Deon duduk di ruang kerjanya yang menghadap ke jendela besar. Dari jendela itu dia bisa melihat butik Melani dengan jelas. Dia terus menunggu, tetapi Melani tidak kunjung datang ke butik itu.Deon mengambil ponsel yang dia letakkan di atas meja, menelepon seseorang. “Savira, apa hari ini Melani tidak datang ke butik?” tanyanya pada orang kepercayaan yang bertugas menjadi asisten pribadi untuk membantu Melani mengelola butik.“Tadi Nyonya Melani izin berangkat agak siang, Tuan. Sepertinya ada urusan penting yang membuatnya datang terlambat ke butik,” jawab Savira.“Urusan penting? Urusan penting apa itu?” Deon bertanya penasaran.“Saya juga tidak tahu, Tuan. Nyonya Melani tidak mengatakannya,” ujar Savira. “Nyonya Melani hanya meminta izin dan menitipkan butik kepadaku,” lanjutnya menjelaskan.“Baiklah. Lakukan pekerjaanmu dengan baik. Aku akan menghubungimu lagi nanti,” ucap Deon tegas, lalu menutup telepon.Deon mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas meja. Dia sedang berpikir keras. Se
"Tolong!" Nafisa berteriak kencang, tetapi tangan seseorang segera membungkam mulutnya. Seorang wanita yang tidak dikenal menggendong Nafisa secara paksa ke luar dari gedung sekolah. Wanita itu memakai pakaian yang berwarna serba hitam. Saat hendak memasukkan Nafisa ke dalam mobil, tiba-tiba sebuah tangan menarik tubuhnya."Papa Deon!" Nafisa berteriak memanggil nama lelaki yang selalu menjadi penyelamatnya. "Berikan anak itu kepadaku," ucap Deon pada wanita yang hampir saja Menculik Nafisa. Deon mengulurkan tangan hendak merebut Nafisa dari tangan wanita asing itu, tetapi dengan cepat wanita itu melarikan diri. Dia berlari menjauh dengan menggendong Nafisa.Deon bergerak cepat mengejar wanita itu. Namun, saat sampai di persimpangan, dia kehilangan wanita itu.Deon berlari kembali masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil cepat mengelilingi area sekitar sekolah. Tatapan matanya menyusuri setiap jalan. Namun, wanita itu tidak juga terlihat."Aldo, kamu harus ke sini sekarang! Bantu
“Jawab aku, Melani. Memangnya kamu pelayan suamimu? Kenapa memanggilnya seperti itu? Apa dia yang menyuruhmu memanggilnya seperti itu? Apa selama ini dia memperlakukanmu seperti pelayan?” Nenek Karmila memberondong Melani dengan pertanyaan.“Bukan begitu, Nek. Aku hanya salah menyebutnya saja. Selama ini suamiku memperlakukanku dengan sangat baik.” Melani mencoba menjelaskan.“Tidak, tidak. Aku tidak akan mempercayai ucapanmu begitu saja. Sekarang, ayo ikut aku. Kita buktikan semuanya.” Nenek Karmila berjalan dan menyeret Melani masuk ke dalam mobil.Sementara di tempat lain, Deon dan Aldo telah menemukan rekaman CCTV yang memperlihatkan penculikan Nafisa. Mereka melihat seorang wanita yang membawa Nafisa masuk ke dalam sebuah mobil.“Catat nomor polisi mobil itu, Aldo. Dari nomor polisi itu, kita bisa melacak keberadaan mobil itu saat ini.” Deon memberi perintah pada Aldo. Mereka meminta izin pada petugas keamanan untuk mendapatkan salinan CCTV sebagai barang bukti yang bisa diberika
Melani dan Nenek Karmila telah sampai di gedung sekolah Nafisa, tetapi mereka tidak menemukan Deon atau siapa pun di sana.“Kamu lihat, ‘kan, sekarang? Dia telah menipumu. Dia menjebakmu ke sini agar dia bisa menyembunyikan Nafisa di rumahnya.” Nenek Karmila terus saja mengomel.“Kenapa Nenek terus berpikiran buruk tentang suamiku? Jika Nenek tidak bisa membantuku menemukan Nafisa, sebaiknya Nenek pulang saja. Biar aku menunggu sendirian di sini,” ujar Melani. Dia tidak suka mendengar Nenek Karmila menjelekkan suaminya, meski dia tidak yakin dengan nasib pernikahannya dengan Deon pada akhirnya.Nenek Karmila akhirnya memilih untuk diam dan terus menemani Melani di sana meski dia sudah merasa lelah.Tidak lama, Deon memberi kabar pada Melani untuk segera ke kantor polisi. Dia meminta maaf karena tidak bisa menemui Melani di gedung sekolah Nafisa.Melani sampai di kantor polisi dan melihat Deon sedang menggendong Nafisa. Dia berlari menghampiri Nafisa sambil tersenyum lega.“Kamu ke man
"Jadi siapa wanita yang menculik dan berusaha melenyapkan Nafisa? Punya dendam apa dia kepadaku?" Melani kembali bertanya karena Deon tidak kunjung menjawab.Deon baru saja membuka mulut. Namun, kehadiran Nenek Karmila membuatnya urung berbicara."Ayo Melani, kita pulang!" ujar Nenek Karmila seraya menarik lengan Melani.Melani dan Deon masuk ke mobil yang berbeda sebelum Deon menjawab pertanyaan Melani."Kita kembali ke penginapan, Aldo!" titah Deon pada Aldo. Mereka kembali memakai atribut penyamaran mereka. Deon dengan topi dan kacamata hitamnya, dan Aldo dengan kumis dan jenggot palsunya."Untung saja, Nenek Karmila tidak mengenali kita," ucap Deon bernapas lega. Mereka sampai di penginapan lima belas menit setelah mobil Nenek Karmila terparkir di garasi rumah. Mereka tidak sempat bertemu.Saat hendak masuk ke penginapan, Deon menghampiri Evan yang sedang duduk bersantai di teras penginapan. Matanya tajam menatap Evan.Aldo mengekor di belakang Deon. Dia juga mengikuti cara Deon m
Nenek Karmila memiliki rutinitas berkebun di taman setiap sore. Evan yang melihat itu mulai mendekatinya."Hai, Nenek! Terima kasih sudah membelaku di hadapan dua orang gak jelas tadi." Evan berbasa-basi.Nenek Karmila tidak mengacuhkan kedatangan Evan. Dia tidak menghentikan aktivitasnya memotong daun-daun dan dahan di kebunnya. Hatinya masih kacau setelah tahu jika kakek tua yang disukainya ternyata adalah anak buah Deon yang sedang menyamar. "Bolehkah aku mebantumu, Nek?" Tanpa diminta, Evan membantu Nenek Karmila mencabuti rumput dan tanaman liar yang tumbuh di antara tanaman bunga yang indah."Bunga ini sangat cantik sepertimu, Nenek," rayu Evan. Dia berusaha keras mengambil hati Nenek Karmila."Benarkah?" Diluar dugaan, kali ini Nenek Karmila menyambut gombalan Evan. Dia menatap Evan dengan mata berbinar dan pipi memerah."Tentu saja, Nek. Aku tidak bohong. Nenek masih terlihat sangat cantik seperti bunga-bunga ini," ujar Evan seraya menunjuk ke arah bunga yang ada di depannya.
"Siapa tamu yang sedang menemui cucu Nenek?" Evan terus menatap ke arah ruang tamu. Dia merasa penasaran dengan tamu yang sedang datang untuk menemui Melani. Jangan-jangan Deon atau Aldo?"Apa Nenek tidak ingin menemui mereka juga? Jangan sampai mereka melakukan hal yang buruk pada cucu Nenek," ujar Evan terlihat khawatir."Kamu benar-benar menyukai cucuku?" Nenek Karmila menatap Evan dengan tatapan yang begitu mengerikan hingga membuat Evan ketakutan."Jangan salah paham, Nek. Aku tidak menyukai cucumu." Evan berkata terbata-bata. Dia tidak ingin Nenek Karmila mengetahui perasaannya pada Melani. Dia masih harus menunggu saat yang tepat.Nenek Karmila tersenyum senang. "Baguslah kalau begitu. Cucuku sudah punya suami. Di rumah ini, aku yang masih single." Dia tersenyum menatap Evan. Evan mengerutkan kening. Dia tidak bisa memahami sikap dan ucapan nenek tua di hadapannya itu. Memangnya kenapa jika nenek tua itu single? Itu sama sekali tidak penting. "Lalu di mana cucu menantu Nenek
"Ayo, Melani. Katakanlah kamu masih mencintaiku. Katakanlah kamu ingin aku membatalkan pernikahanku dengan Bonita," mohon Johan."Kamu masih mencintaiku, 'kan? Kamu menginginkan kita rujuk kembali, 'kan?" Dia menatap lekat Melani, berharap Melani mengiyakan pertanyaannya.Melani tersenyun sangat lebar. Dia menggeleng-gelengkan kepala dan menatap tajam Johan, lalu berkata yakin, "Kamu salah, Mas. Justru aku yang paling menginginkan pernikahan kalian. Sejak mengetahui hubunganmu dengan Bonita, aku sudah berusaha ikhlas melepasmu.""Kumohon, Melani. Sebelum semuanya terlambat. Aku ingin memperbaiki hubungan kita. Aku akan meninggalkan Bonita dan kita bisa kembali seperti dulu." Johan berusaha menggenggam jemari Melani, tapi Melani menepisnya dengan kasar.Bonita mengoceh sambil berjalan ke luar rumah. Sepanjang jalan, dia terkagum-kagum mengamati kemegahan rumah Nenek Karmila. Rumah Nenek Janet sangatlah luas. Bangunan rumah ini berpuluh kali lipat lebih besar dibandingkan bangunan ruma
“Kamu ada waktu dalam minggu-minggu ini, Sayang? Aku ingin pergi berdua denganmu. Sejak pernikahan kita, aku belum sempat mengajakmu berbulan madu.” Deon menyempatkan menelepon Melani di sela-sela kesibukannya bekerja.Di seberang telepon, Melani sibuk mempelajari berkas-berkas perusahaan. “Maafkan aku, Sayang. Kamu tahu akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Aku harus mengurus butik dan juga mengurus perusahaan Ayah.” Melani berkata dengan penuh penyesalan.“Tapi kamu mempunyai banyak karyawan. Kamu bisa mendelegasikan semua pekerjaanmu pada mereka,” bujuk Deon. Dia sangat berharap bisa menikmati waktu berdua dengan istrinya.“Lain kali saja ya? Kamu tahu, aku baru saja membuat kebijakan baru untuk perusahaan ayahku. Aku membuat mereka menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol. Karena kebijakanku itu, perusahaan mengalami penurunan laba yang signifikan. Aku harus memperbaiki semua ini, Sayang.”“Apa? Apa yang kamu lakukan, Melani?” Tiba-tiba Nenek Karmila masuk ke ruang
Melani tampak sangat cantik mengenakan pakaian pengantin warna putih. Pesta pernikahan kali ini diadakan di Ballroom Hotel Alvarendra. Jika biasanya para pengantin akan menyewa gedung pernikahan selama dua atau empat jam saja, rencananya mereka akan memakai ballroom itu seharian penuh, dari pagi hingga malam hari.Banyak sekali tamu undangan yang menghadiri acara pesta pernikahan itu, mulai dari rakyat biasa hingga para pejabat dan rekan kerja Deon. Bahkan, para tamu undangan yang datang dari luar kota bisa menginap di hotel setempat dengan gratis.Tiba saat acara lempar bunga, para pasangan maupun para jomlo berebut buket bunga yang dilempar pengantin.Buket bunga yang dilempar Melani jatuh ke tangan Aldo dan Desy secara serempak. Mereka berdua berebut buket bunga itu dan tidak ada yang mau mengalah.“Kenapa kalian harus berebutan seperti anak kecil? Bukankah kalian akan menikah pada hari yang sama?” sindir Vina yang tia-tiba datang dengan gaun merahnya yang indah. Dia berhasil mereb
“Syarat lagi? Apa itu?” Deon bertanya pada mamanya. Dia akan melakukan apa pun, asalkan kedua orangtuanya mau merestui hubungan pernikahan dia dan Melani.“Papa dan Mama tidak hadir di pesta pernikahan kalian dulu. Jadi, Mama mau kalian mengadakan pesta pernikahan lagi. Kali ini harus meriah. Aku mau seluruh teman Mama dan rekan bisnismu diundang di pesta itu.” Mama Deon berkata panjang lebar.Deon dan Melani saling berpandangan. Mereka mengangguk pasti. Keduanya tersenyum bahagia setelah mendapatkan restu dari kedua orangtua Deon. Rasanya, satu beban yang mengganjal di hati mereka telah terbebas dan lepas.“Sekarang, kita tinggal meminta restu pada ayahmu, Melani,” gumam Deon. Melani mengangguk setuju.“Deon, Mela, bolehkah kami meminta bantuan kalian?” ujar Papa Deon memohon. “Aku ingin bertemu dengan Brian Atmajaya, ayah Melani. Bisakah kalian membawaku ke sana?” lanjutnya.Deon dan kedua orangtuanya pergi untuk menjenguk Brian Atmajaya di Lapas. Sementara, Melani akan menyusul set
“Apa kamu tidak bercanda, Deon? Mela, istrimu?” Mama dan Pap Deon bertanya serempak. Mereka saling berpandangan untuk sejenak. Tidak percaya dengan pengakuan Deon barusan.“Kamu pasti berbohong, Deon! Kamu berbohong agar kami merestui hubungan kalian. Sejak kapan kamu mulai berani berbohong?” Papa Deon menatap tajam anaknya.“Aku setuju! Aku juga menyangsikan ucapanmu, Deon. Mana mungkin Mela adalah istrimu? Jelas-jelas mereka adalah orang yang berbeda. Istrimu berasal dari keluarga kaya raya, sedangkan Mela hanya gadis sederhana yang berasal dari kelas menengah. Mereka sangat berbeda, Deon.” Mama Melani menyangkal.“Pa, Ma, tapi Mela benar-benar telah menjadi istriku istriku. Mela dan Melani adalah orang yang sama. Nama lengkapnya Melani Atmajaya, saat di sekolah dulu, teman-teman kami memanggilnya Mela.” Deon menjelaskan panjang lebar. Dia menghentikan kalimatnya sejenak untuk mengambil napas, kemudian kembali me
“Bagaimana Anda akan mengeluarkan Brian Atmajaya dari penjara?” Aldo bertanya pada Deon. “Apa itu tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku?” lanjutnya.“Itu bukan hal yang sulit.” Deon tersenyum miring. “Kamu tahu, hukum di negara kita bisa dibeli dengan uang dan kekuasaan. Sebenarnya aku tidak ingin membeli hukum, tapi jika itu demi kebaikan, kenapa tidak? Lagi pula aku bukan membela orang yang salah. Bukankah Brian Atmajaya tidak bersalah? Dia hanya dijebak,” ujarnya panjang lebar.“Lalu, apakah menurut Anda Brian Atmajaya akan menepati janjinya? Apa dia berani mengambil tindakan menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol di perusahaannya, sementara tindakan itu mendapatkan pertentangan dari banyak pihak?” Aldo bertanya penasaran. Dia khawatir Brian Atmajaya akan mengingkari janjinya.“Jangan khawatir, Aldo. Aku tidak peduli dengan langkah apa yang akan diambil ayah mertuaku s
Maaf semuanya, dua bab terakhir yang berjudul Direktur Baru dan Ayah Mertua terbalik karena kesalahan teknis saat posting. Seharusnya baca bab Ayah Mertua lebih dulu baru kemudian baca bab Direktur Baru. Sekali lagi mohon maaf ya. Akan segera diperbaiki.Oh ya, kalian juga bisa membaca karya aku lainnya di Good Novel yang berjudul "Dicerai Setelah Malam Pertama" (Nama pena Norasetyana), hanya 40 bab yaFollow juga sosmed-ku juga yaF* Norasetya (Mommykhaa)I* NuurahmaaSelamat malam. Selamat berakhir pekan. Semoga cerita-ceritaku ini bisa menghibur bagi kalian. Semoga kita semua dilancarkan rejekinya dan diberi kesehatan, aamiin.Menjadi Janda Tajir Melintir akan segera tamat di bab 130-an. Selamat membaca. Ikuti terus ceritaku ya.
“Ayah tenang saja. Aku akan mengusahakan Ayah agar segera keluar dari penjara ini,” ujar Deon pasti. “Ayah tidak akan mengingkari janji, ‘kan? Ayah akan menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol?” Dia bertanya memastikan. Brian hendak mengangguk pasti, tapi Nenek Karmila memelototinya. “Itu tidak akan terjadi. Apa kamu pikir aku tidak tahu, mengapa kamu meminta kami menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol di perusahaan kami?” Nenek Karmila menghentikan kalimatnya sejenak. “Itu karena perusahaan kalian sedang merencanakan untuk membangun bidang usaha yang sama. Kalian ingin menyingkirkan pesaing berat yang akan mengganggu penjualan perusahaan kalian,” lanjutnya. Deon hendak membela diri, tetapi tiba-tiba dua orang sipir datang menghampiri mereka. “Waktu jenguk sudah habis. Sekarang, sebaiknya kalian pulang. Kami akan mengantar narapidana kembali ke tahanan.” Mereka menangkap kedua tangan Brian dan membawanya masuk ke sel tahanan. Sementara itu
“Siapa kalian?” Brian Atmajaya bicara dengan terbata-bata. Dia terus menatap dua orang laki-laki di depannya. Laki-laki yang berusia jauh lebih muda darinya. “Apakah kalian datang ke sini untuk membahas pekerjaan? Pasti orang perusahaan yang menyuruh kalian menemuiku. Pulanglah! Aku tidak ingin membahas pekerjaan selama di sini,” ujarnya seraya memalingkan muka. “Kami tidak ingin membahas pekerjaan, Pak. Kami ke sini karena ingin membantu Anda keluar dari tempat ini,” ujar Deon meyakinkan. Dia tidak mengungkapkan identitas dia yang sebenarnya kepada laki-laki yang mengenakan baju tahanan. “Sungguh?” Brian melebarkan mata tidak percaya. Dia tertawa keras. “Bagaimana kamu bisa membebaskan aku dari sini? Sementara keluargaku yang kaya saja tidak bisa melakukannya?” Dia turus tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Aku tahu, Anda masih harus menjalani masa tahanan selama tiga tahun. Aku mau membantu Anda untuk mengurangi masa tahanan Anda. Bukankah lebih baik jika Anda lebih cepat
“Papa janji akan menjemput Mama dan Nafisa secepatnya, ‘kan?” Nafisa memelas. “Jangan sampai Papa Johan yang menjemput kami lebih dulu,” ujarnya dengan melengkungkan bibir ke bawah.“Papa Johan?” Deon mengerutkan keningnya. “Kenapa Papa Johan menjemput kalian? Itu tidak mungkin terjadi.” Dia tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala. Dia pikir, Nafisa hanya bercanda.“Papa Johan menginap di sini kemarin malam,” ujar Nafisa polos.“Apa? Papa Johan menginap di sini? Kamu, Mama, dan Papa Johan tidur di kamar ini bertiga?” Deon melebarkan mata. Tiba-tiba terasa panas di dadanya.Nafisa menggelengkan kepala. “Hanya Nafisa dan Papa Johan. Mama tidur di kamar Nenek.” Nafisa menjelaskan. Dia sama sekali tidak menyadari jika papa sambungnya itu mulai cemburu.“Kenapa nenekmu dan mamamu mengizinkan Papa Johan menginap di sini?” Deon meminta penjelasan. Dia masih belum bisa menerima kenyataan jika mantan suami Melani bisa tinggal d rumah ini dan bertemu Melani, sementara dia tidak bisa. Bagaim