mengantuk,” jawab Melani tanpa membuka matanya. Dia mengubah posisi tidurnya membelakangi Deon. Deon melengkungkan bibir ke bawah. Dia mengangkat kedua bahu, lalu menarik selimut dan memejamkan mata. “Malam pertama yang dingin tanpa pelukan istri,” gumamnya. Melani membuka mata mendengar perkataan Deon. ‘Apa katanya? Berani sekali dia membicarakan malam pertama. Bukankah dia sudah berjanji tidak akan menyentuhku?’ Dia menggeser tubuh
“Mama! Biarkan Om Deon ikut ya, Ma!” Nafisa memohon pada Melani. Dia menarik-narik lengan Melani dan menatap mamanya itu dengan tatapan memelas. "Nafisa! Kita bisa berangkat sendiri. Om Deon harus berangkat ke kantor," bujuk Melani pada Nafisa. "Emangnya kenapa? Om Deon aja gak keberatan kok." Nafisa melengkungkan bibirnya ke bawah. "Lagian, bukannya Mama juga kerja di kantor Om Deon?" tanyanya meminta penjelasan. Melani mengusap-usap kepala Nafisa. "Om Deon adalah pimpinan perusahaan. Dia harus berangkat lebih pagi untuk memberi contoh yang baik pada karyawan-karyawannya," bujuk Melani. "Apa Nafisa mau Om Deon terlambat karena harus mengantar Nafisa dulu?" tanyanya pada Nafisa. Nafisa menggelengkan kepala. "Lalu, bagaimana dengan Mama? Gimana kalau Mama juga terlambat karena mengantar Nafisa dulu?" tanya Nafisa polos. "Tidak apa-apa. Mama ingin mengantar Nafisa dulu sebelum berangkat ke kantor," ujar Melani yakin. Mendengar Melani yang bersikukuh ingin mengantar Nafisa tanpanya
“Kamu ada waktu dalam minggu-minggu ini, Sayang? Aku ingin pergi berdua denganmu. Sejak pernikahan kita, aku belum sempat mengajakmu berbulan madu.” Deon menyempatkan menelepon Melani di sela-sela kesibukannya bekerja.Di seberang telepon, Melani sibuk mempelajari berkas-berkas perusahaan. “Maafkan aku, Sayang. Kamu tahu akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Aku harus mengurus butik dan juga mengurus perusahaan Ayah.” Melani berkata dengan penuh penyesalan.“Tapi kamu mempunyai banyak karyawan. Kamu bisa mendelegasikan semua pekerjaanmu pada mereka,” bujuk Deon. Dia sangat berharap bisa menikmati waktu berdua dengan istrinya.“Lain kali saja ya? Kamu tahu, aku baru saja membuat kebijakan baru untuk perusahaan ayahku. Aku membuat mereka menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol. Karena kebijakanku itu, perusahaan mengalami penurunan laba yang signifikan. Aku harus memperbaiki semua ini, Sayang.”“Apa? Apa yang kamu lakukan, Melani?” Tiba-tiba Nenek Karmila masuk ke ruang
Melani tampak sangat cantik mengenakan pakaian pengantin warna putih. Pesta pernikahan kali ini diadakan di Ballroom Hotel Alvarendra. Jika biasanya para pengantin akan menyewa gedung pernikahan selama dua atau empat jam saja, rencananya mereka akan memakai ballroom itu seharian penuh, dari pagi hingga malam hari.Banyak sekali tamu undangan yang menghadiri acara pesta pernikahan itu, mulai dari rakyat biasa hingga para pejabat dan rekan kerja Deon. Bahkan, para tamu undangan yang datang dari luar kota bisa menginap di hotel setempat dengan gratis.Tiba saat acara lempar bunga, para pasangan maupun para jomlo berebut buket bunga yang dilempar pengantin.Buket bunga yang dilempar Melani jatuh ke tangan Aldo dan Desy secara serempak. Mereka berdua berebut buket bunga itu dan tidak ada yang mau mengalah.“Kenapa kalian harus berebutan seperti anak kecil? Bukankah kalian akan menikah pada hari yang sama?” sindir Vina yang tia-tiba datang dengan gaun merahnya yang indah. Dia berhasil mereb
“Syarat lagi? Apa itu?” Deon bertanya pada mamanya. Dia akan melakukan apa pun, asalkan kedua orangtuanya mau merestui hubungan pernikahan dia dan Melani.“Papa dan Mama tidak hadir di pesta pernikahan kalian dulu. Jadi, Mama mau kalian mengadakan pesta pernikahan lagi. Kali ini harus meriah. Aku mau seluruh teman Mama dan rekan bisnismu diundang di pesta itu.” Mama Deon berkata panjang lebar.Deon dan Melani saling berpandangan. Mereka mengangguk pasti. Keduanya tersenyum bahagia setelah mendapatkan restu dari kedua orangtua Deon. Rasanya, satu beban yang mengganjal di hati mereka telah terbebas dan lepas.“Sekarang, kita tinggal meminta restu pada ayahmu, Melani,” gumam Deon. Melani mengangguk setuju.“Deon, Mela, bolehkah kami meminta bantuan kalian?” ujar Papa Deon memohon. “Aku ingin bertemu dengan Brian Atmajaya, ayah Melani. Bisakah kalian membawaku ke sana?” lanjutnya.Deon dan kedua orangtuanya pergi untuk menjenguk Brian Atmajaya di Lapas. Sementara, Melani akan menyusul set
“Apa kamu tidak bercanda, Deon? Mela, istrimu?” Mama dan Pap Deon bertanya serempak. Mereka saling berpandangan untuk sejenak. Tidak percaya dengan pengakuan Deon barusan.“Kamu pasti berbohong, Deon! Kamu berbohong agar kami merestui hubungan kalian. Sejak kapan kamu mulai berani berbohong?” Papa Deon menatap tajam anaknya.“Aku setuju! Aku juga menyangsikan ucapanmu, Deon. Mana mungkin Mela adalah istrimu? Jelas-jelas mereka adalah orang yang berbeda. Istrimu berasal dari keluarga kaya raya, sedangkan Mela hanya gadis sederhana yang berasal dari kelas menengah. Mereka sangat berbeda, Deon.” Mama Melani menyangkal.“Pa, Ma, tapi Mela benar-benar telah menjadi istriku istriku. Mela dan Melani adalah orang yang sama. Nama lengkapnya Melani Atmajaya, saat di sekolah dulu, teman-teman kami memanggilnya Mela.” Deon menjelaskan panjang lebar. Dia menghentikan kalimatnya sejenak untuk mengambil napas, kemudian kembali me
“Bagaimana Anda akan mengeluarkan Brian Atmajaya dari penjara?” Aldo bertanya pada Deon. “Apa itu tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku?” lanjutnya.“Itu bukan hal yang sulit.” Deon tersenyum miring. “Kamu tahu, hukum di negara kita bisa dibeli dengan uang dan kekuasaan. Sebenarnya aku tidak ingin membeli hukum, tapi jika itu demi kebaikan, kenapa tidak? Lagi pula aku bukan membela orang yang salah. Bukankah Brian Atmajaya tidak bersalah? Dia hanya dijebak,” ujarnya panjang lebar.“Lalu, apakah menurut Anda Brian Atmajaya akan menepati janjinya? Apa dia berani mengambil tindakan menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol di perusahaannya, sementara tindakan itu mendapatkan pertentangan dari banyak pihak?” Aldo bertanya penasaran. Dia khawatir Brian Atmajaya akan mengingkari janjinya.“Jangan khawatir, Aldo. Aku tidak peduli dengan langkah apa yang akan diambil ayah mertuaku s
Maaf semuanya, dua bab terakhir yang berjudul Direktur Baru dan Ayah Mertua terbalik karena kesalahan teknis saat posting. Seharusnya baca bab Ayah Mertua lebih dulu baru kemudian baca bab Direktur Baru. Sekali lagi mohon maaf ya. Akan segera diperbaiki.Oh ya, kalian juga bisa membaca karya aku lainnya di Good Novel yang berjudul "Dicerai Setelah Malam Pertama" (Nama pena Norasetyana), hanya 40 bab yaFollow juga sosmed-ku juga yaF* Norasetya (Mommykhaa)I* NuurahmaaSelamat malam. Selamat berakhir pekan. Semoga cerita-ceritaku ini bisa menghibur bagi kalian. Semoga kita semua dilancarkan rejekinya dan diberi kesehatan, aamiin.Menjadi Janda Tajir Melintir akan segera tamat di bab 130-an. Selamat membaca. Ikuti terus ceritaku ya.
“Ayah tenang saja. Aku akan mengusahakan Ayah agar segera keluar dari penjara ini,” ujar Deon pasti. “Ayah tidak akan mengingkari janji, ‘kan? Ayah akan menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol?” Dia bertanya memastikan. Brian hendak mengangguk pasti, tapi Nenek Karmila memelototinya. “Itu tidak akan terjadi. Apa kamu pikir aku tidak tahu, mengapa kamu meminta kami menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol di perusahaan kami?” Nenek Karmila menghentikan kalimatnya sejenak. “Itu karena perusahaan kalian sedang merencanakan untuk membangun bidang usaha yang sama. Kalian ingin menyingkirkan pesaing berat yang akan mengganggu penjualan perusahaan kalian,” lanjutnya. Deon hendak membela diri, tetapi tiba-tiba dua orang sipir datang menghampiri mereka. “Waktu jenguk sudah habis. Sekarang, sebaiknya kalian pulang. Kami akan mengantar narapidana kembali ke tahanan.” Mereka menangkap kedua tangan Brian dan membawanya masuk ke sel tahanan. Sementara itu
“Siapa kalian?” Brian Atmajaya bicara dengan terbata-bata. Dia terus menatap dua orang laki-laki di depannya. Laki-laki yang berusia jauh lebih muda darinya. “Apakah kalian datang ke sini untuk membahas pekerjaan? Pasti orang perusahaan yang menyuruh kalian menemuiku. Pulanglah! Aku tidak ingin membahas pekerjaan selama di sini,” ujarnya seraya memalingkan muka. “Kami tidak ingin membahas pekerjaan, Pak. Kami ke sini karena ingin membantu Anda keluar dari tempat ini,” ujar Deon meyakinkan. Dia tidak mengungkapkan identitas dia yang sebenarnya kepada laki-laki yang mengenakan baju tahanan. “Sungguh?” Brian melebarkan mata tidak percaya. Dia tertawa keras. “Bagaimana kamu bisa membebaskan aku dari sini? Sementara keluargaku yang kaya saja tidak bisa melakukannya?” Dia turus tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Aku tahu, Anda masih harus menjalani masa tahanan selama tiga tahun. Aku mau membantu Anda untuk mengurangi masa tahanan Anda. Bukankah lebih baik jika Anda lebih cepat
“Papa janji akan menjemput Mama dan Nafisa secepatnya, ‘kan?” Nafisa memelas. “Jangan sampai Papa Johan yang menjemput kami lebih dulu,” ujarnya dengan melengkungkan bibir ke bawah.“Papa Johan?” Deon mengerutkan keningnya. “Kenapa Papa Johan menjemput kalian? Itu tidak mungkin terjadi.” Dia tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala. Dia pikir, Nafisa hanya bercanda.“Papa Johan menginap di sini kemarin malam,” ujar Nafisa polos.“Apa? Papa Johan menginap di sini? Kamu, Mama, dan Papa Johan tidur di kamar ini bertiga?” Deon melebarkan mata. Tiba-tiba terasa panas di dadanya.Nafisa menggelengkan kepala. “Hanya Nafisa dan Papa Johan. Mama tidur di kamar Nenek.” Nafisa menjelaskan. Dia sama sekali tidak menyadari jika papa sambungnya itu mulai cemburu.“Kenapa nenekmu dan mamamu mengizinkan Papa Johan menginap di sini?” Deon meminta penjelasan. Dia masih belum bisa menerima kenyataan jika mantan suami Melani bisa tinggal d rumah ini dan bertemu Melani, sementara dia tidak bisa. Bagaim