"Mama!" Nafisa berteriak kencang memanggil Melani, tetapi seorang laki-laki bertubuh kekar membungkam mulut Nafisa dengan telapak tangannya. "Diam kamu anak kecil! Jika terus berteriak, aku akan membunuh orangtuamu," ancam laki-laki kekar itu pada Nafisa. Nafisa terus memberontak hendak melepaskan diri dari cengkeraman lelaki berpenampilan preman itu, tetapi tubuhnya terlalu kecil untuk bisa melakukan perlawanan. Akhirnya dia hanya bisa diam dan menangis. Deon berlari ke luar butik saat mendengar teriakan Melani. "Ada apa, Melani? Di mana Nafisa?" tanyanya panik. Dia melihat ke sekeliling dan tidak mendapati Nafisa ada di mana-mana. "Kenapa kamu memanggil-manggil Nafisa, Melani? Apa yang terjadi pada Nafisa?" Deon memegangi kedua bahu Melani. "Nafisa! Nafisa diculik! Preman itu membawa Nafisa!" ujar Melani sambil menunjuk ke arah Land Cruiser yang melaju dengan kencang. Wajahnya tampak cemas dan khawatir. "Mereka membawa Nafisa menggunakan mobil itu!" tunjuk Melani. Mobil Land C
Nafisa berada di ruangan yang gelap dan pengap seorang diri. Tanpa sadar, netranya telah penuh oleh air mata. Dia begitu ketakutan. "Siapapun, tolong selamatkan aku!" gumamnya dengan suara bergetar. Suaranya tidak dapat terdengar dengan jelas karena mulutnya tertutup oleh lakban. Anak buah Deon telah berpencar mengelilingi kota, tetapi tidak satu pun menemukan mobil yang membawa Nafisa. Deon dan Melani melajukan mobil seraya menyapukan pandangan ke sekitar jalanan. Tiba-tiba mobil berhenti saat berada di depan sebuah gang sempit. "Sial! Kenapa mobilnya harus mogok di sini? Tidak biasanya mobil ini mogok." Deon mendengkus kesal. Dia melihat Melani yang terlihat cemas. "Tenanglah, aku akan menyuruh orang untuk mengantar mobil yang lain ke sini," ucapnya. Dia memegang tangan Melani untuk menenangkan istrinya itu. Deon dan Melani menunggu beberapa saat di dalam mobil. Tiba-tiba Melani berdiri dan keluar dari mobil. "Aku tidak bisa menunggu lagi. Aku akan mencari Nafisa sekarang," ucapn
"Hentikan!" Lelaki dengan tubuh tinggi dan besar berjalan mendekati tempat di mana para preman berdiri. Lelaki itu berpenampilan sama seperti para preman yang lain. "Berani-beraninya kalian melangkah tanpa perintah dariku. Apa kalian lupa siapa yang memimpin kalian di sini?" teriak lelaki yang bertubuh paling tinggi dan besar di antara para preman itu dengan mata melotot tanpa ampun. "Siap, Bos! Tapi klien kita sudah memberikan izin," protes lelaki kekar yang tadi bicara di telepon dengan seorang wanita. "Kamu bertindak atas perintahku atau perintah klien?" bentak lelaki yang merupakan pentolan para preman itu. "Siap, maafkan kami, Bos!" Para preman menundukkan kepala. Mereka semua tidak berani menatap pentolan mereka. Dia adalah premannya para preman, mana berani para preman itu melawannya? Lelaki yang dipanggil 'bos' tersenyum puas setelah mendengar permintaan maaf dari anak buahnya. Dia menatap Melani yang masih tidak sadarkan diri, lalu tersenyum miring. "Cantik juga wanita
Deon mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu ruangan tempat menyekap Nafisa, tetapi dia mengurungkan niatnya saat mendengar suara yang sangat kencang di ruangan sebelahnya. Dia mendobrak ruangan itu dan terkejut saat melihat apa yang terjadi di sana. "Melani?" Deon melihat Melani dengan pakaian yang telah terkoyak dan mata sembab oleh air mata. "Apa yang terjadi?" lanjutnya bertanya ingin tahu. Deon berjalan mendekati Melani. Dia melepaskan jas yang dia pakai dan menggunakan jas itu untuk menutupi tubuh Melani. "Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya pada Melani. Melani diam tidak menjawab. Dia hanya menunduk dan mengusap pipinya yang merah. Di sebelah Melani, seorang preman telah terkapar tidak sadarkan diri. Tubuhnya babak belur dan memar-memar. Hanya dengan melihat situasi, Deon mengerti apa yang terjadi. Dengan sigap dia merengkuh tubuh Melani dan membawanya ke luar ruangan itu. Tiba-tiba, di luar ruangan sudah ada beberapa anak buah Deon yang baru saja datang. "Kalian,
"Sekali lagi, maafkan aku," gumam Deon lirih. Tatapan matanya benar-benar menunjukkan penyesalan. Dia benar-benar merasa bersalah atas kejadian penculikan yang terjadi pada anak dan istrinya. "Jangan meminta maaf. Ini bukan salahmu," ujar Melani. "Entah apa jadinya kami jika kamu tidak menemukan dan menyelamatkan kami. Untuk itu, rasa terima kasih saja tidak cukup," lanjutnya. "Kamu ini bicara apa? Sekarang aku adalah suamimu sekaligus papa sambung bagi Nafisa. Sudah seharusnya aku menjaga dan melindungi kalian." Deon menimpali. Deon kembali melajukan mobil. "Besok, aku akan membuat acara khusus sebagai bentuk penyesalan sekaligus permintaan maafku pada kalian." Dia berkata tanpa menoleh ke arah Melani. Tatapannya lurus ke depan, fokus menyetir mobil. "Kalian harus bersiap-siap," ucap Deon bersemangat. Dia tersenyum menatap Melani dan Nafisa lewat kaca spion, berharap dua wanitanya itu ikut tersenyum. "Aku sudah bilang jika ini bukan kesalahanmu, dan kamu tidak perlu meminta maa
"Hari ini aku akan menepati janjiku. Aku telah menyiapkan sebuah acara khusus untuk kalian." Deon menutup mata Melani dan Nafisa, lalu membawanya menaiki mobil meninggalkan rumah."Kenapa harus menutup mata? Kamu membuatku merasa penasaran." Melani menyandarkan tubuhnya di sandaran mobil. Dia ingin sekali membuka penutup mata, tetapi dia tahu Deon tidak akan mengizinkannya. Akhirnya, dia pasrah dan sekalian memejamkan mata. Di samping Melani, Nafisa menarik-narik penutup mata, berusaha untuk melihat apa yang terjadi di sekelilingnya. Dia merasa sangat penasaran dan tidak bisa menahan keinginannya untuk membuka penutup mata."Tidak boleh curang, Nafisa! Pakai kembali penutup matanya," ujar Deon seraya tersenyum menatap Nafisa. Sengaja dia melakukan itu agar Melani dan Nafisa merasa penasaran."Tapi Nafisa penasaran. Papa mau membawa Mama dan Nafisa ke mana?" Nafisa mengembalikan penutup matanya ke posisi semula, lalu bertanya ragu-ragu. "Papa ingin memberi kejutan untuk kalian. Jadi,
Desy menghentikan mobil di depan Butik Queenafisa. Beberapa menit yang lalu, dia mendapat undangan dari Melani untuk menghadiri acara di butiknya. Betapa terkejutnya dia, saat dia baru saja sampai dan melihat kobaran api yang membakar butik."Melani? Apa Melani masih di dalam butik itu?" gumam Desy panik. Dia segera mengambil ponselnya untuk menelepon Melani.Beberapa kali dia menelepon Melani, tetapi tidak ada jawaban. Dia juga menelepon pemadam kebakaran, dan hasilnya sama, tidak ada yang mengangkat teleponnya. Dia merasa kesal, lalu mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam tas.Desy melihat sekeliling untuk mencari bantuan, tetapi tidak ada siapapun di sana. Akhirnya dia memutuskan untuk tetap masuk ke dalam butik dengan menerobos api demi menyelamatkan Melani.Sebelum masuk ke dalam butik dan menerobos kobaran api, Desy sempat mengirim pesan untuk Deon. Dia meminta Deon untuk segera datang ke butik dan memanggil pemadam kebakaran."Apa? Kebakaran?" Deon segera memerintahkan sop
"Bertahanlah, Melani. Kamu harus bertahan." Beberapa perawat membantu memindahkan Melani ke brankar pasien rumah sakit dan mendorongnya masuk ke ruang ICU. Deon berlari mengikuti mereka dan menatap panik Melani. "Sebaiknya Anda tunggu di sini dulu, Pak. Kami akan memeriksa pasien terlebih dahulu." Seorang perawat menghalangi saat Deon hendak mengikuti mereka masuk ke dalam ruangan ICU. Di saat Melani sedang ditangani di ruangan ICU, Aldo sedang menjaga Desy di ruangan lainnya. Untung saja tidak ada hal serius yang menimpa Desy. Dia hanya pingsan karena terkejut saat melihat kayu besar jatuh di depan matanya. Aldo terus menunggu untuk memastikan Desy benar baik-baik saja. Saat Desy mulai menggerakkan jari dan membuka mata, secepat kilat Aldo berlari keluar ruangan tempat Desy dirawat. Desy mengucek-ucek matanya. "Aku sepertu melihat seseorang, tapi kenapa tidak ada siapa-siapa?" gumamnya lirih. "Di mana aku?" Desy melihat sekeliling dan merasa bingung. Dia baru ingat tentang kejad